net/publication/335258798
CITATIONS READS
0 2,695
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Dewi Sutriani Mahalini on 20 August 2019.
ABSTRAK
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
2
DEFINISI
Tuberkulosis SSP dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk yang tidak mudah
diklasifikasikan. Berdasarkan lokasinya dikelompokkan menjadi 2 yaitu
tuberculosis (SSP) intracranial dan tuberculosis (SSP) spinal. Tuberculosis
intracranial, dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk yaitu meningitis
tuberculosis, MTB dengan TB milier, ensefalopati tuberkulosis, vaskulopati
tuberculosis, tuberkuloma SSP, tuberculosis abses serebri. Tuberkulosis spinal,
dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk juga yaitu: Pott’s spine dan
paraplegia, tuberkulosis arakhnoiditis, spinal tuberculosis non-osseus, spinal
meningitis. Meningitis tuberkulosis (MTB) merupakan bentuk infeksi berat yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bentuk paling
umum dari tuberculosis susunan saraf pusat.2-4
FAKTOR RISIKO
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
3
MANIFESTASI KLINIS
Sebagai faktor risiko yang harus dicurigai MTB pada anak adalah adanya
riwayat infeksi TB paru, infeksi HIV. Sekitar 60% anak dengan MTB menunjukkan
bukti radiologi terinfeksi TB paru. Insiden tertinggi MTB pada anak terjadi pada
usia 2-4 tahun.8
Pada fase prodromal, dapat menunjukkan gejala berupa demam ringan
(sub-febris), malaise, sakit kepala, pusing, muntah muntah dan/atau delirium,
penurunan kesadaran, perubahan kepribadian yang menetap selama beberapa
minggu. Kemudian pasien dapat menunjukkan gejala sakit kepala yang memberat,
penurunan kesadaran, kejang. Kejang merupakan gejala klinis yang sering terjadi
pada anak anak sampai mencapai 50% kasus. Gejala klinis yang klasik seperti
kaku kuduk dan demam dapat saja tidak muncul. Pemeriksaan neurologis
menunjukkan kaku kuduk dan/atau tanda Kernig positif, Brudzinki I dan II positif.
Jika tidak diberikan terapi OAT maka dapat terjadi koma dan kematian.9
Presentasi klinis yang klasik dari penyakit meningitis sub-akut sulit
dibedakan dari penyebab meningoencephalitis lainnya. Saat gejala neurologis
penyakit yang telah lanjut muncul (seperti koma, kejang, peningkatan tekanan
intrakranial serta hemiparesis), diagnosis terlihat jelas namun prognosisnya buruk.
Gangguan motorik dapat muncul setelah infark basal ganglia dan muncul
sebagai tremor, korea, ballismus atau myoclonus. Pada beberapa anak dapat
datang dengan ensefalopati tuberkulosis dengan disseminated tuberculosis
namun tanpa bukti meningitis secara klinis ataupun pada cairan serebrospinal.4
Pada MTB dengan keterlibatan spinal, menunjukkan gejala paraplegi dan
muncul pada <10% kasus. Tuberkulosis vertebral (Pott’s disease) menyumbang
sebanyak seperempat pasien dengan MTB spinal dan dapat berhubungan dengan
abses paravertebral atau gibbus.10
Seringkali pasien datang sudah dengan manifestasi klinis dan komplikasi
MTB. Komplikasi yang paling sering dijumpai adalah adanya hidrosefalus baik
hidrosefalus komunikating maupun non komunikating (obstruktif). Sekitar 80%
pasien dengan MTB mengalami hidrosefalus (Sekitar 70% kasus dengan
hidrosefalus komunikating dan sekitar 20% menunjukkan hidrosefalus obstruktif).
Adanya hidrosefalus juga dapat disertai peningkatan tekanan intracranial. dengan
gejala ubun ubun besar membonjol, muntah muntah, kejang, dan kesadaran
menurun.8
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
4
DIAGNOSIS MENINGITIS TB
Gambaran CSS pada MTB kadang kadang sulit dibedakan dengan pada
meningitis bakteri terutama yang telah mendapat terapi antibiotika sebelumnya,
meningitis aseptic/virus dan infeksi oleh Cryptococcus. Berikut adalah gambaran
analisis CSS pada MTB yang dapat digunakan sebagai patokan, sedangkan pada
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
5
PENGECATAN BTA
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
6
KULTUR
Kultur BTA dapat dikerjakan dalam beberapa minggu dan memiliki sensitivitas
yang rendah 40-80%. Kultur harus dikerjakan sehubungan dengan penentuan
sensitivitas terhadap OAT. Pemeriksaan ini tergolong mahal dan merupakan teknik
diagnostik yang lambat, tidak terjangkau pada beberapa pasien. Waktu untuk hasil
positif bergantung pada jumlah basiler dan akan menjadi positif dalam 4 minggu
pada sebagian besar kasus, namun kultur hanya dilaporkan negatif pada akhir
minggu ke enam inkubasi. Kultur penting untuk fenotiping sensitivitas terhadap
obat dan untuk konfirmasi resistensi diperlukan teknik molekuler.11
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
7
FOTO THORAK
Foto thorak dibutuhkan pada pasien yang tidak dapat mengeluarkan sputum atau
yang memiliki hasil Xpert negatif dan HIV positif, dan diduga terdapat TB
ekstrapulmoner (seperti efusi pleura dan TB perikardial). Saat foto thorak tidak
spesifik untuk TB, Temuan pada foto thorax harus diinterpretasi sesuai dengan
riwayat dan temuan klinis pasien. Adanya infiltrat, pembesaran kelenjar getah
bening atau kavitas sangat mendukung adanya TB.
Indikasi penggunaan foto thorak lainnya mencakup:
• Membantu diagnosis saat adanya dugaan komplikasi penyakit TB seperti
pneumothorak, efusi pleura, atau pasien dengan hemoptisis berulang dan
berat.
• Untuk membantu diagnosis penyakit paru yang terjadi secara bersamaan
seperti kanker paru, bronkiektasis.12
PEMERIKSAAN HISTOLOGI
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
8
METODE MOLEKULER
IGRA merupakan pemeriksaan darah yang dapat mendeteksi infeksi MTB namun
tidak dapat membedakan TB laten dengan TB aktif. Pemeriksaan ini tidak
terpengaruh dengan riwayat vaksinasi BCG.12 Pemeriksaan IGRA dengan sampel
CSS memiliki sensitivitas 54-84% dan spesifisitas 73-89% namun diperlukan
volume CSS yang lebih banyak. WHO tidak merekomendasikan pemeriksaan ini
dalam kondisi pendapatan rendah dan menengah.8
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
9
resistensi obat TB terutama pada kelompok dengan risiko tinggi. Xpert MTBRIF
dapat dilakukan pada kumbah lambung, lymph node fine needle aspirates,
biopsi cairan serebrospinal dan pleura.
2. Line Probe assay
Line Probe assay berguna untuk konfirmasi resistensi obat dan mendeteksi
resistensi Rifampicin maupun Isoniazid.
Keuntungan pemeriksaan Xpert MTB/RIF adalah
• Deteksi Mycobacterium tuberculosis dan resistensi Rifampicin dari satu
spesimen dalam waktu yang bersamaan.
• Proses waktu pemeriksaan 2 jam.
• Spesifik untuk kompleks Mycobacterium tuberculosis (dapat membedakan
MTB dari mycobacterium lainnya).
• Dapat digunakan untuk pemeriksaan cairan serebrospinal, aspirasi (gaster,
kelenjar getah bening) dan jaringan (biopsi pleura).
• Pemeriksaan untuk setiap spesimen dilakukan dalam sistem tertutup
(cartridge), sehingga menurunkan risiko kontaminasi silang dan human
error.
Keterbatasan pemeriksaan Xpert MTB/RIF adalah:
• Tidak dapat digunakan untuk memantau pengobatan karena tidak dapat
membedakan basilus hidup atau mati, sehingga penggunaannya terbatas
pada diagnosis.
• Sebagian kecil resisten Rifampicin yang terdeteksi tidak berhubungan
dengan resisten fisiologis (menyebabkan perdebatan antara hasil Xpert
dan DST atau dengan hasil luaran klinis).
• Pemeriksaan ini bersifat semi kuantitatif dan menjabarkan hasil positif
dengan “sangat rendah”, “rendah”, “sedang”, dan “tinggi”. Tingkatan ini
tidak dilaporkan pada hasil laboratorium. Tidak ada hubungan langsung
antara Xpert semi kuantitatif dengan tingkatan hapusan sedikit, (+), (++),
dan (+++).
Bila GeneXpert tersedia, kultur masih dibutuhkan untuk:
• Individu HIV positif dengan suspek TB yang memiliki hasil Xpert MTB/RIF
negatif
• Kasus TB yang terdiagnosis dengan resisten Rifampicin pada Xpert
MTB/RIF untuk uji sensitivitas obat lainnya
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
10
• Pada kasus tidak umum dimana hasil rifampicin sensitif namun pasien
gagal dalam perawatan dan kepatuhan pengobatan baik dan dicurigai
resisten terhadap obat lain selain rifampicin.
1. Thwaites score
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
11
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
12
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
13
KOMPLIKASI
Pasien MTB dapat datang pada saat penyakit sudah lanjut, sehingga dapat
datang dengan keluhan utama yang merupakan komplikasi MTB. Pengetahuan
tentang komplikasi MTB juga sangat penting dalam diagnosis MTB walaupun
pengobatan sudah sangat terlambat. Komplikasi neurologi dan sistemik dari MTB
merupakan penyebab penting mortalitas serta morbiditas jangka panjang.
Sebagian besar pasien memiliki komplikasi multipel. Mortalitas dan sekuele
serius jangka panjang masih muncul pada sekitar 50% pasien dengan meningitis
tuberkulosa. Frekuensi dan gambaran klinis komplikasi neurologi dan sistemik
dijabarkan dalam sebuah penelitian retrospektif dari 104 pasien dengan MTB.
Komplikasi terjadi pada 81 pasien (78%) dan meninggal 23 (22%). Komplikasi
yang sering adalah: hiponatremia 49%, hidrosefalus 42%, stroke 33%, paresis
nervus kranial 29%, kejang epileptik 28%, diabetes insipidus 6%, tuberkuloma 3%,
myelo-radiculopati 3% dan sindrom hipothalamus 3%. Komplikasi iatrogenik yang
paling umum dijumpai adalah hepatotoksis yang berhubungan dengan obat anti
tuberkulosis (OAT). Pada akhir penelitian tercatat 1% pasien tetap berada pada
fase vegetatif persisten, 13% mendapat disabilitas berat dan 12% dengan
disabilitas menengah. Komplikasi yang umum pada pasien yang bertahan hidup
adalah gangguan kognitif 12% dan epilepsi 11%.21
DAFTAR PUSTAKA
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
14
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.
15
Disampaikan pada PKB Ilmu Kesehatan Anak XVIII FK Unud 7-8 Juli 2017, Sanur Paradise Bali.