Anda di halaman 1dari 3

PERAN FILSAFAT DAN SEJARAH MIPA SAAT INI DAN DIMASA DEPAN

DALAM MENGHADAPI COVID-19


Essay ini ditulis oleh kelompok 3 :
Yuyun aprianingsih (20207270046)
Narita
Firman
Erik
Maulana
siti juwariyah

Perlu diketahui, sebelum adanya pandemic COVID-19 seperti sekarang, pada awal abad
ke 19 disaat perang dunia pertama terjadi, dunia sempat diguncang pandemic yang juga cukup
terkenal pada tahun 1918, yaitu Flu spanyol. Virus ini menginfeksi 500 juta orang di seluruh
dunia dan membunuh sekitar 20 juta sampai dengan 50 juta korban, termasuk di Indonesia saat
itu. Namun proses penyebaran serta dampak kedua virus ini sebenarnya tidak jauh berbeda, baik
dari ekonomi, kesehatan, sosial, budaya, agama, bahkan politik suatu negara dalam skala global.

Coronavirus disease 2019 sendiri atau yang biasa disebut dengan Covid-19 adalah
penyakit pernapasan akut yang disebabkan oleh SARS-CoV-2. Yang berasal dari Pasar makanan
laut Huanan di Wuhan, Provinsi Hubei, China adalah tempat yang disinyalir munculnya infeksi
virus ini (Fehr & Perlman, 2015). Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini merupakan salah satu
dampak dari terganggunya ekosistem yang menyebabkan satwa liar berkonflik dengan manusia
(Santoso, L, & Subiantoro, 2019). Selain itu fenomena ini juga memicu penularan penyakit
zoonosis dari satwa liar ke manusia atau sebaliknya (reverse zoonosis). Hal tersebut ditegaskan
oleh Situs web Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa kehidupan manusia yang
berdampingan dan saling berketergantungan dengan satwa liar dapat memicu penularan penyakit
zoonosis (Lim, 2020). Salah satu penyakit zoonosis yaitu Covid 19 (Plotkin, 2020) dalam sejarah
sebelumnya ada 2 jenis coronavirus lain yang sudah muncul karena terjadi akibat penularan dari
hewan yaitu SARS-CoV dan MERS-CoV(Zhou P, X-G, B, L, & W, 2020). Sementara itu, Flu
Spanyol dikenal dengan nama Influenza 1918 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus H1N1
dengan gen asal unggas. Ketika flu Spanyol pertama kali muncul pada awal musim semi Maret
1918, gejala flu ini memiliki semua ciri khas flu musiman, meskipun jenisnya sangat menular
dan ganas. Salah satu kasus terdaftar pertama adalah Albert Gitchell, seorang juru masak
Angkatan Darat A.S. di Camp Funston di Kansas, yang dirawat di rumah sakit karena demam
104 derajat celcius. Virus menyebar dengan cepat melalui instalasi Angkatan Darat dimana
merupakan rumah bagi 54.000 tentara. Pada akhir bulan, 1.100 tentara telah dirawat di rumah
sakit dan 38 tewas setelah menderita pneumonia. Bahkan, berdasarkan sejarah yang ada, flu
spanyol sendiri diketahui terjadi dalam 3 gelombang sebelum berakhir masa pandemi global, dan
gelombang kedua adalah yang paling mematikan. Sementara pandemi global berlangsung selama
dua tahun, sejumlah besar kematian terjadi pada tiga bulan yang paling kejam pada musim gugur
1918. Sejarawan sekarang percaya bahwa keparahan fatal dari “gelombang kedua” flu Spanyol
disebabkan oleh virus yang bermutasi yang disebarkan oleh gerakan pasukan perang. Di akhir
masa pandemic saat itu, flu spanyol berakhir dengan sendirinya dengan mengandalkan imunitas
manusia . hal tersebut bisa jadi memungkinkan dengan pandemic covid-19 saat ini, mengingat
pandemic masih berlanjut.

Rifa’i, dkk (2020) menjelaskan bahwa terlepas dari suasana yang menyeramkan ini,
terdapat laporan informasi yang cukup menggembirakan bagi dunia. Salah satunya kebijakan
lockdown yang di ambil oleh pemerintah china ternyata memberikan dampak yang cukup besar
terhadap penurunan polusi udara setempat yaitu menurunnya tingkat emisi NO 2 sebesar 30% dan
menurunkan tingkat emisi CO2 25 % (Dutheil, Baker, & Navel, 2020). Tidak jelas sampai kapan
penurunan emisi gas polutan ini akan berlangsung. Apakah jika nanti keparahan pandemi ini
berkurang, emisi gas NOx dan karbon akan naik kembali? Namun pandemi Covid -19
mengajarkan pada kita bahwa alam memiliki cara dan kekuatan sendiri dalam melindungi dan
memulihkan kembali kehidupan di bumi. Selain kondisi alam yang harus kita jaga, salahsatu dari
sekian solusi yang dapat kita lakukan saat ini demi kebaikan di masa depan yaitu dengan
mempertimbangkan perihal perdagangan satwa liar yang mana dapat mendatangkan penyakit
zoonosis. Meskipun beberapa daerah telah menutup perdagangan tersebut, namun tantangan
sebenarnya terletak pada implementasi. Bukan hanya saat pandemi berlangsung tetapi
perdagangan ini harus dihentikan untuk mencegah munculnya pandemic-pandemi baru yang
tentunya berkemungkinan akan berdampak kembali.

Dalam pandangan kosmologi, fenomena Covid-19 ini merupakan realitas yang dinamis.
Hal ini jelas terlihat bahwa virus korona tidak hanya menjangkit satu makhuk saja, misalnya
hewan. Akan tetapi virus korona ini ternyata memiliki interaksi alami dalam karakteristik
tertentu yang tidak hanya menjangkiti hewan, namun dapat menjangkiti manusia. Hal ini
menunjukkan bahwa ternyata karakteristik dinamis virus corona mempunyai kapasitas
mengaktualisasikan bentuk-bentuk keberadaan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi di
sekelilingnya (kurniawan, H.A., 2020).
Idealisme manusia sebagai pemangku amanah Tuhan untuk menjaga dan memelihara
alam nampaknya tidak disadari oleh manusia itu sendiri. Dalam kenyataannya, manusia banyak
yang tidak menjalankan amanah untuk menjaga dan memelihara alam dengan baik. Indikasinya
dapat terlihat dari banyaknya kerusakan alam yang terjadi akibat ulah tangan manusia itu sendiri,
seperti gundulnya hutan-hutan akibat penebangan pohon secara ilegal dan berlebihan,
tercemarnya air sungai akibat pembuangan sampah dan limbah pabrik, rusaknya terumbu karang
dan ekosistem bawah laut akibat bom ikan, tercemarnya udara akibat polusi yang ditimbulkan
oleh volume kendaraan yang tidak terkendali, serta sederet kerusakan alam lainnya. Kerusakan
alam yang terjadi akibat ulah tangan manusia tersebut menjadi penyebab terjadinya berbagai
bencana alam dan gangguan kesehatan yang mengancam keselamatan hidup manusia itu sendiri.
Oleh karena itu diperlukan etika dalam pengembangan sains dan teknologi sehingga tercipta
sinergisme antara alam dan manusia (Siregar, H.S., et al., 2020)

Di Indonesia sendiri pandemi ini telah mengorbankan ribuan orang. Berbanding


terbalik dengan masyarakat terpencil seperti masyarakat Baduy yang sangat jauh dan
menghindari modernitas, pada nyatanya lebih dapat mempertahankan diri dan terhindar dari
tersebarnya virus Covid-19. Dikonfirmasi oleh Kabid Pencegahan Penyakit Menular Dinas
Kesehatan Kabupaten Lebak dr. Firman Rahmatullah, ia menyatakan bahwa sampai saat ini
belum ada warga Baduy yang terpapar Covid-19 (Muhammad, 2020). Kearifan lokalnya masih
menjadi solusi terbaik bagi masyarakat Baduy dalam mitigasi terhadap pandemi Covid-19 ini.
Beberapa kearifan lokal yang dapat memitigasi kasus tersebut tergambarkan pada tradisi
perladangan, aturan dalam membuat bangunan, dan Hutan sebagai tempat perlindungan. Dengan
ditulisnya artikel ini, diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam mitigasi pandemi Covid-
19, sekaligus cerminan untuk menghadapi pembangunan yang akan datang.

Hal tersebut dibuktikan oleh Prasetyo (2019) bahwa kearifan lokal pada masyarakat
tradisional di Indonesia merupakan alternatif dalam mencegah bencana ataupun dalam
penanganan pasca bencana, sehingga kearifan lokal memiliki peran penting dalam memitigasi
bencana yang terjadi di Indonesia. Sehingga Pemerintah dapat memanfaatkan nilai-nilai kearifan
lokal sebagai langkah dalam mitigasi bencana di negara tesebut. Kebermanfaatan kearifan lokal
dalam mitigasi bencana,

Dari essay yg kami tulis diatas, Ada beberapa kesimpulan yang perlu di soroti dari pandemic ini
baik dampak negative maupun dampak positive.
1. Hampir semua Negara di dunia memilih ‘karantina’ sebagai opsi untuk menghentikan
penularan virus covid-19, dan langkah ini memang cukup memberikan efek atas
lambatnya proses penularan virus tersebut, tapi dilain hal, segala sektor yang seharusnya
dilakukan secara tatap muka/ fisik dalam hal ini dlakukan secara online/ daring dimana
ruang lingkup menjadi terbatas dan waktu pekerjaan menjadi flexible dan jauh dari
kriteria waktu pekerjaan seharusnya. Seperti halnya pekerja swasta (kantoran) dan
pekerja di dunia pendidikan (guru) dan sektor lainnya. Kegiatan work from home atau
WFH meski memberikan beberapa kesulitan di beberapa aspek pekerjaan, namun tidak
dipungkiri cukup menguras tenaga dan waktu karna jam kerja yang menjadi flesxibel
tadi.
2. Pandemic covid-19 ini bukan tidak mungkin tidak berakhir, hanya saja memang
memerlukan waktu yg relative lama mengingat imunitas makhluk hidup butuh waktu
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Seperti halnya saat pandemic flu spanyol
terjadi.

Anda mungkin juga menyukai