Anda di halaman 1dari 8

JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No.

X, (2019) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx) 1

Analisis Kelelahan Anchor Chain pada Single Point Mooring


FSO Arco Ardjuna
Hafidz Deryantono1), Eko Budi Djatmiko2), Mas Murtedjo3)
1)
Mahasiswa, Departemen Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia
2)
Professor, Departemen Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia
3)
Dosen Luar Biasa, Departemen Teknik Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya,
Indonesia
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: hafidzderyantono@gmail.com

penambatan FSO Arco Ardjuna bertipe SPM CALM (Catenary


Abstrak— FSO (Floating Storage and Offloading), sebuah Anchored Leg Mooring) Buoy.
struktur bangunan laut terapung sebagai media Pada struktur bangunan laut, mayoritas kegagalan
penerimaan, penyimpanan, maupun penyaluran pada struktur diakibatkan oleh kelelahan sehingga diperlukan
hirdokarbon yang memerlukan sistem tambat untuk adanya analisa kelelahan pada setiap rancangan struktur.
mengurangi perilaku dinamis akibat beban lingkungan. Khususnya pada SPM, bagian yang rentan mengalami kelelahan
Dalam menjamin keselamatannya sistem tambat tersebut adalah pada sambungan (chainstopper) dan tali tambat, ditambah
perlu dianalisa perilaku dinamis serta beban yang lagi bagian tali tambat yang juga rentan mengalami korosi
dialaminya, sampai menganalisa umur kelelahan dari sistem semakin menambah kepentingan untuk melakukan analisa
tambat tersebut. Pada penelitian ini mooringline dari sistem kelalahan pada struktur tersebut
tambat berjenis Single Point Mooring atau SPM dengan tipe Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa umur
Catenary Anchored Leg Mooring (CALM) Buoy akan kelelahan pada rantai jangkar SPM bertipe CALM (Catenary
dianalisa umur kelelahannya dengan metode Combined Anchored Leg Mooring) Buoy dengan memperhitungkan laju
Spectrum Approach dengan pendekatan kurva T-N. Diawali korosi sampai dengan tahun 2025 serta kondisi FSO tertambat
dengan pemodelan struktur untuk memperoleh RAO pada SPM yang beroperasi di Ardjuna Marine Terminal. Dalam
motion dari FSO dan SPM dalam kondisi free-floating, penelitian ini akan dibahas bagaimana respon gerakan FSO dan
menganalisa hasil tension sistem tambat, sampai SPM dalam 6 degrees of freedom yang disebabkan oleh beban
perhitungan cummulative damage untuk memperoleh umur lingkungan hingga menimbulkan tension pada anchor chain pada
kelelahan. Hasil analisis menunjukkan bahwa mooringline kurun waktu 1-tahunan sehingga dapat diketahui usia struktur
anchor chain mengalami kondisi tension range maksimum sampai mengalami kegagalan
pada konfigurasi pembebanan Inline-Lightload dengan nilai
standard deviasi 146,893 kN dan memiliki umur kelelahan
paling minimum pada Chain 1 selama 38 tahun dengan
design life sampai tahun 2025 dan safety factor senilai 3. II. DASAR TEORI
2.1 Floating Storage and Offloading (FSO)
Kata Kunci— Anchor Chain, Single Point Mooring, CALM FSO (Floating Storage Offloading) merupakan
Buoy, Floating Storage and Offloading, Tension, Fatigue bangunan apung berbadan kapal yang mempunyai fasilitas
Life. penyimpanan dan offloading atau penyaluran minyak dan gas
bumi. Secara sederhana FSO merupakan tanker yang ditambat
pada sistem tambat. Sistem tambat yang biasa digunakan yaitu
I. PENDAHULUAN SPM (Single Point Mooring). Namun pada kondisi tertentu
sistem tambatnya dapat digantikan dengan spread mooring

M inyak bumi sebagai sumber daya alam tak terbarukan


sampai saat ini memiliki peranan penting dalam
perekonomian Indonesia karena porsinya yang sangat besar
system dengan mempertimbangkan kondisi offloading yang
dilakukan dengan shuttle tanker[11].

sebagai salah satu penerimaan negara[10]. 2.2 Single Point Mooring (SPM)
Floating Storage and Offloading atau kemudian dapat Sistem tambat termasuk didalam sistemnya: tambat,
disingkat FSO merupakan struktur terapung yang berfungsi jangkar, dynamic positioning (jika ada) system. Tujuan dari
sebagai tempat penyimpanan maupun pengangkutan minyak dan posisi sistem tambat adalah untuk menjaga Bangunan
gas bumi di daerah lepas pantai. Pada operasionalnya FSO Terapung tetap pada kedudukannya di daerah yang spesifik.
sebagai struktur terapung tidak dapat melalaikan gerakan Umumnya, ada dua jenis dari sistem tambat: conventional
struktur yang di akibatkan oleh kondisi lingkungan, sedangkan spread mooring dan single point mooring (SPM) [2].
dalam proses penyaluran atau pemuatan tidak diinginkan FSO SPM adalah sistem tambat yang pada prinsipnya
bergerak terlalu besar, maka dari itu diperlukan sistem tambat struktur terapung diikat pada satu titik yang kemudian
pada struktur tersebut agar FSO tetap dalam keadaan stabil. ditambatkan kedasar laut oleh suatu mooringline. SPM
Sistem tambat berfungsi sebagai penambat struktur memiliki beberapa jenis tipe penambatan, salah-satunya adalah
agar struktur cenderung stabil dalam posisinya. Single Point jenis Catenary Anchored Leg Mooring (CALM) yang pada
Mooring (SPM) adalah salah satu jenis dari sistem tambat yang mooring systemnya memiliki satu buoy yang menjadi titik
sering digunakan, dan salah satunya digunakan dalam
JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2019) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx) 2
tambatan dengan beberapa mooringline yang dalam kondisi yang merupakan fungsi waktu. Perubahan yang demikian akibat
regang. adanya transfer energi gelombang dengan frekuensi lebih tinggi
ke frekuensi yang lebih rendah sesuai dengan teori interaksi non-
2.2 RAO linear antar gelombang.
Response Amplitude Operator atau yang kemudian
disingkat menjadi RAO, merupakan alat untuk mentransfer
beban luar yang dalam hal ini adalah gelombang dalam rentang
frekuensi menjadi bentuk respon yang diterima pada suatu
struktur. Sehingga umumnya RAO juga dikenal sebagai transfer
function[4].
RAO yang dalam hal ini merupakan RAO gerakan,
digunakan untuk mengetahui perilaku gerakan bangunan apung
di atas gelombang, yang diistilahkan seakeeping. RAO
menyajikan data berupa respon yang terjadi akibat eksitasi
gelombang reguler dalam rentang frekuensi yang mengenai
struktur bangunan laut [7]. Gambar 2. Spktrum Gelombang
Bentuk umum grafik response gerakan bangunan apung Spektra JONSWAP dikemukakan (Hasselman (1973))
diberikan pada gambar dibawah ini: berdasarkan data yang diambil di perairan bagian barat Denmark
untuk membuat model spektrum gelombang, dimana model
tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
2
2 −5
𝜔 −4 𝑒𝑥𝑝[−(𝜔−𝜔𝑜)
2 2 ]
.....(6)
𝑆(𝜔) = 𝛼𝑔 𝜔 𝑒𝑥𝑝 [−125 ( ) ] 𝛾 2 𝑟 𝜔𝑜
𝜔𝑜
Dimana:
γ = peak edness parameter
τ` = shape parameter
τa = untuk ω ≤ ωo
τb = untuk ω ≥ ωo
Gambar 1 Grafik Response Gerakan Bangunan Apung Dengan mempertimbangkan angin dengan kecepatan
Uω dan jarak (fetch) = x, sehingga harga rata-rata adalah sebagai
Pada RAO gerakan dibedakan dalam persamaannya berikut:
menjadi 2, yaitu gerakan translasional dan rotasional, berikut γ = 3.30
adalah masing-masing persamaanya: τa = 0.07
1. RAO Translasional τb = 0.09
RAO gerakan translasional merupakan perbandingan α = 0.076 (xo)-0.22
langsung antara amplitudo gerakan translasi struktur dibanding α = 0.0081 (ketika x tidak diketahui)
dengan amplitudo gelombang insiden (keduanya dalam satuan ωo = 2π(g/Uω) (xo)-0.33
elevasi panjang). Persamaan RAO untuk gerakan translasi xo = gx/Uω
sebagai berikut:
𝐴𝑚𝑝𝑙𝑖𝑡𝑢𝑑𝑜 𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑟𝑢𝑘𝑡𝑢𝑟
𝑅𝐴𝑂 (𝜔) = ( ) 2.3 Tension
𝐴𝑚𝑝𝑙𝑖𝑡𝑢𝑑𝑜 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛
𝜁𝑘𝑜 Anchor Chain yang menerima tension maksimum
= ( ) (𝑚⁄𝑚) ........................(1) memiliki safety factor minimal. Perlu diketahui bahwa semakin
𝜁0
2. RAO Rotasional besar milai tension yang terjadi anchor chain semakin rentan
RAO gerakan rotasional merupakan perbandingan antara untuk putus. Persamaan safety factor dalam hubungannya
amplitudo gerakan rotasi (dalam radian) dengan kemiringan dengan tension dapat dituliskan sebagai berikut:
gelombang, yakni yang merupakan perkalian antara gelombang
(Kw=ω2/g) dengan amplitudo gelombang insiden: 𝑆𝐹 =
𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑏𝑟𝑒𝑎𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑙𝑜𝑎𝑑
................(7)
𝜁 𝜁 𝑚𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑜𝑛
𝑅𝐴𝑂 (𝜔) = 𝐾 𝑘𝑜𝜁 = 𝜔2 𝑘𝑜 (𝑟𝑎𝑑⁄𝑟𝑎𝑑 ) .....(2)
𝑤 0 ( ⁄𝑔) 𝜁0
Analisa dilakukan dengan pembebanan pada kondisi
Operasi. Sebagaimana kondisi Operasi adalah analisa yang
2.2 Spektrum Gelombang dilakukan dengan pembebanan masa operasi dari beban
Berdasarkan data gelombang yang diperoleh dari laut lingkungan 1tahunan yang mungkin terjadi berdasarkan data.
Atlantik Utara dengan asumsi bahwa apabila arah dan kecepatan Sedangkan menurut Faltinsen, (1990), persamaan
angin dapat bertiup secara konstan di lautan yang luas selama dalam menyelesaikan tension dapat ditulis sebagai berikut
berhari-hari, energi gelombang dapat berimbang dengan energi 𝑇𝑚𝑎𝑥 = 𝑇𝐻 + 𝑤ℎ ................................(8)
angin atau dapat dikatakan bahwa gelombang dapat tumbuh
maksimum. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan dalam Dimana:
Joint North Sea Wave Observation Project (JONSWAP) Tmax = Tension (ton)
dijelaskan bahwa spektrum gelombang tidak bisa tumbuh penuh TH = Horizontal Pre-tension (ton)
namun terus berubah terhadap fungsi waktu serta panjang w = Berat chain di dalam air (ton/m)
h = kedalaman air (m)
lintasan (fetch) yang dilalui.
Variasi spektrum gelombang sebagai fungsi fetch Persamaan di atas digunakan dalam analisa tension
dengan adanya perubahan bentuk puncak spektrum tumpul ke anchor chain dalam keadaan statis, sedangkan dalam keadaan
puncak spektrum yang lebih lancip sesuai dengan jarak fetch
JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2019) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx) 3
dinamis, menurut (Faltinsen, 1990) persamaannya dapat Rσi : Standar deviasi dari kombinasi low and wave frequency
dituliskan sebagai berikut: tension range
Γ : Gamma Function
𝐹1𝑀 = ∑𝑛𝑖=1 𝑇𝐻𝑖 cos 𝜃 𝑖 ..................(9)
𝐹2𝑀 = ∑𝑛𝑖=1 𝑇𝐻𝑖 sin 𝜃 𝑖 ..................(10) Analisa Umur Kelelahan dapat dilakukan dengan
𝐹6𝑀 = ∑𝑛𝑖=1 𝑇𝐻𝑖 [𝑥𝑖 sin 𝜃 𝑖 − 𝑦𝑖 cos 𝜃𝑖 ....(11) menggunakan hasil perhitungan Cumulative Damage (D), yang
Dengan ketentuan bahwa Gaya horizontal tersebut kemudian nilai yang didapat harus mendekati atau lebih besar
sama dengan rata-rata gaya dari beban gelombang, beban angin, dari design life yang ditentukan. Persamannya adalah sebagai
dan beban arus pada saat struktur tertambat dalam keadaan berikut:
kesetimbangannya.
𝐷𝑒𝑠𝑖𝑔𝑛 𝐿𝑖𝑓𝑒
𝐹𝑎𝑡𝑖𝑔𝑢𝑒 𝑙𝑖𝑓𝑒 = ........(13)
2.4 Laju Korosi 𝐶𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 𝐷𝑎𝑚𝑎𝑔𝑒 (𝐷)

Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan


penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Dalam perhitungan III. METODE PENELITIAN
laju korosi, satuan yang biasa digunakan adalah mm/th (standar 3.1 Studi Literatur
internasional) atau mill/year (mpy, standar British). Tingkat Penelitian dimulai dengan melakukan studi awal
ketahanan suatu material terhadap korosi umumnya memiliki berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya dan ditunjang
niai laju korosi antara 1 – 200 mpy. Menurut Det Norske Veritas, dengan literatur-literatur yang mendukung dalam penelitian.
(2004), minimum corrosion allowance untuk chain dapat Dengan melakukan studi mengenai teori kelelahan struktur dan
menggunakan tabel berikut apabila corrossion allowance pada mencari informasi mengenai anchor chain pada SPM dapat
material spesifik tidak tersedia. disusun suatu rancangan penelitian untuk mencapai tujuan yang
Tabel 1. Corrosion Allowance diinginkan.

3.2 Pemodelan Struktur


Pemodelan struktur FSO dan SPM saat kondisi
terapung bebas, dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan Maxsurf, MOSES, dan ORCAFLEX berdasarkan
data utama sebagai berikut:
Tabel 2. Dimensi utama FSO Arco Ardjuna
Minimum Maximum
Designation Units Operating Operating
Draft Draft
2.4 Fatigue Life Length, Loa m 142.6
Kerusakan dan kegagalan struktur bangunan laut Breadth, B m 48.2
(seperti: anjungan lepas pantai, kapal, sistem tambat, dll) Depth, D m 26.5
utamanya disebabkan oleh kelelahan, mungkin pada elemen Displacement tonne 15529 153202
stuktur utama, sekunder, ataupun tambahan. Analisa total Draft to Baseline m 2.5 24
kerusakan pada anchor chain dilakukan dengan WSA m^2 6681 12813
mengaplikasikan metode Combined Spectrum Approach yang Max. Cross Sect. Area m^2 114.34 1150.63
disarankan oleh API RP-2SK, yang selanjutnya digunakan untuk Waterplane area m^2 6239 6.239
mengaplikasikan kombinasi dari low-frequency dan wave- Cp 0.91 0.91
frequency pada simulasi time-history. Cb 0.87 0.9
Menurut API RP-2SK tersebut, metode Combined Cm 0.959 0.99
Spectrum Approach rentan dengan error ketika data persebaran Cwp 0.91 0.91
gelombang yang disajikan pada tiap seastates tidak mewakili
LCB from zero pt. m -2.69 -2.78
gelombang yang diskrit, sehingga data persebaran dalam tiap
LCF from zero pt. m -2.79 -2.79
seastate haruslah rapat untuk menghasilkan nilai fatigue life
KB m 1.26 12.02
yang akurat.
KMt m 78 19.73
Cummulative Damage diperhitungkan dengan
persamaan berikut: KMl m 590.8 71.3

Tabel 3. Dimensi SPM CALM Buoy


Designation Unit Data
........................(12) Shell Outer Diameter m 12
Dengan:
Centre Wall Diameter m 3.57
Ni : Jumlah siklus rentang tension (Ti) akibat pembebanan
gelombang yang sebenarnya, diperoleh dengan mengalikan Skirt Outer Diameter m 16.26
zero up-crossing period dengan Time spent in Buoy Body Height m 5.3
environmental state i per year (ni=vi.Ti) Skirt Thickness mm 12
Ti : Time spent in environmental per year Skirt Heigh Baseline m 1
(Ti=Pi.3,15576x107)
Buoy Installed Draft m 2.38
Pi : Peluang kejadian dari state i
Ni : Jumlah siklus rentang tension (Ti) yang mengakibatkan Centre of Gravity (KG) m 3.42
kegagalan pada sambungan, diambil dari T-N Curve.
JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2019) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx) 4
Tabel 4. Karakteristik mooringlines Anchor Chain. perhitungan kelelahan adalah dengan direct calculation dari
Number of Legs 6 fatigue damage atau expected fatigue life. [3]
Anchoring Pattern Even spacing (60) Menganalisa umur kelelahan dari Anchor Chain yang
Paid out Length 350 m mengikat FSO dan SPM menggunakan metode Combined
Pretension 262.17 kN Spectrum Approach, dengan memperhitungkan faktor korosi
hingga tahun 2025. Analisa fatigue life didapatkan dengan
Pretension angle (w/horizontal) 45.26
mengaplikasikan beban persebaran gelombang (wave scatter)
Number of Segment 1 yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
Chain diameter 102 mm Tabel 5. Data Lingkungan dalam Seastate
Chain type R3 Individual Significant Current
Sea Probability Wind
Wave Wave Period Speed
Minimum breaking load 8315 kN state Occurence Speed
height height at SWL
Minimum breaking load after corrosion 7051 kN Vc Vw
i H (m) Hs (m) Pi Tp (s)
(m/s) (m/s)
Unit weight in Air 210.16 kg/m
1 0.00 - 0.25 0.21 3590.4 2.5 0.72 12.3
Unit weight in Water 182.72 kg/m
2 0.25 - 0.50 0.46 2922.6 3.7 0.72 12.3
Stiffness EA 868 MN
3 0.50 - 0.75 0.71 1300.3 4.6 0.72 12.3
Anchoring radius 337.5 m 4 0.75 - 1.00 0.96 547.6 5.4 0.72 12.3
5 1.00 - 1.25 1.21 232.7 6.0 0.72 12.3
6 1.25 - 1.50 1.46 99.7 6.6 0.72 12.3
7 1.50 - 1.75 1.71 43.1 7.2 0.72 12.3
8 1.75 - 2.00 1.96 18.7 7.7 0.72 12.3
9 2.00 - 2.25 2.21 8.2 8.1 0.72 12.3
10 2.25 - 2.50 2.46 3.7 8.6 0.72 12.3
11 2.50 - 2.75 2.71 1.7 9.0 0.72 12.3
12 2.75 - 3.00 2.96 0.8 9.4 0.72 12.3
13 3.00 - 3.25 3.21 0.4 9.8 0.72 12.3
14 3.00 - 3.50 3.46 0.2 10.2 0.72 12.3
15 3.50 - 3.75 3.71 0.1 10.5 0.72 12.3
Total Pi = 8770.2

IV. ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Pemodelan dan Validasi
Gambar 3. Konfigurasi Sistem Tambat
Pemodelan FSO AA dan SPM dilakukan
Hasil dari pemodelan Maxsurf dan Moses kemudian menggunakan MOSES dan MaxSurf, berikut adalah hasil
divalidasi nilai hidrostatis FSO dan displacement SPM model dari FSO dan SPM:
berdasarkan nilai yang disarankan dalam ABS MODU 2012.

3.3 Analisa Respon Gerak FSO dan SPM


Analisa respon gerak pada struktur FSO dan SPM
bertujuan untuk mengetahui karakteristik gerakan pada masing-
masing arah gelombang dalam kondisi terapung bebas.
Dalam penelitian ini respon gerak FSO dianalisa pada
kondisi muatan penuh dan ballast dengan asumsi kondisi ini
yang paling sering dialami oleh struktur.

3.4 Analisa Tension Range


Gambar 4. Model FSO Arco Ardjuna
Pada tahap ini analisa Tension Range dilakukan dengan
bantuan software ORCAFLEX dengan masukan data berupa
model konstruksi lokal anchor chain dengan data utama beserta
data lingkungan yang berfungsi sebagai data pembebanan.
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui rentang tension
maksimum yang digunakan untuk menghitung jumlah kejadian
(Ni) dari T-N Curves.

3.5 Analisa Fatigue Life


Perhitungan kelelahan menunjukkan proses dimana
kelelahan pada elemen struktur (misalnya: rincian sambungan)
ditetapkan dan dibandingkan dengan prediksi fatugue strength Gambar 5. Model SPM CALM Buoy
dari elemen tersebut. Salah satu cara dalam melakukan
JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2019) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx) 5

Gambar 6. Model Sistem Tambat


Validasi berikut dilakukan berdasarkan dengan faktor Gambar 8. Grafik Sway RAO FSO AA
error kurang mengacu pada ABS Modu (2012). Nilai-nilai
hidrostatik dari FSO dan SPM didapatkan menggunakan
software MaxSurf Motion dengan data utama yang telah
dimodelkan, berikut adalah tabel dari validasi hidrostatik FSO
maupun SPM:
Tabel 6. Validasi Hidrostatik FSO
Measurement LightLoad FullLoad Value (MaxSurf) Correction Status
Displacement 15529 153202 15291 152228 2% 1% Memenuhi Memenuhi
Draft Amidships 2.5 24 2.5 24 0% 0% Memenuhi Memenuhi
Wetted Area 6681 12813 6645.061 13045.27 1% 2% Memenuhi Memenuhi
Max sect. area 114.34 1150.63 115.194 1151.323 1% 0% Memenuhi Memenuhi
Waterpl. Area 6239 6239 6172.647 6214.777 1% 0% Memenuhi Memenuhi
Prismatic coeff. (Cp) 0.91 0.91 0.908 0.905 0% 1% Memenuhi Memenuhi
Block coeff. (Cb) 0.87 0.9 0.875 0.9 1% 0% Memenuhi Memenuhi
Max Sect. area coeff. (Cm) 0.959 0.99 0.963 0.995 0% 1% Memenuhi Memenuhi
Waterpl. area coeff. (Cwp) 0.91 0.91 0.905 0.904 1% 1% Memenuhi Memenuhi
LCB length 68.61 68.52 68.339 68.141 0% 1% Memenuhi Memenuhi
LCF length 68.51 68.51 68.155 68.118 1% 1% Memenuhi Memenuhi
KB 1.26 12.02 1.271 12.048 1% 0% Memenuhi Memenuhi
KMt 78 19.73 77 19.721 1% 0% Memenuhi Memenuhi
KML 590.8 71.3 585.809 71.091 1% 0% Memenuhi Memenuhi Gambar 9. Grafik Heave RAO FSO AA

Tabel 7. Validasi Hidrostatik SPM


Measurement Data Value (Maxsurf) Precent States
1 Displacement 255 254.2 0% Memenuhi

4.2 Analisa Respon Gerak


Analisa respon gerak pada FSO dilakukan dalam 5
sudut arah datang gelombang dengan 2 kondisi muatan. Dalam
grafik berikut hanya ditampilkan hasil grafik RAO dalam
kondisi muatan ballast karena dalam hasil analisis menunjukkan
bahwa tension yang dihasilkan dalam kondisi muatan ballast
lebih besar dibandingkan kondisi muatan penuh. Berikut adalah
grafik RAO FSO muatan ballast:

Gambar 10. Grafik Roll RAO FSO AA

Gambar 7. Grafik Surge RAO FSO AA

Gambar 11. Grafik Pitch RAO FSO AA


JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2019) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx) 6

Gambar 12. Grafik Yaw RAO FSO AA Gambar 14. Grafik Sway RAO SPM

Perbandingan RAO FSO pada kondisi muatan penuh


dan ballast terbilang cukup rasional dengan nilai maksimum
pada gerakan surge masing-masing disebabkan oleh gelombang
dari arah 0o dan 180o yaitu 1.006 m/m (lightload) dan 0.96 m/m
(fullload). Untuk gerakan sway memiliki nilai maksimum dari
arah gelombang 90o masing-masing sebesar 0.959 m/m
(lightload) dan 0.932 m/m (fullload). Untuk gerakan heave
memiliki nilai yang relativ sama pada semua arah kecuali pada
frekuensi resonan, nilai maksimum didapatkan sebesar 1.836
m/m (fullload) dan 1.057 m/m (lightload) pada arah 90o. Untuk
roll didapatkan nilai maksimum pada arah 90o yaitu 3.96 deg/m
(lightload) dan 3.344 deg/m (fullload). Untuk pitch memiliki
nilai puncak yang relativ sama, dengan nilai maksimum
didapatkan sebesar 3.257 deg/m (fullload) pada arah 180o dan Gambar 15. Grafik Heave RAO SPM
1.428 deg/m (lightload) pada arah 135o. Sedangkan pada yaw
masing-masing memiliki nilai yang kecil, dengan maksimumnya
sebesar 0.5 deg/m (lightload) dan 0.484 deg/m (fullload).
Sedangkan untuk RAO SPM, hasil analisis disajikan
dalam grafik berikut:

Gambar 16. Grafik Roll RAO SPM

Gambar 13.Grafik Surge RAO SPM

Gambar 17. Grafik Pitch RAO SPM


JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2019) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx) 7

160
140

Standard Deviation (kN)


120 Ch.1

100 Ch.2
80 Ch.3
60 Ch.4
40
Ch.5
20
Ch.6
0
0 1 2 3 4
Individual Waveheight (m)
Gambar 19. Tension Standard Deviation Inline - Lightload
Gambar 18. Grafik Yaw RAO SPM
Perhitungan selanjutnya dilakukan dengan
Hasil dari RAO SPM menunjukkan bahwa pada memperhatikan kondisi pembebanan tersebut saja.
gerakan surge diperoleh nilai maksimum sebesar 2051 m/m pada
arah 0o dan pada gerakan sway diperoleh nilai maksimum 4.3 Fatigue Life
sebesar 2.062 m/m pada arah 90o, pada gerakan roll diperoleh Berikut adalah hasil-hasil dari perhitungan
nilai maksimum 1.074 deg/m pada arah 90o dan pitch diperoleh cummulative damage yang selanjutnya digunakan untuk
nilai maksimum 1.057 deg/m pada arah 0o. Sedangkan untuk perhitungan fatigue life masing-masing mooringline:
nilai heave diperoleh nilai sama pada semua arah yaitu 0.986
m/m, dan untuk yaw diperoleh nilai 0. Tabel 10. Hasil Perhitungan Fatigue Life
Chain 1 Chain 2 Chain 3 Chain 4 Chain 5 Chain 6
Cummulative Damage 0.00872 0.00294 0.001098 0.00122 0.001099 0.002951
4.3 Analisa Tension Range IL - LL
Fatigue Life 114.6838 340.1677 911.1124 819.8972 909.5597 338.8588
Pemodelan sistem tambat menggunakan Orcaflex Remaining Life 38.22794 113.3892 303.7041 273.2991 303.1866 112.9529
selanjutnya mengaplikasikan kondisi pembebanan sebagai
berikut: Remaining life didapatkan dengan menggunakan safety
Tabel 8. Konfigurasi Pembebanan factor yang di anjurkan API RP-2SK yaitu bahwa umur
Konfigurasi Posisi FSO terhadap Kondisi Beban kelelahan struktur adalah setidaknya senilai 3x dari design life
Mooringline Beban FSO Lingkungan nya, sehingga nilai fatigue life hanya perlu dibagi 3.
Fullload
Inline
Lightload V. KESIMPULAN dan SARAN
15 Seastates
Fullload
Betweenline 5.1 Kesimpulan
Lightload
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
Tabel 9. Hasil Tension Range
1. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan beberapa poin
Nilai Maksimum Standard yang penting sebagai berikut:
Deviasi a. Untuk FSO Arco Ardjuna dalam kondisi muatan penuh
BL - FL 113.085261 dan muatan ballast, masing-masing memiliki
BL - LL 119.2215262 amplitudo RAO terbesar pada gerakan roll, pitch, dan
IL - FL 136.6175463 heave dengan nilai berturut-turut 3.96 deg/m
IL - LL 146.8934442 (lightload), 3.257 deg/m (fullload), 1.836 m/m
(fullload) sedangkan 3 gerakan lain berkisar disekitar 1
Dari hasil analisis diperoleh simpangan baku m/m atau deg/m.
maksimumnya untuk mengetahui kondisi pembebanan paling b. Untuk SPM memiliki nilai amplitudo terbesar pada
ekstrim yaitu IL – LL (Inline – Lightload). Berikut adalah grafik gerakan surge dan sway dengan nilai berturut-turut
yang menunjukkan hasil Tension Standard Deviation pada 2.051 dan 2.062 m/m sementara 4 gerakan lain hanya
konfigurasi IL – LL: berkisar di sekitar 1m/m atau deg/m.
2. Berdasarkan hasil dari simulasi struktur Anchor chain, nilai
simpangan baku atau tension range dengan hasil paling
besar terjadi pada konfigurasi Inline – Lightload
mooringline Chain 1 sampai 6 berturut turut adalah sebagai
berikut: 38,23 kN; 113,39 kN; 303,70 kN; 273,3 kN;
303,1865707 kN; 112,95 kN.
3. Dari hasil perhitungan umur kelelahan struktur, diperoleh
hasil bahwa anchor chain masing-masing memiliki harga D
< 1 dari mooringline Chain 1 sampai 6 berturut-turut selama
38 tahun, 113 tahun, 304 tahun, 273 tahun, 303 tahun, dan
112 tahun. Nilai-nilai tersebut sudah mengaplikasikan
safety factor yang disarankan API RP-2SK senilai 3, maka
JURNAL TEKNIK ITS Vol. X, No. X, (2019) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx) 8
dengan design life sampai tahun 2025 (14 tahun) dapat
disimpulkan bahwa struktur anchor chain seluruhnya, masih
aman untuk beroperasi.

5.2. Saran
Dari hasil penelitian dan Analisis data yang telah
dilakukan, saran yang dapat disampaikan adalah :
1. Penelitian ini menggunakan data riser yang disediakan dalam
Orcaflex (bukan data lapangan), disarankan untuk perhitungan
lebih lanjut agar memakai data yang diaplikasikan di
lapangan.
2. Perhitungan laju korosi dalam penelitian ini dianggap merata
dalam seluruh bagian struktur sehingga memungkinkan
underestimated di daerah yang mengalami korosi yang lebih
terfokus pada suatu area. Untuk penelitian lebih lanjut
disarankan agar melakukan survey lapangan tentang keadaan
korosi yang benar-benar terjadi terhadap setiap segment
anchor chain.
3. Pada perhitungan nilai cummulative damage hanya memakai
pembebanan Inline-Lightload saja sedangkan pada kondisi riil
nya banyak terjadi variasi pembebanan yang terjadi,
disarankan untuk penelitian lebih lanjut agar memakai faktor
operasi dalam perhitungan sehingga memperhitungkan segala
kondisi pembebanan yang dapat memberikan hasil lebih
mendekati keadaan riil.

DAFTAR PUSTAKA
[1] American Petroleum Institute. (2005). Design and Analysis of
Stationkeeping for Floating Structures (2SK ed.). Washington: API
Publishing Services.
[2] Biro Klasifikasi Indonesia. (2013). Guidelines for Floating Production
Installations (Vol. 3). Jakarta.
[3] Biro Klasifikasi Indonesia. (2015). Guidance for Fatigue The Assessment
of Offshore Structures (Vol. B). Jakarta.
[4] Chakrabarti, S. K. (2005). Handbook of Offshore Engineering (Vol. 1).
Illinois, USA.
[5] Det Norske Veritas. (2004). Design of Offshore Steel Structures, General
(LRFD Method) (C101 ed.).
[6] Det Norske Veritas. (2004). Position Mooring (E301 ed.).
[7] Djatmiko, E. B. (2012). Perilaku Dan Operabilitas Bangunan Laut di Atas
Gelombang Acak. Surabaya: ITS Press.
[8] Faltinsen, O. M. (1990). Sea Loads On Ships and Offshore Structures.
Cambridge: Cambridge University Press.
[9] Hasselman, K., Barnett, T., Bouws, E., Carlson, H., Cartwright, D., Enke,
K., . . . Walden, H. (1973). Measurements of wind-wave growth and swell
decay during the Joint North Sea Wave Project (JONSWAP). Deutches
Hydrographishes Institut.
[10] Hidayat, E. R. (2017, May 29). Analisa Kualitas Lingkungan pada Industri
Migas dan Penegelolaannya.
[11] Paik, J. K., & Thayamballi, A. K. (2007). Ship-Shaped Offshore
Installations. Cambridge University Press.
[12] PT. Citra Mas. (2019). FSO Arco Ardjuna. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai