Anda di halaman 1dari 2

Pertanian di Mata Para Petani Indonesia

Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Sumatera sampai Papua.
Masing-masing provinsi di Indonesia memiliki ciri khas, potensi, dan ragam budaya
yang jika kita memanfaatkan penuh maka akan menciptakan sda dan sdm yang
berkualitas. Di sini peran petani dan pemerintah yang menjadi sorotan, karena dua pihak
tersebut jika saling berbeda pendapat akan menimbulkan perpecahan. Oleh karena itu
integritas dan persatuan merupakan pilar yang harus dipegang dan diwujudkan.

Pertanian adalah mengupayakan tanah yang tidak terpakai menjadi sangat


berguna dengan cara digarap lalu ditanam dengan tanaman-tanaman yang bisa
menghasilkan sesuatu kelak di masa depan. Petani adalah orang yang melakukan
kegiatan tersebut. Pertanian bermanfaat untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku
industri, atau sumber energi serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Indonesia
sejak zaman kolonial Belanda sampai dengan masa sekarang tentu saja tidak dapat
dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini memiliki arti
yang sangat teramat penting dalam menentukan pembentukan berbagai ekonomi dan
sosial masyarakat di berbagai wilayah dan daerah di negara kita, Indonesia.

Berdasarkan data BPS pada tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia


menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya
menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan bruto. Itu adalah data dari BPS yang
tentu saja bisa dijadikan sebagai acuan untuk masa depan pertanian ke depannya.
Indonesia merupakan negara dengan 7,1 juta hektare (2018) yang menurun dari yang
awalnya 7,75 juta hektare (2017), miris sekali bukan? Ini disebabkan, tidak lain tidak
bukan, karena alih fungsi lahan pertanian yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
yang ingin menanamkan investasi ke negara Indonesia. Akhirnya lahan pertanian,
ladang, tegal yang awalnya produktif berubah menjadi sebuah bangunan yang sama
sekali tidak produktif.

Inilah kekhawatiran kita sebagai masyarakat Indonesia yang dulu dikenal


dengan sebutan negara agraris, berpuluh-puluh juta hektare tanah pertanian, namun
sekarang sudah habis digilas asap pabrik, perumahan, dll. Kita mulai mengimpor padi,
bahan-bahan makanan dari luar negeri. Kekhawatiran kita adalah hal-hal semacam itu
yang berdampak pada masa depan buruk di negeri ini.

Karena kita peduli akan hal tersebut maka petani, mahasiswa, para aktivis,
buruh, dll turun ke jalan mengobarkan semangat juang mereka demi negara ini.
Mengkritisi adalah melawan hal-hal zalim.

Setelah banyak dari petani kehilangan lahannya, mereka beralih pekerjaan yang
tidak produktif atau bahkan pengangguran. Ketakutan kita adalah ketika masyarakat
kekurangan bahan makanan sehingga pemerintah harus melakukan kegiatan impor dari
luar. Bahan baku makanan pokok orang Indonesia adalah nasi, mereka yang tidak
mendapatkan nasi akan tidak terbiasa kemudian mulai protes. Di saat inilah polemik
masyarakat mulai tidak terkendali.

Peran pemerintah dalam membimbing petani, menyediakan lahan bagi petani,


dan mendukung segala jenis kegiatan pertanian sangat diperlukan sehingga produk
pertanian kita berkualitas. Memberikan penyuluhan tentang pertanian kepada para
petani pun tidak ada salahnya, karena mereka akan lebih mudah mengolah lahan
pertanian. Cara itu akan meningkatkan kualitas pertanian kita. Dahulu kita pernah
meraih swasembada pangan, tapi sekarang akan lebih sulit meraihnya kembali karena
lahan dipersempit dengan alih lahan pertanian.

Berdasarkan masalah-masalah yang penulis paparkan tersebut, dapat


disimpulkan bahwa konversi lahan di Indonesia dapat memicu terjadinya inflasi yang
disebabkan oleh alih fungsi lahan menjadi bangunan atau restoran lain.

Anda mungkin juga menyukai