Ahmad Nawawi Berfikir Dan Problem Solving Psikologi Pendidikan Islam
Ahmad Nawawi Berfikir Dan Problem Solving Psikologi Pendidikan Islam
Disusun sebagai makalah pemenuhan tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan Islam
Program Studi Pendidikan Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Dengan dosen pengampu :
Prof. Dr. H. Syaiful Akhyar Lubis , M.A.
Dr. Nurussakinah Daulay, M.Psi., Psikolog.
Disusun Oleh :
AHMAD NAWAWI
NIM : 3003203028
Program Studi : Pendidikan Islam
Kelas : B - Reguler
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUMATERA UTARA
MEDAN – 2021
1
Catatan Dalam Seminar Sebagai Bahan Rujukan Untuk Revisi
3. Tambahan deskripsi tentang hakikat berpikir adalah ruh sementara otak hanya
2
BERFIKIR DAN PROBLEM SOLVING
(TINJAUAN DARI PERSPEKTIF ISLAM)
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan, manusia selalu saja berhadapan dengan ragam persoalan dan
dalam berpikir untuk menemukan solusi dari sebuah permasalahan sejatinya bukan
sesuatu yang mudah. Akan tetapi optimalisasi fungsi akal dalam berpikir sudah pasti
akan memberikan jawaban dari ragam permasalahan yang dihadapi oleh manusia.
berfikir sering disebut dengan istilah pemecahan masalah atau problem solving.
sudah pasti berkeinginan untuk segera mengakhirinya atau menemukan jawaban dan
solusinya. Obsesi untuk segera keluar dari masalah yang dihadapi seringkali
membuat manusia berpikir relatif singkat sehingga yang diharapkan sejatinya adalah
Islam sebagai agama yang komperhensif juga tidak abai terhadap aktifitas
berfikir pada diri manusia. Hal ini dapat dilihat dari sumber primer agama Islam
berpikirnya. Hal tersebut terdapat pada kosa-kata al-Qur’an seperti sebutan ulil
albab,1 yang istilah ini erat kaitannya dengan aktifitas berpikir dan pemanfaatan akal
pikiran.
dengan makhluk hidup lainnya. Hal ini sebagaimana yang umum dipahami oleh
1
Lihat: Q.S. Ali Imran ayat 190
3
setiap penuntut ilmu bahwa manusia diinterpretasikan sebagai hewan yang berakal
Sejatinya aktifitas berfikir ini dimiliki oleh semua manusia, akan tetapi kadar
kemampuan berfikir pada setiap orang berbeda-beda antara satu dengan yang lain,
hal ini tentu dipengaruhi oleh dorongan-dorongan atau faktor yang melingkupi
kemampuannya dalam berfikir. Dengan demikian, dalam tulisan ini penulis akan
mendeskripsikan tentang apa itu berpikir, proses berpikir dan problem solving
ditinjau dari berbagai teori dan khususnya perspektif Islam yang menjadi pokok
tulisan ini. Kemudian bagaimana proses berpikir dan problem solving dan apa saja
faktor yang mempengaruhi keduanya dan langkah-langkah apa saja yang dilakukan
dalam berpikir dan problem solving tersebut. Dan keseluruhan pembahasan dalam
4
B. PENGERTIAN DAN PROSES BERFIKIR
1. Pengertian Berpikir
makna berpikir, tentu tidak terlepas dari pengertian secara umum dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia. “Berpikir” berasal dari kata “pikir” yang dalam KBBI
dalam bahasa Indonesia yakni, را – فكر999 فكyang memiliki arti memikirkan
hal ini, sangat biasa terjadi disebabakan besar kemungkinan adanya serapan
bahasa Arab pada bahasa Indonesia, dan ini wajar saja ketika melihat catatan
jalur perdagangan di masa lampau. Sementara itu dalam bahasa Inggris “pikir”
penggunaan kata yang berbeda pada kalimat. 5 Dari tiga pendekatan bahasa di
atas, terlebih ketika merujuk kepada KBBI, maka secara etimologi dapat
5
Para ahli filsafat juga tidak luput dari mengemukakan pengertian dari
merupakan sebuah aktivitas. Aktivitas yang dimaksudkan oleh Plato ini adalah
ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya
ide dan konsep di dalam diri seseorang.9 Kaum assosiasionist berpendapat bahwa
Dari serangkaian defenisi yang dikemukakan para ahli di atas penulis dapat
memahami bahwa berfikir itu adalah sebuah aktifitas internal pada diri
6
Lihat: Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) h. 54
7
Pendapat ini dikemukakan oleh Drever (dalam Walgito, 1997) yang dikutip oleh Khodijah, 2006.
Lihat: Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 229.
8
Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 229.
9
Ibid, h. 229
10
Sobur, 2009 dalam Nurussakinah Daulay, Pengantar Psikologi dan Pandangan Al Qur’an tentang
Psikologi, cet. Ke 2 (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2019) h. 160
6
untuk mengembangkan ide, gagasan dan konsep yang ada di dalam diri
seseorang.
Dalam perspektif Islam, terma berpikir terdapat pada banyak ayat dalam al-
Artinya:
Ayat ini mendeskripsikan tentang i’tibar pada penciptaan Allah pada alam
ini yakni langit dan bumi, dan orang-orang yang dapat mengambil I’tibar itu
adalah mereka yang digelari dengan ulul albab. Dalam ilmu munasabah ayat,
ayat berikutnya menjelaskan bagaimana karakter dari ulul albab tersebut, yakni
alam ciptaan Allah dalam segala keadaan dan kondisi. Ulama tafsir
mengemukakan bahwa ulul albab adalah dzawil ‘uqul yakni orang-orang yang
mereka yang memaksimalkan potesnsi akal dan pikirannya dalam mentelaah dan
mengkaji ayat-ayat kauniyah Allah yang tersebardi semesta ini. Dimensi berpikir
11
Ahmad ibn Muhammad As-Showi, Hasyiyah as-Showi ala Tafsir al-Jalalin, (al-Haramain,tt) h.
260-261
7
yang dikuatkan dalam penjabaran ayat di atas seolah menegaskan, bahwa
aktifitas berpikir adalah pondasi dasar kehidupan manusia, jauh sebelum adanya
sebagai dasar primer agama ini telah menyajikan kabar terkait urgensi berpikir
dalam hidup sehingga al Qur’an menyebut mereka dengan ulul albab yakni
Bahkan dalam Al Qur’an banyak sekali terma yang menukilkan dan mengajak
untuk berpikir bahkan ada 100 ayat dalam Al Qur’an yang berkaitan erat dengan
surah; Al Baqarah:2; Al Baqarah: 266; Ali Imran: 65; Ali Imran: 118; Al
Dalam anatomi tubuh manusia, sarana berpikir adalah adalah akal yang
Allah berikan dalam otak. Akan tetapi sejatinya berpikir dalam pandangan Islam
adalah kinerja ruh. Ruh Allah tiupkan ke dalam jasad manusia yang dengan ruh
tersbut berfungsinya segala perangkat tubuh termasuk otak. Oleh karena itu otak
8
mendeskripsikan sesuatu adalah ruh yang ada dalam diri manusia. Hal ini juga
disampaikan oleh Prof. Syaiful Akhyar dalam seminar makalah ini sebelum
berpikir adalah sarana semata, sementara hakikatnya yang berpikir itu adalah
memiliki kesamaan yakni menggunakan potensi akal dan hati untuk mentelaah
muslim yang dikenal dengan Hujjatul Islam pelekatan gelar ini kepada Al
Ghazali bukan tanpa dasar. Hujjatul Islam yang memberikan pengertian bahwa
Al- Ghazali merpakan pembela Islam. Di kalangan ulama istilah Hujjatul Islam
seputar keislaman. Al Ghazali juga dikenal dalam bidang ilmu tasawuf dan
keduanya akan buah yang ketiga.12 Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa
12
Al Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, terj. Faizan (Semarang: Asy-Syifa, 1994) h. 228
9
menurut Al Ghazali berpikir itu menghadirkan dua pengetahuan untuk
Setelah melalui tahapan mencari esensi dari berpikir, maka pada bagian ini
akan dijabarkan tentang bagaimana jenis, tipe dan pola berpikir. Seperti yang
diketahui, bahwa berpikir adalah fitrah yang dimiliki oleh setiap individu, akan
tetapi cara berpkir masing masing individu terdapat perbedaan. Para ahli telah
merumuskan berbagai jenis dan pola berpikir, diantaranya adalah Morgan dkk
(1986) yang dikutip oleh Khodijah dalam Syaiful Akhyar Lubis mengemukakan
a. Berpikir autistik (autistic thinking) yaitu proses berpikir yang sangat pribadi
mimpi.
masalah.13
Sementara itu tipe berpikir menurut De Bono (1989) dalam Syaiful akhyar
Lubis mengemukakan bahwa berpikir memiliki dua tipe yakni, berpikir vertikal
(divergen) adalah tipe berpikir selektif dan kreatif yang menggunakan informasi
bukan hanya untuk kepentingan berpikir tetapi juga untuk hasil dan dapat
13
Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 230.
14
Ibid, h. 230.
10
menggunakan informasi yang tidak relevan atau boleh salah dalam beebrapa
Berikutnya ada pola berpikir yang dikemukakan oleh beberapa ahli, adalam
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa, berpikir memiliki jenis, tipe dan
pola sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Apabila merujuk pada istilah
kebahasaan dapat dipahami perbedaan diantaranya bahwa jenis berpikir itu lebih
dikemukakan di atas terdapat dua jenis yakni langsung dan autistik. Kemudian
tipe, tipe berpikir lebih tepat dipahami dengan pendekatan kebahasaan adalah
corak atau model berpikir, sementara pola berpikir adalah gambaran berpikir.
4. Proses Berpikir
15
Ibid, h. 230.
16
Ibid, h. 231.
11
Proses berpikir atau jalan untuk berpikir pada dasarnya ada tiga tahapan
a. Pembentukan Pengertian
- Menanalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis atau unsure satu
ditemukan ciri mana yang sama dan mana yang tidak sama. Cirri mana
yang selalu ada dan yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan amna
hakiki.
b. Pembentukan pendapat
17
Sumadi Suryadibrata dalam Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif
Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana Publishing, 2021) h. 232-233.
12
adalah dengan meletakkan hubungan antara dua pengertian yang dapat
- Pendapat menolak, yakni dengan tidak menerima ciri dari suatu hal,
misalnya saya tidak setuju, Amir tidak rajin
- Pendapat menerima/mengiyakan, yakni menerima bahwa sifat dari
sesuatu hal. Misalnya Amir itu pandai
- Pendapat asumtif, yakni mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan
suatu sifat pada suatu hal. Misalnya anda mungkin salah mengerti, saya
barangkali keliru.18
Dalam proses berpikir, harus dipahami bahwa, rentetan senarai alur berpikir
di atas, mulai dari jenis, cara, dan proses berpikir, memberikan gambaran dan
masalah. Problem berasal dari bahasa Inggris yang kemudian diadopsi dalam
istilam problem solving yang sudah umum dikenal oleh mayoritas pelajar di
Indonesia. Problem atau masalah yang diapahami disini adalah adalah segala
19
Sumadi Suryadibrata dalam Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Islami Perspektif Wahdatul Ulum,
(Medan: Perdana Publishing, 2021) h.233
13
sesuatu yang timbul apabila ada konflik antara keadaan satu dengan yang lain
Istilah problem solving diartikan sebagai suatu proses mental dan intelektual
yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat.21
adalah sesuatu yang muncul karena adanya konflik antara satu keadaan lainnya.
Dan menurut hemat penulis masalah dapat membuat sesuatu yang berjalan
dengan semestinya akan terganggu dengan adanya masalah tersebut. Dan harus
ada upaya untuk menemukan solusi dari konflik tersebut. Proses dalam upaya
solving.
al-Qur’an pada beberapa tempat. Diantaranya Q.S. al-Insyirah ayat 5-6 yang
tersebut dapat dipahami tiga poin yakni, setiap kesulitan ada kemudahan yang
mengiringinya, kedua setelah selesai satu persoalan harus tetap optimis dalam
hal lainnya, dan ketiga adalah melabuhkan harapan kepada Tuhan sang pencipta.
Menurut hemat penulis ayat ini merupakan ayat yang sejatinya menggambarkan
bagaimana problem solving dalam ranah agama Islam. Ketika ada kesulitan
14
2. Prinsip Problem Solving
jalan keluar.
proses evaluasi ide; sebab yang akhir ini menghambat yang pertama.
g. Situasi masalah kadang perlu diubah menjadi situasi pilihan. Tujuan situasi
masalah, maka situasi masalah itu bisa berubah menjadi situasi pilihan.
kurang obyektif.22
Artinya :
22
Kartini Kartono, Bimbingan dan dasar-dasar Pelaksanaannya, (Jakarta: Rajawali, 1985) h. 142-143
15
“Maka berkat Rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah dan
mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad maka
bertawakkallah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang orang yang
beratwakal. (Q.S. Ali Imran: 159)
persoalan, dalam perspektif tulisan ini adalah problem solving. Prinsip yang
a. Kasih sayang. Prinsip ini mendasari semua prinsip dalam agama Islam.
Selain agama Islam adalah rahmat atau kasih sayang. Pemecahan masalah
c. Musyawarah. Prinsip ini merupakan dasar dari pencarian solusi atas sebuah
dalam ini. Dan tekad untuk menjalankan solusi dari persoalan tersebut juga
16
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DALAM PROSES
PROBLEM SOLVING
Setiap sesuatu pasti ada faktor yang turut mempengaruhi sesuatu tersebut. Tidak
terlepas juga dalam hal problem solving. Menurut Rahmat dalam Syaiful Akhyar
Lubis terdapat 4 faktor yang mempengaruhi proses dalam problem solving. Faktor
tersebut adalah motivasi, kepercayaaan dan sikap yang salah, kebiasaan dan emosi.23
faktor kedewasaan sebagai faktor selain empat faktor tersebut. Ada keterkaitan antara
kedewasaan dan problem solving. Hubungan tersebut ialah apabila seseorang telah
a. Versi Barat
mungkin; (4) Mengevaluasi hipotesis; (5) Jika hipotesis tidak dapat berhasil,
Kesimpulan.25
23
Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 235
24
Ibid, h. 236
25
Mustaqim dan Abdul Wahib, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991) h. 95
17
Masalah; Menentukan Alternatif Pemecahan; (4) Mengidentifikasi Akibat atau
b. Perspektif Islam
hatio dan mendamaikan hati. Penulis memahami apabila hati seseorang damia
maka apapun persoalan akan mudah untuk dicarikan jalan keluarnya. Praktik
pendamaian hati di atas juga dapat dikatakan menanamkan nilai dalam sendi
sesuatunya akan stabil pula. Terkait langkah-langkah di atas, juga sesuai dengan
apa yang pernah dikemukakan oleh ilmuan klasik bernama Abdullah al-Anthaki.
Artinya:
26
Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 237
27
Ibid., h. 245
18
“Ada lima macam obat penawar hati: bergaul dengan orang sholih,
membaca al-Qur’an, mengosongkan perut, qiyamullail, dan bertadharru’
hingga waktu shubuh”28
sangat structural dari sudut pandang keilmuan. Akan tetapi sistematika langkah
yang disusun dan dikemukakan oleh ilmuwan Barat sama sekali tidak
sejatinya tidak menolak struktur keilmuan Barat, hal ini dikarenakan posisi ilmu
dalam Islam tidak memiliki dikotomi karena bersumber dari yang satu yakni
sang Khalik. Akan tetapi apa yang sudah dirumuskan oleh ilmuan Barat perlu
sudah ada sehingga terdapat muatan nilai dalam teori keilmuan yang sudah
Kerangka berpikir dalam problem solving Sebagaimana yang telah dikutip oleh
M. Arifin (Arifin : 1994, 46-49) mengemukakan pendapat Floyd L. Ruch, siapa saja
28
Lihat: Muhammad Nawawi Bin Umar al Jawi, (Syarah Nashoihul Ibad) Bab. 5, Maqolah 14, h. 34
29
Ibid., h. 34-35
19
yang menghadapi permasalahan, akan termotivasi untuk meenyelesaikannya dengan
pemecahan yang disarankan oleh pikirannya; (5) Mencoba lagi, dan kemudian
memperbaiki pola pemecahan objektif.30 Budi Suanda dalam Syaiful Akhyar Lubis
menyatakan ada tujuh kerangka berpikir dalam problem solving, yaitu: Originalitas,
program kerja.31
30
M.Arifin, Ilmu Perbandingan Pendidikan, (Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1994) h. 46-49
31
Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 245-246
20
G. KESIMPULAN
1. Berfikir itu adalah sebuah aktifitas internal pada diri seseorang dengan segenap
2. Jenis berpikir, yaitu : Berpikir autistik (autistic thinking) yaitu proses berpikir
berpikir untuk memecahkan masalah. Tipe berpikir ada dua yakni; Berpikir
vertikal (konvergen) dan berpikir lateral (divergen). Pola berpikir adalah: Pola
berpikir analitis; Pola berpikir kritis. Pola berpikir teknis. Berpikir reflektif.
3. Masalah adalah sesuatu yang muncul karena adanya konflik antara satu keadaan
lainnya. Dan menurut hemat penulis masalah dapat membuat sesuatu yang
Dan harus ada upaya untuk menemukan solusi dari konflik tersebut. Proses
dalam upaya memecahkan atau menemukan solusi dari persoalan tersebut adalah
problem solving.
dengan pendekatan Barat dan kedua pendekatan Islami. Pendekatan Barat adalah
dengan terori umum dan ilmiah yang dikemukakan oleh tokoh dan ilmuan Barat.
21