Anda di halaman 1dari 10

Ilustrasi yang Berbentuk Cerita sebagai Salah Satu

Unsur Penting dalam Khotbah

Hari Soegianto*
*Penulis adalah dosen penuh waktu di Sekolah Tinggi Teologi SAAT Malang
dan mengajar mata kuliah Homiletika dan Pendidikan Kristen.

Email: hari.soegianto@seabs.ac.id

Abstrak: Ilustrasi sebagai unsur sebuah khotbah selama ini dikenal memiliki peran untuk mem-
perjelas sebuah ide, menarik perhatian pendengar, bahkan juga dapat menggerakkan emosi pen-
dengar. Sekalipun berdasarkan definisinya ilustrasi dapat memiliki berbagai bentuk, tetapi tidak
semua bentuk itu memberikan pengaruh yang sama. Ilustrasi yang berbentuk cerita memiliki
keunggulan dibandingkan dengan bentuk-bentuk yang lain. Tulisan ini menggali keunggulan dari
ilustrasi yang berbentuk cerita berdasarkan studi yang pernah dilakukan berkaitan dengan bagai-
mana sebuah informasi dapat dengan lebih mudah dipahami oleh penerimanya. Berdasarkan
pemahaman tentang cara kerja otak manusia, bagaimana manusia berkomunikasi, bagaimana
manusia belajar, bahkan pengamatan dalam khotbah sendiri, menunjukkan bahwa ilustrasi yang
berbentuk cerita dapat menjadi alat yang efektif dalam penyampaian sebuah kebenaran.
Kata-kata kunci: Khotbah, Ilustrasi, Ilustrasi yang Berbentuk Cerita, Otak Manusia, Komuni-
kasi, Teori Belajar, Generals, Particulars

Abstract: An illustration as an element of a sermon has been known to play a role in clarifying an
idea, attracting the attention of listeners, and to even move the emotions of the listeners. Even though,
by definition, illustrations can take various forms, not all of them have the same effect. Illustrations
in the form of stories have certain advantages compared to other forms of illustrations. This paper
explores the advantages of illustrations in the form of stories based on studies that have been con-
ducted in relation to how information can be more easily understood by recipients. Based upon an
understanding of how the human brain works, how humans communicate, how humans learn, and
even observations about the sermon being preached, shows that illustrations in the form of stories can
be effective tools for conveying a truth.
Keywords: Sermon, Illustration, A Story Illustration, Human Brain, Communication, Study Theory,
Generals, Particulars

119
120 Ilustrasi yang Berbentuk Cerita (Hari Soegianto)

Pendahuluan into the modern, the unfamiliar into the familiar,


the general into the particular, the vague into the
Ilustrasi merupakan salah satu topik yang precise, the unreal into the real, and the invisi-
banyak mendapat perhatian dari para ahli ble into the visible.”5 Dengan demikian dapat
homiletika. Al Fasol menjelaskan bahwa ilus- disimpulkan bahwa ilustrasi merupakan salah
trasi berperan untuk menolong pendengar satu unsur yang penting dalam sebuah khot-
memahami penjelasan dan aplikasi dalam bah. Ia berperan untuk menjelaskan suatu
khotbah dengan lebih baik. Ia menyatakan, ide atau konsep melalui bentuk perbandingan
“Its verb form, ‘illustrate,’ comes from the Latin atau penggambaran terhadap ide atau kon-
‘illustrare,’ which means ‘to cast light upon.’ sep tersebut, sehingga para pendengar dapat
A sermon illustration has a specific, narrowly memahami ide atau konsep itu dengan lebih
assigned, and limited role: to cast light on one or baik. Harold T. Bryson menyatakan, “If an
more facets of an explanation or application.”1 expositor cannot produce an analogy, the hearer
Charles H. Spurgeon menggambarkan ilus- may not understand the point. Illustrations fur-
trasi dalam sebuah khotbah itu seperti jendela nish listeners with examples of abstract truth.”6
pada sebuah rumah. Sebagaimana jendela
pada sebuah rumah dibuat untuk menerangi Namun, di samping itu ada pula beberapa
rumah itu, demikian pula ilustrasi diperlukan fungsi lain dari ilustrasi yang berkaitan
dalam sebuah khotbah untuk menerangi atau dengan keberadaannya dalam sebuah khot-
membuat jelas. Ia menyatakan, “Parables, bah. Gambaran ilustrasi seperti jendela pada
similes, and metaphors have that effect; and sebuah rumah yang dilukiskan oleh Spurgeon
hence we use them to illustrate our subject, or, in menunjukkan bahwa ilustrasi dapat membuat
other words, to ‘brighten it with light.’”2 Haddon sebuah khotbah menjadi menyenangkan dan
W. Robinson melukiskan hal ini dengan lebih menarik, seperti sebuah jendela yang mem-
jelas. Ia menyatakan bahwa sebuah ilustrasi buat sebuah rumah menjadi lebih menyenang-
itu seperti gambar di televisi, di mana gam- kan dan tidak seperti sebuah penjara yang
bar itu membuat jelas apa yang dikatakan terkesan gelap dan tidak menarik. Ilustrasi
oleh pembicaranya.3 Lebih dari itu, Robinson juga membangkitkan para pendengar dan
juga melihat ilustrasi sebagai sebuah unsur menarik perhatian mereka, seperti embusan
yang penting untuk “mendaratkan” khotbah angin yang mengalir dari jendela rumah dan
itu dalam kehidupan pendengar. Ia menya- memberikan kesegaran.7 Bukankah itu yang
takan, “One means of earthing our sermons kita rasakan ketika mendengarkan ilustrasi
lies in the use of illustrations.”4 Mengapa bisa dalam sebuah khotbah? Bahkan, jika kita
terjadi seperti itu? John R.W. Stott menje- berada pada posisi pengkhotbah, kita akan
laskan bahwa ilustrasi merupakan alat yang melihat kepala-kepala yang kembali terang-
bisa digunakan untuk merangsang imajinasi kat setelah menunduk sekian lama. Sebuah
pendengar dan menolong mereka untuk meli- ilustrasi akan menarik perhatian pendengar
hat sesuatu dengan lebih jelas dalam pikiran dan menyegarkan mereka kembali untuk
mereka. Ia menyatakan, “Illustrations trans- mendengarkan lebih lanjut. Bryson menyata-
form the abstract into the concrete, the ancient kan, “Listeners long for diversity and interesting
matters. Humor, a life experience, or some other
1
Al Fasol, Essentials for Biblical Preaching: An Introduc-
tion to Basic Sermon Preparation (Grand Rapids: Baker,
1989), 82.
2 5
Charles H. Spurgeon, “Illustration in Preaching,” John R.W. Stott, Between Two Worlds: The Challenge
dalam The Company of Preachers, ed. Richard Lischer of Preaching Today (Grand Rapids: Eerdmans, 1982), 239.
(Grand Rapids: Eerdmans, 2002), 317.
6
Harold T. Bryson, Expository Preaching: The Art of
3
Haddon W. Robinson, Biblical Preaching (Grand Preaching through a Book of the Bible (Nashville: Broad-
Rapids: Baker, 1980), 149. man & Holman, 1995), 392.
4 7
Ibid. Spurgeon, “Illustration in Preaching,” 317-319.
Veritas, Volume 17, Nomor 2, Desember 2018: 119-128 121

type of illustration has the power to sustain or to what we know. We also decide because of how
reclaim an audience’s interest.”8 we feel about what we know. Illustrations recog-
nize and employ this dynamic.”13
Selain itu, Robinson menjelaskan bahwa
sebuah ilustrasi dapat menolong pendengar Pada aspek yang lain, Robinson juga menun-
untuk mengingat, menggerakkan emosi, men- jukkan bahwa ilustrasi berperan untuk mem-
ciptakan kebutuhan, menarik perhatian dan bawa ide-ide kepada pengalaman. Con-
menghubungkan pengkhotbah dengan para toh-contoh yang diberikan menunjukkan
pendengarnya.9 Ia juga menunjukkan bahwa bagaimana kebenaran itu dinyatakan dalam
ilustrasi berperan untuk membuat kebenaran tindakan.14 John Kilinger menjelaskan,
yang disampaikan dapat diyakini oleh para “Sebuah khotbah yang baik biasanya menca-
pendengar. Menurutnya, memang secara pai keseimbangan yang sehat antara abstraksi
logika, contoh-contoh itu tidak dapat berdiri dan penggambaran.”15 Ilustrasi akan menjadi
sebagai bukti, tetapi secara psikologis hal- penyeimbang agar khotbah itu tidak hanya
hal itu bekerja sama dengan argumen yang berupa lontaran ide pengkhotbah. Kilinger
diberikan untuk mendapatkan penerimaan mendasari pendapatnya dari penelitian
dari mereka yang mendengarnya.10 Sisi emo- modern tentang otak, di mana otak manusia
sional yang disentuh melalui ilustrasi mem- memiliki belahan kanan dan belahan kiri.
buat kebenaran itu menjadi lebih mudah Yang satu mengontrol bagian yang bersifat
diterima oleh seseorang. Carter, Duvall dan meditatif dan imajinatif, sedangkan yang lain
Hays menyatakan, “Illustrations are capable of mengontrol bagian yang bersifat pragmatis
infusing the sermon with an emotional charge dan analitis. Ilustrasi merupakan unsur khot-
that connects the message, the audience, and bah yang banyak memberikan rangsangan
their culture.”11 Kekuatan yang dimiliki oleh pada belahan otak kanan, di mana pola pene-
sebuah ilustrasi mampu menghancurkan rimaannya lebih bersifat penggambaran.16
“benteng-benteng pertahanan” yang dimiliki
oleh para pendengar. Bryson menjelaskan, Banyaknya fungsi ilustrasi tidak berarti bahwa
“Making a direct attack against what an expos- ilustrasi adalah segala-galanya dalam sebuah
itor exposes and opposes might make hearers khotbah. Dengan menggunakan gambaran
defensive. But an appropriate illustration can jendela pada sebuah rumah, Spurgeon menya-
penetrate human defense as did Nathan’s story takan, “But a house is not erected for the sake
to David.”12 Bryan Chapell juga menunjukkan of the windows, nor may a sermon be arranged
bahwa ilustrasi dapat menjangkau hati dan with the view fitting in a favorite apologue. A
menjangkau kehendak. Kemampuan ilustrasi window is merely a convenience subordinate to
menggerakkan emosi pendengar membuat ia the entire design, and so the best illustration.”17
tidak hanya “mendaratkan” informasi dalam Demikian juga Bryson menjelaskan:
pikiran para pendengar, tetapi juga mampu Expository preaching should be concerned
menggerakkan respons untuk membuat kepu- with exposing biblical truth and meeting
tusan, sehingga dapat memengaruhi kehen- human needs. As long as illustrations illu-
dak para pendengarnya. Ia menyatakan, “We mine truth, they should be present as content
do not make decisions solely on the basis of material. But when an illustration becomes

8 13
Bryson, Expository Preaching, 392. Bryan Chapell, Using Ilustrations to Preach with Power
(Wheaton: Crossway, 2001), 37-39.
9
Robinson, Biblical Preaching, 150.
14
Robinson, Biblical Preaching, 149-150.
10
Ibid., 149-150.
15
John Kilinger, Dasar-dasar Khotbah (Jakarta: Gunung
11
Terry G. Carter, J. Scott Duval, dan J. Daniel Hays, Mulia, 2011), 122.
Preaching God’s Word (Grand Rapids: Zondervan, 2005),
16
136. Ibid., 121-122.
12 17
Bryson, Expository Preaching, 393. Spurgeon, “Illustration in Preaching,” 320.
122 Ilustrasi yang Berbentuk Cerita (Hari Soegianto)

the end rather than the means, they should acara televisi), surat, dan ilustrasi-ilustrasi
be eliminated.18 pribadi.21 Seorang pengkhotbah dapat meng-
gunakan berbagai bentuk tersebut agar khot-
Kesadaran tentang hal ini merupakan hal yang bahnya dapat menarik, mudah dimengerti,
penting, supaya para pengkhotbah dapat ber- mudah diingat, dan menggerakkan hati pen-
sikap dengan tepat, tidak ekstrem pada salah dengar untuk melakukannya. Namun, secara
satu sisi, khususnya dalam kaitan dengan khusus, ilustrasi yang berbentuk cerita memi-
keberadaan ilustrasi dalam sebuah khot- liki keunggulan dibandingkan dengan ben-
bah. Ilustrasi harus dipandang sebagai unsur tuk-bentuk yang lain. Sekalipun berdasarkan
yang penting dalam sebuah khotbah, tetapi ia definisinya ilustrasi dapat memiliki berbagai
hanya unsur yang akan membuat jelas kebe- bentuk, tidak semua bentuk itu memberikan
naran Alkitab yang disampaikan dalam khot- pengaruh yang sama. Chapell menyatakan:
bah itu. Ia tidak boleh mendistorsi kebenaran
sehingga membuat para pendengar salah Figures, analogies, and examples can add
memahami berita yang disampaikan. Hanya rich expression to a sermon, but they do not
dengan cara demikian peran ilustrasi yang involve listeners to the same degree as do true
bagaikan jendela pada sebuah rumah berada illustrations. A quote from an ancient saint
pada tempat yang tepat. William Torgesen III or a statistic from a contemporary newspa-
menyatakan, “Illustrations are just a tool to aid per may add interest to a sermon, but neither
in the communication of God’s Word and must carries the listener into tangible understand-
never serve as a replacement for the truth.”19 ing of a message as effectively as a full illus-
tration.22
Jenis-jenis Ilustrasi
Istilah “full illustration,” yang disebut juga
Menurut Bryson, ada tiga jenis utama ilustrasi, “true illustration” dalam hal ini adalah ilustrasi
yaitu keterampilan penggunaan bahasa, peng- yang berbentuk cerita, seperti perumpamaan,
gunaan cerita, penggunaan puisi dan kutipan. alegori, atau cerita-cerita pendek. Chapell
Hal-hal yang termasuk kategori ini adalah menjelaskan bahwa melalui detail-detail
frasa (berupa ungkapan umum atau bentuk sebuah cerita, para pendengar dapat mem-
perbandingan sederhana), kalimat (berupa bayangkan masuk dalam suatu pengalaman
kalimat yang disusun dengan baik sehingga di mana kebenaran dari khotbah itu dapat
mudah diingat), cerita (berupa alegori, fabel, diamati. Pengkhotbah menceritakan ten-
perumpamaan, pengalaman hidup, anekdot, tang apa, kapan, di mana, dan mengapa dari
drama, dan kejadian-kejadian historis), puisi sebuah peristiwa untuk menolong para pende-
dan kutipan (berupa sajak atau himne, kali- ngar memiliki akses masuk pada pemahaman
mat bijak atau amsal), humor (baik berupa tentang kebenaran itu. Melalui cerita itu para
penggunaan bahasa, cerita, puisi atau kutipan, pendengar didorong untuk melihat, merasa,
yang membangkitkan rasa lucu).20 John mengecap, dan menghirup bagian-bagian dari
Kilinger mendaftar cakupan bahan-bahan sebuah peristiwa, seolah-olah mereka secara
yang bersifat ilustrasi, yaitu ilustrasi-ilustrasi fisik hadir dalam kisah yang disampaikan.
Alkitab, historis, biografis, humor, ilmiah, Pada prinsipnya, di dalam sebuah ilustrasi,
geografis atau topografis, puitis atau retoris, pengkhotbah mengundang para pendengar
fiksional, olahraga, artistik atau musikal, teat- untuk masuk ke dalam pengalaman.23 Karena
rikal, kebudayaan lain (iklan, karya nonfiksi itu secara lebih khusus, Chapell menjelaskan,
populer, tinjauan buku, acara komedi, dan “Illustrations are ‘life-situation’ stories within
18
Bryson, Expository Preaching, 391.
21
Kilinger, Dasar-dasar Khotbah (Jakarta: Gunung
19
William Torgesen III, “Learning to Tell the Story,” Mulia, 2011), 128-139.
dalam The Moody Handbook of Preaching, ed. John
22
Koessler (Chicago: Moody, 2008), 270. Chapell, Using Illustrations, 21.
20 23
Lih. Bryson, Expository Preaching, 394-396. Ibid.
Veritas, Volume 17, Nomor 2, Desember 2018: 119-128 123

sermons whose details (whether explicitly told information in different ways. According to
or imaginatively elicited) allow listeners to iden- this theory, the left hemisphere of the brain
tify with an experience that elaborates, develops, processes information analytically and ver-
and explains scriptural principles.”24 bally, dividing information into component
parts. It understands and communicates
Keunggulan Ilustrasi yang Berbentuk Cerita truth by analyzing. The right hemisphere of
the brain deals with information instinctually
Dari zaman ke zaman cerita-cerita mewarnai and visually. Scientists say the hemisphere
hidup manusia, baik yang bersifat pendidikan are connected by the corpus callosum, allow-
maupun hiburan. Apalagi dengan perkem- ing the two halves to interact.27
bangan teknologi saat ini, cerita-cerita tidak
hanya ditemukan dalam toko-toko buku, Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki
tetapi juga dalam media elektronik dan komu- kemampuan untuk menciptakan gambar-
nikasi. Bahkan, setiap orang dapat berbagi gambar dan menggunakan logika narasi.
cerita-cerita pribadi dan terhubung dengan Imajinasi yang dimiliki manusia itu mengubah
sesama atau sebuah komunitas melalui media fakta-fakta informasi dengan adegan-adegan
sosial, sehingga tidak terhitung lagi banyak- kehidupan dan berbagai situasi untuk meng-
nya cerita dalam dunia masa kini. Benarlah hadirkan kebenaran yang tersembunyi. Ima-
yang dikatakan oleh Fasol, “Telling a story is a jinasi itu menciptakan gambaran-gambaran
timeless way to communicate.”25 Pertanyaan- baru, sehingga para pendengar cerita dapat
nya, apakah keunggulan dari bentuk komuni- mengerti dan memahami kebenaran dalam
kasi ini, sehingga diminati orang dan bertahan bentuk yang baru.28 Masalahnya, menurut
sepanjang zaman? Bryson, selama ini banyak pengkhotbah telah
dilatih homiletika tradisional, di mana mereka
Pertama: Penelitian tentang Cara Kerja memproses dan mengomunikasikan infor-
Otak Manusia Menunjukkan bahwa Cerita masi secara analitis (penjelasan, argumen-
dapat Menjadi Alat Penghantar Pesan yang tasi, aplikasi). Hal ini menuntut perubahan
Efektif dari para pengkhotbah di mana mereka tidak
hanya mengembangkan otak kiri yang berka-
Jauh sebelum hal ini dijelaskan secara utuh, itan dengan cara berpikir analitis, tetapi juga
dalam Principles and Practice of Preaching perlu mengembangkan otak kanan yang ber-
(1956), Ilion T. Jones menyatakan, “Illus- kaitan dengan penggambaran, yaitu menggu-
trations are essential because of the way the nakan ilustrasi. Ia menyimpulkan:
human mind functions.”26 Bryson mengguna-
kan dasar teori yang sama untuk menjelaskan Preaching from a Bible book calls for the use
pentingnya penggunaan gambar dan cerita of the whole brain in putting substance into
dalam sebuah khotbah. Ia menyatakan: sermons. Content from analytical reasoning
and visual imagining could be used. Expla-
Early in the 1960s, scientists presented an nation, argumentation, and application
interesting theory about the dual nature of come more from left brain reasoning. Illus-
the human brain. This theory, if true, would tration uses vision and imagination—both
definitely affect the way a preacher shaped right brain functions.29
a sermon and added content. Scientists
proposed the idea that each of the brain’s Dalam perkembangan lebih lanjut berka-
two hemispheres—right and left—process itan dengan penelitian ini, ada di antara
para ilmuwan yang cenderung tidak setuju
24
Ibid. dengan dikotomi antara belahan otak kiri dan
25
Fasol, Essentials for Biblical Preaching, 108. 27
Bryson, Expository Preaching, 397-398.
26
Sekalipun dalam hal ini Jones hanya bertujuan men- 28
Ibid., 398.
jangkau orang-orang “biasa” yang tidak siap untuk ber-
29
pikir (lih. Chapell, Using Illustrations, 24). Ibid.
124 Ilustrasi yang Berbentuk Cerita (Hari Soegianto)

belahan otak kanan.30 Mereka berpendapat menjadi alat untuk mencapai tujuan, yaitu ter-
bahwa sekalipun dua belahan itu berfungsi jadinya pertemuan antara kebutuhan-kebu-
secara berbeda, tetapi mustahil memisahkan tuhan manusia yang berkomunikasi tersebut.
fungsi-fungsi itu dalam otak yang normal Oleh karena itu, Annette Simmons menyata-
dan sehat. Meskipun dua belahan otak itu kan bahwa para pendengar itu memerlukan
memiliki keterampilan respons yang berbeda, lebih dari sekadar apa yang kita sampaikan.
tetapi mereka memahami, mempelajari, dan Mereka ingin merasakan kehadiran kita dalam
memproses dengan cara yang sama. Karena berita yang kita sampaikan, sehingga mereka
dua belahan itu tidak berfungsi secara sen- merasakan faktor “manusia” di dalamnya, di
diri-sendiri, maka mustahil untuk mendidik mana hal ini sering kali hilang dalam sebuah
satu belahan otak saja pada otak yang nor- komunikasi. Menurut Simmons, cara untuk
mal.31 Namun, menurut penulis, hal ini tidak memasukkan unsur “manusia” dalam setiap
membuat pendapat Bryson menjadi lemah. komunikasi adalah dengan menyampaikan
Justru hal ini menunjukkan bahwa penggu- cerita-cerita. Melalui cerita-cerita itu pende-
naan gambar dan cerita dalam penyampaian ngar akan merasa dipahami, terhubung dan
informasi bukan saja sekadar untuk menyu- tidak merasa sendiri.32
plai kebutuhan otak kanan, tetapi merupakan
sesuatu yang tidak dapat tidak, atau merupa- Sebuah cerita juga berfungsi sebagai peng-
kan bagian yang penting dalam upaya tersam- hantar dari ide-ide yang akan disampaikan.
paikannya sebuah berita kepada pendengar. Berdasarkan pandangan para ahli komuni-
kasi, Chappel menunjukkan bahwa cara ter-
Kedua: Pemahaman tentang Bagaimana baik menyampaikan ide-ide adalah dengan
Manusia Berkomunikasi Menunjukkan meletakkan ide-ide yang akan disampaikan
bahwa Cerita merupakan Alat yang Efektif itu dalam “human interest accounts, life-sit-
untuk Menyampaikan Sebuah Pesan uations, life-stories, experience-centered mes-
sages, narrative-paradigms, firsthand encounter,
Tujuan akhir dari sebuah komunikasi bukan- piece of life illustrations, lived-body experience,
lah komunikasi itu sendiri, tetapi komunikasi and even a story that participates in the sto-
30
ries of those who have lived, who live now and
Alan Beaton setelah melakukan riset tentang late-
ralitas, menyimpulkan bahwa tidaklah tepat untuk who will live in the future.”33 Menurut Walter
mendeskripsikan fungsi belahan otak dalam istilah diko- Fisher dalam Narration as a Human Commu-
tomi apa pun (Left Side, Right Side: a Review of Lateral- nication Paradigm, cerita bukan sekadar salah
ity Research [New Haven: Yale University, 1985]). Jerre
Levy, seorang peneliti fungsi otak kiri dan otak kanan,
satu alat komunikasi, tetapi ia adalah “master
percaya bahwa walaupun adalah mungkin, dalam kondisi metaphor.”34 Inilah yang menyebabkan cerita
tertentu, untuk menunjukkan bahwa dua belahan itu ber- juga menjadi alat yang efektif dalam sebuah
fungsi secara berbeda, adalah mustahil untuk memisah- khotbah. Cerita itu memiliki kekuatan untuk
kan fungsi-fungsi itu dalam otak yang normal dan sehat
(“Right Brain, Left Brain: Fact and Fiction,” Psychology menyentuh hati, karena para pendengar
Today [May 1985], 38-39, 42-44). Penelitian terhadap per- dapat mengenali masalah-masalah, keadaan,
bedaan fungsi di kedua belahan otak ini terus dilanjutkan atau emosi dari karakter utamanya, sehingga
(Joseph B. Hellige, Hemispheric Asymmetry: What’s Right
dapat terdorong untuk mengubah nilai-nilai
and What’s Left [Cambridge: Harvard University, 1993];
Alice Cronin-Golumb, “Semantic Network in the Divided mereka. John Koessler menyatakan, “Visual
Cerebral Hemispheres,” Psychological Science 6 [1995], language and metaphor help to bridge the gap
212-218; Robert E. Ornstein, The Right Mind: Making
Sense of the Hemisphere [New York: Harcourt Brace,
1997]), dan karya-karya yang lebih baru berkaitan belahan
otak ini memberikan informasi yang berbeda dengan keya- 32
Annete Simmons, Whoever Tells the Best Story Wins:
kinan umum tentang adanya dikotomi yang dianut pada How to Use Your Own Stories to Communicate with Power
1970-an dan 1980-an (lih. B.R. Hergenhahn dan Matthew and Impact (New York: American Management Associa-
H. Olson, Theories of Learning [Jakarta: Prenada Media, tion, 2007), 3-4.
2008], 419-420).
33
Chapell, Using Illustrations, 53.
31
Hergenhahn dan Olson, Theories of Learning, 418-
34
434. Ibid., 54.
Veritas, Volume 17, Nomor 2, Desember 2018: 119-128 125

between cognition and motivation.”35 Glenn merasakan dan ikut terlibat di dalam sebuah
Nielsen menegaskan, “But the most impor- proses, sehingga melaluinya seseorang dapat
tant reason imagery has become so vital for memahami sebuah ide dengan baik.39
preaching is that pictorial language engages the
imagination and evokes response. Propositions Di dalam perkembangan lebih lanjut tentang
appeal to the mind. Imagery appeals to the whole teori belajar, Albert Bandura mengemukakan
person—mind, emotions, and will.”36 Chapell teori kognitif sosial, di mana teori ini mene-
menyimpulkan, “Narratives, especially as used kankan fakta bahwa seseorang memperoleh
in life-situation illustrations, enable us to know informasi dari interaksi orang tersebut dengan
who we are, what others communicate, and what orang lain. Pengalaman seseorang dalam
God communicates. They make it possible for interaksi itu akan membuat ia belajar sesuatu,
us as preachers to bridge the gap between the sehingga ia akan mengalami proses pemben-
pulpit and the pew.”37 Ilustrasi yang berben- tukan perilaku, di mana hal-hal yang telah
tuk cerita menjadi sebuah alat yang membuat dipelajari itu diterjemahkan dalam tindakan.
komunikasi yang terjadi antara pengkhotbah Namun, segala sesuatu yang dapat dipelajari
dan pendengar terjalin dengan baik. dari pengalaman langsung juga bisa dipelajari
melalui pengalaman tak langsung atau peng-
Ketiga: Pemahaman tentang Bagaimana alaman pengganti, yaitu melalui observasi.
Manusia Belajar Menunjukkan bahwa Berdasarkan ini, proses pembelajaran dikem-
Cerita Menjadi Alat yang Efektif untuk bangkan dengan penggunaan model dalam
Memahami Sebuah Ide yang Disampaikan belajar. Seseorang belajar dengan mengamati
suatu model dalam memecahkan masalah
Chapell menyatakan, “Listeners simply under- dengan menggunakan cara tertentu. Melalui
stand more when messages exhibit spiritual model itu ia mempelajari prinsip-prinsip yang
truths in stories of identifiable experiences.”38 dicontohkan, kemudian ia bertindak seperti
Prinsip pembelajaran secara umum menun- model yang dilihatnya, bahkan mengembang-
jukkan kebenaran ini. Pada awal 1950-an, kan perilaku itu dalam situasi dan kondisi
Edgar Dale menyatakan bahwa belajar akan yang berbeda.40 Sebuah cerita pada dasarnya
menjadi lebih efektif jika pembelajar ber- dapat berperan seperti sebuah model dalam
sentuhan langsung dan terlibat dalam proses proses pembelajaran. Para pendengar meng-
itu. Pada tahun 1960-an, para guru didorong amati apa yang sedang terjadi pada tokoh dari
untuk menerapkan prinsip “learning pyramid,” cerita itu, permasalahan apa yang timbul, dan
yang menunjukkan bahwa seseorang belajar bagaimana ia menyelesaikannya. Kebenaran-
10 persen dari apa yang didengar, 30 persen kebenaran yang dimunculkan melalui cerita
dari apa yang dilihat, tetapi 60 persen dari apa itu akan diterima oleh pendengar, kemudian
yang dilakukan. Tahun 1970-an, para peneliti dibawanya ke dalam permasalahannya sendiri
menemukan bahwa pengalaman yang dibe- yang mungkin berbeda dengan yang dicerita-
rikan kepada pembelajar merupakan sebuah kan. Misalnya, seorang pengkhotbah meng-
cara yang efektif dalam belajar. Penyam- ajarkan bahwa pertolongan Tuhan itu nyata
paian cerita merupakan sebuah metode dalam hidup umat-Nya, dan ia menunjukkan
yang mampu membuat pendengar melihat, dengan kisah bagaimana ia berharap kepada
Tuhan dan kemudian Tuhan mencukupi kebu-
35
John Koessler, “View from the Pew,” dalam The Art tuhannya ketika istrinya melahirkan anak
and Craft of Biblical Preaching, ed. Haddon Robinson dan mereka yang kedua. Melalui cerita ini pende-
Craig Brian Larson (Grand Rapids: Zondervan, 2005), ngar melihat sebuah model. Artinya, pende-
124-125.
ngar juga dapat berharap kepada pertolongan
36
Glenn Nielsen, “Preaching Doctrine in a Postmodern
Age,” Concordia (January 2001), 25.
39
Ibid.
37
Chapell, Using Illustrations, 54.
40
Lih. B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson, Theo-
38
Ibid., 53. ries of Learning (Jakarta: Prenada Media, 2008), 355-389.
126 Ilustrasi yang Berbentuk Cerita (Hari Soegianto)

Tuhan. Mungkin pendengar tidak sedang pengalaman. Inilah yang menyebabkan


berhadapan dengan masalah istri yang akan mengapa perhatian para pendengar dibang-
melahirkan, tetapi sekarang ia menempatkan kitkan kembali ketika pengkhotbah mulai
kebenaran itu pada situasinya sendiri. membuat penggambaran atau menyampai-
kan cerita. Pada sisi yang lain, sepertinya ada
Keempat: Penyampaian Cerita Memberi- kontrol otomatis dalam pikiran pendengar
kan Keseimbangan antara Generals (yang yang menghentikan perhatian ketika mereka
Umum) dan Particulars (yang Khusus) menerima bagian generals yang berlebihan.43
dalam Sebuah Khotbah
Berkaitan dengan imajinasi, John Piper men-
Desain khotbah yang efektif harus membe- jelaskan bahwa otak manusia tidak hanya
rikan keseimbangan antara bagian generals melakukan pekerjaan mengamati, meng-
dan particulars. Ide atau amanat khotbah dan analisis, mengorganisasi, dan mengingat saja,
poin-poin khotbah termasuk generals, di mana tetapi juga membayangkan (berimajinasi).
bagian itu bersifat abstrak, konseptual, dan Artinya, otak kita mampu membayangkan
universal. Bagian ini hanya dapat menyam- sesuatu yang tidak terlihat, tetapi mungkin
paikan inti dari konsep yang disampaikan. ada di suatu tempat dan menjelaskan apa yang
Berbeda dengan itu, particulars lebih bersi- ada di sana. Kemampuan yang luar biasa ini
fat spesifik dan konkret, di mana bagian itu disebut Piper “the most God-like,” artinya ada
akan membuat apa yang disampaikan men- kemiripan dengan ketika Allah menciptakan
jadi “down to earth.” Sikap, emosi, tindakan, alam semesta dari sesuatu yang tidak ada.44
dan pentingnya sebuah konsep Alkitab hanya Dengan demikian Allah sudah memberikan
dapat dibawa melalui particulars. Misalnya, sebuah kemampuan kepada manusia untuk
“Allah menjawab doa” adalah sebuah pernya- berpikir secara kreatif. Penggunaan daya ter-
taan generals yang merupakan inti dari sebuah sebut akan membantu manusia memahami
ide. Namun, sebuah cerita tentang suatu konsep-konsep yang abstrak dan menunjuk-
jawaban doa yang spesifik adalah particulars, kan penghargaan manusia terhadap karunia
di mana melaluinya pendengar dapat menga- tersebut. Piper menyatakan, “The supremacy
lami ide tersebut.41 Wayne McDill menjelas- of God in the life of the mind is not honored
kan: when God and his amazing world are observed
truly, analyzed duly, and communicated
While generals are interpretations of reality, boringly.”45 Karena itu para pengkhotbah
the particulars aim to have the hearer experi- perlu memikirkan bagaimana menggunakan
ence the principles of Scripture in his imagi- dan mengembangkan kemampuan istimewa
nation. The generals set the concept forth in yang dimiliki manusia ini. Piper menjelaskan:
principle. The particulars drive it home in
the understanding, imagination, reason, and When we speak of beautiful truth, we must
volition of the hearer. They connect the con- think of a pattern of words, perhaps a poem.
cept to his experience, either remembered or We must conceive something that has never
imagined. Without this connection to expe- existed before and does not now exist in any
rience, the principles are remote, irrelevant, human mind. We must think of an analogy
not credible.42 or metaphor or illustration which has no
existence. The imagination must exert itself
Pemikiran manusia tidak dapat terus-mene- to see it in our mind, when it is not there. We
rus berkutat pada yang generals, tetapi mem- must create word combinations and music
butuhkan yang particulars, yaitu yang “down
43
to earth,” spesifik, dan dari kebenaran menuju Ibid., 225.
44
John Piper, “God Is Not Boring,” http://www.desir-
41
Wayne McDill, The 12 Essential Skills for Great inggod.org/articles/god-is-not-boring (diakses pada 29
Preaching (Nashville: Broadman and Holman, 1994), 224. Oktober 2014).
42 45
Ibid. Ibid.
Veritas, Volume 17, Nomor 2, Desember 2018: 119-128 127

that have never existed before. All of this we


do, because we are like God and because he
is infinitely worthy of ever-new words and
songs.46
Penyampaian cerita merupakan sebuah
metode yang kaya dengan imajinasi di mana
sesuatu konsep yang abstrak dijelaskan
dengan cara baru, rangkaian kata-kata dan
kalimat baru, serta situasi yang lebih konkret.
Ketika kita menggunakannya sebagai sarana
dalam berkomunikasi untuk penyampaian
kebenaran, maka hal ini akan menolong pen-
dengar untuk memahami dengan baik dan
dapat menarik perhatian mereka, karena
“Imagination is the key to killing boredom.”47

Kesimpulan
Ilustrasi yang berbentuk cerita dapat menjadi
alat yang efektif dalam penyampaian sebuah
kebenaran. Penggunaan ilustrasi yang ber-
bentuk cerita menjadi unsur yang perlu ada
dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh
dalam sebuah khotbah. Artinya, setiap peng-
khotbah perlu memberikan waktu yang cukup
untuk memilih dengan tepat ilustrasi yang
berbentuk cerita, menempatkan ilustrasi ter-
sebut pada bagian yang tepat dalam khotbah-
nya, dan melatih diri untuk menyampaikan-
nya dengan baik.

46
Ibid.
47
Ibid.
128 Ilustrasi yang Berbentuk Cerita (Hari Soegianto)

Daftar Kepustakaan

Bryson, Harold T. Expository Preaching: The Art of Preaching Through a Book of the Bible.
Nashville: Broadman & Holman, 1995.
Carter, Terry G., J. Scott Duval, dan J. Daniel Hays. Preaching God’s Word. Grand Rapids: Zon-
dervan, 2005.
Chapell, Bryan. Using Ilustrations to Preach with Power. Wheaton: Crossway, 2001.
Fasol, Al. Essentials for Biblical Preaching: An Introduction to Basic Sermon Preparation. Grand
Rapids: Baker, 1989.
Hergenhahn, B.R. dan Matthew H. Olson, Theories of Learning. Jakarta: Prenada Media Group,
2008.
Kilinger, John. Dasar-dasar Khotbah. Jakarta: Gunung Mulia, 2011.
Koessler, John. “View from the Pew.” Dalam The Art and Craft of Biblical Preaching, diedit oleh
Haddon Robinson dan Craig Brian Larson, 124-126. Grand Rapids: Zondervan, 2005.
McDill, Wayne. The 12 Essential Skills for Great Preaching. Nashville: Broadman and Holman,
1994.
Nielsen, Glenn. “Preaching Doctrine in a Postmodern Age.” Concordia 27/1 (Januari 2001) 17-29.
Piper, John. “God Is Not Boring.” http://www.desiringgod.org/articles/god-is-not-boring.
Robinson, Haddon. Biblical Preaching. Grand Rapids: Baker, 1980.
Simmons, Annete. Whoever Tells The Best Story Wins: How to Use Your Own Stories to Communi-
cate with Power and Impact. New York: American Management Association, 2007.
Spurgeon, Charles H. “Illustration in Preaching.” Dalam The Company of Preachers, diedit oleh
Richard Lischer, 316-323. Grand Rapids: Eerdmans, 2002.
Stott, John. Between Two Worlds: The Challenge of Preaching Today. Grand Rapids: Eerdmans,
1982.
Torgesen III, William. “Learning to Tell the Story.” Dalam The Moody Handbook of Preaching,
diedit oleh John Koessler, 267-278. Chicago: Moody, 2008.

Anda mungkin juga menyukai