Anda di halaman 1dari 14

EPISTEMOLOGI DAKWAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Ilmu Dakwah

Dosen Pengampu

Ahmad Fauzan Pujianto, M.Ag

Disusun oleh :

Nisaaul Karimah (933406219)

Atiqotul Maula Al-Fajriyah (933417919)

Rizqiya Nidaussa’idah (933421219)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Epistemologi Dakwah” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas dari Bapak Ahmad Fauzan Pujianto, M,Ag pada mata kuliah
Ilmu Dakwah di Kampus Institut Agama Islam Negeri Kediri. Selain itu, penulis
juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Ahmad
Fauzan Pujianto, M,Ag selaku dosen mata kuliah Ilmu Dakwah. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya banyak kendala yang penulis
alami. Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.

Kediri, 20 September 2021

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................................2

Daftar isi......................................................................................................................3

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................4


B. Rumusan Masalah...........................................................................................5
C. Tujuan..............................................................................................................5

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengertian epistemologi dakwah…………………………………………….6


B. Sumber pengetahuan dakwah……………………………………………......6
C. Metode pendekatan terhadap sumber………………………..........................8
D. Konstruksi epistemologi ilmu dakwah………………………………………9
E. Strategi dakwah dalam tradisi keilmuan…………………………………….10

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………….13

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara ontologi, makna dakwah pada mulanya di pahami sebagai
perintah Allah yang tertuang dalam al-Qur’an. Bagi setiap muslim yang taat
kepada Allah, maka perintah berdakwah itu wajib dilaksanakan. Ketika
dakwah dilaksanakan dengan baik, lalu disadari bahwa dakwah merupakan
kebutuhan hidup, maka dakwah menjadi suatu aktivitas setiap muslim kapan
pun dan di manapun mereka berada. Kemudian dakwah berkembang dalam
berbagai hal situasi dan kondisi dengan berbagai dinamikanya.
Dakwah merupakan sebuah misi penyebaran Islam sepanjang sejarah
dan zaman. Ini berarti dakwah menjadi misi abadi untuk sosialisasi nilai-nilai
dan upaya rekonstruksi masyarakat sesuai dengan adagium Islam rohmatan
lil’alamin. Dimana, dakwah dapat dilakukan melalui lisan, tulisan, dan
perbuatan. Di era globalisasi saat ini, dakwah menghadapi berbagai tantangan
yang berat terutama dalam hal kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh
sebab itu, pengembangan dan evaluasi harus terus dilakukan secara intensif.
Masalah utama yang harus di tata untuk bangunan sebuah ilmu adalah
mengenai hal yang berkaitan dengan epistemologi ilmu yang bersangkutan.
Karena epistemologi merupakan dasar pijakan, tak terkecuali dalam bangunan
ilmu dakwah. Dalam hal ini, tampaknya belum banyak tulisan atau forum
diskusi dan seminar yang secara khusus membahas epistemologi dakwah.
Dalam al-Qur’an dan Hadits serta sunnah-sunnah Rasulullah bisa kita dapati
sentuhan-sentuhan teoritis yang merupakan benih keilmuan dakwah. Berkaitan
dengan hal tersebut penulis akan membahas tentang epistemology dakwah
yang mana didalamnya menelaah tentang pengertian dari epistemology
dakwah, sumber pengetahuan, metode pendekatannya, konstruksi
epistemology, dan strategi dakwah menurut keilmuannya.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian epistemologi dakwah?
2. Bagaimana sumber pengetahuan dakwah?
3. Apa saja metode pendekatan terhadap sumber?
4. Bagaimana konstruksi epistemologi ilmu dakwah?
5. Bagaimana strategi dakwah dalam tradisi keilmuan?

C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian epistemology dakwah
2. Untuk mengetahui sumber pengetahuan dakwah
3. Untuk mengetahui metode pendekatan terhadap sumber
4. Untuk mengetahui konstruksi epistemologi ilmu dakwah
5. Untuk mengetahui strategi dakwah dalam tradisi keilmuan

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi Dakwah


Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme
“pengetahuan”, pemahaman dan logos. Epistemologi merupakan suatu ilmu
yang mengkaji tentang sumber pengetahuan atau asal mula metode, struktur,
dan valid tidaknya suatu pengetahuan. Sedangkan dakwah secara bahasa
artinya memanggil, mengundang, ajakan, dakwah juga bisa di artika sebagai
seruan atau ajakan.
Untuk mendapatkan suatu rumusan yang tepat tentang epistemologi
dakwah paling tidak ada dua macam pendekatan pembahasan filsafat dakwah.
Dengan istilah filsafat dakwah terdapat dua kemungkinan pemahaman.
Pertama, filsafat dakwah dalam arti filsafat tentang dakwah
(Philosophy of Preaching), dalam hal ini dakwah menjadi bahan kajian dan
menempatkan filsafat sebagai titik tolak berfikir. Jadi di sini dakwah menjadi
genetivus objectivus, kontek filsafat lebih menonjol dari dakwah itu sendiri.
Dan kalau hal ini terjadi maka dakwah akan kehilangan sebagai sifat hakikinya.
Kedua, filsafat dakwah dalam arti Preaching Philosophy yaitu
dakwah di kaji secara substansial di mana dakwah menjadi titik pusat dan
kajian epistemology.
Dengan demikian epistemologi dakwah adalah sebagai usaha manusia
untuk menelaah masalah-masalah obyektifitas, metologi, sumber serta validitas
pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan dakwah sebagi subyek
bahasan (tidak tolak berfikir).1

B. Sumber Pengetahuan Dakwah


Berbagai macam sumber ilmu yang mana dikemukakan oleh
Muhammad Iqbal yaitu afaq dan anfus, jika dihubungkan dengan denotasi
dakwah ditemukan hubungan yang spesifik antara sumber tertentu dengan
1
Sofyan Hadi, Epistemologi Ilmu Dakwah, (IAIN Jember: Al-Hikmah, Vol.13, No.1 Oktober 2015),
hal. 2

6
objek ilmu dakwah. Objek ilmu dakwah dapat dipahami secara terperinci
sebagai problematika yang timbul antara unsur (doktrin Islam, da’i, mad’u, dan
tujuan dakwah) dalam sistem dakwah. Realitas yang muncul antara da’i dan
mad’u adalah kemungkinan terjadi penerimaan dan penolakan terhadap pesan
dakwah. Perencanaan penyajian pesan dakwah membutuhkan sumber ilmu
yang relevan kajian terhadap ojek forma yang mana dikemukakan oleh
Muhammad Iqbal yaitu; anfus (ego/diri), yang meliputi panca indra, akal,
antuisi, dan tarikh (sejarah) dan afaq (alam semesta). 2
Pengetahuan berasal dari kata “tahu”, artinya pengetahuan adalah hasil
dari pengalaman (experience) seseorang terhadap sesuatu, dan jika sesuatu itu
dakwah maka menjadi pengetahuan dakwah. Pengetahuan dakwah merupakan
hasil tahu manusia muslim tentang dakwah melalui proses penyelidikan atau
penelitian dari sumber-sumber yang ada. Ada 3 macam sumber pengetahuan
dakwah, yaitu :
1. Sumber Normatif, yaitu sumber yang disampaikan melalui wahyu (Al-
Qur’an dan Al-Hadis), berdasarkan suatu alasan bahwa munculnya istilah
dakwah berakar dari al-Qur’an dan al-Hadis yang di dalamnya ada pokok-
pokok ajaran yang berbicara secara inheren tentang dakwah. Di samping itu
juga ada aspek lain dari sumber normative ini yaitu Sirah (misi sejarah
Rasulullah).
2. Sumber Empiris (kenyataan dakwah), yaitu pengetahuan dakwah yang di
gali dari kenyataan lapangan dalam masyarakat atau lebih di kenal dengan
fenomena dakwah. Dalam dunia ilmu dakwah kajian-kajian empiris ini
masih sangat langka, jika boleh di katakana belum ada kajian empiris yang
standard yang mana menganggap bahwa proses dakwah merupakan sebuah
kegiatan yang kemudian mengalami proses analisa secara keilmuan. Dalam
hal ini sumber empiris mungkin juga dapat di lakukan sebagai manifestasi
dari berbagai tafsir teoritis yang di ekspresikan dalam kenyataan.

2
Khusnul Khotimah, Epistemologi Ilmu Dakwah Kontemporer, (IAIN PUrwokerto: Komunika,
Vol.10, No.1, Januari-Juni 2016), hal. 88

7
3. Sumber Teoretis (hasil karya), yaitu berbagai hasil dari kerangka fikir yang
di bangun oleh para pakar dakwah, yang di analisa menurut kerangka
dakwah bukan kerangka ilmu dakwah.3

C. Metode Pendekatan Terhadap Sumber


Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai
tindakan, pikiran, pola kerja, cara teknis dan tata langkah untuk mendapatkan
pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah ada.
Suatu metode akan berkaitan erat dengan sumber yang akan di cari.
Hubungannya dengan ilmu dakwah, ada beberapa tawaran metode pendekatan
di dalam ilmu dakwah, diantarannya :
1. Pendekatan Normatif
Pendekatan ini pada intinya berusaha menemukan prinsip dakwah dari
sumber normatif (al-Qur’an dan al-Hadis) dan Sirah Nabi. Pendekatan
normatif ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara berfikir deduktif
yang melahirkan metode penelitian Asbabul Dakwah.
2. Pendekatan Empiris
Pendekatan ini intinya berusaha mengkaji kasus-kasus yang terjadi di
masyarakat. Dalam fenomena dakwah untuk menemukan teori baru atau
mengembangkan teori yang ada, dapat dilakukan dengan metode penelitian
kualitatif maupun kuantitatif.
3. Pendekatan Fisiologis
Pendekatan ini berusaha mengkaji hasil dari pemikiran ulama-ulama
atau para pemikir dakwah melalui hasil dari buah karyanya. Pendekatan ini
di lakukan dengan prinsip berfikir sintetis, yaitu menelaah pemikiran-
pemikiran yang ada kemudian dirumuskan teori atau pemikiran baru, atau
juga mungkin berfikir analogis, yaitu dengan menggabungkan pemikiran
satu dengan yang lain untuk di kembangkan.4

3
Sofyan Hadi, Epistemologi Ilmu Dakwah, (IAIN Jember: Al-Hikmah, Vol.13, No.1 Oktober 2015),
hal. 2-3

4
Ibid, hal. 3-4

8
D. Konstruksi Epistemologi Ilmu Dakwah

Kembali kepada persoalan epistemology ilmu dakwah, untuk


mengetahui bagaimana cara mendapatkan pengetahuan ilmu dakwah penulis
mencoba menelusurinya melalui rancang bangun filsafat pengetahuan Islam
yang mana pernah dipetakan oleh Muhammad ‘Abid al-Jabiri. Adapun
penjelasan konkretnya sebagai berikut:

1. Melalui cara pengetahuan Bayani (epistemology bayani)

Bayani secara etimologis mempunyai pengertian penjelasan,


pernyataan, ketetapan. Sedangkan secara terminologis, bayani berarti pola
pikir yang bersumber pada nash, ijma’, dan ijtihad (Al-Jabiri 1993:383-
384). Epistemology bayani merupakan studi filosofis terhadap struktur
pengetahuan yang menempatkan teks (wahyu) sebagai suatu kebenaran
mutlak dan akal menempati tingkat kedua. Dalam dakwah Islam, teks atau
nash Al-Qur’an merupakan sumber utama yang menjadi tolak ukurdan
titik ukur dari seluruh kegiatan dakwah. Oleh karena itu, maka
epistemology bayani merupakan bentuk dari sumber pengetahuan ilmu
dakwah itu sendiri.

2. Melalui cara pengetahuan Irfani (epistemology irfani)

Irfani secara etimologis berarti: al-ma’rifah, al-‘ilm, al-hikmah.


Epistemology irfani secara eksistensial berpangkal pada zauq, qalb atau
antuisi yang merupakan perluasan dari pandangan illuminasi, dan yang
berakar pada tradisi Hermes. Dalam hubungannya dengan dakwah Islam
tidak begitu banyak berpengaruh terhadap sumber pengetahuannya, karena
ilmu dakwah itu pada dasarnya lebih kepada persoalan perubahan sosial
dan transformasi nilai-nilai Islam yang konkret dan rasional.

3. Melalui cara pengetahuan Burhani (epistemology burhani)

9
Burhani secara bahasa berarti argumentasi yang jelas. Sedangkan
menurut istilahnya berarti aktivitas intelektual untuk menetapkan
kebenaran proposisi dengan metode deduktif. Burhani membangun
pengetahuan dan visinya atas dasar potensi bawaan manusia dan metode
ini pertama kali dikembangkan di Yunani dan puncaknya pada Aristoteles.
Nampaknya, epistemology buhani lah yang paling kental dengan sumber
dakwah Islam setelah epistemology nbayani (teks/nash).

Ketiga bentuk epistemology tersebut merupakan bagan dari pengetahuan


dalam aplikasi terapannya ditengah kajian keislaman ini, termasuk didalamnya
ilmu dakwah. Ilmu dakwah adalah konstruksi ilmiah manusia yang menerima
sekaligus terbuka terhadap tingkat kebenaran ilmu lain, karena ia bersifat
dinamik dalam perubahannya. Epistemology ‘irfani tidak begitu banyak
berperan dalam ilmu dakwah karena lebih banyak berkutat pada tradisi
metafisis murni sedangkan ilmu dakwah sendiri sebagian besar pada
penampakan tradisi empiriknya. Dengan demikian, berdasarkan sumber
pengetahuanbahwa ilmu dakwah lebih dekat dengan pengetahuanbayani dan
burhani. Dimana secara keilmuannya, ilmu dakwah pada dasarnya tidak telepas
dari dua hal, yakni secara empiric yang terlihat dari objek ilmu dakwah dan
secara pemikiran keislaman yang terlihat dalam kajian yang erat kaitannya
dengan nash Al-Qur’an. Inilah sesungguhnya dimensi epistemologikeilmuan
dakwah Islam yang perlu dikembangkan ke depannya dengan tetap meletakan
wacana perubahan dan pluralitas keilmuan secara paradigmatic.5

E. Strategi Dakwah dalam Tradisi Keilmuan


Menurut Jurgen Hubernas, “dakwah” merupakan media transformasi
teori emansipatoris. Artinya, sejauhmana dakwah mampu membantu
masyarakat untuk mencapai otonomi dan kedewasaan berpikir dan bertindak.
Baginya, masyarakat yang reflektif (cerdas) adalah yang berhasil melakukan
“komunikasi” yang baik dan memuaskan dengan sesame dalam interaksinya
(Hubernas 1965:Bag. I&III).

5
Ibid, hal. 4-8

10
Masyarakat yang didakwahi bukanlah tipologi masyarakat yang dalam
pendekatannya dilakukan kritik lewat kekerasan baik sikap, bahasa maupun
fisik melainkan melalui argumentasi yang dialetik. Karena pada dasarnya rasio
manusia itu memiliki kemampuan untuk menemukan kendala yang merintangi
perkembangannya dan selanjutnya berusaha mencapai otonomi dan
tanggungjawabnya atau tingkat kedewasaan yang sesungguhnya.
Secara dekonstruksi-konstruktif dalam arkeologi pengetahuannya,
Michael Faucault memberi pengertian hakikat “dakwah” sebagai pembicaraan
tentang strategi (M. Faucarl 1979:23). Strategi disini memiliki pengertian
sebagai pengandaian antara da’i dan yang didakwahi saja dalam
penyampaiannya, padahal pengandaian hubungan ini seharusnya itu
fungsional. Karena itu, berkaitan dengan fungsionalnya, ada macam strategi
dan gaya penyampaian yang dialetik. Hal tersebut merupakan keunikan dari
dakwah yang mana ada hubungannya dengan “strategi”.
Dalam relasi kekuasaan antara strategi dan kekuasaan, pada dasarnya
dakwah itu mempunyai peran yang baik untuk melontarkan ide transformasi
dalam memahami setiap perilaku potitik demi kemaslahatan umat manusia.
Dengan sebuah kemampuan strategi dakwah dan pengetahuan yang telah
dimiliki, obyek dakwah sebagai sasaran transformasi nilai akan dapat dikuaai
dengan memahami dan mengkritisi persoalan yang berkembang. Secara
etimologis, salah satu persoalan yang dihadapi dalam bidang dakwah yaitu
bagaimana syarat-syarat suatu metode yang paling tepat untuk memaknai Al-
Qur’an dan Hadist karena merupakan sumber utama umat Islam untuk
mentransformasi nilai spiritual keagamaan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Pada dasarnya, kemandirian moralitas sebagai dimensi moral
keagamaan yaitu syarat yang dimaksud. Ia mempunyai peranan penting dalam
pengaplikasian dakwah di masyarakat. Artinya perilaku dakwah itu harus
mencirikan akhlak yang mempunyai kandungan syarat dari perbuatan baik.
Perbuatan dapat dikatakan baik apabila meliputi; niat yang baik, cara yang
baik, dan tujuan yang baik pula. Hal ini tidak hanya tercermin dalam
keteladanan saja, tetapi terlahir dalam nuansa batin yang paling dalam. Dengan

11
demikian, perbuatan yang baik itu merupakan sebuah refleksi manusiawi yang
melahirkan kebaikan, kejujuran, dan kebersamaan dikarenakan hal tersebut
merupakan perbuatan yang harusnya lahir dari diri manusia.
Dari penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwasannya
hakikat dakwah adalah transformasi nilai. Karena itu, Pertama, ia harus
berkembang seiring dengan perkembangan dan perubahan dalam diri manusia
dan kebudayaannya. Kedua, dakwah tidak harus dipahami dalam bentuk
“pemaksaan” para da’i atau muballigh kepada penerima transformasi (mad’u)
untuk memahami apa yang disampaikan. Tetapi memahami dakwah sebagai
pembicaraan tentang strategi merupakan cara yang konkret untuk
mentransformasikan nilai, yaitu dengan proses dialetik dalam mengatur strategi
dakwahyang membebaskan dalam mencapai Islam Rahmatan lil al-‘alamin.6

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada hakikatnya, ilmu dan pengetahuan manusia itu bermula dari rasa
ingin tahu yang disusun secara sistematis, terstuktur, empiris, dan metodis yang
kemudian melahirkan ilmu berdasarkan pendekatan empiric, rasional, dan
intuisi. Dalam keilmuan keislaman ada tiga bentuk epistemology yang
6
Sofyan Hadi, Epistemologi Ilmu Dakwah, (IAIN Jember: Al-Hikmah, Vol.13, No.1 Oktober 2015),
hal.6-7

12
berkembang, yakni; bayani, irfani, dan burhani. Secara garis besar,
epistemologi dakwah adalah sebagai usaha manusia untuk menelaah masalah-
masalah obyektifitas, metologi, sumber serta validitas pengetahuan secara
mendalam dengan menggunakan dakwah sebagaii subyek bahasan (tidak tolak
berfikir).
Perencanaan penyajian pesan dakwah membutuhkan sumber ilmu yang
relevan kajian terhadap objek forma yang mana dikemukakan oleh Muhammad
Iqbal yaitu; anfus (ego/diri) dan afaq (alam semesta). Selain itu, pengetahuan
dakwah merupakan hasil tahu manusia muslim tentang dakwah melalui proses
penelitian dari sumber-sumber yang ada. Ada 3 macam sumber pengetahuan
dakwah, yaitu; pendekatan normatif (dilakukan dengan menggunakan cara
berfikir deduktif), pendekatan empiris (dapat dilakukan dengan metode
penelitian kualitatif maupun kuantitatif), dan pendekatan fisiologis (dilakukan
dengan prinsip berfikir sintetis).
Menurut Muhammad ‘Abid al-Jabiri, untuk mengetahui bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan ilmu dakwah melalui tiga cara, yaitu; melalui cara
pengetahuan Bayani (menempatkan teks (wahyu) sebagai suatu kebenaran
mutlak), melalui cara pengetahuan Irfani (berpangkal pada zauq, qalb atau
antuisi), dan melalui cara pengetahuan Burhani (membangun pengetahuan dan
visinya atas dasar potensi bawaan manusia). Melalui strategi dakwah yang
dialetik, dakwah harus berkembang seiring dengan perkembangan dan
perubahan dalam diri manusia dan kebudayaannya serta memahami dakwah
sebagai pembicaraan tentang strategi merupakan cara yang konkret untuk
mentransformasikan nilai.

13
DAFTAR PUSTAKA

 Hadi, Sofyan. Oktober 2015. Epistemologi Ilmu Dakwah. IAIN Jember: Al-
Hikmah, Vol.13, No.1
 Khotimah, Khusnul. Januari-Juni 2016. Epistemologi Ilmu Dakwah
Kontemporer. IAIN PUrwokerto: Komunika, Vol.10, No.1

14

Anda mungkin juga menyukai