Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASKEP GADAR 3

“ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM


INTEGUMEN: TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

1. PATRICIA LAURA THESSALONIKA F 20176523080


2. CINDY MAILAN 20176513105
3. FIKRI ARDIANSYAH 20176513026
4. HILDEGARDIS FLORANCE 20176523033
5. INDAH OKVIANI 20176521035
6. NOVIAN EKA YUNIARDI 20176513074
7. REGITA DINI 20176523085
8. TSALISAH BAHRU AMANDA 20176523109
9. YUYUN UTARI 20176523117

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

PRODI D-IV KEPERAWATAN PONTIANAK

JURUSAN KEPERAWATAN

2020
VISI DAN MISI
VISI

DIPLOMA IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

“Menjadi Institusi Pendidikan Diploma IV Keperawatan Unggulan


Kegawatdaruratan yang Bermutu dan Mampu Bersaing di Tingkat Regional pada
tahun 2020.”

MISI

DIPLOMA IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENES PONTIANAK

1. Meningkatkan Program Pendidikan Tinggi Diploma IV Keperawatan


Unggulan Kegawatdaruratan Yang Berbasis Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Tinggi Diploma IV Keperawatan
Unggulan Kegawatdaruratan Yang Berbasis Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat Bidang Diploma IV
Keperawatan Unggulan Kegawatdaruratan Yang Berbasis IPTEK dan
Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Progam Pendidikan Tinggi Diploma IV Keperawatan
Unggulan Kegawatdaruratan Yang Mandiri, Transparan, Dan Akuntabel.
5. Mengembangkan Kerja Sama Baik Lokal Maupun Regional.

i
LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH ASKEP GADAR 3

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SISTEM INTEGUMEN:


TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS

MATA KULIAH : ASKEP GADAR 3

PRODI : DIV KEPERAWATAN PONTIANAK

SEMESTER : 7 (TUJUH)

Pontianak, September 2020

Pembimbing Akademik,

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya makalah Askep Gadar 3 yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat Sistem Integumen: Toxic Epidermal Necrolysis”. Atas dukungan moral
dan materil yang diberikan dalam penyusunan modul ini, maka penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz, M.Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes


Pontianak.
2. Ibu Nurbani, S. Kp., M. Kep selaku ketua Jurusan Keperawatan.
3. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M. Kep selaku Ketua Prodi DIV Keperawatan
Pontianak dan koordinator mata kuliah Askep Gadar 3.
4. Ibu Ns. Halina Rahayu, M.Kep selaku pembimbing kelompok 5 Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Sistem Integumen: Toxic Epidermal Necrolysis.
5. Teman-teman satu kelompok yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan
makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan
sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Pontianak, September 2020

Penulis

Kelompok 5

iii
DAFTAR ISI

VISI DAN MISI.................................................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iv
BAB I.................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.............................................................................................................5
A. Latar Belakang.......................................................................................................5
B. Rumusan Masalah..................................................................................................6
C. Tujuan....................................................................................................................6
D. Manfaat Penulisan..................................................................................................7
BAB II...............................................................................................................................8
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................8
A. Pengertian Toxic Epidermal Necrolysis.................................................................8
B. Etiologi...................................................................................................................8
C. Patofisiologi...........................................................................................................9
D. Manifestasi Klinik................................................................................................10
E. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................11
F. Komplikasi...........................................................................................................12
G. Penatalaksanaan...................................................................................................12
BAB III............................................................................................................................14
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..........................................................................14
A. Pengkajian............................................................................................................14
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................18
C. Intervensi Keperawatan........................................................................................18
D. Implementasi........................................................................................................20
E. Evaluasi................................................................................................................20
BAB IV............................................................................................................................21
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................................21
A. Kesimpulan..........................................................................................................21
B. Saran....................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nekrolisis epidermal toksik ditemukan pertama kali pada tahun 1956,


sebanyak 4 kasus oleh Alana Lyell, penyakit ini biasanya juga disebut sindrom
Lyell. NET ditemukan oleh Alana Lyell dengan gambaran berupa erupsi yang
menyerupai luka bakar pada kulit akibat terkena cairan panas (scalding). Kondisi
toksik mengacu pada beredarnya zat toksin dalam peredaran darah, dahulu kondisi
ini dipikirkan sebagai penyebab dari gejala-gejala nekrolisis epidermal toksik.
Lyell menggunakan istilah ‘nekrolisis’ dengan menggabungkan gejala klinis
epidermolisis dengan gambaran histopatologi ‘nekrosis’. Beliau juga
menggambarkan keterlibatan pada membran mukosa sebagai bagian dari sindrom,
dan ditemukan hanya terjadi sedikit inflamasi di daerah dermis, sebuah tanda yang
kemudian disebut ‘dermal silence’.
Penyebab NET belum jelas, tetapi obat-obatan (sulfonamid dan butazones)
dan spesies Staphylococcus merupakan penyebab utama. Akibatnya, istilah-istilah
seperti‘staphylococcal-induced toxic epidermal necrolysis’ dan ‘drug-induced
scalded skin syndrome’ menang selama beberapa dekade, tetapi sekarang
dipisahkan karena terapi dan prognosisnya berbeda. Oleh karena itu nekrolisis
epidermal toksik atau NET merupakan penyakit erupsi kulit yang umumnya
timbul akibat obat-obatan dengan lesi berupa bulla, dengan penampakan kulit
seperti terbakar yang menyeluruh.
Penatalaksanaan Nekrolisis Epidermal Toksik dibagi menjadi non
medikamentosa dan terapi medikamentosa. Terapi non medikamentosa meliputi
penjelasan mengenai kondisi pasien dan meminta menghentikan obat tersangka
penyebab. Terapi medikamentosa mengatasi prinsipnya yaitu mengatasi keadaan
umum terutama pada Nekrolisis Epidermal Toksik yang berat untuk life saving,
penatalaksanaan sesuai SCORTEN SCORE.
Patogenesisnya masih belum jelas. Ada yang menganggap bahwa TEN
merupakan bentuk parah Sindrom Steven -Johnson. Keduanya dapat disebabkan

5
oleh alergi obat. TEN dipercaya merupakan immune-related cytotoxic reaction
yang menghancurkan keratinosit yang mengekspresikan sebagai antigen asing.
TEN menyerupai reaksi hipersensitivitas dengan karakteristik reaksi lambat pada
pajanan pertama dan reaksinya meningkat cepat pada pajanan ulang.
Adanya bukti yang mendukung beberapa jalur immunopatologik yang
mengacu pada apoptosis keratinosit, sebagai berikut:
1. Aktivasi Fas-ligand pada membran keratinosit death receptor–mediated
apoptosis.
2. Pelepasan protein dekstruktif (perforin and granzyme B) dari sitotoksik T
limfosit akibat interaksi dengan sel yang mengekspresikan major
histocompatability complex (MHC) class I.
3. Produksi berlebih dari T cell dan/atau macrophage-derived cytokines
(interferon-γ, tumor necrosis factor-α [TNF-α], and various interleukins).
4. Drug-induced secretion of granulysin dari CTLs, natural killer cells, dan
natural killer T cells.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep teori penyakit Toksik Epidermal Nekrolisis (TEN)?


2. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit Toksik Epidermal Nekrolisis
(TEN)?

C. Tujuan

1. Tujuan umum
Penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan
tentang Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Sistem Integumen:
Toxic Epidermal Necrolysis.
2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui konsep teori penyakit Toxic Epidermal


Necrolysis.

6
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada Toxic
Epidermal Necrolysis.

D. Manfaat Penulisan

1. Prodi D IV Keperawatan Pontianak


Manfaat penulisan untuk menambah literatur dan daftar pustaka.

2. Penulis
Manfaat penulisan untuk menambah wawasan mengenai Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Pada Toxic Epidermal Necrolysis.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Toxic Epidermal Necrolysis

Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) adalah umumnya merupakan penyakit


berat, gejala kulit yang terpenting dan khas adalah epidermolisis yang
menyeluruh, dapat disertai kelainan pada selaput lendir di orifisium dan mata.
Nekrolisi Epidermal Toksika adalah suatu penyakit kulit yang bisa berakibat
fatal, dimana lapisan kulit paling atas mengelupas lembar demi lembar. Nekrolisis
epidermal toksik adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan segera yang
paling banyak disebabkan oleh obat-obatan.Meskipun begitu, etiologi lainnya,
termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa menyebabkan penyakit ini.
Nekrolisis Epidermal Toksik (TEN) merupakan reaksi mukokutaneous khas
onset akut dan berpotensi mematikan, yang biasanya terjadi setelah dimulainya
pengobatan baru. Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat
dari penyakit bulosa sepertieritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson.
Semua kelainan tersebut memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas,
dan terutama pada badan dan wajah yang melibatkan satu atau lebih membran
mukosa.

E. Etiologi

Etiologinya sama dengan Syndrome Steven Johnson. NET juga dapat terjadi
akibat reaksi graft versus host.
1. Infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit).
2. Sepertiga kasus nekrolisis epidermal toksika disebabkan oleh suatu reaksi
terhadap suatu obat.
3. Obat yang paling sering menyebabkan penyakit ini adalah:
a. Penisilin, Allopurinol
b. Antibiotik yang mengandung sulfa
c. Makrolida
d. Quinolon

8
e. Barbiturat
f. Antikonvulsi (anti-kejang)
g. Obat anti peradangan non-steroid

F. Patofisiologi

A. Obat-obatan,
Kelainan Hipersensitifitas
Infeksi Virus,
Keganasan

Hipersensitivitas tipe IV Hipersensitivitas tipe III

Limfosit T tersintesisasi Antigen antibody terbentuk


terperangkap dalam jaringan
kapiler
Pengaktifan sel T

Aktivasi S.Komplemen
Melepaskan
limfokin/sitotoksik
Degranulasi sel mast

Penghancuran sel-sel
Akumulasi netrofil
memfagositosis sel rusak
Reaksi peradangan

Melepas sel yang rusak


Nyeri Akut Hipertermia
Kerusakan jaringan

Triase gangguan pada


kulit, mukosa mata

Kerusakan integritas jaringan

Respon lokal : eritema, Respon inflamasi sistemik Respon psikologis


vesikel dan bula

Gangguan gastrointestinal Kondisi kerusakan


Post de entree demam, malaise jaringan kulit

9
Resiko infeksi  Ketidakseimbangan nutrisi Ansietas
kurang dari kebutuhan tubuh
 Defisit perawatan diri

Sistem imun diduga berperan penting dalam patofisiologi toxic epidermal


necrolysis (TEN), terutama pembentukan kompleks jaringan dan antigen di kulit.
Sel limfosit CD8+, makrofag, dan sel NK adalah sel yang dominan terlibat pada
proses terjadinya TEN.
Terdapat beberapa mekanisme yang diduga menyebabkan kerusakan
epidermis pada TEN akibat konsumsi obat-obatan, yaitu:
1. Obat pencetus yang berperan sebagai antigen berikatan dengan Fas-L,
molekul sitolitik yang dihasilkan oleh keratinosit, sehingga sel mengalami
apoptosis.
2. Antigen obat pencetus berikatan dengan sel antigen-presenting cell (APC)
yang mengaktivasi CD8+ dan berakumulasi pada lesi lepuh kulit. Sel CD8+
menghasilkan perforin dan granzim B yang dapat membunuh keratinosit.
3. Ikatan antigen obat dengan sel monosit menyebabkan aktivasi monosit yang
menghasilkan aneksin dan menyebabkan apoptosis keratinosit.
4. Obat pencetus yang diikat oleh APC dan imunosit mengaktivasi sel CD8+,
sel natural killer, dan natural killer T cell (NKT) untuk menghasilkan
granulysin yang menyebabkan nekrosis dan pelepasan epidermis.

G. Manifestasi Klinik

1. Gejala prodromal: malaise, lelah, mual, muntah, diare, angina,


demam, konjungtivitis ringan, radang mukosa mulut & genital.
2. Beberapa jam-hari kemudian kelainan kulit: makula, papel,
eritematosa, morbiliformis disertai dengan bula flaccid cepat meluas
& konfluens.
3. Lesi: wajah, ekstremitas & badan.

10
4. Mukosa pipi, bibir, konjungtiva, genitalia, anus  Lesi eritem,
vesikel, erosi.
5. Onikolisis, alis, bulu mata rontok + epidermolisis kelopak mata.
6. KU buruk, suhu ↑, Kesadaran ↓.
7. Tanda Nikolsky (+): Jika daerah-daerah kulit yang tampak normal
diantara lesi-lesi digaruk, epidermis dengan mudah terkelupas dari
permukaannya.
8. Organ tbh: perdarah tr. GI, trakeitis, bronkopneumonia, udem paru,
emboli paru, ggg keseimbangan cairan & elektrolit, syok
hemodinamik & kegagalan ginjal.
9. Sebuah ruam papular atau makular yang “terbakar/nyeri” kemerah-
merahan dengan batas tidak tegas kemudian terbentuk membentang
mulai dari wajah sampai batang-tubuh atas. Pelepuhan terjadi dan
kemudian bergabung. Epidermis bisa terkelupas.

H. Pemeriksaan Penunjang

5. Pemeriksaan laboratorium:
a. Tidak terdapat tes laboratorium yang spesifik yang mengindikasi
Nekrolisis Epidermal Toksik.
b. Pemeriksaan darah ditemukan neutropenia (tidak digunakan sebagai
landasan prognostic).
c. Pemeriksaan elekrolit ditemukan proteinuria.
d. Pada pemeriksaan dapat membantu perencanaan dalam terapi
simtomatik dan terapi suportif.
6. Pemeriksaan Dermatopatologi terhadap hasil biopsi kulit:
a. Fase awal: Terdapat vakuolisasi dan nekrosis dari keratinosit pada
stratum basal dan apoptosis pada epidermis.
b. Fase laten: Nekrosis total pada pada lapisan epidermis dan terjadi
robekan sehingga epidermis lepas dengan lapisan subepidermal pada
membran basalis. Terdapat infiltrat limfosit yang tipis di dermis.

11
c. Tes enzim liver: untuk mengetahui apakah ada kerja enzim-enzim
liver efektif dalam metabolisme obat-obatan.
d. Pemeriksaan CD4 T limfosit pada fase akut, akan terjadi penurunan
karena adanya apoptosis.
e. Analisa histopatologik terhadap biopsi pada kulit, dihasilkan pada fase
awal terjadinya epidermolisis, dan sangat penting untuk menunjang
tegaknya diagnosis yang akurat dan terarah.

I. Komplikasi

1. Komplikasi pada ginjal berupa nekrosis tubular akut akibat terjadinya


ketidakseimbangan cairan bersama-sama dengan glomerolunefritis.
2. Pengelupasan membran mukus dalam mulut, tenggorokan, dan saluran
pencernaan; ini menimbulkan kesulitan dalam makan dan minum sehingga
mengarah pada dehidrasi dan kekurangan gizi.
3. Infeksi kulit oleh bakteri.
4. Pengelupasan konjungtiva dan gangguan-gangguan mata lainnya bisa
menyebabkan kebutaan.
5. Pneumonia.
6. Keterlibatan saluran genital bisa menimbulkan gagal ginjal.
7. Infeksi sistemik dan septisemia (keracunan darah)

J. Penatalaksanaan

1. Resusitasi cairan dan elektrolit


2. Antibiotik intravena untuk infeksi
3. Diet tinggi protein & rendah garam
4. Dukungan gizi
5. Perawatan luka
a. Debridema (pengangkatan) jaringan mati secara bedah

12
Kemungkinan penggunaan immunoglobulin intravena, siklosporin,
plasmaferesis atau oksigen hiperbarik. Steroid sistemik tidak lagi
direkomendasikan.
1) Pengaturan keseimbangan cairan & elektrolit.
2) KS : deksametason : 20-30 mg/hr, i.v. dibagi 3-4 x/hr. Bl lesi baru
(-) ® dosis di ↓ scr cepat dg laju 4 x 0,5 mg/hr atau dg prednison 4-
5 mg/hr, oral ® di ↓ bertahap.
3) AB : th/ AB krn th/ KS dosis ↑, mgk ® infeksi/sepsis/tutup tanda
infeksi  ® AB broad spectrum, bakterisidal & tdk ® rx alergi.
a) Sefotaksim : 3 x 1 gr/hr, i.v. (maks. 12 gr/hr) dibagi 3-4 x.
b) Gentamisin : 2 x 60 mg/hr, i.v.
c) Netilmisin sulfat : BB > 50 kg : 2 x 150 mg/hr, i.m. BB < / =
50 kg : 2 x 100 mg/hr,i.m.  Rata2 : 4 – 6 mg/kgBB/hr.
d) AB dihentikan bl dosis prednison tlh mencapai 5 mg/hr &
tanda infeksi (-).
e) Infus dekstrosa 5 %, NaCl 0,9 %, Ringer laktat = 1: 1: 1.
f) Tujuan : Mengatur + mempertahankan keseimbangan cairan &
elektrolit.

13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1 Biodata
a. Identitas klien meliputi nama, umur : sering terjadi pada anak-
anak di bawah 3 tahun, alamat, tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian, No register, dan diagnosa medis.
b. Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia,
pendidikan, pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan alamat.
c. Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin,
hubungan dengan klien, dan status kesehatan.
I Primary Survey
a) Airway
Jalan napas, adakah sumbatan jalan napas berupa sputum, lendir
atau pun darah yang ditandai oleh kesulitan bernapas atau suara
napas yang berbunyi (stridor, hoarness).
Intervensi :
1 Monitor frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
2 Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi
3 Ajarkan batuk efektif
4 Lakukan penghisapan (suction) bila klien tidak bisa
mengeluarkan lender
5 Tempatkan pasien pada resusitasi
6 Beri oksigen 4-6 L/menit dengan kanul sankup
7 Lakukkan tindakan kedaruratan jalan nafas agresif
b) Breathing
1 Klien sesak, batuk, mengi, tidak mampu menelan
2 Bunyi napas : gemerik (edema paru), stridor (edema laryngeal)
ronkhi (sekret jalan napas dalam)
3 Pernapasan menggunakan otot-otot pernapasan

14
4 Pernapasan cepat lebih dari 20 x/menit
5 Irama pernapasan regular/ ireguler
6 Refleks batuk ada
Intervensi :
Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksi,
pemberian O2 3 – 5 ltr / menit harus dilakukan. Pada keadaan
yang amat ekstrim tindakan trakeostomi atau krikotiroidektomi
perlu dipertimbangkan.
Pertahankan jalan napas melalui pemberian posisi yang tepat
(tinggikan kepala tempat tidur 15 – 30 derajat)
c) Circulation
1 Tekanan darah hipotensi
2 Takikardia
3 Disritmia, detak jantung tidak beraturan
4 Edema jaringan
5 Kulit dingin, pucat
6 Akral dingin
Intervensi :
Mengatur keseimbangan cairan atau elektrolit tubuh, karena
penderita sukar atau tidak dapat menelan makanan atau
minuman akibat adanya lesi oral dan tenggorokan serta
kesadaran penderita yang menurun. Infus yang diberikan
berupa glukosa 5% dan larutan Darrow.
d) Disability
1 Tingkat kesadaran
2 Gerakan ekstremitas
3 Glasgow Coma Scale (GCS)
4 Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya
e) Exposure
Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik lainnya

15
II Primary Secondary
1 Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan saat ini juga, alasan kenapa masuk rumah
sakit
2 Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala awal yang muncul pada anak. Bisa demam tinggi, malaise,
nyeri, batuk, pilek, Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah
pecah sehingga terjadi erosi yang luas, sering didapatkan purpura.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan Kemungkinan
memakan makanan/minuman yang terkontaminasi, infeksi obat-
obatan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga,
misalnya ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit
yang sama.
3 Pemberian Sistem
a. Aktivitas
Gejala: kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas biasanya.
Tanda: kelelahan otot.
Peningkatan kebutuhan tidur, soporous sampai koma.
b. Sirkulasi
Gejala: palpitasi.
Tanda: takikardi, mur-mur jantung.
Kulit, membran mukosa pucat, ruam di seluruh tubuh
Defisit saraf kranial dan/atau tanda perdarahan cerebral.
c. Eliminasi
Gejala: nyeri tekan perianal, nyeri.
d. Integritas ego

16
Gejala: perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Tanda: depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah
terangsang.
Perubahan alam perasaan, kacau.
e. Makanan/cairan
Gejala: kehilangan nafsu makan, anoreksia, mual.
Perubahan rasa/penyimpangan rasa.
Penurunan berat badan.
f. Neurosensori
Gejala: kurang/penurunan koordinasi.
Perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi, ukuran konsisten.
Pusing, kesemutan parastesi.
Tanda: otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: nyeri orbital, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan
sternal, kram otot.
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus, pada diri
sendiri.
h. Pernapasan
Gejala: napas pendek dengan kerja minimal.
Tanda: dispnea, takipnea, batuk.
Gemericik, ronki.
Penurunan bayi napas.
i. Keamanan
Gejala: riwayat infeksi saat ini/dahulu, jatuh.
penglihatan/kerusakan
Perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal
Tanda: demam, infeksi
Kemerahan, purpura, perdarahan retinal, perdarahan gusi, atau
epistaksis

17
Pembesaran nodus limfe, limpa, atau hati (sehubungan dengan
invasi jaringan Papil edema dan eksoftalmus.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit


2. Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera biologis
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan sirkulasi

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Hipertermia Kontrol Risiko : Management Obat
berhubungan Hipertermia 1. Tentukan obat yang
dengan proses Kriteria Hasil : diperlukan, dan
penyakit 1. Mencari informasi kelola menurut
terkait resep dan/atau
2. Mengidentifikasi protokol
faktor risiko 2. Monitor pasien
hipertermia mengenai efek
3. Mengidentifikasi terapiutik obat
tanda dan gejala 3. Monitor efek
hipertermia samping obat
4. Memonitor 4. Monitor level serum
perubahan status darah (misal,
kesehatan elektrolit,
5. Mengenali obat- protombin, obat-
obatan yang obatan) yang sesuai
berefek pada suhu 5. Kaji ulang pasien
tubuh dan/atau keluarga
secara berkala
mengenai jenis obat

18
dan jumlah obat
yang di konsumsi
6. Fasilitasi perubahan
pengobatan dengan
doker
2 Nyeri akut Kontrol Nyeri Managemet Nyeri
berhubungan Kriteria Hasil : 1. Lakukan pengkajian
dengan agens  Mengenali kapan nyeri secara
pencedera nyeri terjadi komprehensif yang
biologis  Menggunakan melewati lokasi,
teknik pencegahan karakteristik,
 Menggunakan kualitas,
tindakan onset/durasi,
pengurangan frekuensi,beratnya
(nyeri) tanpa nyeri dan faktor
analgesik pencetus
 Melaporkan 2. Observasi adanya
perubahan petunjuk nonverbal
terhadap gejala mengenai
nyeri pada ketidaknyaman
profesional terutama pada
kesehatan mereka yang tidak
 Mengenali apa dapat berkomunikasi
yang terkait secara efektif
dengan gejala 3. Pastikan perawatan
nyeri analgesik bagi pasien
dilakukan dengan
pemantauan yang
ketat
4. Pilih dan
implementasikan

19
tindakan yang
beragam (misal,
farmakologi, non
farmakologi) untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri,
sesuai dengan
kebutuhan
(Sumber: NIC & NOC edisi 2015-2017)

D. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh


perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 2006, dalam Potter & Perry, 2006).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tinjdakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
implementasinya sudah berhasil dicapai. (Ferry, 2009).

20
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Nekrolisis epidermal toksik ditemukan pertama kali pada tahun 1956,


sebanyak 4 kasus oleh Alana Lyell, penyakit ini biasanya juga disebut
sindrom Lyell. Penyebab NET belum jelas, tetapi obat-obatan (sulfonamid
dan butazones) dan spesies Staphylococcus merupakan penyebab utama.
Nekrolisis Epidermal Toksik (NET) adalah umumnya merupakan
penyakit berat, gejala kulit yang terpenting dan khas adalah epidermolisis
yang menyeluruh, dapat disertai kelainan pada selaput lendir di orifisium
dan mata.
Kondisi toksik mengacu pada beredarnya zat toksin dalam peredaran
darah, dahulu kondisi ini dipikirkan sebagai penyebab dari gejala-gejala
nekrolisis epidermal toksik.Lyell menggunakan istilah ‘nekrolisis’ dengan
menggabungkan gejala klinis epidermolisis dengan gambaran
histopatologi ‘nekrosis’.

K. Saran

Tim penyusun makalah berharap makalah ini dapat bermanfaat


bagi pembaca. Apabila terdapat suatu kesalahan kami berharap kritik
dan saran agar makalah ini menjadi lebih baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Gilberta, G. (2019). Toxic Epidermal Necrolysis. Alomedika. Retrieved


September 9, 2020, from www.alomedika.com>penyakit>patofisiologi
toxic epidermal necrolysis-alomedika

Hamzah, M. (2005). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Mutaqin, A. (2001). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta:


Salemba Medika.

Price and Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit


Edisi 2. Jakarta: EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai