BAHAN AJAR
KAPAL
Oleh :
Ir. REICO HAROLD SIAHAINENIA, MT.
Ir. OBED METEKOHY, M.Si.
Ir. HELLY SIMON LAINSAMPUTTY, M.Si.
KATA PENGANTAR
Desain dan reparasi kapal adalah dua tujuan utama belajar di Program Studi Teknik
Perkapalan Fakultas Teknik Univ. Pattimura. Sehingga anda perlu dilengkapi dengan
berbagai pengetahuan penunjang yang sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Teori Bangunan Kapal I adalah mata kuliah yang akan melengkapi anda dengan sejumlah
materi tentang Peraturan dan Perhitungan Lambung Timbul (Free Board), Peraturan dan
Perhitungan Tonase (Tonnage) kapal, serta Peluncuran Memanjang Kapal
Materi dalam Bahan Ajar ini terjadi karena dukungan dari berbagai pihak, sehingga melalui
kesempatan ini kami ingin sekali menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak antara
lain :
1. Dekan Fakultas Teknik Univ. Pattimura dan Staf yang telah memberikan dorongan
yang kuat serta dukungan finansial.
2. Ketua Jurusan Teknik Perkapalan sebagai atasan langsung kami pada mata kuliah
Sistem Perkapalan yang juga telah memberikan saran/masukan yang sangat berarti
3. Teman-teman Team Teaching pada mata kuliah Sistem Perkapalan, atas kerja keras,
eksistensi dan loyalitas yang telah ditunjukan selama mengasuh mata kuliah ini dan
dalam melengkap, mengevaluasi dan merevisi materi dimasud dari tahun ke tahun
4. Para mahasiswa, atas interaksi positif di dalam ruang kelas maupun di luar kelas
sehingga ada banyak ide dan masukan yang ikut memperkaya materi ajar ini.
5. Semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu per satu pada kesempatan ini
yang telah ikut memberikan keberhasilan penyusunan materi ajar ini.
Kami sangat sadar bahwa buku ini masih jauh dari disebut sempurna, untuk itu perlu adanya
“tegur-sapa” demi perbaikannya di kemudian hari. Semoga Bahan Ajar ini memberikan
manfaat bagi anda. Selamat membaca.
25 Januari 2018
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ……………………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. iii
Bab 1 LAMBUNG TIMBUL ………………………………………………………….. 1
1.1. INTRODUKSI ……………………………………………………………………… 1
1.2. PENGERTIAN LAMBUNG TIMBUL ……………….............................................. 1
1.3. SEJARAH TANDA LAMBUNG TIMBUL ………………………………………… 1
1.4. TANDA LAMBUNG TIMBUL …………………………………………………….. 1
1.5. PERSYARATAN MEMPEROLEH SERTIFIKAT LAMBUNG TIMBUL ………... 4
1.6. TABEL LAMBUNG TIMBUL ……………………………………………………... 5
1.6.1. Tabel Lambung Timbul Minimum Kapal Tipe A .……………………………...... 5
1.6.2. Tabel Lambung Timbul Minimum Kapal Tipe B ………………………………… 10
1.6.3. Definisi dari Istilah-istilah ………………………………………………………... 14
1.6.4. Penandaan Lambung Timbul ……………………………………………………... 15
1.6.5. Perhitungan Lambung Timbul …………………………………………................. 16
1.6.6. Koreksi Lambung Timbul ………………………………………………………… 16
1.6.7. Menggambar Tanda Lambung Timbul …………………………………………… 22
Bab 2. TONASE KAPAL …………………………………………………………...... 23
2.1. INTRODUKSI ……………………………………………………………………... 23
2.2. PENGERTIAN …………………………………………………………………….. 23
2.2.1. Gross Tonnage …………………………………………………………………… 24
2.2.2. Net Tonnage ……………………………………………………………………… 25
2.2.3. Isi Tolak ………………………………………………………………………….. 26
2.2.4. Bomot Mati ………………………………………………………………………. 27
2.2.5. Modified Tonnage ……………………………………………………………….. 28
2.2.6. Alternative Tonnage ……………………………………………………………… 28
2.2.7. Perhitungan GRT ………………………………………………………………… 29
2.2.8. Perhitungan NRT ………………………………………………………………… 30
Bab 3. PELUNCURAN KAPAL …………………………………………………....... 32
3.1. INTRODUKSI ……………………………………………………………………... 32
3.2. SISTEM PELUNCURAN KAPAL ………………………………………………... 32
3.2.1. Peluncuran Gravitasi ……………………………………………………............... 32
3.2.2. Peluncuran Floating-Out …………………………………………………………. 33
3.2.3. Peluncuran Mekanikal ……………………………………………………………. 33
3.2.4. Peluncuran Air Bag ………………………………………………………………. 34
3.3. LAUNCHING ARRANGEMENTS ……………………………………………….. 34
3.4. GAYA-GAYA YANG BEKERJA SELAMA PELUNCURAN …………………... 36
3.4.1. Gaya Berat Peluncuran …………………………………………………………… 36
Bab 1
LAMBUNG TIMBUL
1.1. INTRODUKSI
Peraturan lambung timbul dibuat sebagai upaya untuk meningkatkan kelaik-lautan
kapal secara menyeluruh sehingga secara struktur konstruksi kapal akan cukup kuat untuk
pelayaran, mempunyai stabilitas yang cukup untuk service, mempunyai badan (Hull) yang
pada dasarnya kedap air dari lunas sampai geladak lambung timbul (Freeboard deck) dan
kedap cuaca di atas geladak ini
Lambung timbul (Free board) adalah salah satu pertimbangan yang mendasari
penentuan ukuran pokok kapak saat melakukan perhitungan awal desain kapal. Lambung
tibul juga bermanfaat sebagai pertimbangan ijin berlayar dari kesahbandaran. Perhitungan
Lambung Timbul secara benar akan membantu kelancaran proses pengurusan surat-surat
dokumen kapal yang diperlukan dalam eksploitasinya.
Jarak relative tanda lambung terhadap garis muat musim panas “S” (Summer) ditentukan
sebagai berikut :
S-F = Nilai F yang ditentukan
F-TF = 1/48 Tinggi Sarat Musim Panas
S-T = 1/48 Tinggi Sarat Musim Panas
S-W = 1/48 Tinggi Sarat Musim Panas
W-WNA = L<100m, 50mm Selain itu = S-W
• Tinggi minimum dari lambung timbul ini perlu dipertahankan agar supaya kapal
selalu mempunyai daya apung cadangan
Tanda Garis Muat dan garis muat yang menyertainya (ILLC- Regulasi 5-8) ; Tanda garis muat
terdiri dari suatu cincin berdiameter luar 300mm dan tebalnya 25mm yang dipotong oleh garis
horizontal 450mm dengan tebal 25mm, sisi atas garis ini yang melewati pusat lingkaran.
Pusat lingkaran ditempatkan di midship dan pada jarak yang sama dengan tanda summer (S)
freeboard diukur vertical ke bawah dari sisi atas garis deck.
Perhitungan untuk menetapkan ukuran besarnya lambung timbul baik itu kapal tipe
A maupun kapal tipe B dimulai dengan penentuan lambung timbul minimum. Penentuan
besarnya lambung timbul minimum ini dilakukan berdasarkan tabel-tabel lambung timbul
minimum yang telah disampaikan sebelumnya.
Untuk kapal kapal dengan panjang (LWL) yang persis sama pada lajur kiri
tabel-tabel di atas, maka penentuan besarnya lambung timbul minim dapat langsung
ditentukan dengan membaca nilai F (Free board) pada baris yang sama di kolom
sebelahnya. Misalnya untuk kapal tipe B dengan panjang L = 130 m, maka F = 126
mm.
Tetapi jika panjang kapal L berada diantara dua nilai L, maka selanjutnya
penentuan besarnya lambung timbul minimum dilakukan dengan cara interpolasi.
Hal ini berlaku baik untuk kapal tipe A maupun kapal tipe B.
Apabila koefisien blok (Cb) > 0.68, Tabel Freeboard dalam Regulasi 28 harus
dimodifikasi, bila digunakan, oleh Regulasi 27 (8), 27 (10) dan 29 harus
dikalikan dengan factor :
𝑪𝒃 + 𝟎. 𝟔𝟖
𝟏. 𝟑𝟔
3. REGULASI 31 : Koreksi Tinggi Sarat
𝑳
(1) Apabila D > L/15, freeboard harus ditambahkan dengan (𝑫 − 𝟏𝟓) 𝑹 mm
Dimana 𝑹 = 𝑳/𝟎. 𝟒𝟖 pada panjang < 120m dan R = 250 untuk L 120m.
(2) Apabila D < L/15, maka tidak ada pengurangan kecuali kapal memiliki
bangunan atas tertutup sepanjang 0.6L di tengah atau trunk yang menyeluruh
𝐿
dan jika h hn, lambung timbul dikurangi (𝐷 − 15) 𝑅
𝐿
(3) Jika h < hn, maka lambung timbul dikurangi (𝐷 − 15) 𝑅 𝑥 ℎ/ℎ𝑛
Bilamana Sarat sebenarnya diukur sampai sisi atas dan garis geladak lebih besar dari D,
maka selisih antara sarat tersebut harus ditambahkan ke atau dikurangi dari lambung timbul.
Atau : D = Dr s/d S, maka . = Dr – (D – Fs)
8. REGULASI 36 :Trunks
(1) Trunk atau struktur sejenis yang tidak menerus pada sisi kapal adalah dianggap
efisien pada kondisi berikut
(a) Trunk setidaknya memiliki kekuatan seperti superstruktur
(b) palka yang berada di dek trunk, dan ambang palkah dan menutupi memenuhi
persyaratan Peraturan 13 sampai 16 inklusif dan lebar stringer batang dek
menyediakan kekakuan lateral yang memuaskan cukup . Namun , bukaan akses
kecil dengan selimut kedap air mungkin diizinkan di dek lambung timbul.
(c) platform kedepan kerja permanen dan belakang dilengkapi dengan penjaga rel
disediakan oleh dek batang , atau dengan batang terpisah terhubung ke
superstruktur oleh gang permanen efisien
(d) ventilator dilindungi oleh bagasi , dengan selimut kedap air atau dengan cara
lain yang setara
(e) rel terbuka yang dipasang pada bagian cuaca dari freeboard dengan cara batang
untuk setidaknya setengah panjangnya
(f) casing mesin dilindungi oleh bagasi , dengan suprastruktur dari heigt standar
minimal , atau dengan deckhouse dari ketinggian yang sama dan kekuatan setara
(g) Lebar trunk sekurangnya 60% dari lebar kapal dan;
(h) Bila tidak ada superstruktur, panjang trunk sekurangnya adalah 0.6 L
(2) Panjang keseluruhan dari trunk effisien direduksi
(b) Bila panjang efektif bangunan atas kurang dari 0.4L, presentasi tersebut
diperoleh dari baris II.
(c) Bila panjang efektif bangunan atas kurang dari 0.07L, presentasi diperoleh
dengan :
(0.07𝐿 − 𝑓)
5𝑥
(0.07𝐿)
REGULASI 38 : Sheer (lengkungan geladak)
Umum
(1) Shell harus diukur dari dek pada samping ke garis parallel gambar referensi ke keel
melewati garis sheer pada midship.
(2) Pada kapal yang dirancang dwngan rake pada keel, sheer harus diukur pada garis
gambar referensi ke garis air muat disain.
(3) Pada kapal flush deck (dek sama rata) dan pada kapal bangunan atas terpisah, maka
sheer harus diukur pada dek lambung timbul
(4) Pada kapal dengan bentuk topside yang tidak umum yang ada tingkatan atau break
pada topside, sheer harus diperhitungkan dalam hubungan dengan sarat ekivalen
midship.
(5) Pada kapal dengan bangunan atas dengan standart tinggi yang menerus melalui
panjang keseluruhan dek lambung timbul, maka sheer harus diukur pada dek
bangunan atas. Bilamana tinggi melampaui standard perbedaan (Z) antara actual dan
standard tinggi harus ditambah untuk setiap ordinat. Dengan cara yang sama, ordinat
tengah pada jarak 1/6L dan 1/3L dari setiap garis tegak harus ditambahkan 0.444Z
dan 0.111Z secara berurutan.
(6) Dimana dek dari bangunan atas tertutup adalah paling sedikit sama dengan sheer
sebagai dek lambung timbul, sheer dari bangunan atas tertutup tidak boleh diambil
dalam perhitungan.
(7) Dimana poop atau anjungan tertutup adalah dari tinggi standard dengan sheer
terbesar daripada dek lambung timbul, atau dari standar tinggi, dan tambahan untuk
sheer dari dek lambung timbul harus dibuat seperti dlm. paragraph (12) Regulasi ini.
1.36
700 𝑚𝑚
𝐶𝑏 + 0.68
Dimana L = panjang kapal dalam m
Cb= koefisien blok yang diambil tidak kurang dari 0.68
(2) Dimana untuk tinggi haluan diukur dalam paragraph (1) dari Regulasi ini oleh sheer,
sheer tersebut diberikan sekurangnya 15% dari panjang kapal diukur dari garis tegak
haluan. Dimana itu dihasilkan oleh perlengkapan bangunan atas, seperti …..
(a) Untuk kapal dengan panjang tidak lebih dari 100m harus tertutup seperti yang
dinyatakan dalam Regulasi 3 (10), dan
(b) Untuk kapal dengan panjang diatas 100m tidak membutuhkan kesesuaian denga
Regulasi 3 (10), tetapi dilengkapi dengan penutup perlengkapan untuk kepuasan
adminstrasi
(3) Kapal yang, untuk memenuhi kebutuhan operasional yang luar biasa , tidak dapat
memenuhi persyaratan (1) dan (2) dari Regulasi ini memberikan persyaratan khusus
oleh administrasi
II), selama periode musim dingin harus memiliki lambung timbul musim dingin
ditambah 50mm (2 inches). Untuk kapal lainnya lambung timbul WNA sama dengan
lambung timbul musim dingin
Fresh Water freeboard
(7) Lambung timbul minimum air tawar setiap unit densitas didpat dengan pengurangan
dari minimum freeboard air asin :
∆
cm (inch)
40𝑇
Dimana : = displasemen pada air asin (ton) pada garis muat musim panas
T = ton per centimeter (inch) benaman pada garis muat musim panas air laut.
(8) Bilamana displasemen pada garis muat musim panas tidak disertifikasi, maka harus
ada pengurangan 1/48 sarat musim panas, diukur dari keel ke pusat lingkaran tanda
lambung timbul
Bab 2
TONASE KAPAL
2.1. INTRODUKSI
Kapal ialah sebuah benda terapung yang digunakan untuk sarana transportasi dan
pengangkutan di air, baik berupa barang, penumpang, hewan dan lain-lain. Karena
fungsinya inilah maka besar kecilnya sebuah kapal tidak saja dinyatakan dalam ukuran-
ukuran memanjang atau membujur, melebar atau melintang dan tegak saja, tetapi juga
dinyatakan dan dilengkapi pula dengan ukuran-ukuran isi maupun berat. Dengan kata
lain, besarnya sebuah kapal tidak saja dinyatakan seperti apa yang kita lihat dalam ukuran
fisiknya, tetapi juga dari kemampuan kapal tersebut mengangkut muatan. Sebagai contoh
dapat dikemukakan bahwa kapal tanker dan kapal barang umum dengan daya angkut yang
sama akan kelihatan berbeda baik dalam ukuran panjang, lebar maupun dalamnya.Guna dari
pada ukuran-ukuran ini ialah untuk mengetahui besar kecilnya daya angkut kapal
tersebut dan sekaligus mengetahui besarnya bea-bea yang harus dikeluarkan, seperti
bea pelabuhan, bea sandar, bea terusan, dan lain sebagainya.
2.2. PENGERTIAN
Definisi Gross Tonnage (GT) Menurut PP No. 7 tahun 2000 tentang kepelautan,
Tonase Kotor yang selanjutnya disebut GT adalah satuan VOLUME kapal.
Kemudian PP 51 tahun 2002 tentang Perkapalan pada pasal 1 poin 4 Tonase kapal
adalah VOLUME yang dinyatakan dalam tonase kotor (gross tonnage/GT) dan
tonase bersih (net tonnage/NT)
Ada lagi menurut Wikipedia, Gross Tonnage adalah perhitungan VOLUME semua
ruang yang terletak dibawah geladak ditambah VOLUME ruangan tertutup diatas
geladak ditambah VOLUME ruangan diatas geladak paling atas.
Istilah ton yg kita pakai, asalnya dari UK (United Kingdom), ada 4 ukuran dg menggunakan
kata Ton :
Adalah berat untuk semua bagian kapal yang tertutup. Bagian yang tertutup disini
dapat berupa lambung kapal, sekat permanen atau portabel, dek, bagian terbuka yang
dirancang untuk ditutup baik secara permanen ataupun portable. Isi kotor besarnya tertera
di dalam sertifikat kapal, isi kotor merupakan jumlah dari :
Isi ruangan di bawah geladak ukur dan geladak tonnase atau yang sering kita
sebut sebagai geladak terusan yang paling atas( Upper most continuously deck)
Isi ruangan/tempat-tempat antara geladak kedua dan geladak atas
Isi ruangan-ruangan yang tertutup secara permanent pada geladak atas atau geladak
di atasnya.
Isi dari ambang palka ( ½ % dari BRT kapal) Isi atau volume ruangan dibawah
geladak ukur mengandung pengertian volume dari ruangan
Isi atau volume ruangan dibawah geladak ukur mengandung pengertian volume dari
ruangan-ruangan yang dibatasi oleh :
Di samping itu volume ruangan di bawah geladak ukur termasuk volume dari poros
baling-baling atau bentuk-bentuk apendasi lain pada kulit kapal di bawah geladak ukur.
Isi kotor (GRT atau BRT) merupakan isi dari sebuah kapal dikurangi dengan isi
sejumlah ruangan tertentu yang berfungsi sebagai ruangan untuk keamana kapal.
Ruangan-ruangan itu disebut sebagai ruangan yang dikecualikan (exempted spaces)
atau ruangan-ruangan yang dikurangi (deducted spaces) Dengan kata lain isi kotor
sebuah kapal dapat diartikan sebagai isi sebuah kapal dikurangi dengan ruangan-ruangan
yang dikecualikan ,seperti:
Isi kotor biasanya diberikan dalam kaki kubik, . Untuk mendapatkan tonnasenya.
Maka jumlah tersebut dibagi dengan 100. Dengan kata lain 1(satu) Register ton= 100
kaki kubik atau 2,83 meter kubik.
Isi bersih sebuah kapal diperoleh dari isi kotor(BRT) dikurangi dengan isi
sejumlah ruangan yang berfungsii tidak dapat dipakai untuk mengangkut barang dagangan
seperti:
Kamar nachcoda dan kamar anak kapal (master’s and crew accommodation)
WC
Ruangan jangkar (chain locker)
Kamar radio ( radio station)
Gudang serang (bos’n store)
Kamar mesin(propelling machinery spaces) yang meliputi kamar mesinnya
sendiri (engine room),terowongan poros baling-baling (shaf tunnel atau shaft
alley), ruang keluar darurat (espact trunk),ruang untuk tangki harian (daily
consumption tank), ruang untuk menyimpan alat-alat mesin atau suku cadang
mesin (engine store), ruang mesin kemudi (steering engine room) dan ruang
untuk bengkel mesin (engine workshop).
Cara pengurangan volume ruang amar mesin dari gs ton untuk mendapatkan
net ton disesuaikan dengan besarnya ruangan kamar mesin tersebut. Perhitungan-
perhitungan mengenai ini diatur di dalam DANUBE RULE.
Isi tolak sebuah kapal yang terapung di air ialah berat air yang dipindahkan oleh kapal itu.
Dengan demikian isi tolak sebuah kapal sama dengan jumlah ton air yang dipindahkan
atau sama dengan berat seluruh kapal beserta isinya. Isi tolak merupakan jumlah dari:
Untuk menghitung volume kapal yang terapung di air laut: kita dapat memakai rumus
L x B x D x Cb
dimana
L = panjang kapal
B = lebar kapal
D = dalam/sarat kapal
(1 long ton = 1016 kg = 2240 lbs
Bj air laut diambil rata-rata 1,025dan untuk air tawar = 1,000.
Cb atau block coefficient berkisar antara 0.65 –0.68
Contoh :
= 64 x 10 x 0.5 x 0.6
= 192 m³
= 64 x 10 x 4 x 0.75
= 1920m³
= 1771.2 ton
Bobot mati atau yang sering disebut sebagai DWT ialah isi Tolok dikurangi dengan
berat kapal kosong dan inventaris tetap saja. Dengan demikian bobot mati dapat diartikan
dengan jumlah jumlah berat muatan, bahan bakar, air tawar, ballast, gudang dan
inventaris tidak tetap, sehingga kapal tenggelam sampai sarat maksimumnya.
Cargo DWT ialah berat muatan yang dapat dimuat/diangkut oleh kapal tersebut. Dengan
kata lain, cargo DWT itu merupakan bobot mati dikurangi dengan bahan bakar, air
tawar, ballast, gudang dan inventaris tak tetap.
Dikenal juga beberapa informasi terkait volume dan isi ruang kapal antara lain :
Stowage factor atau faktor pemuatan ialah jumlah meter kubik ruangan yang
dipakai untuk memadatkan 1 ton muatan.
Tonase perlengkapan (Equipment tonnage) ialah tonase yang diperlukan oleh Biro
klasifikasi untuk menentukan ukuran dan kekuatan alat-alat labuh, seperti jangkar,
rantai jangkar, derek jangkar dan lain-lain.
Tonase tenaga (Power tonnage) ialah berat kapal kotor ditambah PK (tenaga kuda)
mesin kapal itu sendiri (BRT + PK mesin).
Berat kapal kosong (Light displacement) ialah berat kapal hanya dengan inventaris
tetap saja, tanpa muatan, bahan bakar, air tawar, ballast dan lain-lain.
Isi benaman (Volume of displacement) ialah volume zat cair yang dipindahkan
oleh kapal itu sendiri. Volume = Berat (benda) x Berat jenis.
Kapal dengan geladak shelter terbuka mempunyai tonase yang lebih kecil dari pada
yang seharusnya kapal tersebut miliki, sehingga kapal-kapal tersebut tidak dapat dimuati
lebih dalam lagi. Untuk menjamin keselamatan kapal-kapal tersebut, akan lebih baik
jika semua geladak shelternya ditutup rapat sehingga terjadilah perubahan di dalam
perhitungan tonasenya. Perhitungan tonasenya sama dengan pada kapal-kapal yang
geladak antaranya tertutup secara permanen atau yang sering disebut sebagai kapal
dengan geladak shelter tertutup. Dengan demikian penambahan tonasenya akan sama
dengan pengurangan tonase sebagai akibat jika geladak shelternya terbuka. Namun
dengan sendirinya lambung bebas kapal tersebut akan bertambah. Dalam hal ini baik tonase
maupun lambung bebasnya dihitung dan diukur seperti kalau geladak kedua, bukan
geladak atas sebagai geladak lambung bebas (freeboard deck). Kapal-kapal yang tonasenya
dirubah seperti ini diberi tanda tonase di kedua lambungnya untuk menunjukkan
kenyataan ini. Modified tonnage tidak secara otomatis diberi, tetapi hanya diberikan
jika pemilik kapal menghendakinya. Sebab tanpa demikian garis muat dan tonasenya
akan diperhitungkan secara normal dimana geladak atas dianggap sebagai lambung
bebasnya.
Sebuah kapal dapat saja memiliki 2 (dua) tonase sebagai alternatif, yaitu full tonnage
dan alternative tonnage, asalkan pemilik kapal menghendakinya. Pada full
tonnage, tonase diperhitungkan secara normal atau biasa dengan geladak atas sebagai
geladak lambung bebasnya, sedangkan pada alternative tonnage lambung bebas
diperhitungkan berdasarkan asumsi bahwa geladak kedua sebagai geladak lambung
bebasnya. Tanda tonase ditempatkan pada kedua lambung kapal untuk menunjukan hal ini.
Tanda tonase menunjukkan mana dari kedua tonase ini yang diambil sebagai tonase
kapal tersebut. Jika tanda tonase terendam, kapal dianggap dimuati sampai garis muat
maksimumnya dan tonasenya adalah Full tonnage. Jika tanda tonase berada di atas
garis air, kapal tersebut dianggap memiliki Modified tonnage.
GT = K1V
Dimana:
Net Tonnage adalah ukuran kapasitas ruang muat. Net tonnage dapat dihitung
dengan rumus:
NT = K2Vc4d2+K3(N1+N2)
Dimana :
Untuk nilai K1 dan K2 ditentukan dari table di bawah. Untuk nilai diantaranya dapat
dilakukan dengan interpolasi. Ukuran volume adalah dalam m3.
Bab 3
PELUNCURAN KAPAL
3.1. INTRODUKSI
bidang kapal sistem peluncuran kapal dalam rangka meningkatkan keamanan dan stabilitas
kapal di dalam air. Berbagai jenis metode meluncurkan kapal. Secara tradisional peluncuran
kapal ke dalam air dilakukan dengan menggunakan empat jenis metode utama peluncuran.
Metode-metode dalam peluncuran kapal adalah sebagai berikut :
3.2.4. Peluncuran Air Bag. Peluncuran kapal dengan menggunakan kantung udara adalah
teknik inovatif dan aman untuk meluncurkan kapal-kapal di dalam air. Kantung
udara ini biasanya berbentuk silinder dengan kepala hemispherical di kedua
ujungnya. Mereka terbuat dari lapisan karet bertulang dan memiliki kapasitas muat
tinggi. Cara ini bisa dengan mudah digunakan pada semua jenis dan ukuran kapal.
G
L2 X
L1
c{
Water level
of silding way
T0 {
Aft end
of silding way
Fore end
Water front
Threshhold
Gambar 3.5 menunjukan karakteristik utama bagian bergerak dan tidak bergerak dari
launching arrangement pada peluncuran memanjang.
Notasi untuk karakteristlk bagian bergerak dari Launching Arrangement pada peluncuran
memanjang (End launching):
h = sarat air diukur dari sejajar titik berat kapal, sampai ke permukaan Sliding ways
= sudut kemiringan keel terhadap bidang horizontal.
c = tinggi keel di atas permukaan Standing ways diukur dalam bidang YOZ.
L1 = Panjang bagian depan Sliding ways diukur dari bid. YOZ ke ujung depan Sliding
ways.
L2 = Panjang dari bagian belakang Sliding ways diukur dari bidang YOZ ke ujung
belakang Sliding ways atau ke sumbu engsel dimana kapal dapat pivot/berputar
bila terjadi pengangkatan buritan. Jumlah L1+ L2 biasanya sekitar 0,8 dari
panjang garis tegak (LBP)
b = Total lebar dari semua Sliding ways
n = Jumlah Sliding ways.
Untuk slip pembuatan modern sudut kemiringan Standing ways, β, dibuat konstan atau
kemiringannya bertambah secara progresif dengan jari- jari yang amat besar yaitu 5000
meter sampai 15000 meter. Untuk End Launching kemiringan Standing ways biasanya
berkisar dari 1/12 sampai 1/24, karena itu diambil: tanβ sin β β dan cos β1
Biasanya kapal diatur pada slip sehingga =β, tapi jika sudut-sudut ini tidak sama maka
perbedaan diantaranya tidak melebihi 0,02 radian. Untuk kemiringan konstan hubungan an
tara bagian bergerak dengan bagian tidak bergerak dari Launching Arrangement adalah: sin
β=(T0/)β
Titik aplikasi dari berat peluncuran (titik G) adalah titik berat dari system
gabungan kapal dengan bagian bergerak dari launching arrangement. Berat peluncuran
dan titik aplikasinya adalah tetap/tidak berubah selama peluncuran.
ways). Gaya-gaya ini tereduksi menjadi sebuah gaya tunggal yang dapat diuraikan menjadi
dua komponen yaitu:
(1). Reaksi Normal dari fondasi dan,
(2). Gaya gesekan selama operasi, yang bekerja pada bidang kontak antara Sliding
ways dan Standing ways.
Menurut Semiyonov tekanan rata-rata terhadap Standing ways dapat dicari dengan
rumus berikut :
N . cos
p ……………………………………………….........(1)
b.L0
Dimana;
N = adalah perbedaan antara berat peluncuran dengan komponen vertikal tekanan
air pada permukaan kapal yang tercelup.
Lo = adalah panjang Sliding ways yang berkontak dengan Standing ways.
Dalam rumus (1) hanya b tetap konstan selama kapal berpindah menuruni ways; N
mulai bervariasi jika kapal masuk air. Lo o mulai bervariasi jika ujung depan Sliding ways
meninggalkan Threshold. Karena itu tekanan rata-rata p bervariasi/berubah pada saat
perpindahan kapal menuruni ways. Dalam tahap awal suatu peluncuran, sebelum kapal
masuk air, N =D1 dan jika Sliding ways padat maka: Lo = L1+ L2 Sehingga tekanan rata-rata
menjadi:
Dl
p ………………………………..………………...(2)
b( L1 L2 )
Untuk mendapatkan koefisien gesek yang menjamin suatu peluncuran yang aman,
maka direkomendasikan bahwa tekanan rata-rata pada tahap awal perpindahan yaitu yang
diberikan dalam rumus (2), harus diambil sesuai dengan data praktis yang diperoleh dari
suatu analisis sederetan catatan peluncuran yang telah berhasil, menurut Semiyonov tekanan
rata-rata yang sesuai dengan generalisasi dari data literatur adalah :
Dl
p 15 ……………………………………………..…(3)
2.000
Pada rumus ini (3), tekanan rata-rata dinyatakan dalam ton per meter
kuadrat (ton/m2) dan D1 dalam ton.dan,p berkisar dari 15 sampai 30 ton/m2. untuk
mendapatkan tekanan rata-rata yang diinginkan adalah perlu bisa dilakukan
dengan merubah lebar Sliding ways (b), tidak ada kemungkinan dalam praktek
untuk merubah besaran-besaran lain dalam rumus (2).
Gaya gesek biasanya dinyatakan sebagai hasil perkalian komponen normal reaksi dan
koefisien gesek f. Perlu untuk membedakan antara koefisien gesek statis fS dan koefisien
gesek dinamis fd.
Terdapat dua jenis gaya gesek antara dua buah benda yang padat saling bergerak lurus, yaitu
gaya gesek statis dan gaya gesek kinetis/dinamis, yang dibedakan antara titik-titik sentuh
antara kedua permukaan yang tetap atau saling berganti (menggeser). Untuk benda yang
dapat menggelinding, terdapat pula jenis gaya gesek lain yang disebut gaya gesek
menggelinding (rolling friction). Untuk benda yang berputar tegak lurus pada permukaan
atau ber-spin, terdapat pula gaya gesek spin (spin friction). Gaya gesek antara benda padat
dan fluida disebut sebagai gaya Coriolis-Stokes atau gaya viskos (viscous force).
Gaya gesek statis adalah gesekan antara dua benda padat yang tidak bergerak relatif satu
sama lainnya. Seperti contoh, gesekan statis dapat mencegah benda meluncur ke bawah
pada bidang miring. Koefisien gesek statis umumnya dinotasikan dengan μs, dan pada
umumnya lebih besar dari koefisien gesek kinetis.
Gaya gesek statis dihasilkan dari sebuah gaya yang diaplikasikan tepat sebelum benda
tersebut bergerak. Gaya gesekan maksimum antara dua permukaan sebelum gerakan
terjadi adalah hasil dari koefisien gesek statis dikalikan dengan gaya normal N = fs Fn.
Ketika tidak ada gerakan yang terjadi, gaya gesek dapat memiliki nilai dari nol hingga
gaya gesek maksimum. Setiap gaya yang lebih kecil dari gaya gesek maksimum yang
berusaha untuk menggerakkan salah satu benda akan dilawan oleh gaya gesekan yang
setara dengan besar gaya tersebut namun berlawanan arah. Setiap gaya yang lebih besar
dari gaya gesek maksimum akan menyebabkan gerakan terjadi. Setelah gerakan terjadi,
gaya gesekan statis tidak lagi dapat digunakan untuk menggambarkan kinetika benda,
sehingga digunakan gaya gesek kinetis.
Gaya gesek kinetis (atau dinamis) terjadi ketika dua benda bergerak relatif satu sama
lainnya dan saling bergesekan. Koefisien gesek kinetis umumnya dinotasikan dengan
μk dan pada umumnya selalu lebih kecil dari gaya gesek statis untuk material yang
sama. Gaya gesek yang konstan ini besarnya juga tergantung pada kekasaran permukaan
benda dan lantai dan besar gaya kontak antara lantai dan benda. Semakin kasar
permukaan benda atau permukaan lantainya, semakin besar pula gaya gesek
kinetis.Sekali lagi ditekankan bahwa besar gaya gesek kinetis ini selalu lebih kecil dari
besar gaya gesek statis maksimum. Karena itu, ketika kita mendorong benda di atas
permukaan yang kasar, pada saat benda belum bergerak kita harus memberikan gaya
dorong yang cukup besar untuk membuatnya bergerak. Tetapi ketika benda sudah
bergerak, gaya dorong kita bisa dikurangi tanpa membuatnya berhenti bergerak.
Koefisien Gesek
Koefisien gesek dalam kondisi peluncuran dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
- Besar tekanan rata-rata pada pelumas/gemuk, kualitas dan komposisi
pelumas/gemuk.
- Sifat permukaan yang berkontak, temperatur ,kelembaban udara pada saat
peluncuran.
- ketepatan/keakuratan merakit Launching Arrangement, Sliding ways dan Standing
ways.
Koefisien gesek statis (fS) lebih besar dari koefisien gesek dinamis (fd), dan dalam
praktek biasanya bervariasi dalam batas toleransi berikut. Untuk kayu dengan
kayu, tanpa pelumas fs : 0,4-0,7. Fd : 0,3. Dan yang memakai pelumas fs : 0,02-
0,065. fD : 0,015-0,06
0,06
fs ………………………………………………………...(4)
p
0,06
fd …………………………………………………..…...(5)
p
Bouyancy adalah resultan komponen vertical tekanan air elementer pada permukaan
bagian lambung kapal dan bagian bergerak dari Launching Arrangement. Air tidak dapat
memberikan tekanan pada permukaan Sliding ways yang menghadap kebawah karena
sliding wasys berada dalam keadaan kontak yang tertutup dengan standing ways yang
digemuki/dilumasi. Karena itu, buoyancy agak lebih kecil dari hasil perkalian (produk)
volume bagian tercelup dengan berat jenis air. Pengurangan buoyancy ini dinyatakan dengan
perkalian berat jenis air dan volume prisma dengan dasar vertical dalam bentuk suatu
segitiga yang tergambar dalam gambar 2. Pengurangan buoyancy dapat dianggap sebagai
suatu gaya yang bekerja secara berlawanan, dengan Buoyancy dan karena itu di istilahkan
Lost Buoyancy
W =(V + v-v’)…………………………………………………….…..(6)
Dimana :
V = Buoyancy dari bagian lambung tercelup.
v = Buoyancy dari bagian' Launching Arrangement yang tercelup.
v’ = Lost buoyancy..
Momen Buoyancy terhadap bidang melintang YOZ juga terbentuk dari tiga
komponen momen:
M =W.x = (M+m-m’)……………………………………………..(7)
Dimana :
x = absis titik aplikasi buoyancy dalam koordinat system sumbu yang
diangkat.
M = momen buoyancy (V) terhadap bidang YOZ.
m = momen buoyancy (v) terhadap bidang yang sama.
v’ = momen lost buoyancy (v’) terhadap bidang yang sama.
Kuantitas V dan M dihitung dengan cara biasa dari skala Bonjean. Perhitunganvdan m harus
dibuat dari gambar kerja Launching Arrangement.Volume bagian Launching Arrangement
yang tercelup dan momennya dapat diperhitungkan dengan memplot skala Bonjean
BAHAN AJAR TEORI BANGUNAN KAPAL I
40
Lost Bouyancy dan Momen Buoyancy dapat dihitung dengan persamaan berikut :
v’ =(1/2).b.2.β ………………………………….…..(8)
v’ =v’ (1/3) - a ……………………………………..(9)
terendam/bawah air dari Standing ways cukup panjang untuk menjamin keperluan untuk
kapal mengapung.
Jika kedalaman air diatas Threshold kurang dari sarat kapal dalam kondisi diluncurkan pada
ujung belakang dari Sliding ways, maka, setelah ujung belakang Sliding ways melewati
Threshold, kapal akan Droping atau jatuh ke air (gambar 7.)
Periode Pertama, dihitung/ditandai dari permulaan gerakan sampai ke titik pada saat
Sliding ways mulai masuk air. Batas akhir periode pertama adalah titik dimana ada
tekanan air. Kapal berpindah dalam arah parallel dengan Standing ways. Kapal
dipengaruhi oleh beratnya sendiri dan reaksi dari fondasi.
Periode Kedua, ditandai/dihitung dari akhir periode pertama ke titik permulaan
pengangkatan buritan. Batas akhir dari periode kedua adalah permulaan perputaran
(Pivoting) terhadap sumbu yang tegak lurus ke bidang diametral dan yang melalui ujung
belakang Sliding ways. Kapal dipengaruhi oleh beratnya, reaksi fondasi dan tekanan
air.Selama periode kedua kapal dapat tiping terhadap ujung ways.
Periode Ketiga, ditandai/dihitung dari akhir dari periode kedua ke titik
Lifting/pengangkatan sliding ways meninggalkan Standing ways. Batas akhir periode
ketiga adalah titik pada mana reaksi fondasi tidak bekerja. Kapal meluncur/tergelincir
dengan ujung belakang/after dari Sliding ways berpindah menuruni Standing ways dan
pada saat yang sarna memutar/Pivot terhadap sumbu horizontal yang melalui ujung itu,
yaitu secara gradual terangkat. Kapal dipengaruhi oleh beratnya, reaksi fondasi dan
tekanan air.
Periode keempat, ditandai/dimulai dari akhir periode ketiga sampai pada saat kapal
berhenti bergerak. Pada permulaan tahap keempat kapal dapat Droping/ jatuh dari ways
jika ketinggian air diatas Threshold tidak cukup. Dari permulaan periode empat atau
setelah Droping/jatuh, jika itu terjadi, kapal bergerak dengan inersia. Sesuai dengan
sifat gerakan yang terdahulu mungkin ada suatu gerakan translasi yang disertai dengan
Pitching dan Heaving. Kapal dipengaruhi dengan beratnya dan tekanan air.
Dl
s" Dl sin Dl f d cos 0 ............................................................(10 )
g
Dimana :
Dl
s" : Gaya Inersia
g
Di : Berat Peluncuran
Di Sin β : Gaya Gravitasi
Di fd Cos β : Gaya Gesek
g : Gravitasi
fd : Koefesien Gesek Dinamis
s” : Percepatan Gerak Translasi tahap pertama yang ditentukan oleh :
s” = g(β-fd) ……………………………………………...(11)
Perlu diketahui bahwa percepatan tergantung dari jarak s, waktu t, dan kecepatan s’
dengan demikian apabila s” diintegralkan terhadap waktu maka akan didapatkan
kecepatan :
s’ = g ( β - fd ) t + so ......................................................(12)
akhir dari periode pertama pada saat fore end dari sliding way mencapai water
front dan jarak perpindahan kapal s = s1, maka kecepatan :
s1 ’ = 1 ………………… ……..…………........ (16)
Gambar 3.8. Momen Bouyancy dan Momen berat pada Tahap ke-2
Garis putus-putus yang memotong kurva (Mw)2 dan (MD)2 disebut Critical
posisi, karena dalam posisi ini terjadi Tipping atau kapal menuju Tipping.
Dimana : N = D1 - W
Critical posisi yaitu dimana resultan gaya berat dan gya Bouyancy hamper
sama atau tesinggung pada saat ujung kapal mendekati Threshold.(MN)2 disebut
moment tipping, jika (MN)2> 0 moment tipping adalah maksimum, dan apabilah
(MN)2< 0 maka moment tipping pada critical position adalah minimum, untuk
kondisi momen tipping adalah minimum adalah sebagai berikut :
(MN)2 min = -S (a + xf ) a β - Wx …………………………………………...(20)
Dimana :
S : Luas bidang garis air
N=-S (a + xf )β : persamaan untuk critical posisi
: berat jenis air laut
W : Volume kapal
x : Absis titik tangkap Bouyancy dalam sistim koordinat YOZ
yWx : dapat dihitung dengan rumus 7
selain tipping yang diperhatikan dalam model gerakan periode kedua maka,
D
t s" N sin f d N cos R 0 .......................................................(21)
g
dimana :
R : Tahanan Air ; yang ditentukan dengan rumus :
D
R = k s l s" C sW 2 / 3 s' 2 .........................................................(22)
g 2
D
Dimana : k s l : added mass ;
g
Cs : Suatu faktor non dimensi yang tergantung dari bentuk kapal
dan bagian tercelup dari launching arrangement.
Direkomendasikan Cs = 0,35
ks : Konstanta yang nilainya adalah 1
: Massa jenis air laut
s2 ’ = e n [ E ( s1 ' ) 2 ] ….........................................................................(24)
dimana :
Cs s
n W ds …..................................................................................(25)
2/3
Dl 0
2 g ( fd )
s
E
Dl
0
Ne n ds ….....................................................................(26)
s s
0 0
pada periode kedua dapat dihitung pada tabel 32 (lampiran 28).
Dt
s" N ( f d ) Rs f d RN 0 ….........................................(27)
g
dimana :
Rs – fd RN = Tahanan air
2. Persamaan gaya terpusat dari Aft end dari sliding way dan kerja sliding way
di atas standing way
N d Dl W N …........................................................................(28)
dimana :
Nd : Gaya Terpusat
W : Bouyancy akibat gerak lambung kapal
W ( L2 x) Dl L2 0 …......................................................................(29)
dimana :W (L2 – x) adalah MW dan - Dl L2 adalah MD
x
G
L2 X
L1
C c{
T1
Dl
s
N
Dengan demikian perhitungan kecepatan periode ketiga dapat dihitung pada tabel 14.
Dalam tahap keempat yang mendapat perhatian disini adalah jarak aft end of
sliding way di bawah air dan jarak di atas Threshold. Jika tinggi air dari Threshold
T0 tidak cukup dari tinggi sarat dari peluncuran kapal dari aft end of sliding ways
T2, tahap keempat mulai dengan drop. Dengan tiba – tiba masuk kedalam air aft end
of sliding ways sama – sama dengan kapal.
Maka persamaan geraknya adalah :
D
l s" R 0 ...............................................................................(31)
g
w
Dl
Dl
s" C sVd s' 2 ..........................................................(32)
2/3
R = ks
g 2
Diagram peluncuran adalah diagram yang memuat nilai – nilai dari momen
bouyancy (MW) dan momen berat (MD) pada tahapan kedua dan ketiga. Pada diagram
peluncuran dapat dilihat secara langsung fenomena sternlift pada periode ketiga dan proses
terjadinya tipping pada periode kedua, serta proses terjadinya Dropping.
Dalam diagram peluncuran terdapat komponen – komponen seperti berikut :
1. Momen Bouyancy (MW) dan momen berat (MD) pada tahapan kedua dan ketiga
2. Berat peluncuran (Dl)
3. Jarak peluncuran (s)
4. Bouyancy (W)
Selanjutnya diagram peluncuran dapat dilihat pada lampiran 29.
Tujuan utama dari perhitungan peluncuran memanjang (End launching) adalah
untuk mengklarifikasi hal-hal berikut :
a). apakah akan muncul tipping.
b). kapan akan trjadinya stern lift / pengangkatan buritan.
c). berapa besar tekanan poppet akan terjadi pada saat sternlift
Perhitungan peluncuran secara static adalah cukup untuk mengklarifikasi keadaan-
keadaan ini. Bagaimanapun Tipping mungkin hanya dalam tahap kedua dan buritan mulai
terangkat pada akhir tahap kedua. Oleh karena itu cukup untuk membuat perhitungan static
dari tahap kedua untuk memberikan suatu jawaban pada pertanyaan-pertanyaan di atas.
Perhitungan statikal tahap kedua peluncuran memanjang dilakukan menggunakan
skala Bonjean dengan metode Grafik-analitik yang mereduksi untuk penggambaran diagram
peluncuran untuk menyediakan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan diatas. Hasil
perhitungan dapat digambarkan dalam bentuk grafik dengan berbagai metode. Dalam
praktek desain kapal ditetapkan dua metode dasar penggambaran yang dikenal sebagai
diagram peluncuran British/inggris dan Frenc/Prancis. Kedua diagram diplot dengan
assumsi bahwa titik berat G bergerak dalam arah sejajar dengan garis Standing ways.
b) Hubungan antara berat kapal D1 dan jarak perpindahan s ….. (garis lurus
horizontal).
c) Hubungan diantara moment Mw dari buoyancy terhadap ujung belakang aft end
of sliding ways dan jarak perpindahan s …. (kurva). Hubungan ini dinyatakan
dengan rumus berikut : Mw = γW (L2 - x).
d) Hubungan antara moment MD dari berat peluncuran D1 terhadap ujung belakang
aft end of sliding ways dan jarak perpindahan s … (garis lurus horizontal).
Hubungan ini dinyatakan dengan rumus : MD = -D1. L2.
e) Hubungan antara moment M’w dari buoyancy terhadap threshold dan jarak
perpindahan s …. (kurva). Hubungan ini dinyatakan dengan rumus berikut :
M’w = γW (s - - L1 - x).
f) Hubungan antara moment M’D dari berat peluncuran terhadap threshold dan
jarak perpindahan s …. (garis lurus miring). Hubungan ini dinyatakan dengan
rumus : M’D = -D1(s - - L1).
A2,…AFP. Harga luas tiap-tiap station ini yang kita perlukan untuk menghitung volume
displacement dan letak titik tekan memanjang B. Untuk itu kita gunakan tabel perhitungan
displacement di bawah ini :
Luas
Faktor
No Station Faktor Luas Hasil Hasil
Momen
Station (m2)
I II I x II III I x II x III
AAP x a0 x
AP AAP a0 AAP x a0 20
20
1 A1 a1 A1 x a1 19 A1 x a1 x 19
2 A2 a2 A2 x a2 18 A2 x a2 x 18
3 A3 a3 A3 x a3 17 A3 x a3 x 17
… … … … … …
… … … … … …
… … … … … …
FP AFP a20 AFP x a20 0 AFP x a20 x 0
1 1
Volume displacement V = k.h. 1 (m3), Letak titik tekan memanjang LCB = 2/1
(m) Letak titik berat secara memanjang LCG adalah penting karena berhubungan dengan
perhitungan tipping, stern lift, trim dari kapal. Sedang letak titik berat meninggi KG adalah
penting untuk perhitungan stabilitas pada saat kapal selesai diluncurkan. Kadang-kadang
ballast padat maupun cair digunakan untuk mengatur letak titik berat kapal sehingga dapat
menghindari terjadinya tipping dan mendapat stabilitas yang baik.
Pada perhitungan periode II yang perlu dihitung adalah displacement, dan letak LCB
untuk mengetahui kapan kapal mengalami stern lift. Untuk menentukan harga displacement,
digunakan gambar bonjean curve yang dibagi dalam 10 langkah, yang setiap 1 langkah
terdiri 2 station. Setelah menentukan jarak ujung belakang sepatu luncur ke Ap (h) dan sarat
belakang (tb), ukur absis luas masing-masing garis station yang berpotongan dengan garis
sarat belakang (tb).
Selanjutnya masukkan harga absis yang sudah diukur pada masing-masing station
seperti pada tabel, dan selanjutnya hitung fungsi luas dan fungsi momennya. Selanjutnya hitung
displacement dan LCB pada langkah 10 Volume displacement (V ) = k.h.1 (m3). Letak titik
tekan memanjang (LCB) = 2/1 x h (m)