Tayammum adalah rukhshah (atau hukum yang berlaku berdasarkan suatu dalil
menyalahi dalil yang ada karena adanya udzur) di saat tidak ada air. Sebagian ulama ada yang
mengatakan tayammum itu adalah azimah (atau hukum yang ditetapkan Allah pertama kali
dalam bentuk hukum-hukum umum dan tidak terikat dengan situasi dan kondisi tertentu).
bersuci ketika tidak ada air. Sebagian ulama mengatakan apabila air tersebut benar-benar
tidak ada di suatu daerah, maka tayammum tersebut adalah azimah. Jika tidak demikian,
maka ia adalah rukhshah dengan dalil keabsahan bertayammum bagi seorang pendurhaka
ketika melakukan perjalanan sebelum ia bertaubat jika benar-benar tidak ada air, dan dalil
tentang ketidakabsahan bertayammum ketika ada air tanpa adanya udzur yang dibenarkan
Apabila engkau tidak bisa menggunakan air untuk bersuci karena adanya suatu udzur
yang dibenarkan oleh syariat, maka engkau boleh bertayammum. adapun udzur yang
Ketiadaan air menjelang waktu shalat dan engkau telah mencarinya terlebih dahulu.
Karena adanya udzur seperti sakit (yang menyebabkanmu tidak bisa menggunakan
air)
Karena engkau di kurung atau ditahan tanpa alasan yang benar, sehingga air tidak bisa
sampai kepadamu.
Karena air yang ada hanya cukup untuk diminum olehmu dan temanmu yang bukan
orang murtad, bukan juga yang suka meninggalkan shalat, dan juga bukan orang kafir. Dan
apabila air itu digunakan untuk suatu keperluan, maka wajib menyimpannya dan diharamkan
Karena ada luka atau penyakit dan ditakutkan akan bertambah parah jika
menggunakan air berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim, bahwasanya ada
seorang lelaki menderita luka pada zaman Rasulullah saw. Kemudian lelaki itu mimpi basah,
ia disuruh orang-orang untuk mandi. Maka lelaki itupun mandi hingga akhirnya meninggal.
Berita kematiannya akhirnya sampai kepada Rasulullah saw, lantas beliau bersabda: "Mereka
telah membunuhnya, bukankah kalau tidak tahu (tentang suatu perkara) mereka harus
bertanya (kepadaku?)."
shalat, karena tayammum adalah salah satu cara bersuci yang bersifat darurat, dan tidak ada
Kemudian bertayammumlah dengan tanah yang baik, murni (tidak tercampur dengan
kapur maupun pasir), suci (tidak tercampur najis maupun yang sudah dipakai untuk
bertayammum) dan lembut. Kemudian pukulkanlah kedua tanganmu ke atas tanah dengan
merapatkan jari-jarimu (pada pukulan pertama kali), karena pukulan pertama dimaksudkan
untuk mengusap wajah, jadi tidak perlu merenggangkan jari-jari kedua tangan, cara ini tidak
melanggar ketentuan syariat, demikianlah yang disebutkan dalam kitab Ihya 'Ulumuddin,
pendapat ini bertentangan dengan pendapat An-Nawawi, Al-Mahalli dan Syaikhul Islam yang
tiap-tiap pukulan (yakni pada pukulan pertama dan kedua), karena debu lebih merata
menempel dikedua telapak tangan sehingga bertayammum tidak melebihi dengan dua kali
pukulan.
Aku berniat tayammum agar diperbolehkan mengerjakan shalat karena Allah Ta'ala
usapkan kedua telapak tanganmu dengan merapatkan jari-jarimu ke wajah dengan sekali
Janganlah memaksakan debu agar sampai ke tempat tumbuhnya rambut, baik yang
tipis maupun yang lebat, karena hal tersebut tidak disunnahkan mengingat tingkat kesulitan
dalam mengerjakannya, kecuali rambut tipis yang tumbuh di dagu wanita, sedangkan
Kemudian lepaskanlah cincinmu, karena melepas cincin untuk usapan yang kedua
adalah wajib hukumnya, supaya debu bisa menempel rata di jari tangan, dan tidak cukup
hanya dengan menggerak-gerakkan cincin, karena debu tidak akan masuk secara merata di
bawahnya lantaran ketebalan cincin tersebut. Lain halnya apabila menggunakan air, karena
kewajiban untuk melepaskan cincin adalah ketika mengusap. Demikianlah disebutkan oleh
Ahmad Al-Mahiy. Sedangkan dalam tepukan pertama, maka hukumnya sunnah supaya
seluruh wajah bisa terusap secara merata dengan kedua telapak tangan. Demikianlah yang
Tepukkanlah kedua tanganmu untuk kali yang kedua dengan merenggangkan jari-
jarimu, merenggangkan jari-jari dalam tepukan kedua ini harus engkau lakukan supaya debu
lebih menempel secara rata di telapak tangan dan jari-jari. Dan usapkanlah dengan kedua
telapak tanganmu pada kedua tangan sampai siku dimulai dengan mengusap tangan kanan
terlebih dahulu. Apabila belum merata, maka tepuklah sekali lagi hingga memenuhi
keduanya. Kemudian usapkanlah salah satu tanganmu pada telapak tangan yang lain dan
Disunnahkan untuk mengusap kedua tangan dengan tata-cara yang telah masyhur,
yaitu dengan meletakkan jari-jari tangan kiri bagian dalam selain ibu jari di bawah ujung-
ujung jari tangan kanan bagian luar yang di mana ujung jari-jari kanan tidak melebihi jari
telunjuk tangan kiri dan ujung jari telunjuk tangan kanan tidak melebihi ujung jari-jari tangan
kiri, kemudian tangan kiri (telapak tangan dan jari-jarinya) mulai mengusap telapak tangan
kanan bagian atas, kemudian merapatkan ujung jari-jari ketika sampai siku lalu
memiringkannya, kemudian memutar telapak tangan kiri bagian dalam ke arah siku bagian
dalam dengan terus mengusap, sedangkan ibu jari tangan kanan diangkat untuk di usapkan di
atas ibu jari tangan kanan bagian atas, kemudian mengusap tangan kiri dengan cara seperti
mengusap tangan kanan. Kemudian mengusap telapak tangan bagian dalam secara
bergantian. Mengusap kedua telapak tangan bagian dalam ini tidak diwajibkan sebagaimana
kewajiban mengusap kedua tangan. Diperbolehkan untuk mengusap kedua lengan dengan
debu yang dipergunakan untuk mengusap kedua tangan karena lengan masih termasuk dalam
kategori tangan dan juga tidak memungkinkan untuk mengusap lengan dengan debu yang
menempel di telapak tangannya, hal ini seperti tidak mungkinnya memindahkan air wudhu
dari satu anggota badan untuk membasuh anggota badan lainnya, begitu juga karena kedua
tangan adalah seperti satu kesatuan. Demikianlah yang disebutkan oleh Al-Bujairami.
Kemudian shalatlah fardhu sekali dan shalat sunnah yang ingin engkau kerjakan.
Apabila engkau ingin shalat fardhu lainnya, maka ulangilah tayamummu meskipun engkau
tidak berhadats. Demikianlah setiap shalat fardhu dikerjakan dengan satu kali tayammum.
Dan apabila shalatmu yang kedua merupakan pengulangan shalat fardhu, maka cukup bagimu
untuk mengerjakannya dengan satu kali tayammum, karena shalat tersebut dianggap shalat
sunnah meskipun engkau berniat shalat fardhu ketika menjalankannya. Engkau juga
diperbolehkan untuk menggabungkan antara shalat dhuhur dengan shalat Jum'at dengan satu
kali tayammum.