Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL

FILSAFAT MODERN
Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah

filsafat Umum yang Diampu Oleh

Dosen Adin Lazuardy Firdiansyah,

M.Mat.

Disusun Oleh:
Sya’dulloh (22381011163)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
IAIN MADURA
2022

1
Dzullo45@gmail.com

Abstrak
Peradaban manusia merupakan hasil dari adanya implikasi kajian filsafat sebagai bagian
dari jalan menemukan pengetahuan dan kebijaksanaan dalam diri seorang manusia.
Perkembangan filsafat modern masa ranaissance dianggap menjadi momentum tumbuhnya
peradaban manusia modern berpangkal pada kajian filsafat rasionalisme dan filsafat emperisme
dalam menemukan konklusi kebenaran pengetahuan dan membebaskan pengetahuan dari “
karangkeng teologis” abad pertengahan yang dianggap “masa kelam pengetahuan” yang
cenderung menghambat manusia dalam menemukan pengetahuan melalui jalan filsafat. Dalam
hal ini, repsosisi pengetahuan dalam filasafat aliran rasionalisme menekankan tentang usaha
manusia untuk memberi kemandirian kepada akal sebagaimana yang telah dirintis oleh para
pemikir renaisans. Sekaligus menjadil era dimulainya pemikiran-pemikiran kefilsafatan dalam
artian yang sebenarnya. Bahkan diyakini bahwa dengan kemampuan akal segala macam
persoalan dapat dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk
seluruh masalah kemanusiaan. Sedangkan filsafat aliran empirisme merupakan doktrin filsafat
yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan. Bahkan doktrin
filsafat aliran empirisme merupakan lawan doktrin rasionalisme dalam kerangka kefilsafatan
manusia.
Kata Kunci: Filsafat Modern, Ranaissance, Aliran Rasionalisme Dan Aliran
Emperisme

2
PENDAHULUAN

filsafat modern, adalah wacana filsafat yang lahir sebagai respon terhadap
Suasanafilsafat sebelumnya. Kefilsafatan sebelum masa modern adalah kefilsafatan yang
bercorak tradisional, yang bisa diartikan “berfilsafat dengan cara-cara lama”, sebagaimana arti
kata tradisional berbanding terbalik dengan arti kata modern yang mermakna sebagai
“sesuatuyang baru”. Makna modern (sesuatu yang baru), mencakup segenap sendi-sendi
kehidupansocial dan budaya manusia yang terkait dengan dimensi materil dan spiritualnya pada
seputar bagaimana cara mengetahui yang
benar, kevalidan sesuatu, struktur pengetahuan itu sendiridan implementasi nilai-nilai yang
terkandung dalam pengetahuan manusia.
Lahirnya filsafat dalam ruang sejarah manusia tidak dapat dilepaskan dari kondisiyang
melingkupinya. Demikianpun dengan wacana filsafat modern, selain dapat diartikansebagai
filsafat yang merespon (mengkritisi, membongkar, kadang-kadang menguatkan)tradisi dalam
kurun waktu tertentu, modern juga mengandung nilai-nilai kesinambungan yangkontinyu,
berdasarkan keadaanya. Kebebasan berfikir selalu dibatasi oleh kekuasaan gereja,hingga
kondisi ini melahirkan sebuah kegelisahan intelektual oleh para ilmuan
yang bermuara pada lahirnya revolusi berfikir yang berontak terhadap keadaan tersebut. Suasan
aini menjadi latar sejarah lahirnya filsafat modern yang kelak menjadi penentu
bangkitnyaEropa modern dengan segala aspeknya (renaisance).

3
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Filsafat Modern
Filsafat adalah bentuk-bentuk pengetahuan yang berkaitan dengan bentuk-
bentuk kehidupan.zaman berubah dan bentuk-bentuk filsafat pun berubah,bukannya
tanpa kaitan dengan perubahan praktik-praktik baru dalam kehidupan
bermasyarakat.itu pula yang terjadi dalam filsafat modern,filsafat modern tidak bisa
kita pahami dan lam vacuum, sebab filsafat betapa pun murni dan transendentalnya
dihasilkan oleh para pemikir yang hidup dalam semangat zaman tertentu.1
Pada zaman modern filsafat, tokoh pertama rasionalisme adalah Rene Descartes
(1595-1650). Tokoh rasionalisme lainnya adalah Baruch Spinoza (1632-1677) dan
Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716). Descartes dianggap sebagai Bapak Filsafat
Modern. Menurut Bertrand Russel, kata “Bapak” pantas diberikan kepada Descartes
karena dialah orang pertama pada zaman modern itu yang membangun filsafat
berdasarkan atas keyakinan diri sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan akliah. Dia
pula orang pertama di akhir abad pertengahan yang menyusun argumentasi yang kuat
dan tegas yang menyimpulkan bahwa dasar filsafat haruslah akal, bukan perasaan,
bukan iman, bukan ayat suci dan bukan yang lainnya. Hal ini disebabkan perasaan
tidak puas terhadap perkembangan filsafat yang amat lamban dan banyak memakan
korban. Ia melihat tokoh-tokoh Gereja yang mengatasnamakan agama telah
menyebabkan lambangnya perkembangan itu. Ia ingin filsafat dilepaskan dari dominasi
agama Kristen, selanjutnya kembali kepada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat
yang berbasis pada akal.
Descartes sangat menyadari bahwa tidak mudah meyakinkan tokoh-tokoh
Gereja bahwa dasar filsafat haruslah rasio. Tokoh-tokoh Gereja waktu itu masih
berpegang teguh pada keyakinan bahwa dasar filsafat haruslah iman sebagaimana
tersirat dalam jargon credo ut intelligam yang dipopulerkan oleh Anselmus. Untuk
meyakinkan orang bahwa dasar filsafat haruslah akal, ia menyusun argumentasinya
dalam sebuah metode yang sering disebut cogito Descartes, atau metode cogito saja.2
2. Aliran Aliran Filsafat Modern
a. Empirisme
Kata empirisme secara etimologis dari bahasa Inggris empiricism dan
experience, kata ini berakar dari bahasa Yunani empeiria dan experietia yang

1
F.Budi Hardiman,” filsafat modern”,(Jakarta,PT Gramedia Pustaka Utama,2007),hlm,1.
2
Musakkir,” FILSAFAT MODERN DAN PERKEMBANGANNYA”, Jurnal Pemikiran Keislaman dan
Kemanusiaan, Vol. 5 No. 1 April 2021,hlm,6.
4
artinya “berpengalaman dalam”. Kemudian secara terminologis pengertian
empirisme ialah dokrin atau paham yang meyakini bahwa sumber seluruh
pengetahuan harus berdasarkan pengalaman indera, ide hanya abstraksi yang
dibentuk terhadap apa yang dialami, danpengalaman inderawi ialah satu-
satunya sumber pengetahuan (Bagus, 2002).
Aliran empirisme berkembang pesat pada masa renaisance yaiu sekitar
abad ke-17 dan 18 di negara Inggris dan sekiatrnya. Aliran ini dirintis oleh
tokoh filsuf Inggris yaitu Francis Bacon De Verulam (1561- 1626) dan
dilanjutkan oleh filsuf-filsuf lainya seperti John Locke, George Barkeley,
Thomas Hobes dan David Hume (Sativa, 2011). Salah satu gagasan dari mereka
yaitu David Hume (1711-1776) mengatakan pemikiran empirisnya tersimpul
dalam satu ungkapan yang singkat yaitu “I never catch my self at anytime
without a perception” artinya (saya selalu memiliki persepsi pada setiap yang
saya alami), dari ungkapan ini David Hume menyampaikan bahwa seluruh
pengalaman dan pemikiran tersusun dari rangkaian kesan (impression)
(Machmud, 2011).
Pada dasarnya aliran ini muncul karena ada anggapan bahwa kaum
rasionalis tidak cukup mampu menstrukturkan kerangka pengetahuan berasal
dari akal saja dan mereka berpendapat akal itu bersifat polos dan ia akan terisi
apabila diisi dengan bantuan indera sebagai alat untuk mendapatkan
pengalaman (Juhari, 2013).3
b. Pragmatisme
Pragmatisme mempunyai akar kata dari bahasa Yunani yaitu
pragmatikos yang dalam bahasa latin menjadi pragmaticus arti harfiah dari
pragmatikus adalah cakap dan pengalaman dalam usaha hukum perkara negara
dan dagang kata tersebut dalam bahasa Inggris menjadi kata pragmatik yang
berarti berkaitan dengan hal-hal yang praktis atau sejalan dengan aliran filsafat
pragmatisme karena itu pragmatisme dapat berarti sekedar pendekatan terhadap
masalah hidup apa adanya dan secara praktis praktisme bukanlah sekedar
wacana teoritis atau ideal tetapi ia menekankan hasil yang dapat dimanfaatkan
karena hubungan langsung dengan tindakan bukan spekulasi atau abstraksi.
Akan tetapi, sebagai aliran, filsafat pragmatisme mengandung
kelemahan-kelemahan. pragmatisme mempersempit kebenaran menjadi terbatas
3
Susanti Vera,R. Yuli A. Hambali,” Aliran Rasionalisme dan Empirisme dalam Kerangka Ilmu Pengetahuan”,
Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin,Vol. 1 No. 2 (April 2021): 59-73,hlm,68-69.
5
pada kebenaran yang dapat dipraktekkan,dilaksanakan,dan di bawah dampak
nyata. dengan mempersempit kebenaran itu, pragmatisme menolak kebenaran
yang tidak dapat langsung dipraktekkan, padahal banyak kebenaran yang tidak
dapat langsung dipraktekkan.
Dengan demikian, pragmatisme dapat dikatakan sebagai teori kebenaran
yang mendasarkan diri kepada fungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam
lingkup ruang dan waktu tertentu. pragmatisme berusaha menguji kebenaran
ide-ide melalui konsekuensi konsekuensi daripada praktik atau pelaksanaannya.
Artinya, ide-ide itu belum dikatakan benar atau salah sebelum diuji.4
c. Ekistensialisme
Tokoh-tokoh aliran filsafat eksistensialisme cukup banyak, seperti
Gabriel Marcel, Karl Jaspers, Nicolai Berdyaev, Albert Camus, Martin
Heiddegger, Soren Kierkegaard dan Jean Paul Sartre. Namun dalam tulisan ini
hanya membatasi pembahasan pada dua pendapat yang dikemukakan dua
filosof, yaitu Soren Kierkegaard dan Jean Paul Sartre. Apakah Arti
Eksistensialis ? Menurut Linda Smith dan William Reaper yang dialih
bahasakan P. Hardono (2000:76)
pada dasarnya eksistensialisme adalah filsafat pemberontak, terpusat
pada individu dan masalah-masalah eksistensi. Dalam cara-cara tertentu
eksistensialisme dapat dilihat sebagai pemberontakan romantisme melawan ide
Pencerahan Eropa dengan tekanannya pada sistem rasionalitas. Kata Eksis
secara harfiah berarti berdiri tegak melawan dan para filosof eksistensialis telah
menekan bagaimana manusia individual berdiri tegak melawan dunia,
masyarakat, lembaga, dan cara berpikir. Sedangkan menurut Ahmad Tafsir
(2008:218) kata dasar eksistensi (Existency) adalah Exist yang berasal dari kata
latin Ex yang berarti keluar dan Sistere yang berarti berdiri. Jadi eksistensi
adalah berdiri dengan keluar dan diri sendiri.5
3. Tokoh-Tokoh Filsafat Moderent
a. Empirisisme
1. Francis Bacon de Verulam (1561-1626); perintis empirisisme di abad
pertengahan ini mengatakan bahwa pengetahuan akan maju jika menggunakan

4
Yuni Pangestutiani,Aina Noor Habibah,” Pragmatisme John Dewey
Dan Korelasinya Terhadap Ajaran Islam”,jurnal pemikiran islam dan tasawuf, Volume 8, nomor 1|
Maret, 2022,Hlm,110-112.
5
Izhar Salim,”ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALIS”, Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora,Vol. 1. No.
2. Oktober 2010,hlm,184.
6
cara kerja yang baik, yaitu melalui pengamatan, pemeriksaan, percobaan,
pengaturan dan penyusunan.
2. Thomas Hobes (1588-1679); berpandangan lebih jelas, yaitu bahwa
pengalaman adalah permulaan, dasar segala pengenalan. Pengenalan intelektual
tidak lebih dari perhitungan, penggabungan data inderawi dengan cara berbeda-
beda.
3. John Locke (1632-1704); menegaskan bahwa pengalaman adalah
satusatunya sumber pengenalan. Akal budi manusia sama sekali tidak dibekali
oleh ide bawaan. b Akal manusia bagai sehelai kertas putih kosong yang akan
terisi dan ditulisi dengan pengalaman inderawi. Ia juga membedakan antara
pengalaman lahiriah dan batiniah.
4. George Berkeley (1685-1753); seorang filsuf Irlandia yang
mengungkapkan “idealisme pengamatan”, artinya segala pengetahuan manusia
didasarkan atas pengamatan. Karena pengamatan itu selalu bersifat konkret,
maka anggapan umum sama sekali tidak ada. Dunia luar tergantung sepenuhnya
pada pengamatan subjek yang mengamati. Berkeley terkenal dengan
ungkapannya “esse est percipi”, sesuatu ada karena diamati.
5. David Hume (1711-1776); pencetus empirisisme radikal, yang juga
dianggap sebagai puncak empirisisme. Hume sangat kritis terhadap masalah
pengenalan dan pengetahuan manusia, sehingga ia sampai pada kesimpulan
yang menolak substansi dan kausalitas (setiap perubahan karena sesuatu).6
b. Filsafat Politik
1. Plato, filsafat politik adalah upaya untuk membahas dan
menguraikan berbagai segi kehidupan manusia dalam hubungannya
dengan Negara.
2. Machiavelli, filsafat politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran
dan tindakan yang praktis serta konkrit terutama berhubungan
dengan Negara.
3. Agustinus, filsafat politik adalah pemikiran-pemikiran tentang
Negara. Menurutnya Negara dibagi 2 (dua) yaitu ”Negara Allah”
(civitas dei) yang dikenal dengan negra surgawi kerajaan Allah, dan
Negara sekuler yang dikenal dengan Negara duniawi (civitas

6
Sativa, “Empirisisme, Sebuah Pendekatan Penelitian Arsitektural”,jurnal filsafat,INERSIA, Vol. VII No. 2,
Desember 2011,hlm,117.
7
terrena).7
c. Eksistensialisme
1. Sooren Kierkegard (1813-1855) Setelah masa kejayaan idealism Jerman yang
diakhiri pada masa George Wilhelm Friedrich Hegel, yang kemudian Hegelian-
hegelian pecah menjadi dua yakni Hegelian kiri dan Hegelian kanan. Hegelian
kanan memiliki sikap konservatif sedangkan Hegelian kiri lebih progresif dan
memiliki pendirian yang agak ekstrim terhadap agama dan politik.
2. Jean-Paul Sartre (1905-1980) Sartre adalah salah satu filsuf yang
menyebabkan eksitensialisme, yang tidak lepas dari pengaruh tradisi rasionalisme
dan idealism dan Descartes hingga Kant, dari Hegel hingga fenomenologi abad
XX. Terutama sangat dipengaruhi oleh Hegel, Husserl hingga Karl Mark.8

7
Ali Imron,” FILSAFAT POLITIK HUKUM PIDANA”,jurnal filsafat politik, Volume 25 Nomor 2 September
2014,hlm,227.
8
Dian Ekawati,” EKSISTENSIALISME”,jurnal tarbawiyah, Vol. 12, No. 01, Edisi Januari – Juni 2015,hlm,143-
144.
8
KESIMPULAN

Filsafat zaman modern yang kelahirannya didahului oleh suatu periode yang disebut
dengan “Renaissance” dan dimatangkan oleh “gerakan” Aufklaerung di abad ke-18 itu.
Sehingga mucullah beberpapa aliran diantaranya rasionalisme, empirisme, kritisisme,
idealisme, positivisme, evolusionisme, materialisme, Neokantianisme, pragmatisme, filsafat
hidup, fenomenologi, dan Eksistensialisme.
Dan penyebab Keruntuhan Filsafat Modern ialah  Proyek filsafat modern yang ingin
menguasai dunia lewat satu pemikiran rasional dan utuh, setelah dievaluasi oleh beberapa
filsuf, ternyata diketahui mengandung kelemahan. Tak heran jika kemudian bermunculan filsuf-
filsuf yang mengkritisi proyek filsafat modern tersebut. Fenomena ini, oleh beberapa kalangan
diangggap sebagai suatu periode baru dalam sejarah filsafat, yaitu periode yang disebut
postmodern. Lalu, para filsuf yang mengkritisi proyek filsafat modern dikatakan sebagai tokoh-
tokoh filsafat postmodern.

SARAN

Materi dalam artikel ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Dalam penulisan makalah ini,
tentunya masih banyak kekurangan didalamnya baik dalam hal sistematika penulisan maupun
isi. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hardiman Budi F,” filsafat modern”,(Jakarta,PT Gramedia Pustaka Utama,2007).


Musakkir,” FILSAFAT MODERN DAN PERKEMBANGANNYA”, Jurnal Pemikiran
Keislaman dan Kemanusiaan, Vol. 5 No. 1 April 2021.
R Vera Susanti. “Aliran Rasionalisme dan Empirisme dalam Kerangka Ilmu Pengetahuan”,
Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin,Vol. 1 No. 2 (April 2021): 59-73.
Pangestutiani Yuni,”Pragmatisme John Dewey Dan Korelasinya Terhadap Ajaran Islam”,jurnal
pemikiran islam dan tasawuf, Volume 8, nomor 1| Maret, 2022.
SalimIzhar,”ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALIS”, Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan
Humaniora,Vol. 1. No. 2. Oktober 2010.
Sativa, “Empirisisme, Sebuah Pendekatan Penelitian Arsitektural”,jurnal filsafat,INERSIA,
Vol. VII No. 2, Desember 2011.
Imron,Ali” FILSAFAT POLITIK HUKUM PIDANA”,jurnal filsafat politik, Volume 25
Nomor 2 September 2014.
Ekawati Dian,” EKSISTENSIALISME”,jurnal tarbawiyah, Vol. 12, No. 01, Edisi Januari –
Juni 2015.

10

Anda mungkin juga menyukai