Anda di halaman 1dari 14

Nama: Michael Ferdinand Tilaar

NIM: 220241753
Jurusan: Teologi
Mata Kuliah: Homiletika Lanjutan

KHOTBAH INDUKTIF
(Inductive Sermon)

1. Apa itu Khotbah Induktif


Khotbah induktif merupakan jenis khotbah yang bergerak dari pengalaman
yang khusus yang terdengar akrab di telinga pendengar kepada kebenaran atau
kesimpulan umumnya,1 dan khotbah induktif dimulai di mana orang-orang berada,
dengan masalah-masalah tertentu menuju kepada kesimpulan umum.2 Salah satu ciri-
ciri khusus dari khotbah induktif adalah bahwa khotbah tersebut bersifat deskriptif
dibandingkan dengan khotbah-khotbah yang bersifat hortatorif,3 dan dimulai dengan
pengalaman konkrit yang akrab bagi pendengar dan khotbah induktif bergerak menuju
kesimpulan umum dengan menggabungkan narasi, dialog, analogi, pertanyaan, dan
perumpamaan.4
Elemen-elemen ini bukanlah satu-satunya elemen yang paling mendominasi
dalam khotbah induktif. Khotbah induktif menggunakan unsur-unsur itu tanpa perlu
adanya teori yang dinyatakan sebelumnya, dan khotbah ini dibuat untuk melibatkan
para pendengar di dalam proses penyampaian khotbah sehingga para pendengar dapat
mencapai kesimpulan dengan pengkhotbah.
Dalam penyampaian khotbah induktif ini, pendengar memiliki peran yang
sangat luar biasa, dimana hal itu dicapai melalui daya tarik imajinasi dengan
menggunakan deskripsi grafis dan kata-kata multisensori, 5 serta narasi, dialog, analogi
dan pertanyaan yang sudah ditanyakan sebelumnya, dan perumpamaan.6

1
Fred B. Craddock, Overhearding The Gospel, (Nashville: Abingdon Press, 1979), 59.
2
Ralph Lewis, Gregg Lewis, Inductive Preaching Helping People Listen, (Wheaton, Ilinois: Crossway
Books, 1983), 43.
3
Hortatorif merupakan sifat untuk memberi nasihat, menegur, memberi pujian, memberi kritikan, dan
lain sebagainya. Craddock, Overhearding The Gospel, 58.
4
Ralph Lewis, Gregg Lewis, Inductive Preaching Helping People Listen, 43.
5
Multisensori sangat berhubungan dengan/atau melibatkan beberapa indera fisiologis.
6
Ralph Lewis, Gregg Lewis, Inductive Preaching Helping People Listen, 43
Salah satu kecenderungan dalam teori homiletika yang sejajar dengan
pergeseran hermeneutika yang alkitabiah adalah penekanan pada khotbah induktif, di
mana khotbah dimulai dengan pengalaman pendengar dan bergerak menuju
kesimpulan umum.
Salah satu pendukung khotbah induktif adalah Fred B. Craddock, yang buku
pertamanya tentang topik ini adalah “As One Without Authority” di tahun 1974
dimana Craddock menyarankan di awal buku bahwa masyarakat Amerika Utara
modern telah menjadi lebih berorientasi visual, sebagian besar karena pengaruh
media: "Visual telah menghilangkan lisan dari lapangan, atau setidaknya telah
menciptakan krisis antara mata dan penghasilan."7 Solusi Craddock untuk masalah ini,
sebagaimana dikemukakan dalam As One Without Authority, serta dua karya
selanjutnya, Overhearing the Gospel di tahun 1978, dan Preaching di tahun 1985,
adalah agar pengkhotbah dapat mengkomunikasikan Injil dengan cara yang paling
mendekati kepada cara orang mengalami kehidupan, yaitu secara induktif.8

Fakta yang jelas dari masalah ini adalah bahwa kami berusaha untuk
berkomunikasi dengan orang-orang yang pengalamannya konkret. Setiap
orang hidup secara induktif, bukan deduktif.

Frederick Buechner, salah satu teolog yang mendukung secara implisit akan
khotbah induktif, di dalam bukunya Tellins the Truth: The Gospel as Tragedy,
Comedy, and Fairy Tale di tahun 1977 mengemukakan bahwa Alkitab menarik
karena kecenderungannya untuk menarik minat pembaca melalui pengalaman-
pengalaman yang umum dialami orang di mana pun. 9 Contohnya tentang keterkejutan
dan gelak tawa Abraham dan Sarah, terhadap pengumuman bahwa Sarah akan hamil
tua adalah reaksi yang dipahami orang pada umumnya, bukan sebagai risalah
doktrinal, tetapi sebagai pengalaman manusia yang konkret yang darinya mereka
dapat melihat lebih banyak. prinsip abstrak penyediaan Tuhan melawan semua
rintangan (manusia).
Banyak sekali ahli homiletika yang berkontribusi kepada pemahaman tentang
bentuk khotbah induktif tanpa menggunakan terminologi dari Craddock dan keluarga
Lewis. Contohnya khotbah naratif, yang bersifat induktif berdasarkan pada definisi
7
Fred B. Craddock, As One Without Authority, (Nashville: Chalise Press, 1974), 9.
8
Ibid, 60
9
Carl Frederick Buechener, Tellins the Truth: The Gospel as Tragedy, Comedy, and Fairy Tale,
(Manhattan, New York: Harper and Row, 1977), 50.
yang digunakan oleh Eugene L. Lowry dalam bukunya yaitu The Homiletical Plot di
tahun 1980, dan Doing Time in the Pulpit (1985), Richard Jensen, Stephen
Shoemaker, dan Bruce Salmon.

2. Keuntungan Khotbah Induktif


Menurut Ralph dan Gregg Lewis, keuntungan dalam menyampaikan khotbah induktif
banyak sekali, tetapi ada tiga yang sangat relevan.10
1. Khotbah induktif melibatkan pendengar dalam mencapai sebuah kesimpulan,
2. Khotbah induktif paling sesuai dengan teori pembelajaran modern dan penemuan-
penemuan di dalam riset otak,
3. Khotbah induktif sangat mirip dengan pesan yang ada di dalam Alkitab, jika kita
menghapus bagian-bagian dari Alkitab (narasi, dialog, analogi, perumpamaan, dan
referensi kepada manusia pada umumnya), kita akan mengurangi isi Alkitab
menjadi bagian yang terpecah,11

4. Prinsip Berkhotbah Induktif


Secara umum, ada beberapa kualitas kunci yang merupakan prinsip dalam khotbah
induktif:12
1. Khotbah induktif dimulai dengan hal-hal spesifik dan berlanjut ke prinsip-prinsip
umum.
2. Khotbah induktif seringkali tidak mengungkapkan kesimpulan secara verbal.
3. Khotbah yang disampaikan secara induktif umumnya hanya memiliki satu poin.
4. Khotbah induktif sering menyertakan cerita untuk mengilustrasikan pokoknya.
5. Khotbah induktif sering kali menggunakan narasi dan kadang-kadang bisa
sepenuhnya naratif.
6. Kebanyakan khotbah induktif memadukan pemikiran induktif dan deduktif.

5. Mempersiapkan Khotbah Induktif


10
Ralph Lewis, Gregg Lewis, Inductive Preaching Helping People Listen, 60.
11
“Lakukanlah segala yang saya perintahkan kepadamu; jangan ditambah atau dikurangi”, Ulangan
12:32 dalam Bahasa Indonesia Masa Kini, (Lembaga Alkitab Indonesia, 1985)
12
Ralph J. Gore Jr., “Deductive, Inductive, and the Third Way”, dipresentasikan dalam Konferensi
Pembelajaran Khotbah: “Sermon: Text and Performance”, Huntington, Virginia Barat, Oktober 2018.
https://mds.marshall.edu/sermon_conference/2017/All/9/?utm_source=mds.marshall.edu
%2Fsermon_conference%2F2017%2FAll%2F9&utm_medium=PDF&utm_campaign=PDFCoverPages, diakses
tanggal 15 Maret 2023.
Istilah induksi dapat digunakan untuk berkhotbah setidaknya dalam tiga cara.
Pertama, istilah ini digunakan untuk menggambarkan unsur-unsur khotbah seperti
narasi, analogi, contoh, kiasan, pertanyaan, drama dan dialog. Kedua, istilah ini
digunakan untuk merujuk pada jenis penalaran formal tertentu, sebuah argumentasi
dari kejadian khusus menuju kebenaran umum. Ketiga, istilah ini digunakan untuk
berbicara tentang rencana struktural dari sebuah khotbah, di mana proposisi (gagasan
utama khotbah) diumumkan secara formal hanya pada akhir khotbah.

Keluarga Lewis memberikan suatu teknik dalam mempersiapkan khotbah


dalam hal ini khotbah induktif yang disebut dengan “Brainstorming” yang dimana
pengkhotbah dilatih untuk menuliskan subjek atau kebutuhan dan kemudian
dilanjutkan dengan semacam asosiasi yang bebas dimana ide-ide yang terkait dicatat
saat hal itu muncul di benak pengkhotbah.13

Namun teknik “brainstorming” ini sebenarnya dikembangkan oleh Gabriele


Rico yang menyebutkan teknik ini sebagai teknik “clustering” atau teknik
pengelompokan,14 dimana Rico menguji keefektifan metode di dalam menulis karena
daya tariknya yang kuat pada pemikiran otak kanan dan mencurahkan semua isi bab
dari bukunya untuk penemuan dan implikasi dualitas serebral, 1516 misalkan belahan
kanan otak kanan memproses informasi yang holistik, kreatif, dan emosional, maka
ada implikasi bahwa tidak hanya untuk mempelajari pengaruh media pada seseorang,
tetapi ini juga untuk respons para pendengar terhadap khotbah yang sehat, dalam hal
ini khotbah yang bersifat induktif.

6. Struktur Khotbah Induktif

13
Ralph Lewis, Gregg Lewis, Inductive Preaching Helping People Listen, 126.
14
Gabriele Lusser Rico, Writing the Natural Way, (Los Angeles: J.P. Tarcher Inc., 1983), 28.
15
Ibid, 63-87.
16
Dalam filsafat berpikir, duaitas serebral menunjukkan pandangan bahwa fenomena mental adalah
fenomena yang bersifat non-fisikal, atau bahwa pikiran dan tubuh berbeda dan dapat dipisahkan, dan dengan
demikian, hal ini mencakup serangkaian demi serangkaian pandangan tentang hubungan antara pikiran dan
materi, serta antara subjek dan objek dan dikontraskan dengan posisi yang lain, seperti physicalism, dan
enactivism dalam masalah pemikiran dan tubuh. Dikutip dalam Wilbur Dyre Hart, “Dualism” dalam A
Companion to the Philosophy of Mind, (Oxford: Blackwell, 1996), 265.
Penulis pelajari ada tiga struktur yang berbeda dan babak-babaknya untuk menyusun
pesan Tuhan lewat khotbah induktif, dan tiga struktur yang berbeda ini disajikan
dalam bentuk buku. Adapum struktur-struktur tersebut adalah sebagai berikut:
a. Eugene L. Lowry
Menurut Lowry, struktur khotbah induktif terdiri atas lima tahapan, adapun
tahapan-tahapan tersebut adalah:17
 OOPS, merupakan suatu tahapan dimana pengkhotbah melibatkan jemaat
untuk melihat tema khotbah ke dalam kehidupan dunia dan berbicara
tentang kehidupan manusia dengan dimulai dengan masalah yang
dirasakan, dan memberikan ketegangan dalam kaitannya dengan pokok
khotbah dan ketegangan tersebut menciptakan ketertarikan jemaat untuk
melibatkan diri mereka dalam pesan Tuhan dan ketegangan juga
menciptakan kebutuhan untuk menyelesaikan masalah.
 UGH, merupakan suatu tahapan dimana pengkhotbah menganalisa, lalu
mengdiagnosa suatu masalah, dengan mendalam menanyakan siapa yang
menimbulkan masalah dan mengapa masalah ini bisa terjadi.
 AHA, merupakan suatu tahapan dimana pengkhotbah menjembatani
kesenjangan antara perbedaan dan resolusi dan selama tahapan ini
pengkhotbah dengan terampil membawa hadirin ke resolusi dengan
mengungkapkan situasi dalam sudut pandang yang berbeda.
 BUT, merupakan suatu tahapan dimana pengkhotbah menanyakan
pembalikan dari masalah itu, adapun pembalikannya seperti sebab-akibat,
asumsi, sebab, dan logika dari masalah yang diungkapkan dalam babak
OOPS.
 WHEE, merupakan suatu tahapan dimana pengkhotbah mengeksplorasi
firman Tuhan dalam seluruh pengalaman yang sudah dipaparkan, tidak
diberitakan di awal, tetapi babak ini adalah babak yang tepat untuk
memberitakan firman Tuhan dan hal ini menjadi efektif.
 YEAH, merupakan tahapan akhir dimana pengkotbah berurusan dengan
respon jemaat. Jika Tuhan telah melakukan hal yang besar ini, babak ini
menentukan bagaimana jemaat menanggapi hal itu?

17
Eugene L. Lowry, The Homiletical Plot: The Sermon as Narrative Art Form, (Westminster: John
Knox Press, 2000), 162.
Salah satu contoh teks yang akan kita ambil dari kitab Markus 14:66-72
dimana Petrus membuat bualan tentang hubungannya dengan Yesus, tetapi ketika hal
itu diuji, Petrus sama sekali menyangkal Yesus sampai tiga kali, dimana ketika kita
pakai struktur Lowry ini, maka ada poin demi poin yang akan dibuat dalam struktur
khotbah:

1. Sangat sulit untuk menjadi manusia yang memegang kata-katanya, - OOPS


2. Petrus mendapati dirinya mengalami kesulitan untuk memegang kata-
katanya (Markus 14:66-71) - UGH
3. Kata-kata yang dilontakan Petrus bukan berdasarkan pada imannya, tapi
hanya dengan PeDe-nya. - AHA
4. Iman kepada Alkitab didasarkan kepada kerendahhatian untuk bertobat
(Markus 14:72) – BUT / WHEE
5. Ketika kita melihat iman seperti ini, kita akan berdiri kuat dan menjadi
saksi Tuhan – YEAH

b. Andy Stanley
Menurut Andy Stanley, struktur khotbah induktif terdiri atas lima tahapan, adapun
tahapan-tahapan tersebut adalah:18
 ME (Ini adalah masalah yang saya alami), merupakan suatu tahapan
dimana pengkhotbah melibatkan jemaat dengan membangun kesamaan
dan jemaat terlibat dan mendengatkan saat pengkhotbah memasukkan
pergumulan dan kelemahan mereka ke dalam cerita pembuka.
 WE (Inilah yang mempengaruhi kita semua), merupakan suatu tahapan
dimana pengkhotbah mengambil perjuangan dan kelemahan dengan
memperluas ketegangan sehingga mencakup semua orang yang
mendengarkan, dan pengkhotbah ingin jemaat pun mengatakan, “Ya, saya
juga!”, dan disini pengkhotbah menciptakan ketegangan sampai-sampai
jemaat ingin pengkhotbah selesaikan masalah itu.
 GOD (Inilah yang dikatakan Alkitab), merupakan suatu tahapan dimana
firman Tuhan menyelesaikan ketegangan dengan mencatat apa yang Tuhan

18
Andy Stanley, Lane Jones, Communicating for a Change: Seven Keys to Irresistible Communication,
(New York: Multnomah, 2006).
katakana tentang situasi ini. Disinilah pengkhotbah membiarkan Alkitab
menjelaskan situasinya.
 YOU (Inilah yang harus kamu lakukan), merupakan suatu tahapan dimana
pengkhotbah memberitahukan kepada jemaat apa yang harus dilakukan
dengan apa yang mereka dengar, dan di babak inilah menjawab “Jadi
apa?” dan “Sekarang apa?”, dan disinilah pengkhotbah menemukan satu
titik terang untuk menantang jemaat untuk merangkul.
 WE (Inilah yang akan terjadi ketika kita semua melakukan ini), merupakan
suatu tahapan dimana pengkhotbah membuat gambaran verbal tentang
bagaimana jadinya jika kita mempraktekkannya. Bayangkan saja seperti
apa gereja itu jika jemaatnya mempraktekkannya, seperti apa keluarganya
jika jemaat itu mempraktekkannya.

Salah satu contoh teks yang akan kita ambil dari kitab Roma 5:12-14, dimana
ketika kita pakai struktur Andy Stanley ini, maka ada poin demi poin yang akan
dibuat dalam struktur khotbah:

1. ME: Saya hidup di era dimana teknologi sangat pesat dan informasi yang
sangat pesat,
2. WE: Kemanusiaan tidak memiliki semua jawaban untuk kehidupan,
3. GOD: Tuhan punya jawaban karena Dia memberikan kita seluruh cerita,
a. Dosa (ayat 12)
b. Kematian akan dosa (12-14a)
c. Kehidupan (14b
4. YOU: Kamu perlu mendengarkan jawaban Tuhan tentang kehidupan
kamu,
5. WE: Coba bayangkan apa yang akan terjadi ketika di gereja kita, keluarga
kita, dan komunitas kita mendengarkan jawaban Tuhan di dalam hidup
kita.

c. Brandon Kelley dan Joe Hoagland


Kelley dan Hoagland menyajikan struktur yang disebut sebagai “sticky sermon”
atau “khotbah yang lengket”, namun hal ini hanya cara yang lain untuk
menyajikan kebenaran Alkitab secara induktif. Struktur ini dalam beberapa hal
mirip dengan Lowry dan Stanley, dan satu-satunya perbedaan adalah dimana
Kelley dan Hoagland mengubah nama setiap tahap dan menambahkan satu tahap
lagi ke garis besarnya. Struktur khotbah induktif menurut Kelley dan Hoagland
menjadi enam tahapan, adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:19
 ENGAGE, merupakan babak awal dimana pengkhotbah menarik perhatian
jemaat dengan cerita, fakta menarik, atau kutipan yang provokatif.
 TENSION, merupakan babak kedua dimana pengkhotbah berbagi cerita,
dan perlu untuk mengangkat masalah untuk menciptakan ketegangan, dan
ketegangan yang diciptakan harus menarik jemaat dan memberi mereka
kesempatan untuk mengantisipasi penyelesaian ketegangan yang
diciptakan oleh pengkhotbah.
 TRUTH, merupakan babak ketiga dimana pengkhotbah pergi kepada
firman Tuhan untuk menyelesaian ketegangan, dan di babak inilah
pengkhotbah mengatur konteks Alkitab yang ingin diajarkan kepada
jemaat.
 APPLICATION, merupakan babak keempat dimana pengkhotbah
menjelaskan kebenaran firman Tuhan dan maksud-maksudnya dan hal ini
bertujuan untuk jemaat bisa menerapkan firman Tuhan dalam kehidupan
mereka.
 INSPIRATION, merupakan babak kelima dimana pengkhotbah
melukiskan gambaran tentang apa yang akan terjadi jika kita semua
memeluk kebenaran dan menerapkan kebenaran firman Tuhan dalam
kehidupan jemaat setiap hari.
 ACTION, merupakan babak terakhir dimana pengkhotbah menunjukkan
kembali apa yang dia ingin jemaatnya lakukan sehubungan dengan pesan
Tuhan dalam Alkitab dan pengkhotbah mengejanya dengan jelas kepada
jemaat.

d. Donald L. Hamilton

19
Brandon Kelley, Joe Hoagland, Preaching Sticky Sermons: A Practical Guide to Preparing, Writing,
and Delivering Memorable Sermons, (Nashville, Tenesse: Rainer Publishing, 2016).
Hamilton menyajikan struktur yang sangat berbeda dengan Lowry, Stanley, dan
dan Kelley, adapun struktur khotbah induktif menurut Donald L. Hamilton
menjadi enam tahapan, adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:20
1. Pendahuluan, yang diawali dengan pertanyaan, ilustrasi, pertanyaan retorika,
bocoran, contoh yang relevan),
2. Poin utama yang didasari dengan nats yang kita ambil,
3. Proposisi yang merupakan pokok besar dalam khotbah,
4. Kesimpulan, yang menyimpulkan seluruh isi dari khotbah.
5.

20
Donald L. Hamilton, Homiletical Handbook, (Nashville: B&H Publishing, 1992), 97-103.
Contoh Khotbah Induktif (Menggunakan Struktur Kelley dan Hoagland)

AFTER JERICHO
(Yosua 7:1-15)

ENGAGE: (Satu Cerita tentang Theodore Roosevelt)


Theodore Roosevelt (1858-1919) adalah seorang yang berasal dari keluarga yang
berada, sebelum terjun ke dunia pemerintahan Amerika Serikat, Roosevelt dulunya bekerja di
padang rumput, dan pada saat itu Roosevelt bersama teman-temannya mengejar kuda liar
yang berkeliaran di daerah tempat Roosevelt tinggal, lalu Roosevelt bersama teman-
temannya berhasil menangkap kuda itu dan ingin mengecap ke bagian bokong kuda itu
dengan besi panas sebagai brand bahwa kuda itu punya mereka, sebelum mereka taruh brand
di kuda itu, Roosevelt bertanya “Tanah yang kita pijak ini tanah siapa?” dan hukumnya pada
zaman itu adalah kalau kuda itu ditangkap di tanah milik orang lain, maka kuda itu
sepenuhnya berada di tangan orang lain, bukan berada di tangan si penangkap. Teman-teman
Roosevelt pun menjawab “Ini tanah milik orang lain”, lalu mereka menyerahkan kuda liar itu
kepada orang yang mempunyai lahan tanah tersebut. Karena kejujurannya, Roosevelt banyak
dipercayakan menjadi anggota parlemen New York, dan sampai akhirnya Roosevelt menjabat
sebagai Presiden Amerika Serikat pada tahun 1901.

TENSION:

Seringkali kita dalam kehidupan ini puas pada satu keadaan dimana kita ditolong
Tuhan dari satu kesulitan yang kita alami, dan lama-kelamaan kitanya jadi kewalahan sama
kehidupan kita karena kitanya tidak bisa mengendalikan diri kita dengan banyak sekali
keadaan, baik dalam keadaan kita gagal, baik dalam keadaan berhasil, dan lain sebagainya,
tanpa kita bertanya kepada Tuhan apa yang harus kita lakukan?.

Contohnya di dunia kepemimpinan dalam gereja, kita sebagai pemimpin sering puas
pada satu keadaan dimana satu target kepemimpinan kita berhasil tanpa memandang target
yang lain yang harus kita selesaikan dengan baik. Sehingga ketika kita mengalami kegagalan,
satu aja dari kesekian target kepemimpinan kita, kitanya malah ngeluh dan kitanya
menyalahkan orang lain, bahkan menyalahkan Tuhan karena Tuhan tidak mau menyertai kita.

Siapa disini yang seringkali kita gagal, kitanya yang suka mengeluh salahkan orang
lain sampai salahkan Tuhan?

TRUTH:

Pesan Tuhan melalui Yosua 7:1-13 sangat jelas menyatakan kekalahan Israel setelah
menakhlukkan Yerikho di pasal 6, Bangsa Israel setelah menang atas kota Yerihko, mereka
kelihatan semakin percaya diri untuk memasuki tanah perjanjian, sehingga ia terbuai dengan
kepercayaan dirinya dan kepuasan hanya pada satu keadaan, makin lama makin berubah setia
kepada Tuhan dengan mementingkan diri sendiri dan mengejar kehendak diri sendiri,
sehingga terjadi kekalahan yang sangat besar ketika Israel melawan Ai, adapun penyebab
kekalahan dari Israel:

1. Karakter dan Integritas Israel merosot dengan drastis (ayat 1-5).


Dalam ayat ke 1-5, Israel setelah mengalahkan Yerikho, tetapi mereka
tidak punya cukup karakter untuk bisa berada di dalam level berikutnya, yaitu
mengalahkan Ai. Karakter (character) dengan akar kata charassein memiliki arti
untuk menajamnkan dan dipahat sehingga menghasilkan tulisan agar bisa dilihat
oleh generasi yang akan datang. Selain karakter, Israel kekurangan integritas
dimana Akhan melakukan kesalahan yang besar dengan mengambil barang-
barang yang dikhususkan untuk Tuhan, sehingga ketika Israel berperang melawan
Ai, Israel kalah dalam pertempuran.
Kekalahan yang memalukan ini disebabkan oleh ketidaktaatan bangsa
Israel terhadap perintah-perintah Tuhan. Jadi mereka tidak kalah karena tidak
pandai strategi perang atau karena pasukan musuh kalah jumlah. Ketidaktaatanlah
yang mengakibatkan Tuhan tidak lagi berada di pihak mereka.

2. Yosua mengeluh atas kegagalan Israel atas Ai (ayat 6-9)


Kegagalan adalah salah satu hal yang paling ditakuti oleh kebanyakan
orang. Mungkin karena kegagalan membuat kita merasa tidak cukup baik, tidak
diperhitungkan, dan bahkan malu.
Inilah yang Yosua dan orang Israel rasakan ketika mereka dipukuli habis-
habisan oleh segelintir penduduk Ai. Sebelumnya, mereka berhasil mengalahkan
kota Jericho yang jauh lebih besar dan kuat. Yosua sangat bingung sehingga dia
mengatakan kepada Tuhan untuk tidak pernah menyeberangi sungai Yordan (ayat
7). Sehingga Yosua juga mempersalahkan Tuhan, padahal waktu awal, Israel tidak
terbuka apa-apa dengan Tuhan, sehingga Akhan menyembunyikan kesalahan
apapun sampai orang lain tidak tahu apa-apa.
Pesan Tuhan untuk kita adalah pentingnya terbuka di hadapan Tuhan,
jangan menyembunyikan kesalahan, sehingga kita tidak menyalahkan Tuhan
ketika kita merasa mengalami kegagalan, seringkali kita mengabaikan hal itu,
maka itu kita mengalami kelegaan dan sukacita hanya dalam hubungan kita
kepada Tuhan.

3. Kesalahan fatal yang disembunyikan (ayat 10-15, 25-26)


Tuhan memarahi Yosua, karena akar dari kegagalannya bukanlah
kesalahan dia, melainkan kesalahan Akhan dan teman-temannya yang mencuri
barang-barang yang seharusnya dikhususkan untuk Tuhan, dan karena keegoan
mereka sendiri, mereka mencurinya melebihi batas sampai mereka
menyembunyikan barang-barang yang mereka curi (ayat 10-12).
Setelah Tuhan menyatakan kesalahan Israel dalam hal ini Akhan, inilah
perintah Tuhan untuk menyucikan mereka, dan mendapati Akhan terlah berbuat
salah sampai Akhan dihukum mati dengan dilempari dengan batu dan dibakar
dengan api di lembah Akhor (ayat 25-26).

APPLICATION:

Berdasarkan apa yang ada di dalam ayat-ayat ini, maka yang kita lakukan pada saat ini
sebagai anak-anak Tuhan adalah:

1. Punya karakter Allah dan integritas yang benar.


Jangan cepat-cepat pingin kita dipromosikan menjadi orang yang teratas,
tetapi nikmati perjalanan iman kita, karena perjalanan iman kita lebih penting
daripada semua achievement yang kita miliki,
Tuhan membuat karakter orang itu dulu sebelum ia menjadikan dia
sebagai pemimpin. Dalam memimpin pun banyak karunia-karunia dalam
memimpin seperti membedakan motivasi, bergerak cepat, sigap, memberi tugas,
membuat kerjasama, mementingkan hal yang penting, membuat planning
kedepan. Tetapi firman Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa Integritas adalah
hal yang terpenting daripada karunia-karunia yang ada, integritas kita
membawa kita lebih jauh lagi karena kemenangan itu ada di tangan Tuhan, karena
ketika kita mau percaya, lalu kita melakukan kebenaran, itu merupakan integritas
karena Tuhan butuh kepatuhan kita untuk mempercayakan hidup kita ke dalam
tangan Tuhan, dan juga melalui kepercayaan kita kepada Tuhanlah, kita
setidaknya menciptakan kesadaran agar kita semakin lebih dewasa sebelum
memutuskan untuk melakukan sesuatu. Kita perlu berpikir serius tentang efek
yang akan terjadi kepada kita, dan kepada orang-orang terdekat kita.

2. Akui kesalahan kita dihadapan Tuhan


Jangan salahkan Tuhan ketika kita mengalami kekalahan dalam hidup kita,
kita harus koreksi diri kita, maka itu kita harus terbuka di hadapan Tuhan, dan kita
harus memiliki hati untuk bertobat dan berbalik kepada Tuhan, sehingga kita
merasakan kasih dan anugerah Tuhan.
Kita tidak bisa menganggap remeh dosa atau ketidaktaatan kepada
Allah. Mengapa? Karena dosa dan kemaksiatan bisa menjadi penghalang pertolongan
dan penyertaan-Nya. Ketika kita menyadari bahwa perbuatan kita tidak sesuai dengan
kehendak Tuhan, kita harus segera bertobat dan memohon ampunan-Nya.

INSPIRATION:

Ketika kita tidak mempercayakan diri kita kepada Tuhan, maka kita otomatis
akan menjadi pencuri, dan yang dicuri adalah kepunyaan Tuhan, kepunyaan orang
lain, dan kita bisa merugikan diri kita sendiri, karena segala hal yang baik yang datangnya
dari Tuhan, dan selebihnya adalah ujian karakter dan integritas kita.

Tetapi ketika kita mempercayakan diri kita kepada Tuhan, boleh kita bekerja,
tetapi basicnya adalah iman bukan ketakutan, maka kita akan mendapatkan ketenangan
yang berupa kebijaksanaan, kedamaian, dan sukacita, dan ketika kita percaya kepada
Tuhan, kita dapat bertahan, dan mengembalikan segala waktu, energi dan hati kita, yang
senang siapa? Tuhan, sesama kita, dan diri kita sendiri.

Siklus kita hidup untuk Tuhan adalah kita berdoa, lalu kita pikirkan apa yang harus
kita lakukan, lalu kita lakukan sesuai apa yang ada dalam firman Tuhan yang kita doakan
dan kita pikirkan (cf. Eph.3:20), dan semua itu akan membuat nama Tuhan semakin
dimuliakan.

ACTION:

Maukah kita melakukan dua hal ini, memiliki karakter dan integritas dengan
mempercayakan segalanya kepada Tuhan, tidak mementingkan diri sendiri, dan akui
kesalahan kita di hadapan Tuhan sehingga terjadi pemulihan dalam diri kita?

Anda mungkin juga menyukai