Anda di halaman 1dari 7

DIAGNOSIS JENIS PENYAKIT TANAMAN JATI (Tectona Grandis) PADA AREAL

HUTAN TANAMAN DESA HATUSUA KECAMATAN KAIRATU


KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

Jogeneis Patty)1, Costanza Uruilal)2


Program Studi Agroekoteknologi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon
Jl. Ir.M. Putuhena, Kampus Unpatti Poka, Ambon-Kode Pos 97233
Telepon/Faximili: (0911) 322499. (0911) 322498
Korespondensi Email : huwaepatty@yahoo.co.id

Diterima pada : 10 Juli 2016 Disetujui pada : 09 September 2016

Intisari

Pengembangan hutan tanaman Jati di Desa Hatusua Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat
merupakan salah satu upaya untuk mengimbangi kebutuhan akan bahan baku kayu yang semakin meningkat.
Namun berdasarkan pengamatan pendahuluan terlihat adanya gejala serangan penyakit seperti penyakit
bercak daun. Dengan demikian perlu dilakukan diagnosis terhadap jenis-jenis penyakit pada areal hutan
tersebut. Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis penyakit yang menyerang tanaman jati (Tectona.
grandis) pada areal hutan tanaman Desa Hatusua Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat,
menentukan intensitas penyakit serta tingkat kerusakannya, serta mengetahui kondisi areal pertanaman jati
yang menunjang perkembangan penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis penyakit yang
ditemukan adalah penyakit bercak daun yang disebabkan oleh jamur Phomopsis sp. dan penyakit busuk
akar dan pangkal batang yang merupakan gejala penyakit fisiologis. Intensitas penyakit bercak adalah 16,21
% serta intensitas penyak busuk akar dan pangkal batang 10,08 %, keduanya tergolong kategori serangan
ringan. Kondisi areal hutan tanaman Jati Desa Hatusua cukup menunjang perkembangan penyakit.
Kata kunci: Tectona grandis, Bercak Daun, Busuk Akar dan Pangkal Batang Phomopsis sp., Penyakit Fisiologis

Abstract

Teak plantation forest development in the village Hatusua Kairatu District of West Seram regency is one
attempt to offset the need for wood raw material increases. However, based on preliminary observations
visible symptom of diseases such as leaf spot disease. Thus the need to do a diagnosis of the types of diseases
in the forest area.The study aims to determine the types of diseases that attack plants teak (Tectona grandis)
in the plantation areas Hatusua Rural District of West Seram regency Kairatu, determine the intensity of the
disease as well as the extent of the damage and determine the condition of the teak plantations and support
the development of the disease.The results showed that the types of diseases that are found is a leaf spot
disease caused by the fungus Phomopsis sp. and root rot and stem are a symptom of a physiological disease.
The disease intensity of leaf spot was 1,21 % and the disease intensity of root and stem rot 10,08 %, both
of which belong to the category of minor assault. Conditions in the village area of teak plants Hatusua
support the development of the disease.
Keywords: Tectona grandis, Leaf Spot, Root and Stem Rot, Phomopsis sp., Physiological Disease

DOI:10.30598/jhppk.2016.1.2.136
ISSN ONLINE : 2621-8798 Page 136
PENDAHULUAN mungkin sehingga tingkat kerusakannya dapat
ditekan. Diagnosis penyakit harus dilakukan
Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sebagai langkah awal dalam mengetahui jenis
sangat penting dalam menunjang pembangunan penyakit yang menyerang dan tingkat kerusakannya
nasional, hal ini disebabkan hutan dapat memberikan sehingga diterapkan metode pencegahan maupun
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran pengendalian secara tepat.
dan kesejahteraan rakyat. Pengembangan hutan tanaman Jati di Desa
Jati (Tectona grandis Linnaeus filius) Hatusua Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram
merupakan jenis tanaman yang telah dikembangkan Bagian Barat merupakan salah satu upaya untuk
kurang lebih 100 tahun yang lalu di Pulau Jawa mengimbangi kebutuhan akan bahan baku kayu
sebagai hutan tanaman yang hingga tahun 1991 telah yang semakin meningkat. Namun berdasarkan
mencapai 1,5 juta Ha (Poerwidodo, 1991 dalam pengamatan pendahuluan terlihat adanya gejala
Irwanto, 2003). Seiring dengan perjalanan waktu serangan penyakit seperti penyakit bercak daun.
dan kebutuhan manusia akan bahan baku kayu Jati Dengan demikian perlu dilakukan diagnosis
yang selalu meningkat sedangkan daur produksi terhadap jenis-jenis penyakit yang ada pada areal
dari tanaman ini cukup lama yaitu baru berproduksi hutan tersebut , sehingga diketahui penyebab
setelah umur 60 tahun, sedangkan produksi penyakit dan kerusakan yang ditimbulkan.
optimumnya pada umur 80 tahun mengakibatkan Data-data tersebut sangat berguna dalam
ketersediaan Jati yang semula melimpah di hutan penetapan tindakan pencegahan dan pengendalian
semakin terbatas (Yana Sumarna, 2003). Namun penyakit, sehingga diharapkan dapat meminimalisasi
dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan akibat
teknologi dalam bidang pemuliaan tanaman mampu serangan penyakit, untuk mempertahankan kualitas
menciptakan tanaman Jati yang dapat dipanen lebih dan kuantitas hasil tegakan jati tersebut.
cepat dibandingkan tanaman Jati biasa yang disebut Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis-
dengan nama Jati unggul. Hal ini menyebabkan jenis penyakit yang menyerang tanaman jati (T.
tanaman ini mulai banyak dibudidayakan (Zain, grandis) pada areal hutan tanaman Desa Hatusua
1998). Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat,
Selain memiliki laju pertumbuhan yang cepat, menentukan intensitas penyakit serta tingkat
Jati juga sering diidentikan dengan tanaman yang kerusakan dari masing-masing jenis penyakit dan
memiliki ketahanan tinggi terhadap serangan mengetahui kondisi areal pertanaman jati yang
penyakit, namun ini bukan berarti Jati unggul tidak menunjang perkembangan jenis-jenis penyakit.
berisiko terserang penyakit. Hal ini disebabkan
hampir tidak ada lahan penanaman Jati baik berupa METODE PENELITIAN
kebun maupun hutan yang sama sekali terbebas dari
populasi penyakit. Dalam kenyataannya tanaman Penelitian meliputi penelitian lapangan dan
Jati sering mengalami kerusakan akibat serangan penelitian laboratorium, penelitian lapangan
penyakit sehingga menyebabkan penurunan kualitas dilaksanakan di areal Hutan Tanaman Jati (T. grandis)
dan kuantitas hasil. Tanaman atau pohon disebut Desa Hatusua Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram
sakit apabila timbul gejala atau tanda kerusakan Bagian Barat, pada bulan Oktober 2015 kemudian
pada bagian tanaman. Bisa juga tanaman tersebut dilanjutkan dengan penelitian Laboratorium
tumbuh secara tidak normal yang mengakibatkan pada Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas
produksinya mengalami kemunduran, bahkan Pertanian Universitas Pattimura Ambon pada bulan
mengalami kematian (Nia Tini dan Khairul Amri, Januari sampai Februari 2016.
2002). Alat-alat yang digunakan yakni mikroskop
Berdasarkan permasalahan diatas maka binokuler, Laminar Air Flow, autoclave, oven, gelas
upaya penanggulangan penyakit pada suatu objek, cawan Petri, pipet, thermohigrometer, kamera
areal pertanaman tertentu harus dilakukan sedini digital, pisau, loup, alat tulis menulis. Bahan-bahan

DOI:10.30598/jhppk.2016.1.2.136
ISSN ONLINE : 2621-8798 Page 137
yang digunakan adalah bagian tanaman hutan yang Penentuan nilai skala didasarkan pada setiap
menunjukan gejala penyakit tertentu, media PDA gambaran gejala penyakit dari kategori serangan
(Potato Dextrose Agar), kantong plastik, selotip, air penyakit tercantum pada Tabel 1.
steril, metilen biru, alkohol 90 %, kapas, tisu, dan
alumunium foil. Tabel 1. Nilai Skala Yang Didasarkan Pada Gambaran
Penelitian bersifat deskriptif menggunakan Gejala dan Kategori Serangannya.
metode survei pada empat areal tegakan jati di Desa
Nilai Kategori
Hatusua luas masing - masing areal sebagai berikut: Gambaran Gejala Penyakit
Skala Serangan
areal I seluas 3,600 m2, areal II seluas 2,592 m2,
0 Tidak tampak gejala penyakit Sehat
areal III seluas 3,960 m2 dan areal IV dengan luas
3,960 m2. Pada setiap areal dibagi lagi menjadi 5 1 > 0 – 25 % bagian tanaman sakit Ringan
petak sampel yang ditetapkan secara sistematik
2 > 25 – 50 % bagian tanaman sakit Sedang
(Sistematic random sampling) dengan ukuran petak
10 m × 10 m. Tanaman sebanyak 10 % dari populasi 3 > 50 – 75 % bagian tanaman sakit Berat
tanaman yang tumbuh dalam areal, sehingga untuk
4 > 75 % bagian tanaman sakit Sangat Berat
areal I memiliki jumlah pohon sebanyak 651 pohon
ditetapkan 65 pohon sampel yang tersebar pada 5 Penentuan intensitas penyakit yang menunjukan
petak (pada masing-masing petak diambil 13 pohon gejala sistemik didekati dengan rumus dari
sampel). Areal II dengan jumlah pohon sebanyak Natawigena (1982) dalam Sugiharso (1988) sebagai
481 pohon diambil 50 pohon sebagai sampel yang berikut:
tersebar pada 5 petak (pada masing-masing petak
diambil 10 pohon sampel). Untuk areal III dan IV
jumlah pohon pada masing-masing areal berjumlah
Keterangan IP = Intensitas penyakit per petak.
713 pohon, diambil 71 pohon sebagai sampel yang
a = Jumlah tanaman sakit.
tersebar pada 5 petak (pada masing-masing petak
b = Jumlah tanaman sehat.
diambil 14 pohon sampel).
Data yang diambil meliputi data primer dan data Data sekunder yang diambil yakni suhu
sekunder. Data primer meliputi gambaran gejala udara dan kelembababan udara mikro, sedangkan
dan tanda penyakit, intensitas penyakit, tingkat intensitas penyinaran matahari dan curah hujan
kerusakan, jarak tanam, luas areal, jumlah tanaman terakhir diperoleh dari Stasiun Meterologi dan
dan kondisi areal. Penetapan intensitas penyakit Geofisika Kecamatan Kairatu.
yang menunjukan gejala lokal didekati dengan Penelitian laboratorium dimaksudkan
rumus dari Natawigena (1982) dalam Sugiharso untuk mengidentifikasi penyebab penyakit
(1988) sebagai berikut: yang ditemukan. Bagian tanaman (daun, akar,
dan batang), yang menunjukan gejala penyakit
diambil dimasukan dalam kantong plastik
dilakukan isolasi. Metoda yang digunakan adalah
Keterangan IP = Intensitas penyakit per tanaman.
isoalasi jaringan tanaman sakit (Plant Tissue
n = Jumlah ranting dari tiap kategori
Method) pada media PDA (Potato Dextrose
serangan.
Agar) (Dhingra dan Sinclair, 1986). Koloni
v = Nilai skala dari tiap kategori
patogen yang tumbuh dimurnikan kemudian
serangan.
diamati secara mikroskopik dengan pembesaran
Z = Nilai skala yang ditetapkan
total 400 kali dan hasil pengamatan diidentifikasi
tertinggi (4)
berdasarkan kunci indentifikasi Alexopoulus dan
N = Jumlah ranting yang diamati.
Mims (1979) dan Barnet (1980).

DOI:10.30598/jhppk.2016.1.2.136
ISSN ONLINE : 2621-8798 Page 138
HASIL DAN PEMBAHASAN dan serangga, meskipun angin memegang peranan
jauh lebih besar. Infeksi dapat terjadi melalui kedua
Penyakit Bercak Daun sisi daun, tetapi paling banyak melalui epidermis
Penyakit bercak daun ditunjjukan dengan atas.
gambar berupa bercak cokelat keabu-abuan dengan Berdasarkan hasil penelitian laboratorium,
bentuk yang tidak beraturan, bercaknya tersebar penyebab penyakit bercak daun jati adalah jamur
pada bagian tengah daun dan pada pinggiran daun Phomopsis sp., dengan ciri-ciri morfologinya sebagai
(Gambar 1). berikut: konidium tidak bersepta, hialin, dan filiform,
sedangkan konidiofor memiliki percabangan,
filiform, dan hialin. Ciri-ciri ini sesuai dengan ciri-ciri
jamur tersebut yang dikemukakan oleh Alexopoulus
dan Mims (1979) yakni konidia Jamur Phomopsis
sp tidak bersepta, filiform, dan hialin dengan ukuran
10.5 - 18 x 1 mm, sedangkan konidiofor memiliki
percabangan, filiform, dan hialin.

Penyakit Busuk Akar dan Pangkal Batang


Gejala penyakit pada pangkal batang
tanaman jati merupakan kerusakan fisiologis yang
disebabkan karena kondisi areal tanaman jati yang
tergenang air. Hal ini hanya terlihat pada tanaman-
tanaman yang berada pada genangan air akibat
hujan. Kondisi tanah dengan drainase yang buruk
di musim hujan menyebabkan bagian perakaran
dan pangkal batang tanaman membusuk. Apabila
kondisi drainase areal tanaman tidak diperbaiki,
Gambar 1. Gejala Penyakit Bercak Daun Jati ( a = Gejala
dapat menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada
bercak daun dilihat dari sisi atas daun; b = gejala bercak
bagian akar dan pangkal batang (Gambar 2).
dilihat dari sisi bawah daun; c dan d = gejala bercak
disertai perubahan warna daun menjadi kekuningan) Gambar 2. Gejala Penyakit Busuk Akar dan Pangkal

Beberapa bercak kecil dalam satu daun dapat


menyatu membentuk daerah bercak yang besar
seperti terlihat pada pinggiran daun. Hal ini sesuai
dengan pendapat Anggraeni dan Suharti (1996).
Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa
gejala penyakit bercak daun lebih banyak terjadi
pada daun-daun tua dibandingkan dengan daun-
daun muda. Infeksi yang terjadi pada jaringan
daun secara langsung akan mempengaruhi proses
fotosintesis dan tentunya akan berdampak negatif
terhadap pertumbuhan tanaman.
Rukmana dan Saputra (2001) mengemukakan
bahwa penyebab penyakit bercak daun dapat
melakukan penetrasi pada jaringan tanaman melalui
stomata (mulut daun), kemudian masuk dalam
konidium jamur tersebut dipancarkan oleh angin Batang Tanaman Jati akibat Tergenang Air Hujan

DOI:10.30598/jhppk.2016.1.2.136
ISSN ONLINE : 2621-8798 Page 139
Drainase yang buruk menyebabkan tanaman Tabel 2. Kondisi Areal Hutan Tanaman Jati Desa Hatusua
Jati kehilangan vigor, yang akan diikuti oleh gejala Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat
kelayuan dan perubahan warna daun menjadi hijau
Jenis Tanaman
pucat atau hijau kekuningan. Bila tanaman Jati Areal Topografi Kondisi Areal
Lain
yang diserang penyakit layu dicabut dan dilihat
I Datar Kelapa, Kayu Areal kurang terawat
perakarannya, jaringan xylem dan floem terlihat Waru, Kayu dan banyak ditumbuhi
berwarna hitam gelap sedangkan batang dekat Asam, Bambu, gulma. Pada petak
permukaan tanah dan akar tunggang menjadi lunak Gondal, Jambu V, air tertampung
Mete, dan di sekitar perakaran
dan basah.
Cengkeh. tanaman.
Drainase yang buruk menyebabkan II Datar Samama, Areal kurang terawat
tumbuhan kehilangan vigor, seringkali diikuti Bambu, dan dan banyak ditumbuhi
oleh gejala kelayuan dan oleh perubahan warna Kayu Raja. gulma. Pada petak
II, air tertampung
daun menjadi hijau pucat atau hijau kekuningan.
di sekitar perakaran
Kelebihan air pada saat fase pertumbuhan tanaman.
seringkali menyebabkan gejala kelayuan III Datar Sukun, Kelapa, Areal kurang terawat
permanen dan kematian jaringan-jaringan muda Mangga, dan dan banyak ditumbuhi
Bambu. gulma. Pada petak
sukulen. Sebagai akibat kelebihan air karena
V, air tertampung
banjir atau drainase yang buruk, akar tumbuhan di sekitar perakaran
membusuk yang dapat disebabkan oleh kurangnya tanaman dan
ketersediaan oksigen bagi akar. Keterbatasan membentuk rawa.
oksigen menyebabkan cekaman seperti tercekik IV Datar Kelapa, Areal kurang terawat
Mayang, dan banyak ditumbuhi
atau kehabisan nafas (asphyxiation) dan Mangga, gulma. Pada petak
kerusakan sel-sel akar. Kondisi yang basah Gondal, dan I, IV dan V air
dan anaerobik dapat mndorong terbentuknya Lenggua. tertampung di sekitar
perakaran tanaman
senyawa yang dapat meracuni tumbuhan seperti
dan membentuk rawa.
nitrit. Sel-sel akar yang rusak kehilangan sifat
permeabilitas selektifnya dan menyebabkan unsur- Secara umum areal penelitian berpeluang untuk
unsur logam atau senyawa beracun lain terserap menunjang terjadinya penyakit seperti kondisi areal
oleh akar tumbuhan. yang kurang terawat dan gulma yakni dibiarkan
tumbuh. Gulma yang tumbuh dominan pada lokasi
Kondisi Areal tersebut adalah sungga-sungga, alang-alang, putri
Tegakan Jati dalam areal pengamatan memiliki malu dan rumput teki. Gulma yang dibiarkan
tingkat umur yang sama yakni 4 tahun. Jarak tanam tumbuh di sekitar tanaman hutan akan menyebabkan
yaitu 2 m Í 3 m. Tanaman-tanaman yang persaingan dalam memperoleh air dan unsur-unsur
hara, apalagi pemupukkan dilakukan hanya satu kali
ditemukan di sekitar areal adalah Samama,
yaitu pada awal penanaman. Hal ini menyebabkan
Lenggua, Ketapang, Gondal, Bambu, Kelapa,
tanaman kurang mendapat pasokan nutrisi dan
Mayang, Mangga, Sukun, Kayu Waru, Kayu
menjadi lemah, sehingga lebih mudah terserang
Asam, Kayu Raja, Jambu Mete dan Cengkeh. Pada patogen yang tergolong parasit lemah seperti bercak
setiap areal umumnya ditumbuhi oleh gulma alang- daun. Selain itu gulma juga merupakan salah satu
alang dan sungga-sungga yang merupakan inang perantara bagi penyebab penyakit.
dominan.

DOI:10.30598/jhppk.2016.1.2.136
ISSN ONLINE : 2621-8798 Page 140
Selain itu, kondisi areal hutan tanaman jati Berdasarkan hasil analisis data pada Tabel 3,
juga memiliki kelembapan yang relatif tinggi (75 terlibat rata-rata intensitas penyakit bercak daun
- 80 %). Hal ini dikarenakan selain adanya gulma sebesar 16,21 % dan tergolong kategori serangan
dan serasah, juga adanya sistem drainase yang ringan. Intensitas penyakit tersebut merupakan
kurang baik terbukti dengan adanya genangan air jumlah rata-rata dikeempat titik pengamatan. Areal
pada beberapa petak membentuk rawa-rawa kecil. I, II dan IV tergolong kategori serangan ringan
Kondisi tersebut dapat memacu perkembangan dengan intensitas penyakit masing-masing yaitu
penyakit. Tanaman Jati merupakan tanaman yang sebesar 14,33 %, 12,91 % dan 13,42 %. Sedangkan
tidak dapat bertahan terhadap kondisi tanah dengan areal III dengan intensitas penyakit tertinggi sebesar
kelembapan yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan 24,19 % dan tergolong dalam kategori serangan
tanaman dalam kondisi lemah dan rentan sehingga ringan.
mudah terserang patogen. Inokulum dari patogen Walaupun nilai intensitas penyakit bercak daun
akan selalu bertahan pada daun-daun atau bagian masihtergolongringandantidakmematikantanaman,
tanaman yang sakit, karena tidak pernah dilakukan namun perlu dilakukan tindakan pengendalian.
sanitasi bagian tanaman yang sakit, menyebabkan Hal ini dikarenakan penyakit bercak daun dapat
siklus patogen selalu ada untuk menginfeksi mempengaruhi proses fotosintesis yang berdampak
tanaman. terhadap pertumbuhan tanaman. Langkah-langkah
pencegahan dan pengendalian seperti melakukan
Intensitas Penyakit sanitasi terhadap gulma, dan perdu seperti sungga-
Intensitas penyakit tanaman Jati pada areal sungga. Selain itu perlu dilakukan monitoring
Hutan Tanaman Desa Hatusua tercantum pada Tabel kondisi tanaman, dan pemupukan tambahan.
3.
Intensitas penyakit bercak daun memiliki KESIMPULAN DAN SARAN
intensitas penyakit tertinggi yaitu 16,21 %,
sedangkan penyakit busuk akar dan pangkal batang Berdasarkan hasildan pembahasan dapat
memiliki intensitas penyakit lebih rendah yaitu disimpulkan sebagai berikut: 1) jenis-jenis penyakit
10,08 %, namun kedua jenis penyakit tersebut yang ditemukan pada tanaman Jati (T. grandis) di
tergolong dalam kategori serangan ringan. areal hutan tanaman Desa Hatusua adalah penyakit
bercak daun yang disebabkan oleh jamur Phomopsis

Tabel 3. Intensitas Penyakit Tanaman Jati pada Areal Hutan Tanaman Desa Hatusua Kecamatan Kairatu
Kabupaten Seram Bagian Barat

Intensitas Penyakit (%) dan Kategori Serangan


Jenis Penyakit Areal Areal Areal Areal
Rata-rata
I II III IV

Bercak Daun 14,33 12,91 24,19 13,42 16,21

Kategori Kategori Kategori Kategori

Kategori Ringan Ringan Ringan Ringan

Ringan

Akar dan Pangkal 4,70 3,33 17,67 14,63 10,08


Batang
Kategori Kategori Kategori Kategori Kategori

Ringan Ringan Ringan Ringan Ringan

DOI:10.30598/jhppk.2016.1.2.136
ISSN ONLINE : 2621-8798 Page 141
Dhingra dan Sinclair, 1986. Basic Plant Pathology
sp. dan penyakit busuk akar dan pangkal batang Methods, CRC. Press, Tokyo
yang merupakan gejala penyakit fisiologis; 2) Irwanto, 2003. Pengaruh Rootone-F dan Ukuran
intensitas penyakit bercak daun tanaman jati di Diameter Stek Terhadap Keberhasilan Stek
Desa Hatusua adalah 16,21 % serta intensitas Batang Jati (Tectona grandis Linnaeus
penyakit busuk akar dan pangkal batang 10,08 filius). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian
%, keduanya masih tergolong kategori serangan Universitas Pattimura (Penelitian).
ringan; dan 3) kondisi areal hutan tanaman Jati Irwanto, 2006. Usaha Pengembangan Jati (Tectona
Desa Hatusua cukup menunjang perkembangan grandis Linnaeus filius) dalam http://www.
penyakit. Kendala yang ditemui dilapanngan dapat irwantoshut.com.
diminimalisasi dengan melakukan usaha-usaha Nia Tini dan Khairul Amri, 2002. Kiat Mengatasi
pemeliharaan tanaman guna mencegah meluasnya Permasalahan Praktis “Mengebunkan Jati
perkembangan penyakit, diantaranya monitoring Unggul” Pilihan Investasi Prospektif. PT. Agro
secara teratur dan pemupukan tambahan; 2) Media Pustaka. Jakarta
gulma yang tumbuh di sekitar areal pertanaman, Salim H. S. 2003. Budidaya Jati. PT. Penebar
perlu dibersihkan secara rutin sehingga tidak Swadaya. Jakarta.
terjadi persaingan dengan tanaman jati dalam Sugiharso, S. 1988. Dasar Perlindungan Tanaman.
memperoleh air dan unsur hara. Departemen Perlindungan Ilmu Hama dan
Penyakit Tumbuhan, Faperta, Bogor.
DAFTAR PUSTAKA Yana Sumarna, 2003. Budi Daya Jati. Penerbit
Penebar Swadaya. Jakarta.
Alexopoulus, C. J. and C. W. Mims, 1979. Zain, 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan
Introductory Mycology. Third Edition, Jhon Stratifikasi Hutan Rakyat. Penerbit Rineka
Wiley and Sons, New York Chishester, Cipta. Jakarta.
Brisben, Toronto.
Barnet, H. L., 1980. Illustrated Genera Of
Imperfecty Fungi, Second Edition. Burgess
Publish Company. Departemen Of Plant
Pathology, Bacteriology, and Entomology.
West Virginia University, Morgantown,
West Virginia.

DOI:10.30598/jhppk.2016.1.2.136
ISSN ONLINE : 2621-8798 Page 142

Anda mungkin juga menyukai