Anda di halaman 1dari 19

BERFIKIR DAN PROBLEM SOLVING

(TINJAUAN DARI PERSPEKTIF ISLAM)


Oleh : Ahmad Nawawi
Mahasiswa Pascasarjana Program Magister PEDI UINSU

A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan, manusia selalu saja berhadapan dengan ragam persoalan dan

permasalahan yang harus dicarikan jalan keluarnya. Menggunakan dimensi akal dalam

berpikir untuk menemukan solusi dari sebuah permasalahan sejatinya bukan sesuatu

yang mudah. Akan tetapi optimalisasi fungsi akal dalam berpikir sudah pasti akan

memberikan jawaban dari ragam permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Ragam

persoalan dan permasalahan yang ditemukan jawabannya melalui aktifitas berfikir

sering disebut dengan istilah pemecahan masalah atau problem solving.

Ragam masalah yang dihadapkan kepada manusia secara naluri kemanusiaan

sudah pasti berkeinginan untuk segera mengakhirinya atau menemukan jawaban dan

solusinya. Obsesi untuk segera keluar dari masalah yang dihadapi seringkali membuat

manusia berpikir relatif singkat sehingga yang diharapkan sejatinya adalah

penyelesaian masalah namun sebaliknya memunculkan masalah yang baru yang

terkadang lebih rumit dari masalah sebelumnya.

Islam sebagai agama yang komperhensif juga tidak abai terhadap aktifitas berfikir

pada diri manusia. Hal ini dapat dilihat dari sumber primer agama Islam yakni al-

Qur’an yang merangsang manusia untuk memaksimalkan potensi berpikirnya. Hal

tersebut terdapat pada kosa-kata al-Qur’an seperti sebutan ulil albab,1 yang istilah ini

erat kaitannya dengan aktifitas berpikir dan pemanfaatan akal pikiran.

1
Lihat: Q.S. Ali Imran ayat 190

1
Dalam ilmu logika, berfikir menjadi perbedaan yang membedakan manusia

dengan makhluk hidup lainnya. Hal ini sebagaimana yang umum dipahami oleh setiap

penuntut ilmu bahwa manusia diinterpretasikan sebagai hewan yang berakal atau

berpikir (al-Insan Hayawan an-Nathiq).

Sejatinya aktifitas berfikir ini dimiliki oleh semua manusia, akan tetapi kadar

kemampuan berfikir pada setiap orang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, hal

ini tentu dipengaruhi oleh dorongan-dorongan atau faktor yang melingkupi

kemampuannya dalam berfikir. Dengan demikian, dalam tulisan ini penulis akan

mendeskripsikan tentang apa itu berpikir, proses berpikir dan problem solving ditinjau

dari berbagai teori dan khususnya perspektif Islam yang menjadi pokok tulisan ini.

Kemudian bagaimana proses berpikir dan problem solving dan apa saja faktor yang

mempengaruhi keduanya dan langkah-langkah apa saja yang dilakukan dalam berpikir

dan problem solving tersebut. Dan keseluruhan pembahasan dalam tulisan ini akan

ditelaah berdasarkan perspektif Islam.

2
B. PENGERTIAN DAN PROSES BERFIKIR

1. Pengertian Berpikir

Berpikir merupakan fitrah alami yang dimiliki oleh manusia, sejatinya setiap

manusia memiliki kapasitas dan kemampuan untuk berpikir. Menelisik makna

berpikir, tentu tidak terlepas dari pengertian secara umum dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia. “Berpikir” berasal dari kata “pikir” yang dalam KBBI

diartikan dengan akal, budi, ingatan, angan-angan.2 Sementara itu kata “berpikir”

menggunakan akal dan budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu,

menimbang-nimbang dalam ingatan.3 Dalam bahasa Arab “berpikir” disebut

dengan kata yang hampir semisal dengan penyembutannya dalam bahasa

Indonesia yakni, ‫ فكرا – فكر‬yang memiliki arti memikirkan (berpikir).4 Kesamaan

penyebutan dan pemahaman makna bahasa sebagaimana hal ini, sangat biasa

terjadi disebabakan besar kemungkinan adanya serapan bahasa Arab pada bahasa

Indonesia, dan ini wajar saja ketika melihat catatan panjang sejarah Indonesia

yang bersentuhan dengan kebudayaan Arab lewat jalur perdagangan di masa

lampau. Sementara itu dalam bahasa Inggris “pikir” disebut dengan kata

“opinion”, “idea”, “think”, “thought”dsb. Yang keseluruhannya memiliki

pengertian yang serupa namun digunakan pada penggunaan kata yang berbeda

pada kalimat.5 Dari tiga pendekatan bahasa di atas, terlebih ketika merujuk kepada

KBBI, maka secara etimologi dapat dipahami bahwasannya “berpikir” adalah

2
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), https://kbbi.web.id/pikir.
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Ibid.
4
Ahmad Warson Munawir, Al Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, cet. ke-14 (Yogyakarta: Pustaka
Progresif, 1997) h. 1068
5
John. M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Indonesia-Inggris, Third Edition, (Jakarta: Gramedia,
1989) h. 428

3
sebuah aktifitas yang melibatkan akal untuk menghasilkan dan menentukan

sesuatu dalam ingatan seseorang.

Para ahli filsafat juga tidak luput dari mengemukakan pengertian dari

berpikir. Diantaranya adalah Plato. Plato mengemukakan bahwa berpikir itu

merupakan sebuah aktivitas. Aktivitas yang dimaksudkan oleh Plato ini adalah

aktivitas yang sifatnya ideasional bukan motoris. Walau demikian, aktivitas

berfikir juga dapat menggunakan keduanya (ideasional dan motoris). Berpikir

juga menurut Plato adalah aktivitas yang menggunakan abstraksi-abstraksi

“ideas”.6 Para ahli kontemporer mengemukakan bahwa berpikir adalah melatih

ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya

masalah.7 Soslo (1998) dalam Khodijah mengemukakan bahwa berpikir adalah

sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi

informasi dengan interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti penilaian,

abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah.8 Bahkan secara umum

menurut Bochenski, dalam Suriasumantri (ed) berpikir adalah berkembangnya ide

dan konsep di dalam diri seseorang.9 Kaum assosiasionist berpendapat bahwa

berpikir adalah sebagai suatu proses assosiasi saja. Sedangkan kaum fungsionalis

berpendapat bahwa berpikir adalah suatu proses pengetahuan hubungan antara

stimulus dan respons.10

6
Lihat: Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004) h. 54
7
Pendapat ini dikemukakan oleh Drever (dalam Walgito, 1997) yang dikutip oleh Khodijah, 2006.
Lihat: Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 229.
8
Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 229.
9
Ibid, h. 229
10
Sobur, 2009 dalam Nurussakinah Daulay, Pengantar Psikologi dan Pandangan Al Qur’an tentang
Psikologi, cet. Ke 2 (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2019) h. 160

4
Dari serangkaian defenisi yang dikemukakan para ahli di atas penulis dapat

memahami bahwa berfikir itu adalah sebuah aktifitas internal pada diri seseorang

dengan segenap komponen yang kompleks didalamnya dengan tujuan untuk

mengembangkan ide, gagasan dan konsep yang ada di dalam diri seseorang.

Dalam perspektif Islam, terma berpikir terdapat pada banyak ayat dalam al-

Qur’an diantaranya dalam al-Qur’an surah Ali Imran: 190-191.

Artinya:

190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam
dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau
dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan
semua ini sia-sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (Ali
Imran: 190-191).

Ayat ini mendeskripsikan tentang i’tibar pada penciptaan Allah pada alam ini

yakni langit dan bumi, dan orang-orang yang dapat mengambil I’tibar itu adalah

mereka yang digelari dengan ulul albab. Dalam ilmu munasabah ayat, ayat

berikutnya menjelaskan bagaimana karakter dari ulul albab tersebut, yakni

mereka yang mengingat Allah dan merenungkan, memikirkan tentang fenomena

alam ciptaan Allah dalam segala keadaan dan kondisi. Ulama tafsir

mengemukakan bahwa ulul albab adalah dzawil ‘uqul yakni orang-orang yang

memiliki akal yang sempurna.11

11
Ahmad ibn Muhammad As-Showi, Hasyiyah as-Showi ala Tafsir al-Jalalin, (al-Haramain,tt) h. 260-
261

5
Keterangan di atas memberikan pemahaman bahwa para ulul albab adalah

mereka yang memaksimalkan potesnsi akal dan pikirannya dalam mentelaah dan

mengkaji ayat-ayat kauniyah Allah yang tersebardi semesta ini. Dimensi berpikir

yang dikuatkan dalam penjabaran ayat di atas seolah menegaskan, bahwa aktifitas

berpikir adalah pondasi dasar kehidupan manusia, jauh sebelum adanya disiplin

ilmu yang mentelaah aktifitas berpikir secara psikologis, al Quran sebagai dasar

primer agama ini telah menyajikan kabar terkait urgensi berpikir dalam hidup

sehingga al Qur’an menyebut mereka dengan ulul albab yakni mereka yang penuh

dengan keistimewaan.

Apabila dikaji secara terperinci sangat wajar apabila al-Qur’an memberikat

tempat tinggi bagi mereka yang memaksimalkan potensi pikirannya, dikarenakan

secara substansial aktifitas berpikir inilah yang menjadi pembeda antara manusia

dan hewan.

2. Berpikir Menurut Islam

Islam sangat mengedepankan dan memerintahkan ummatnya untuk berpikir.

Bahkan dalam Al Qur’an banyak sekali terma yang menukilkan dan mengajak

manusia untuk memaksimalkan potensi berpikirnya. Bahkan para peneliti

menghimpun setidaknya ada 71 ayat dalam Al Qur’an yang memerintahkan untuk

berpikir bahkan ada 100 ayat dalam Al Qur’an yang berkaitan erat dengan

berpikir. Perintah berpikir diantaranya dapat ditemui dalam Al Qur’an pada surah;

Al Baqarah:2; Al Baqarah: 266; Ali Imran: 65; Ali Imran: 118; Al An’am: 32 dan

sebagainya.

Dalam anatomi tubuh manusia, sarana berpikir adalah adalah akal yang Allah

berikan dalam otak. Akan tetapi sejatinya berpikir dalam pandangan Islam adalah

6
kinerja ruh. Ruh Allah tiupkan ke dalam jasad manusia yang dengan ruh tersbut

berfungsinya segala perangkat tubuh termasuk otak. Oleh karena itu otak hanya

sarana untuk berpikir, namun sejatinya yang berpikir dan mendeskripsikan

sesuatu adalah ruh yang ada dalam diri manusia. Hal ini juga disampaikan oleh

Prof. Syaiful Akhyar dalam seminar makalah ini sebelum dilakukannya revisi atau

perbaikan, beliau menegaskan fungsi otak untuk berpikir adalah sarana semata,

sementara hakikatnya yang berpikir itu adalah ruh. Sementara berfikir dalam

pandangan Al Qur’an ada menggunakan istilah tadzakkur, tafakkur, tadabbur dan

ta’aqqul. Keempat istilah inipada dasarnya memiliki kesamaan yakni

menggunakan potensi akal dan hati untuk mentelaah sesuatu akan tetapi memiliki

perbedaan dari segi pendekatan bahasanya.

Sementara itu salah seorang ilmuwan yang mengemukakan deskripsi berpikir

adalah Al Ghazali. Imam Al Ghazali adalah salah seorang ilmuan muslim yang

dikenal dengan Hujjatul Islam pelekatan gelar ini kepada Al Ghazali bukan tanpa

dasar. Hujjatul Islam yang memberikan pengertian bahwa Al- Ghazali merpakan

pembela Islam. Di kalangan ulama istilah Hujjatul Islam diberikan kepada Al

Ghazali dikarenakan kemampuan beliau dalam mempertahankan prinsip-prinsip

kebenaran Islam dengan argumentasi yang sulit untuk terbantahkan. Dalam dunia

pendidikan Islam Al Ghazali sendiri banyak melahirkan dan mengemukakan

pemikiran-pemikirannya terkait keilmuan seputar keislaman. Al Ghazali juga

dikenal dalam bidang ilmu tasawuf dan belakangan dikenal sebagai pemikir

Islam. Terkait konsep berpikir, Al Ghazali dalam karyanya yang fenomenal yakni

Ihya Ulumiddin mengemukakan defenisi bahwa berpikir adalah menghadirkan

dua ma’rifat (pengetahuan) untuk mengahdirkan ma’rifat (pengetahuan) dalam

7
hati agar dapat membuah dari keduanya akan buah yang ketiga.12 Dari pengertian

ini dapat dipahami bahwa menurut Al Ghazali berpikir itu menghadirkan dua

pengetahuan untuk menghasilkan pengetahuan yang ketiga atau pengetahuan

baru.

3. Jenis, Tipe dan Pola Berpikir

Setelah melalui tahapan mencari esensi dari berpikir, maka pada bagian ini

akan dijabarkan tentang bagaimana jenis, tipe dan pola berpikir. Seperti yang

diketahui, bahwa berpikir adalah fitrah yang dimiliki oleh setiap individu, akan

tetapi cara berpkir masing masing individu terdapat perbedaan. Para ahli telah

merumuskan berbagai jenis dan pola berpikir, diantaranya adalah Morgan dkk

(1986) yang dikutip oleh Khodijah dalam Syaiful Akhyar Lubis mengemukakan

ada dua jenis berpikir, yaitu :

a. Berpikir autistik (autistic thinking) yaitu proses berpikir yang sangat pribadi

menggunakan simbol-simbol dengan makna yang sangat pribadi. Contohnya

mimpi.

b. Berpikir langsung (direct thinking) yaitu berpikir untuk memecahkan

masalah.13

Sementara itu tipe berpikir menurut De Bono (1989) dalam Syaiful akhyar

Lubis mengemukakan bahwa berpikir memiliki dua tipe yakni, berpikir vertikal

(bervikir konvergen) dan berpikir lateral (berpikir divergen).14 Berpikir vertikal

(konvergen) sebagaimana yang diungkapkan oleh De Bono adalah tipe berpikir

tradisional dan generatif yang bersifat logis dengan mengumpulkan dan

12
Al Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, terj. Faizan (Semarang: Asy-Syifa, 1994) h. 228
13
Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 230.
14
Ibid, h. 230.

8
menggunakan hanya informasi yang relevan. Sementara berpikir lateral

(divergen) adalah tipe berpikir selektif dan kreatif yang menggunakan informasi

bukan hanya untuk kepentingan berpikir tetapi juga untuk hasil dan dapat

menggunakan informasi yang tidak relevan atau boleh salah dalam beebrapa

tahapan untuk mencapai pemecahan yang tepat.15

Berikutnya ada pola berpikir yang dikemukakan oleh beberapa ahli, adalam

hal ini penulis mengemukakan empat pola berpikir sebagaimana berikut:

a. Pola berpikir analitis. Analitis adalah tindakan memecah keseluruhan ke


dalam bagian-bagian. Dengan cara ini masalah, apapun bentuknya, bisa
dipahami dengan lebih sederhana. Dengan cara ini pula, orang bisa bekerja
dengan tepat guna.
b. Pola berpikir kritis. Kritis berarati orang yang tidak mudah percaya. Sebelum
percaya atau menganut sesuatu, orang perlu untuk mempertanyakannya,
sampai ia menemukan dasar yang kokoh untuk percaya. Dengan berpikir
orang tidak mudah terombang ambing oleh kabar burung yang meresahkan.
c. Pola berpikir teknis. Berpikir teknis berarti berpikir tentang bagaimana cara
melakukan sesuatu, mulai dari cara menjual barang sampai memperbaiki
mesin yang amat mekanistis. Berpikir mekanis berarti menyelesaikan
masalah jangka pendek dengan tepat guna.
d. Berpikir reflektif. Dengan cara berpikir ini, orang diajak melihat ulang apa
yang telah dilakukannya. Ia diminta melihat sisi baik maupun sisi lemah dari
sikap hidupnya. Dengan menajlani proses ini, orang dipastikan akan selalu
peka pada kelemahan diri maupun lingkungannya.16

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa, berpikir memiliki jenis, tipe dan pola

sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Apabila merujuk pada istilah

kebahasaan dapat dipahami perbedaan diantaranya bahwa jenis berpikir itu lebih

tepatnya menjelaskan tentang sifat dari berpikir. Sebagaimana yang dikemukakan

di atas terdapat dua jenis yakni langsung dan autistik. Kemudian tipe, tipe berpikir

lebih tepat dipahami dengan pendekatan kebahasaan adalah corak atau model

berpikir, sementara pola berpikir adalah gambaran berpikir.

15
Ibid, h. 230.
16
Ibid, h. 231.

9
4. Proses Berpikir

Proses berpikir atau jalan untuk berpikir pada dasarnya ada tiga tahapan yang

harus dilalui yakni: Pembentukan pengertian, pembentukan pendapat dan

penarikan kesimpulan atau keputusan.17

a. Pembentukan Pengertian

Proses berpikir diawali dengan membentuk pengertian. Dan proses ini

dapat dibentuk melalui tiga tahapan yang diutarakan sebagai berikut :

- Menanalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis atau unsure satu

demi satu yang membentuk makna dan pengertian.

- Membanding-bandingkan ciri tersebut untuk dikemukakan dan ditemukan

ciri mana yang sama dan mana yang tidak sama. Cirri mana yang selalu

ada dan yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan amna yang tidak

hakiki.

- Mengabstraksikan, yaitu menyisishkan, memisahkan, memilah atau

membuang ciri-ciri yang tidak hakiki dan menangkap ciri-ciri yang hakiki.

Sebagai contoh untuk mendekatkan paham dalam membentuk pengertian

ini, dapat dengan menganalogikan dengan menklasifikasi manusia dari

berbagai bangsa untuk dianalisa ciri-cirinya baik kepribadian dan ciri

fisiknya. Setelah itu dibandingkan dan kemudian diabstraksikan.

b. Pembentukan pendapat

Setelah melakukan pembentukan pengertian, langkah atau tahapan

berikutnya adalah dengan membentuk pendapat. Pembentukan pendapat ini

17
Sumadi Suryadibrata dalam Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul
Ulum, (Medan: Perdana Publishing, 2021) h. 232-233.

10
adalah dengan meletakkan hubungan antara dua pengertian yang dapat dibuat

rumusannya secara verbal berupa:

- Pendapat menolak, yakni dengan tidak menerima ciri dari suatu hal,
misalnya saya tidak setuju, Amir tidak rajin
- Pendapat menerima/mengiyakan, yakni menerima bahwa sifat dari sesuatu
hal. Misalnya Amir itu pandai
- Pendapat asumtif, yakni mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan
suatu sifat pada suatu hal. Misalnya anda mungkin salah mengerti, saya
barangkali keliru.18

c. Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan

Setelah membentuk pendapat maka sampailah pada keputusan yakni, hasil

dari perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-

pendapat yang telah ada.19

Dalam proses berpikir, harus dipahami bahwa, rentetan senarai alur berpikir

di atas, mulai dari jenis, cara, dan proses berpikir, memberikan gambaran dan

pemahaman bahwa berpikir haruslah sistematis agar terhindar dari kesesatan

berpikir. Sistematika berpikir seseorang akan menentukan kualitas dari pemikiran

yang dihasilkan.

C. PENGERTIAN DAN PRINSIP PROBLEM SOLVING

1. Pengertian Problem Solving

Sebagaimana yang diketahui bahwa problem pada umumnya adalah masalah.

Problem berasal dari bahasa Inggris yang kemudian diadopsi dalam istilam

problem solving yang sudah umum dikenal oleh mayoritas pelajar di Indonesia.

Problem atau masalah yang diapahami disini adalah adalah segala sesuatu yang

18
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,1990) h. 32
19
Sumadi Suryadibrata dalam Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Islami Perspektif Wahdatul Ulum,
(Medan: Perdana Publishing, 2021) h.233

11
timbul apabila ada konflik antara keadaan satu dengan yang lain dalam rangka

untuk mencapai tujuan.20

Istilah problem solving diartikan sebagai suatu proses mental dan intelektual

dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi

yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat.21

Setidaknya dari pendekatan pengertian di atas dapat dipahami bahwa masalah

adalah sesuatu yang muncul karena adanya konflik antara satu keadaan lainnya.

Dan menurut hemat penulis masalah dapat membuat sesuatu yang berjalan dengan

semestinya akan terganggu dengan adanya masalah tersebut. Dan harus ada upaya

untuk menemukan solusi dari konflik tersebut. Proses dalam upaya memecahkan

atau menemukan solusi dari persoalan tersebut adalah problem solving.

Dalam perspektif Islam masalah dan solusinya dideskripsikan Allah dalam al-

Qur’an pada beberapa tempat. Diantaranya Q.S. al-Insyirah ayat 5-6 yang artinya:

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya

bersama kesulitan ada kemudahan”. Dari terjemahan ayat tersebut dapat

dipahami tiga poin yakni, setiap kesulitan ada kemudahan yang mengiringinya,

kedua setelah selesai satu persoalan harus tetap optimis dalam hal lainnya, dan

ketiga adalah melabuhkan harapan kepada Tuhan sang pencipta. Menurut hemat

penulis ayat ini merupakan ayat yang sejatinya menggambarkan bagaimana

problem solving dalam ranah agama Islam. Ketika ada kesulitan yang notabene

adalah sebuah masalah, maka allah telah menjanjikan pemecahannya melalui

kemudahan yang mengiringinya.

20
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta : Andi,1980) h. 181
21
Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 234

12
2. Prinsip Problem Solving

Dalam probel solving terdapat prinsip. Dan adapun prinsip-prinsip yang

mendasari Problem Solving adalah:

a. Keberhasilan dalam memecahkan masalah dapat dicapai jika diarahkan ke

masalah yang ia mampu memecahkannya.

b. Dalam memecahkan masalah, pakailah data/ keterangan yang ada.

c. Titik tolak pemecahan masalah ialah mencari kemungkinan kemungkinan

jalan keluar.

d. Menyadari masalah harus didahulukan dari usaha memecahkan masalah.

e. Proses menciptakan ide-ide baru (innovative) hendaknya dipisahkan dari

proses evaluasi ide; sebab yang akhir ini menghambat yang pertama.

f. Situasi-situasi pilihan, hendaknya dijadikan situasi masalah. Situasi masalah

ditandai dengan adanya hambatan.

g. Situasi masalah kadang perlu diubah menjadi situasi pilihan. Tujuan situasi

masalah adalah menghilangkan hambatan. Jika ditemukan dua pemecahan

masalah, maka situasi masalah itu bisa berubah menjadi situasi pilihan.

h. Pemecahan masalah yang diusulkan oleh pemimpin sering dievaluasi secara

kurang obyektif.22

Menurut perspektif Islam, prinsip problem solving dapat ditelaah dari firman

Allah dalam al Qur’an surah Ali Imran: 159

22
Kartini Kartono, Bimbingan dan dasar-dasar Pelaksanaannya, (Jakarta: Rajawali, 1985) h. 142-143

13
Artinya :
“Maka berkat Rahmat Allah, engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah dan
mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad maka
bertawakkallah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang orang yang
beratwakal. (Q.S. Ali Imran: 159)

Dari ayat di atas dapat diambil beberapa prinsip dalam menyelaikan

persoalan, dalam perspektif tulisan ini adalah problem solving. Prinsip yang dapat

diambil dari ayat tersebut adalah;

a. Kasih sayang. Prinsip ini mendasari semua prinsip dalam agama Islam. Selain

agama Islam adalah rahmat atau kasih sayang. Pemecahan masalah yang

berlandaskan aksih sayang pasti akan mendatangkan maslahat dan

permasalahan yang dihadapi akan menemukan solusi yang baik.

b. Memafkan. Prinsip ini dipahami untuk melihat persoalan bukan subyektif

sehingga unsur-unsur solusi yang dicari dari sebuah permasalahan

mengandung nilai-nilai yang terlepas dari tendensi individu.

c. Musyawarah. Prinsip ini merupakan dasar dari pencarian solusi atas sebuah

persoalan. Lewat jalur musyawarah, dialog dan diskusi akan sebuah

permasalahan akan mudah menemukan solusi yang diinginkan

d. Tekad. Prinsip tekad yang kuat untuk memecahkan masalah tercermin dalam

ini. Dan tekad untuk menjalankan solusi dari persoalan tersebut juga tampak

jelas sebagaimana tertera pada ayat.

e. Berwakil pada Tuhan. Inilah prinsip yang sangat mendasar dalam

menghadapi masalah. Menjadikan Tuhan sebagai wakil. Berbeda dengan

aliran barat yang tidak menyertakan keterlibatan Tuhan di dalamnya.

14
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DALAM PROSES PROBLEM

SOLVING

Setiap sesuatu pasti ada faktor yang turut mempengaruhi sesuatu tersebut. Tidak

terlepas juga dalam hal problem solving. Menurut Rahmat dalam Syaiful Akhyar Lubis

terdapat 4 faktor yang mempengaruhi proses dalam problem solving. Faktor tersebut

adalah motivasi, kepercayaaan dan sikap yang salah, kebiasaan dan emosi.23

Syaiful Akhyar Lubis mengutip Fitri Bona dalam tulisannya menambahkan faktor

kedewasaan sebagai faktor selain empat faktor tersebut. Ada keterkaitan antara

kedewasaan dan problem solving. Hubungan tersebut ialah apabila seseorang telah

mencapai kedewasaan secara emosional, ia akan lebih mudah menemukan problem

solving dari permasalahannya.24

E. LANGKAH-LANGKAH PROBLEM SOLVING

a. Versi Barat

Langkah-langkah problem solving yang dikemukakan oleh Gray yang

dipergunakan ada 6 langkah; (1) Mengerti masalahnya; (2) Mengumpulkan

keterangan atau data; (3) Menformulasikan atau pemecahan masalah yang

mungkin; (4) Mengevaluasi hipotesis; (5) Jika hipotesis tidak dapat berhasil, maka

perlu kembali penyelidikan literatur. Tetapi apabila percobaan berhasil, maka

dapat diteruskan ke langkah berikutnya; (6) Pembuatan eksperimen; (7)

Kesimpulan.25

Langkah-langkah lain menurut John Dewey langkah-langkah untuk problem

solving adalah sebagai berikut; (1) Mengidentifikasi masalah; (2) Merumuskan

23
Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 235
24
Ibid, h. 236
25
Mustaqim dan Abdul Wahib, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991) h. 95

15
Masalah; Menentukan Alternatif Pemecahan; (4) Mengidentifikasi Akibat atau

konsekuensi dari Pengambilan Setiap Alternatif; (5) Memilih Alternatif Terbaik;

(6) Menguji Akibat dari pengambilan Keputusan.26

b. Perspektif Islam

Dalam perspektif Islam langkah-langkah dalam problem solving

sebagaimana dikemukakan oleh Lahmuddin Lubis dalam Syaiful Akhyar Lubis

sebagai berikut; (1) Mendirikan shalat dengan khusyu’; (2) Memperbanyak

membaca al-Qur’an; (3) Memperbanyak Dzikir; (4) Memperbanyak Bersedekah;

(5) Pemaaf; (6) Sabar; (7) Ikhlas.27

Apa yang dikemukakan di atas sepintas adalah praktik yang menenangkan

hatio dan mendamaikan hati. Penulis memahami apabila hati seseorang damia

maka apapun persoalan akan mudah untuk dicarikan jalan keluarnya. Praktik

pendamaian hati di atas juga dapat dikatakan menanamkan nilai dalam sendi

kehidupan. Sehingga apapun yang dialami tentu akan dapat diseselsaikan. Bahasa

sederhananya adalah apabila pondasi beraga stabil maka segala sesuatunya akan

stabil pula. Terkait langkah-langkah di atas, juga sesuai dengan apa yang pernah

dikemukakan oleh ilmuan klasik bernama Abdullah al-Anthaki. Beliau

mengemukan dalam mengobati hati yang merupakan sumber segala permasalahan

adalah sebagai berikut:

Artinya:

26
Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 237
27
Ibid., h. 245

16
“Ada lima macam obat penawar hati: bergaul dengan orang sholih, membaca
al-Qur’an, mengosongkan perut, qiyamullail, dan bertadharru’ hingga waktu
shubuh”28

Syaikh Nawawi al Bantani dalam syarahnya menambahkan dan menjelaskan

bahwa yang dimaksud dengan mbergaul dengan orang shalih adalah termasuk

dengan menghadiri majelis-majelis ilmu, membaca al-Qur’an berikut dengan

mentadabbur maknanya, mengosongkan perut adalah dengan berpuasa, dan

bertadharru’ adalah dengan bersembah sujud kepada Allah di penghujung malam

menjelang shubuh.29

Langkah-langkah yang dikemukakan oleh ilmuan Barat di atas dapat dilihat

sangat structural dari sudut pandang keilmuan. Akan tetapi sistematika langkah

yang disusun dan dikemukakan oleh ilmuwan Barat sama sekali tidak menyentuh

aspek nilai di dalamnya. Secara integrasi ilmu pengetahuan, Islam sejatinya tidak

menolak struktur keilmuan Barat, hal ini dikarenakan posisi ilmu dalam Islam

tidak memiliki dikotomi karena bersumber dari yang satu yakni sang Khalik.

Akan tetapi apa yang sudah dirumuskan oleh ilmuan Barat perlu penyempurnaan

dengan pendekatan nilai di dalamnya, dan pendekatan niali tersebut adalah

dengan menyandingkan konsep Islam dalam rumusan yang sudah ada sehingga

terdapat muatan nilai dalam teori keilmuan yang sudah dirumuskan. Dan nilai

tersebut adalah nilai-nilai Islami yang merupakan rahmatan lil alamin.

F. KERANGKA BERPIKIR DALAM PROBLEM SOLVING

Kerangka berpikir dalam problem solving Sebagaimana yang telah dikutip oleh

M. Arifin (Arifin : 1994, 46-49) mengemukakan pendapat Floyd L. Ruch, siapa saja

yang menghadapi permasalahan, akan termotivasi untuk meenyelesaikannya dengan

28
Lihat: Muhammad Nawawi Bin Umar al Jawi, (Syarah Nashoihul Ibad) Bab. 5, Maqolah 14, h. 34
29
Ibid., h. 34-35

17
melalui tahapan sebagai berikut; (1) Memperhatikan terhadap problema yang

dihadapi; (2) Mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan problema; (3)

Mencoba menarik sejumlah pemecahan yang dianggap mungkin; (4) Menilai

pemecahan yang disarankan oleh pikirannya; (5) Mencoba lagi, dan kemudian

memperbaiki pola pemecahan objektif.30 Budi Suanda dalam Syaiful Akhyar Lubis

menyatakan ada tujuh kerangka berpikir dalam problem solving, yaitu: Originalitas,

Menentukan Target, Memecahkan Masalah, Memiliki Sistem Khusus, Mengumpulkan

Informasi, Orientasi kepada orang lain, memperbaiki jadwal dan program kerja.31

30
M.Arifin, Ilmu Perbandingan Pendidikan, (Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1994) h. 46-49
31
Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Pendidikan Islami Perspektif Wahdatul Ulum, (Medan: Perdana
Publishing, 2021) h. 245-246

18
G. KESIMPULAN

1. Berfikir itu adalah sebuah aktifitas internal pada diri seseorang dengan segenap

komponen yang kompleks didalamnya dengan tujuan untuk mengembangkan ide,

gagasan dan konsep yang ada di dalam diri seseorang.

2. Jenis berpikir, yaitu : Berpikir autistik (autistic thinking) yaitu proses berpikir

yang sangat pribadi menggunakan simbol-simbol dengan makna yang sangat

pribadi. Contohnya mimpi. Dan berpikir langsung (direct thinking) yaitu berpikir

untuk memecahkan masalah. Tipe berpikir ada dua yakni; Berpikir vertikal

(konvergen) dan berpikir lateral (divergen). Pola berpikir adalah: Pola berpikir

analitis; Pola berpikir kritis. Pola berpikir teknis. Berpikir reflektif.

3. Masalah adalah sesuatu yang muncul karena adanya konflik antara satu keadaan

lainnya. Dan menurut hemat penulis masalah dapat membuat sesuatu yang

berjalan dengan semestinya akan terganggu dengan adanya masalah tersebut. Dan

harus ada upaya untuk menemukan solusi dari konflik tersebut. Proses dalam

upaya memecahkan atau menemukan solusi dari persoalan tersebut adalah

problem solving.

4. Langkah-langkah Problem solving terbagi pada dua pendekatan, pertama adalah

dengan pendekatan Barat dan kedua pendekatan Islami. Pendekatan Barat adalah

dengan terori umum dan ilmiah yang dikemukakan oleh tokoh dan ilmuan Barat.

Sementara perspektif Islami adalah dengan pendekatan nilai-nilai keislaman yang

termuat dalam sumber-sumber primer keislaman,

19

Anda mungkin juga menyukai