Oleh:
Ir. Arifin, MT.
1.
PENDAHULUAN
Efektifitas pengoperasian suatu sistem terapung di laut, baik
kapal atau anjungan minyak lepas pantai, pada dasarnya sangat
dipengaruhi oleh kelayaklautan (seaworthiness) dari sistem tersebut.
Dengan demikian, seaworthiness, yang selanjutnya merupakan indikasi
keselamatan di laut, akan menjadi salah satu kriteria utama yang harus
dipenuhi oleh sistem yang dirancang. Keselamatan di laut, dalam hal ini,
meliputi keselamatan crew, barang-barang angkutan, penumpang,
peralatan dan sistem itu sendiri. Dari gambaran ini, seaworthiness dapat
dikatakan sebagai istilah umum yang menunjukkan kemampuan sistem
untuk tetap selamat pada segala bahaya di laut seperti tubrukan, kandas,
tenggelam dan pengaruh lain yang berkaitan dengan cuaca buruk.
Kalau seaworthiness pada umumnya dijadikan sebagai indikasi
keselamatan pada kondisi ekstrem, maka ada istilah seakindliness
sebagai indikasi karakteristik respons sistem terapung terhadap kondisi
lingkungan laut yang tidak terlalu buruk. Kriteria seperti pengoperasian
yang ekonomis dalam kaitannya dengan kemampuan menjaga
kecepatan, menjaga kinerja peralatan, memperkecil kemungkinan
kerusakan komponen sistem dan barang yang diangkat, serta
kenyamanan bagi penumpang dan crew, adalah merupakan faktor yang
termasuk dalam kategori seakindliness. Untuk kapal perang,
seakindliness meliputi juga kemampuan operasi yang efektif dari
peralatan-peralatan elektronik, mekanis dan persenjataan di atas
geladak.
Kedua kriteria umum untuk sistem terapung sebagaimana
dijelaskan di atas, yaitu seaworthiness dan seakindliness pada dasarnya
dapat dipenuhi dengan mempertimbangkan unjuk kerja sistem, atau
diistilahkan dengan Seakeeping. Seakeeping, sebagai indikasi teknis
pengoperasian adalah merupakan suatu subyek yang cukup luas, yang
meliputi gerakan sistem terapung (amplitudo, percepatan, phase),
kebasahan geladak (deck wetness), hempasan gelombang (slamming),
beban-beban hidrodinamis (tekanan, gaya, momen) dan sebagainya.
Karena kualitas sekaeeping banyak dipengaruhi oleh beban
lingkungan, maka karakteristik gelombang laut, sebagai faktor beban
luar yang paling dominan, harus dipelajari secara mendasar dan sebagai
bagian yang terpadu dari keseluruhan proses evaluasi seakeeping. Pada
evaluasi seakeeping nantinya, keganasan (severity) lautan tentu saja
tidak dapat didefinisikan secara absolut. Hal ini terutama karena untuk
tiap-tiap sistem ukuran intensitas kondisi laut (sea state) hanya dapat
Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping
=
,
= 1. .6
(1)
dimana Mjk adalah komponen matriks massa BLT, Ajk dan Bjk adalah
matriks untuk koefisien-koefisien massa tambah dan redaman, Cjk
adalah koefisien gaya hidrostatik pengembali, dan Fj adalah amplitudo
gaya eksitasi dalam besaran kompleks. F1, F2, dan F3 adalah amplitudo
gaya yang mengakibatkan surge, sway dan heave, sedangkan, F4, F5, dan
F6 adalah amplitudo momen eksitasi untuk roll, pitch dn yaw. Tanda
titik menunjukkan turunan terhadap waktu.
Setelah menjelaskan dengan seksama tentang teori gerak kapal,
pada akhirnya hasil yang diperlukan oleh perancang adalah informasi
karakteristik gerakan tersebut. Informasi ini pada umumnya disajikan
dalam bentuk grafik, dimana perbandingangerakan pada mode tertentu
zj dengan parameter tinggi (atau amplitudo gelombang, a) diberikan
sebagai fungsi frekuensi encounter edari sumber eksitasi. Di samping
itu besarnya gaya yang bekerja juga dapat disajikan dalam bentuk yang
sama, bilamana diperlukan. Informasi gerakan yang demikian
dinamakan Response Amplitude Operator (RAO), seperti dicontohkan
dalam Gbr. 2 berikut.
( = 1,2,3 . )
(3)
( ) cos(
( ) sin(
(4)
(5)
(6)
( )
=
( )
(m2)
(8)
Demikian halnya dengan kecepatan dan percepatan permukaan
gelombang dapat dianalisis dengan cara yang sama sehingga diperoleh:
=
( )
(m2/det2)
(9)
=
( )
2
4
(m /det )
(10)
Ochi & Bolton [6] menunjukkan bahwa periode puncak rata-rata dari
gelombang acak adalah
=2
=2
(det)
(11)
(det)
(12)
Perlu diketahui disini tentang hubungan antara Tp dan Tz dalam
kaitannya dengan profil gelombang acak dan spektrumnya. Bila rasio
Tp2/Tz2 mendekati atau sama dengan 1,0 maka profil gelombang akan
menunjukkan elevasi yang berubah secara cepat melewati datum.
Sebaliknya bila rasio cukup kecil maka perubahan tersebut lebih lambat.
Kasus yang pertama disebut sebagai gelombang interval sempit (narrow
band), dan yang kedua disebut gelombang interval lebar (wide band).
Ukuran lebar atau sempitnya elevasi disebut dengan bandwidth
parameter.
Cartwright & Longuet-Higgins [7] menunjukkan bahwa tinggi
gelombang (ataupun amplitudo) signifikan dapat mempunyai korelasi
dengan luasan di bawah spektrum, sebagai berikut:
= 4,0
(m)
= 2,0
(m)
(13)
(14)
= 2,83
(15)
(17)
JONSWAP:
(18)
3.4. Gerak BLT di atas Gelombang Acak
Gerakan BLT di atas gelombang acak dapat dianalisis dengan
mentransformasikan spektrum gelombang menjadi spektrum gerakan.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengalikan harga kuadrad Response
Amplitude Operator (RAO) dari mode gerakan tertentu dengan ordinat
Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping
( )
(20)
Dalam analisa gerakan BLT di atas gelombang acak, setelah
spektrum gerakan diperoleh dengan prosedur di atas, maka besaranbesaran seperti amplitudo signifikan gerakan, kecepatan dan percepatan
dapat ditentukan dengan menghitung momen-momen spektrum seperti
telah dijelaskan dalam bab sebelumnya.
Untuk BLT yang berada di atas gelombang dengan karakteristik
tertentu, maka gerakan terbesar yang mungkin terjadi dapat dirumuskan
sebagai berikut:
= 2
(21)
4.
10
yang dapat secara langsung merupakan efek gerakan itu sendiri. Efekefek yang timbul tersebut tidak hanya berpengaruh pada kenyamanan ,
tetapi lebih jauh lagi berakibat pada penurunan kekuatan struktur dan
kinerja peralatan. Disamping itu, untuk kapal, dampak lain yang timbul
adalah peningkatan kebutuhan tenaga atau penurunan kecepatan. Kedua
hal ini jelas akan berpengaruh pada segi ekonomi pengoperasian kapal.
Berikut ini akan diuraikan 3 (tiga) aspek perilaku BLT yang diakibatkan
oleh gerakan di atas gelombang, yakni beban gelombang primer,
hempasan gelombang (slamming) dan tahanan tambah (added
resistance).
4.1. Beban Gelombang Primer
Metode klasik yang telah banyak dipakai dalam penentuan beban
gelombang untuk perancangan struktur utama kapal adalah seperti yang
diperkenalkan oleh King[7]. Dalam metode pendekatan ini, beban
(momen bending memanjang) untuk perancangan diperoleh dengan
mengasumsikan kapal berada pada kondisi keseimbangan di atas
gelombang trochoidal dengan ketinggian H=L/20. Dua kondisi untuk
mengevaluasi beban gelombang dilakukan, yaitu gelombang dengan
puncak di tengah kapal (hogging) dan puncak pada ujung-ujung kapal
(sagging).
Hasil perhitungan beban gelombang dengan metoda-metoda di atas
biasanya cukup aman untuk kapal-kapal standard. Namun dengan
berkembangnya jenis dan ukuran kapal modern, keabsahan metoda
tersebut cukup diragukan. Untuk perancangan struktur supertanker,
sebagai contohnya, analisa respons gelombang berupa momen bending
memanjang saja belum cukup, karena struktur yang demikian juga
rawan terhadap momen torsi, momen melintang serta gaya-gaya geser
pada tiga arah sumbu.
Prosedur analisa beban dinamis pada kapal yang bergerak di atas
gelombang acak adalah sama dengan gerakan kapal. Hasil utama yang
dieprlukan dalam perancangan struktur adalah beban ekstrim, dengan
tingkat keyakinan sesuai pilihan perancang. Beban ini kemudian
digunakan dalam analisa kekuatan maksimum (ultimate strength) dari
struktur.
Disamping untuk perhitungan ultimate strength, hasil perhitungan dalam
bentuk domain frekuensi ini akan dapat digunakan dalam penentuan
distribusi beban siklis.
Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping
11
: sudut hempasan.
Koefisien tekanan maksimum oleh sebagian besar peneliti diperoleh
dengan metode eksperimen.
Dalam model matematik gerakan BLT, kecepatan relatif VR dapat
diturunkan dari gerakan vertikal relatif, R. karena BLT berada di atas
Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping
12
Maka analisa massa tambah di atas gelombang acak dapat diperoleh dari
formulasi berikut:
( )
=
(26)
4.4. Pengaruh Gerakan Kapal Terhadap Penumpang Kapal
Gerakan kapal mempunyai 2 pengaruh yang tidak diharapkan
terhadap penumpang di kapal. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa
menyebabkan mabuk laut dan juga mempersulit seseorang dalam
mengendalikan diri saat beraktifitas di kapal sehingga akan menurunkan
kinerjanya selama berada di kapal.
Organ keseimbangan manusia yang terletak di dalam telinga, dapat
mendeteksi perubahan besaran dan arah percepatan gravitasi yang
terjadi baik ke arah lateral maupun rotasional. Stimulasi yang berlebihan
terhadap organ tersebut terutama pada kebanyakan orang akan
mengakibatkan mabuk laut. Kondisi ini bisa menjadi lebih ringan
dengan adanya signal visual dari mata yang memandang ke area yang
Workshop Kelaikan Laut Militer_Seakeeping
13
terbuka. Hal ini biasanya terjadi pada penumpang atau ABK yang
berada di bawah geladak di dalam kapalsehingga tidak bisa melihat
cakrawala.
Beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang sehingga
mudah mengalami mabuk laut ketika berada di kapal adalah kecemasan,
kelelahan, rasa lapar, bau (masakan maupun asap pembakaran),
makanan yang berlemak, minuman berkarbonasi, membaca dan lainlain. Nieuwenhuijsen [10] menemukan bahwa wanita dan anak-anak
lebih mudah mengalami mabuk laut.
4.4.1. Motion Sickness Incidence (MSI)
Salah satu penyebab utama seseorang mengalami mabuk laut
adalah adanya percepatan vertikal yang dialami ketika berada di lokasi
tertentu di kapal. Gerakan kapal lainnya yang cukup besar, bisa juga
mengakibatkan mabuk laut. Namun, pada kapal-kapal konvensional
biasanya gerakan tersebut tidaklah terlalu signifikan.
Penentuan status mabuk laut yang terjadi pada seseorang karena
pengaruh respons gerakan yang terjadi di kapal adalah satu
permasalahan yang cukup rumit. Setiap individu berbeda dalam hal
kelemahannya dalam menanggapi respons gerakan kapal. Oleh karena
itu, perlu adanya satu indikator untuk menilai seseorang mengalami
mabuk laut atau tidak ketika berada di atas kapal, yaitu dengan Motion
Sickness Incidence (MSI). OHanlon dan McCauley [11] menemukan
bahwa Motion Sickness Incidence (MSI) yang merupakan prosentase
seseorang akan muntah dalam waktu 2 jam, yang diformulasikan
sebagai berikut:
= 100 0.5 +
.
(27)
dimana fungsi erf didefinisikan sebagai berikut:
erf( ) =
(28)
Bila harga MSI yang diperoleh dari formulasi di atas sebagai fungsi
percepatan yang terukur, selanjutnya diplotkan, maka akan diperoleh
gambar motion sickness incidence seperti pada gambar 5 berikut.
14
(29)
15
5.
16
Helikopter:
7. Harga dua kali amplitudo roll signifikan, maksimum 12,80.
8. Harga dua kali amplitudo gerakan vertikal pada landasan
helikopter, maksimum 2,75m.
9. Kecepatan vertikal signifikan pada landasan helikopter,
maksimum 2 m/det.
17
(30)
Dengan mempertambahkan semua jumlah respons per satuan waktu dari
tiap-tiap mode operasi yang telah diperkalikan dengan probabilitas
kejadian masing-masing komponen mode dan kemudian mengalikannya
dengan jangka waktu operasi, TL, maka dapat diperoleh jumlah respons
total:
=
xTL
(31)
dimana
pi
pj
pk
pl
: Probabilitas kecepatan
: Probabilitas sudut gelombang
: Probabilitas gabungan dari H1/3 dan periode tertentu
: Probabilitas sudut probabilitas spektrum
18
Perlu dicatat disini bahwa perhitungan di atas baru dilakukan untuk satu
parameter seakeeping saja (misal, heave, roll, slamming). Jadi untuk
parameter-parameter lain harus diperhitungkan dengan prosedur yang
sama.
DAFTAR PUSTAKA
1.
19