Anda di halaman 1dari 16

Hakikat Ushul Fiqh

Tim DSN-MUI
DSN-MUI INSTITUTE

Agustus 2017
(1)
Hakikat Ushul Fiqh
(Pengertian, Manfaat, dan Qawa`id
Ushul serta Qawa`id Fiqhiyyah)
Pengertian Ushul Fiqh

 Pengertian Ushul Fiqh secara Bahasa


 Ushul fiqh terdiri atas dua kata; yaitu ushul dan fiqh. Secara
bahasa, ushul (berasal dari kata al-ashl) yang berarti pokok,
dasar, sumber, dan fondasi; ulama berpendapat bahwa al-ashl
(fondasi) berarti sesuatu yang di atasnya sesuatu yang lain
dibangun (ma buniya `alaih dzalika al-syai`)
 Fiqh secara bahasa berarti penegtahuan/pemahaman (al-fahm);
yaitu pengetahuan subyek hukum (pakar) tentang hukum syariah
yang bersifat amali/praktek (apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan) berasarkan al-Qur’an dan sunah.

 Pengertian Ushul Fiqh secara Istilah


 Pengertian ushul fiqh secara terminologis seringkali disebut “Ilmu”
Ushul fiqh; yaitu seperangkat ilmu tentang kaidah atau metode-
metode memahami al-Qur’an dan sunnah dalam rangka mencapai
kesimpulan hukum (fiqh)
Obyek Kajian Ushul Fiqh

 Metodologi penetapan hukum, klasifikasi argumentasi serta kondisi


yang melatarbelakangi dalil-dalil hukum (itsbat al-ahkam);
Dalam rangka memperoleh kesimpulan hukum yang tepat, diperlukan
ilmu bantu; yaitu:
 Ilmu al-Qur’an dan ilmu tafsir (di antaranya ilmu asbab al-nuzul
dan pendekatan/metode penafsiran al-Qur’an);
 Ilmu Hadits (terutama terkait status hadits shahih, hasan, dan
dha`if [lemah]).
 Metodologi penerapan hukum, pengetahuan subyek hukum terkait
sebab, syarat, dan sebab terhalangnya penerapan hukum (tanfidz al-
ahkam/tathbiqh al-ahkam).
Manfaat Ushul Fiqh

 Diketahuinya argumen ketetapan hukum baik kesimpulan hukum yang


disepakati (mutafaq `alaih) maupun yang diperselisihkan (mukhtalaf
fih);
 Diketahuinya ketetapan hukum yang bersifat tauqifi (ditetapkan Allah
dan Rasul secara langsung) dan yang bersifat ijtihadi (melalui proses
nalar logis dengan metodologi yang shahih);
 Diketahuinya cara berpikir yang digunakan pakar ushul fiqh; sehingga
memungkinkan yang mempelajarinya menggunakan metode-metode
tersebut dalam rangka menetapkan hukum-hukum kontemporer yang
memerlukan kesimpulan hukum (waqi`i)
Sejarah Ushul Fiqh
 Ilmu ushul fiqh tumbuh bersama ilmu fiqh; ulama generasi awal (sahabat)
telah banyak berijtihad untuk mencari kesimpulan hukum; di antaranya Ali
Ibn Abi Talib telah menganalogikan ketentuan sanksi bagi pemabuk
terhadap sanksi qadzaf; dan Ibn Mas`ud telah menentukan `iddah bagi
wanita hamil yang ditinggal wafat suaminya.
 Pada masa tabi`in ushul fiqh semakin berkembang, karena namyaknya
waqi`iyyat yang memerlukan kesimpulan hukum; pada fase ini terkenal
dua aliran hukum; yaitu aliran Madinah (di antaranya Sa`id Ibn al-
Musayyab) yang banyak menggunakan hadits sebagai dalil dan
menjadikan `amal ulama Madinah sebagai dalil; dan ulama Irak (antara
lain Ibrahim al-Nakha`i) yang banyak menggunakan ra’y dalam
mengambil kesimpulan hukum.
 Setelah periode tabi`in, ushul fiqh diupayakan lebih sistematis; generasi
imam Madzhab memulai mengukuhkan seperangkat metodologis sebagai
paradigma yang khas; Abu Hanifah sebagai ahli ra’y, Imam malik
sebagai ahli hadits, imam Syafi`i sebagai ahli qiyas, dan Daud al-Zhahiri
memiliki metode alqadhaya al-mudarrajat.
Ushul Fiqh dan Qawa`id Fiqh

 Ushul fiqh merupakan metode-metode itsbat al-ahkam dan tantidz al-


ahkam/tathbiq al-ahkam.
 Kaidah ushul (fiqh) pada umumnya berupa kesimpulan atau metode-
metode penetapan dan penerapan hukum baik terkait pendekatan
kebahasaan (bayani [dilalah/mannthuq dan mafhum) maupun ra’y
(misalnya: al-ashl fi al-amr li al-wujub dan al-hukm yadurru ma`a `illatihu
wujudan wa `adaman).
 Qawa`id fiqh merupakan kaidah atau teori yang berupa kesimpulan
umum (teori) yang dihimpun atau diambil dari masalah-masalah
fiqhiyyah yang bermacam-macam sebagai hasil ijtihad para mujtahid
karena keserupaan dan persamaan-persamaan (misalnya: al-ashl fi al-
asyya’ al-ibahah).
(2)
Hukum Syara’
(Penegrtian, Hukum Taklifi, Hukum Wadh`i)
Unsur-Unsur Hukum Syara’

No Unsur Penjelasan
01. Hukm Perintah Allah yang berkaitan dengan perbuatan
hamba (mukallaf/subyek hukum) dalam bentuk
tuntutan (iqtidha’), pilihan (al-takhyir), dan
hubungan sebab akibat (al-wadh`).
02. Hakim Allah (al-Qur’an), Rasul (sunah), dan ulama/
mujtahid/mufti (ijtihad).
03. Mahkum fih Perbuatan hamba yang cakap hukum (subyek
hukum/mukallaf)
04. Mahkum `Alaih Hamba yang sudah cakap hukum (subyek
hukum/mukallaf).
Hukum Syara’

• Hukum syara` merupakan buah (inti) dari ilmu fiqh dan ilmu ushul fiqh;
ushul fiqh merupakan ikhtiar penggalian hukum dari sumber-sumbernya
(al-Qur’an dan hadits), sedangkan ilmu fiqh mengkaji hasil penggalian
hukum syara` yang berhubungan dengan perbuatan subyek hukum
(mukallaf).
• Bentuk hukum syara` terkait perbuatan mukallaf adalah:
 Iqtidha’; yaitu perintah/larangan Allah dan Rasul bagi mukallaf
untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu.
 Takhyir; yaitu pilihan bagi mukallaf untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu.
 Wadh`i; yaitu hubungan sebab-akibat dalam penerapan hukum.
• Hukum Syara` dibedakan menjadi dua;
 Hukum Tajlifi.
 Hukum wadh`i.
Hukum Taklifi

• Mahmud Muhammad al-Thanthawi menjelaskan bahwa yang


dimaksdud dengan hukum taklifi adalah tuntunan dari Allah kepada
hamba untuk mengerjakan/meningalkan sesuatu (iqtidha’), dan pilihan
untuk mengerjakan/meningalkan sesuatu (al-takhyir).
• Dalam pandangan jumhur ulama, hukum taklifi mencakup lima
kategori; yaitu:
 Wajib; perbuatan yang diberi pahala bagi yang melakukannya
dan disiksa bagi yang meninggalkannya;
 Sunah; perbuatan yang diberi pahala bagi yang melakukannya
dan tidak disiksa bagi yang meninggalkannya;
 Mubah; perbuatan yang tidak diberi pahala bagi yang
melakukannya dan tidak disiksa bagi yang meninggalkannya;
 Makruh; perbuatan yang dibenci bagi yang melakukannya;
 Haram; perbuatan yang diberi siksa bagi yang melakukannya.
Kerangka Hukum yang Lima Fiqh Muamalah Maliyah

Ancaman Wajib
Perintah dan larangan dari Allah

Perintah

Kabar Gembira Sunah

Ma sakata
Mubah Halal
`anhu

Kabar Gembira Makruh


dan Rasul

Larangan Haram
Ancaman Haram
Hukum Wadh`i
• Abd al-Hamid Hakim dalam kitab al-Sullam menjelaskan bahwa yang
dimaksud hukum wadh`i adalah perintah Allah yang berkaitan dengan sebab,
syarat, dan larangan dalam merealisasikan perbuatan hukum.
• Sebab adalah sesuatu yang empirik (tampak secara lahir) yang oleh Syari`
ditentukan sebagai sebab wujudnya kewajiban untuk melaksankan hukum
(misal Azimah dan rukhshah).
• Muhammad Abu Zahrah menjelaskan bahwa syarat adalah sesuatu yang
menjadi tempat bergantung wujudnya akad; tidak adanya syarat
mengakibatkan tidak wujudnya hukum, meskipun adanya syarat tidak
memastikan adanya hukum; dikatakan bahwa syarat merupakan
penyempurna terhadap sebab dan akibat hukum. Ahli ushul membedakan
syarat menjadi dua:
 Syarat syar`iyyah (ditentukan Syari`); dan
 Syarat ja`liyyah (ditentukan `aqid)
• Mani`; yaitu sesuatu yang yang menjadi penghalang wujudnya (kewajiban)
perbuatan hukum; (misal: hutang menjadi penghalang wajib zakat [karena
tidak tidak mencapai nishab setelah dikurangi kewajiban membayar utang])
atau hutang menjadi penghalang direalisasikannya wasiat.
Mahkum `Alaih (Subyek Hukum)

 Cakap hukum (syarat subyektif); yaitu dewasa dan terhindar dari:


 Al-Junun (gila);
 Dha`f al-`aql (dungu; tidak bisa membedakan benar-salah);
 Al-safah (tolol; penggunaan harta yang menyalahi syariah misalnya
sikap boros [al-tabdzir] dan berlebihan [israf] );
 Al-sakar (mabuk; tidak menyadari perbuatan hukum yang
dilakukannya).
 Al-Ikrah (di bawah acaman [lawan dari sukarela/ridha).

Akad yang dilakukan oleh pihak yang tidak cakap hukum bersifat (mauquf);
keabsahan akad bergantung kepada izin wali/pengampu atau pihak lainnya
yang otoritatif. Jika diizinkan, berarti sah akadnya; dan jika tidak diizinkan,
kaka akadnya batal.
Sah, Fasad, dan Batal

Sah; Perbuatan hukum yang terpenuhi rukun dan syaratnya


baik syarat subyektif maupun syarat obyektifnya.

Fasad; rusaknya perbuatan hukum karena cacatnya


salah satu rukun akad (ulama Hanafiah)

Batal; perbuatan hukum yang tidak terpenuhi rukukn dan


syaratnya baik syarat subyektif maupun syarat obyektifnya.
‫وهللا أعلم بالصىاب ‪ ....‬والسالم عليكم ورحمة هللا و بركاته‬

Anda mungkin juga menyukai