Disusun Oleh : Nama : Rieswadek Muhammad NIM : 09711323 Kelompok : 20 Tutor : dr. Asri
FAKULTAS KEDOTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2009 Indonesia merupakan negara agraris yaitu negara yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Karena sesuai dengan makanan pokok kita seperti nasi, jagung, ubi dan sebagainya, yang menyebabkan banyak masyarakat yang bekerja sebagai petani. Untuk menjadi petani, tidaklah mudah. Selain harus mempunyai lahan, bibit dan pupuk, kita harus mempunyai keterampilan bertani. Kapan kita harus menanam padi, kapan kita harus menanam jagung dan kapan pula kita memanennya tentu harus kita sesuaikan dengan musimnya. Namun, hal yang sangat disayangkan adalah fakta bahwa penghasilan kebanyakan petani di Indonesia sangatlah kecil, apalagi yang hanya menjadi buruh tani yang harus mengerjakan lahan yang bukan miliknya. Hal inilah yang menyebabkan banyak petani di Indonesia, contohnya petani di daerah Temanggung, seperti ibu Anni dan Suprinal yang saya wawancarai sebelumnya, malah beralih menjadi pengemis. Mereka memilih menjadi pengemis karena alasan yang sederhana, penghasilan pengemis lebih banyak dari petani. Alasan lainnya lagi ialah, menjadi seorang pengemis tidak membutuhkan keahlian seperti petani dan juga tidak harus bekerja keras seperti mereka. Andaikan lebih banyak lagi petani-petani yang beralih menjadi pengemis, bagaimana nasib kita sebagai warga Indonesia yang sangat bergantung pada mereka untuk mendapatkan makanan pokok sehari-hari? Belum lagi sekarang hasil panen tidak semaksimal dulu lagi. Hal ini akan makin memperparah keadaan negara kita. Maka dari itu, saya sebagai penulis memilih objek para petani yang dapat dibilang memilik penghasilan yang tak seberapa dibandingkan para pengemis. Padahal, seperti yang kita ketahui bahwa petani bekerja lebih keras dari pada pengemis. Dan pekerjaan bertani menurut saya lebih mulia dari pada orang-orang yang hanya meminta- minta padahal masih sanggup untuk bekerja. Petani yang menjadi objek di sini ialah para petani yang bekerja di pinggiran jalan kaliurang, Yogyakarta. Karena selain tempatnya tidak jauh dari kampus, petani di daerah tersebut sebagian besar tidak memiliki lahan sendiri untuk dikerjakan. Kebanyakan dari mereka menyewa lahan orang lain untuk dikerjakan. Kehidupana para petani di daerah sekitar jalan Kaliurang, khususnya para petani yang tinggal di dusun Panggeran, desa Hargo Pinangun, Pakem, dapat dibilang sangat memprihatinkan. Dari tiga orang petani yang saya temui, rata-rata mereka mengatakan bahwa hidup mereka serba berkecukupan. Bagaimana tidak, penghasilan yang mereka peroleh tidak sebanding dengan apa yang telah mereka kerjakan. Belum lagi kesulitan- kesulitan yang mereka hadapi saat ini, seperti kurangnya air untuk pengairan sawah. Menurut hasil wawancara saya dengan salah satu petani di daerah tersebut yang bernama pak Ucok, sumber air yang mereka gunakan selama ini sekarang telah mengaliri tempat lain. Tempat tersebut adalah Golf Merapi yang mengakibatkan air yang seharusnya dialiri ke sawah-sawah milik para petani sekarang malah mengalir ke tempat itu. Padahal lahan mereka juga sangat membutuhkan air. Apalagi air yang dialiri ke sawah mereka pun akan segera habis hanya dalam satu hari saja. Selain itu, para petani yang menggunakan sistem sawah tadah hujan dan pupuk organik tersebut juga mengatakan bahwa tanah dari lahan sawah-sawah mereka sangat tidak layak untuk ditanami tanaman-tanaman. Tanah yang tandus tersebut tidak akan menghasilkan hasil panen yang baik pula. Pak Ucok juga mengatakan bahwa bertani di daerah tersebut seperti tidak ada hasilnya sama sekali. Karena selain harus mengatasi kesulitan-kesulitan tadi, mereka juga harus membayar biaya sewa lahan tersebut. Sedangkan para pengemis, yang bisa mendapatkan uang untuk biaya kehidupan mereka hanya dengan meminta-minta, keadaan ekonominya bisa dikatakan lebih baik dari petani. Buktinya, para pengemis bisa mendapatkan penghasilan maksimal Rp. 50.000,00 per hari, sedangkan para petani di daerah Panggeran ini hanya bisa memperoleh maksimal Rp. 20.000,00 per hari. Itupun hanya pada waktu panen. Oleh karena itu, para petani biasanya mempunyai pekerjaan sambilan salam menunggu tibanya waktu panen. Pekerjaan sambilan tersebut bisa seperti supir, beternak kambing dan pekerjaan buruh lainnya. Di bidang kesehatan, para petani di daerah Panggeran mempunyai daya tahan fisik yang cukup kuat. Walaupun tidak seluruh warganya mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah, yaitu hanya 40% dari mereka, tapi pelayanan kesehatannya tergolong bagus. Ada dokter yang datang berkunjung ke daerah tersebut setiap bulan dan terjadwal. Hal ini yang mungkin menyebabkan mereka tetap sehat dan semangat bekerja. Tentu saja, para petani di daerah ini lebih mendapatkan hawa yang sejuk dari pada para pengemis yang harus tiap hari menghirup asap kendaraan bermotor. Banyak dari para pengemis yang mengeluh tentang saluran pernafasan mereka. Namun, walaupun banyaknya kesulitan yang dihadapi oleh para petani yang sebagian besar masih menganut kebudayaan kraton ini, mereka tetap bersyukur dengan apa yang mereka dapatkan. Mereka juga tidak meninggalkan kewajiban mereka beribadah kepada Allah SWT. Yang patut kita tiru dari sikap mereka adalah kerukunan antar warga mereka yang masih erat. Mereka masih sering bergotong-royong, membantu sesama dalam pembangunan, mengadakan perkumpulan RT/RW, ronda malam dan lainnya. Sikap ini yang harusnya lebih ditumbuhkan dalam dunia perkotaan. Kalau ditanya tentang pendidikan, tentu para petani sebagian besar banyak yang putus sekolah karena tidak mampu membiayai sekolah. Mereka biasanya hanya menuntut ilmu sampai SD, bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali demi membantu orang tua mereka dalam membiayai hidup. Tentu saja, kurangnya pendidikan juga berpengaruh terhadap pengetahuan para petani dengan dunia luar, contohnya dunia politik. Para petani hanya mengikuti hak pilih tanpa mengetahui mana yang berkualitas menurut mereka. Mereka juga tidak tahu harus berpendapat apa tentang politik Indonesia. Mereka hanya ingin bahwa rakyat kecil bisa makmur. Kesimpulan yang bisa saya ambil adalah bahwa ternyata pemerintah masih belum memberikan perhatian yang cukup terhadap rakyat kecil. Pemerintah terus saja memberikan fasilitas yang berlebihan kepada wakil rakyat yang seharusnya menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah, bukan malah mengabaikannya lalu memakan hak mereka. Pemerintah juga harus mengutamakan kondisi para petani di Indonesia karena mereka memberikan hasil yang sangat kita butuhkan yaitu makanan pokok kita sehari- hari. Misalnya memberikan mereka lahan yang lebih layak untuk ditanami, bukan tanah yang kualitasnya sangat rendah. Bukan hanya itu, pembangunan-pembangunan yang dapat mengganggu kondisi pertanian seharusnya juga lebih diperhatikan. Jangan hanya sembarang membangun tanpa memperhatikan dampak negatifnya terutama kepada para petani. Menurut saya, hal yang paling utama harus diperhatikan pemerintah adalah aspek pendidikan. Lihat saja para pengemis yang tidak mempunyai pendidikan yang cukup untuk bertani sehingga mereka memutuskan untuk beralih profesi. Mereka yang kurang dalam pendidikan biasanya akan berdampak pada moral mereka, yaitu bermalas- malasan dan akhirnya memilih untuk mengemis padahal masih memiliki fisik yang kuat untuk bekerja. Alhasil, pengemis yang kerjanya lebih sedikit memiliki uang yang lebih banyak dari petani.