Anda di halaman 1dari 41

Ir.

Choiron, MM

SAFETY FOR
SAFETY FOR OFFSHORE
OFFSHORE
Tujuan SAFETYFOR
SAFETY FOROFFSHORE
OFFSHORE

Keselamatan Kerja Di Lepas Pantai

Definisi Tentang Keselamatan Kerja di


Lepas Pantai ( Mengenali Resiko Bekerja,
Prosedure Handling & Penanganan
Peralatan supaya aman, Serta Potensi
adanya Penyakit akibat Kerja )
Penerapan Risk Assessment serta Model
prevention, dokumentation dan reporting
Peraturan dan Perundang-undangan
tentang keselamatan kerja di lepas pantai
Referance SAFETYFOR
SAFETY FOROFFSHORE
OFFSHORE

Keselamatan Kerja Di Lepas Pantai

CCPS, Technical Planning For on site


Emergency ( Guidelines).1995 American
Institute For Chemical Engineer, New york
A.W.Cox F.P Lees And M.L Ang
Classification Of Hazardous Locations
IIGCHL
MARPOL & ISPS Code
SOLAS
Headline
Keselamatan bekerja di Off sohe pada umumnya ( anjungan,
menara bor, barge dll) yang dapat menyebabkan jatuhnya
seseorang ke laut memerlukan suatu SOP (standard Operating
Procedure) yang harus disetujui oleh Superintenden.
Dalam kasus tertentu pekerjaan di atas laut secara umum harus
penggunakan peralatan keselamatan berupa work vest dan body
hardness serta di temani oleh penjaga yang dilengkapi oleh Life-ring
untuk pertolongan jika diperlukan
Dan bila sangat mendesak bisa juga dugunakan safety net.
Kapal / boat harus selalu siap setiap saat untuk memberikan
pertolongan pada keadaan darurat, karena akses escape untuk
offshore sangat terbatas.
Jenis Offshore

Secara teknis, istilah perairan-dalam (deepwater)


maksudnya adalah pada perairan (laut) dengan
kedalaman lebih dari 300 m (984 ft), sedang perairan
sangat-dalam (ultra-deepwater) adalah untuk perairan
berkedalaman lebih dari 1.000 m (3.280 ft)
berbagai jenis sistem anjungan lepas pantai yang sesuai
untuk kedua perairan tersebut ada bermacam macam,
Mulai dari jenis terpancang (fixed platform) berikut
modifikasinya, hingga jenis bangunan apung (FPSO)
untuk perairan yang lebih dalam. Dalam hal ini akan
dipaparkan secara singkat beberapa jenis diantaranya
yaitu anjungan Mini-TLP, TLP, Spar dan FPSO.
Jenis Offshore
Mini-Tension Leg Platform
(Mini-TLP)
Adalahsebuah anjungan terapung yang ditambat ke
dasar laut dengan sistem tambat bertegangan.
Kata "mini" yang dipakai berkonotasi terhadap dua hal,
pertama merujuk pada dimensinya yang pada umumnya
memang relative lebih kecil dibanding ukuran TLP
konvensional.
Kedua, mengacu pada sifatnya yang relative low cost
developed karena digunakan untuk produksi di laut-
dalam dengan cadangan hidrokarbon cukup kecil, yang
mana akan tidak ekonomis jika digunakan sistem
produksi yang lebih konvensional lainnya.
Fungsinya yang lain adalah bisa sebagai anjungan
utilitas, satelit atau anjungan produksi awal pada sebuah
ladang hidrokarbon laut-dalam yang lebih besar
Mini-Tension Leg Platform
(Mini-TLP)
Tension Leg Platform (TLP)
Biasanya disebut juga TLP konvensional, untuk
membedakan dengan jenis Mini-TLP.
Jenis struktur ini berupa sebuah anjungan apung yang
diposisikan dan distabilkan melalui sistem tambat vertikal
(tendon) bertegangan tarik (minimal tiga tali-tambat yang
terpisah) yang dipancang di dasar laut. Tegangan tarik
pada tendon dihasilkan oleh adanya daya apung dari
bagian lambung anjungan yang tercelup dalam air.
Sifat dari anjungan ini, pada saat terkena beban-beban
seperti gelombang, angin atau arus, anjungan akan
bergerak menyamping dengan tetap pada kondisi
horisontal karena aksi paralel dari tendonnya. Gerak
vertikalnya (heave) dirancang secara ketat agar sangat
terbatas geraknya, sehingga fasilitasnya cocok dipakai
untuk surface completion dari sumur-sumur.
Tension Leg Platform (TLP)
Spar Platform
Adalah jenis anjungan lepas pantai yang berupa suatu unit
produksi terapung berbentuk silinder vertikal (kolom
tunggal) dengan ciri sarat air (draft) cukup dalam yang
memungkinkan menyimpan sejumlah kecil minyak mentah
di dalam kolomnya.
Silinder vertikal tersebut utamanya berfungsi sebagai
penopang geladak (deck). Kondisi bagian atas deck
(topside) sama seperti pada anjungan terpancang pada
umumnya yaitu terdapat perlengkapan pengeboran dan
fasilitas produksi.
Memiliki tiga jenis riser yaitu riser untuk produksi,
pengeboran dan untuk eksport produk. Lambung vertical
tunggalnya ditambat di dasar laut dengan taut caternary
system yang memiliki enam hingga dua puluh tali tambat.
Terdapat dua jenis spar yaitu classic spar dan truss tpar.
Jenis yang kedua ini merupakan modifikasi dari classic
spar.
Truss SPAR Kikeh-Malaysia
Floating Production, Storage and
Offloading system (FPSO)
Adalah sebuah fasilitas terapung yang dipasang di sekitar suatu
ladang minyak dan gas bumi lepas pantai yang fungsinya untuk
menerima, memproses, menyimpan dan menyalurkan/mengirim
hidrokarbon.
Bangunan FPSO ini terdiri dari sebuah struktur pengapung
berbentuk sebuah kapal (bangunan baru atau dari modifikasi
kapal tanker yang dialihfungsikan) yang secara permanen di
tambatkan ditempatnya beroperasi.
Ruang muat dari bangunan kapalnya ini digunakan sebagai
penyimpan minyak yang diproduksi. Di atas bangunan
apungnya ini dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pemroses
(topside facilities) hidrokarbon dan akomodasi. Konfigurasi
sistem tambatnya bisa berupa jenis tambat menyebar ( spread
mooring type) atau sistem tambat titik tunggal (single point
mooring system). Tapi pada umumnya berbentuk sebuah turret.
Floating Production, Storage and
Offloading system (FPSO)
Campuran fluida yang dihasilkan, yang bertekanan tinggi dikirim
ke fasilitas pemrosesan yang berada di atas geladak kapalnya.
Sedang minyak, gas dan air dipisahkan. Air dibuang ke luar
kapal setelah diproses untuk menghilangkan hidrokarbonnya.
Hasil minyak mentah yang sudah distabilkan disimpan dalam
tangki-tangki muatnya dan secara berkala dipindahkan ke kapal
tanker yang datang berkala (shuttle tanker) melalui sebuah buoy
atau dengan cara merapatkan kapal tanker ke dekat FPSO
secara langsung.
Gas hasil produksi bisa digunakan kembali untuk meningkatkan
produksi dengan teknik gas lift atau menghasilkan energi bagi
keperluan di dalam FPSO itu sendiri.
Sementara gas yang masih tersisa dibakar atau dimanfaatkan
lagi dengan cara dikompres dan disalurkan ke daratan melalui
sistem pipeline atau diinjeksikan lagi ke dalam reservoir.
Floating Production, Storage and
Offloading system (FPSO)
SOLAS
SAFETY OF LIFE AT SEA
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 65 TAHUN 1980
MENGESAHKAN "INTERNATIONAL CONVENTION
FOR THE SAFETY OF LIFE AT SEA, 1974", SEBAGAI
HASIL KOFERENSI INTERNASIONAL TENTANG
KESELAMATAN JIWA DI LAUT 1974, YANG TELAH
DITANDATANGANI OLEH DELEGASI PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA, DI LONDON, PADA TANGGAL
1 NOPEMBER 1974
MERUPAKAN PENGGANTI "INTERNATIONAL
CONVENTION FOR THE SAFETY OF LIFE AT SEA,
1960",
Safety For Offshore Vs SOLAS
Chapter I - General Provisions

Chapter II-1 - Construction - Subdivision and stability, machinery


and electrical installations

Chapter II-2 - Fire protection, fire detection and fire extinction

Chapter III - Life-saving appliances and arrangements

Chapter X - Safety measures for high-speed craft

Chapter XI-1 - Special measures to enhance maritime safety

Chapter XII - Additional safety measures for bulk carriers


Specific Untuk Gas Offshore
Hazards: cryogenic hazards (very low
temperature), vapor dispersion, vapor flash fire,
LNG pool fires, dan kemungkinan RPT (rapid
phase transition) walaupun kemungkinannya
lebih kecil.
Equipment and reliability data : Dikarenakan
cryogenic liquid, material dan equipment yang
dipakai bisa berbeda dari FPSO lainnya
sehingga reliability data yang di regular risk
assessment
Specific Untuk Gas Offshore
Protection: Gas LNG tidak boleh bersentuhan dengan air
krn air (at ambient temperature) adalah big heat source
untuk LNG vaporization. Untuk itu, high expansion foam
yang dipakai untuk mengontrol LNG vapor dispersion
dan pool fire. Fire water system mungkin digunakan
untuk melindungi equipment (supaya mencegah BLEVE,
walaupun bbrp expert bilang kalo BLEVE jarang terjadi di
LNG facility), melindungi structure dan escape route atau
untuk vapor dispersion mitigation system.
FPSO equipment/module layout, PFD or even
P&ID, process condition, dll
Fire and Safety Of Offshore
Production Platform
Active & Passive Fire Protection
Blast Overpressure protection
Fire and Gas Detection System
Hazardous Area Classification
Escape, Evacuation and Rescue
Life Saving
ESD, Blowdown and Flare System
Navigation Aids
Active & Passive Fire Protection
Fire water supply : fire water demand dengan maximum fire
scenario, yang digunakan untuk menentukan fire water pump
capacity dengan 100% redundancy. Fire water ring (grid system)
juga digukan di sini untuk menjamin fire water supply tetap tersedia
jika salah satu brach ada yang damage. Fire water pump dan fire
water ring ini posisinya ada di Hull Side, dan akan di Tie-in ke Active
fire protectionm yang ada di toside ataupun di storage tank di Hull
side
Deluge system : as per NFPA 15, dan beberapa Offshore dengan
budget yang besar menggunkan foam sytem sebagai fire protection
systemnya.
Sprinkler sytem : as per NFPA 13 untuk living quarter atau
accommodation module.
Hydrant, monitor dan hosereel : sama dengan yang ada di onshore
processing facilities
Helideck protection : hampir sama dengan yang ada di offshore
platform
Blast Overpressure protection
Critical structural steelwork : khususnya
buat primary escape route
Blast wall : tergantung explosion modelling
Explosion risk assesment : untuk
mencegah explosion escalation
Fire and Gas Detection System
Flammable Gas Detectors
Heat Detection
Flame Detection
Smoke Detection
Hazardous Area Classification
API 500 : Class 1, Div 1 dan Div 2
API 505 : Class 1 , Zone 0, Zone 1, dan
Zone 2
Escape, Evacuation and Rescue
As per SOLAS (Safety Of Life At Sea)
requirement
Life Saving
Lifebuoys
Lifejackets
Fireproof clothing
Personal Survival Packs
Personal Survival Grab Bags
Firemans BA Units
Stretchers
Safety Shower & Eyebath
Rechargeable Lamps & Charger
Breathing Air Compressor
ESD, Blowdown and Flare System
As per API 521 : heat flux and noise
Navigation Aids
As per SOLAS (Safety Of Life At Sea) requirement ( chapter V )
identifies certain navigation safety services which should be
provided by Contracting Governments and sets forth provisions of
an operational nature applicable in general to all ships on all
voyages.
The subjects covered include the maintenance of meteorological
services for ships; the ice patrol service; routeing of ships; and the
maintenance of search and rescue services.
This Chapter also includes a general obligation for masters to
proceed to the assistance of those in distress and for Contracting
Governments to ensure that all ships shall be sufficiently and
efficiently manned from a safety point of view.
The chapter makes mandatory the carriage of voyage data
recorders (VDRs) and automatic ship identification systems (AIS) for
certain ships.
Basic Sea Survival
Latar Belakang
Kemampuan bertahan diri seorang manusia dari lingkungan sekitar
bisa berasal dari dirinya yang merupakan anugerah dari Yang Maha
Kuasa atas disertakannya akal dalam penciptaan manusia atau bisa
juga bertambah dari proses berlatih maupun kebiasaan
bersentuhan dengan alam lingkungan sekitarnya. Lingkungan
sekitar tersebut bisa saja habitat asli maupun habitat asing
Jungle dan Sea Survival merupakan dua contoh mekanisme bertahan
manusia terhadap lingkungan sekitar yang bukan merupakan
habitat aslinya.
Terdapat juga istilah Urban Survival, dimana manusia dengan
segenap skill-nya dituntut mampu bertahan di lingkungan kota yang
notabene merupakan habitat aslinya.
Basic Sea Survival
Basic Sea Survival Training merupakan salah satu
pelatihan yang harus dilalui oleh para pekerja di industri
Oil and Gas,terutama yang berlokasi kerja di offshore.
Pelatihan lain yang harus dilalui adalah Basic Fire
Fighting dan First Aid Training.
Tingkat resiko yang tinggi dan kesadaran akan
keselamatan yang semakin berkembang serta peraturan
peraturan internasional maupun regional yang berlaku
menjadikan pelatihan-pelatihan tersebut adalah
minimum requirements yang harus dipenuhi di samping
pelatihan-pelatihan lain dengan level yang lebih tinggi.
Basic Sea Survival
Resiko Bekerja Di Laut lepas maupun muara-
muara sungai di tepi laut
• Man Over Board (terjatuh ke laut),
• Platform collapse (anjungan runtuh),
• Kebakaran di anjungan,
• Kapal tenggelam,
• Kecelakaan saat transfer pekerja dari jetty ke boat, dari
boat ke boat landing di anjungan
Basic Sea Survival
kecelakaan di laut bisa diklasifikasikan
menjadi 2 (dua) kriteria umum :
Controlled : Bila terjadi accident dan
masih memiliki waktu cukup, personal
on board dapat dievakuasi
menggunakan alat-alat keselamatan
yang tersedia baik di kapal maupun
offshore platform (misal: sekoci,
lifecraft).
Uncontrolled : Bila terjadi accident
tapi tidak ada waktu yang cukup,
sehingga sulit untuk melakukan Gambar 1. LifeCraft yang telah te
evakuasi
Basic Sea Survival

Gambar 2. Warming Up Gambar 3. Life Jacket Tipe 1

Gambar 4. Lompatan ke Permukaan Air


Gambar 5. Menjauhi Sumber Bahaya
Basic Sea Survival
5 jenis tipe life jacket atau pelampung :
• Tipe I adalah pelampung yang digunakan untuk lokasi kerja di
offshore, pelampung jenis ini akan menopang kepala korban
sehingga dalam posisi bagaimanapun (misal: pingsan) kepala
korban akan berada di atas permukaan air.
• Tipe II adalah pelampung untuk lokasi kerja di near shore.
• Tipe III adalah pelampung yang digunakan untuk mengapung
dalam waktu yang relatif singkat.
• Tipe IV adalah pelampungpelampungyang di desain untuk
kegiatan olahraga. Pelampung
• Tipe V adalah pelampung yang di desain khusus, salah
satu bentuknya adalah seperti ban bekas yang banyak
digunakan di kolam renang.
Basic Sea Survival
Pada kondisi di permukaan air terdapat 3 (tiga) bahaya
utama, yaitu :
Mati karena tenggelam
Exposure kepada elemen alam (misal sinar matahari,
meminum air laut
Luka yang bisa mengundang binatang laut,
Dinginnya air laut yang bisa mengakibatkan
hypothermia)
Basic Sea Survival

Gambar 6. HELP Position Gambar 7. HUDDLE Position


Basic Sea Survival

Gambar 8. Proses Pembalikkan Lifecraft Gambar 9. Renang Berkelompok


Basic Sea Survival
Salah satu metode yang bisa digunakan untuk menuju ke posisi lifecraft
atau tempat lain yang lebih aman adalah dengan cara melakukan
renang berkelompok.
Posisikan korban-korban dalam satu baris, korban terdepan berfungsi
sebagai commander agar gerakkan mendayung menggunakan tangan
bisa dilakukan dengan kompak.
Sedangkan korban yang paling belakang berfungsi mengatur direction
dari barisan tersebut. Dalam posisi ini, kaki korban dijepit ke
badan korban yang berada di depannya sedangkan kedua tangan
digunakan untuk mendayung.
Posisi renang berkelompok seperti ini bisa juga berfungsi membawa
korban yang cidera atau dalam keadaan paling lemah dengan
memposisikan korban tersebut ditengah barisan
Basic Sea Survival
Setelah berada dekat dengan lifecraf korban segera berpegangan
pada tali yang berada di sekeliling lifecraft. Korban
dengan kondisi fisik terkuat naik pertama kali karena untuk naik ke
dalam lifecraft diperlukan tenaga yang tidak sedikit,
apalagi dalam posisi mengenakan pelampung. Posisikan badan
sedekat mungkin (sampai menempel) ke lifecraft,
kaitkan kaki di tangga yang terbuat dari tali kemudian dorong tubuh
hingga dalam posisi berdiri dan lakukan roll depan
untuk masuk ke dalam lifecraft. Singkirkan terlebih dahulu benda-
benda yang menempel pada korban yang akan naik
masuk agar tidak merusak lifecraft tersebut. Selanjutnya bantu korban-
korban yang belum naik dengan memegang
pakaian korban, bukan dengan memegang tangannya secara
langsung.
Basic Sea Survival
Setelah semua korban masuk ke dalam lifecraft, segera lakukan
penunjukkan leader dari kelompok tersebut agar
pengambilan keputusan selanjutnya bisa berjalan dengan baik. Selama
berada di lifecraft terdapat 4 (empat) langkah
yang dilakukan oleh kelompok tersebut yaitu Protection, Organization,
Location, Comfort. Langkah pertama yang
dilakukan adalah Protection. Segera pasang anchor sea agar lifecraft
tidak terombang-ambing terlalu jauh oleh
gelombang maupun arus laut. Periksa survival kit yang berada di dalam
lifecraft, selanjutnya periksa dengan seksama
seluruh bagian lifecraft sebagai antisipasi bila terjadi kebocoran.
Gunakan dayung pada 2 sisi lifecraft untuk menjauh
dari sumber bahaya.
Basic Sea Survival
Bila posisi lifecraft sudah dalam kondisi aman, langkah selanjutnya
adalah meng-organize kelompok tersebut.
Lakukan pembagian tugas dengan menyerahkan tanggung jawab
penggunaan survival kit kepada seluruh anggota kelompok.
Berikan obat anti mabuk sebelum anggota kelompok merasa
mabuk laut dengan waktu 8 jam sekali atau 3 kali dalam
24 jam. Bila ada anggota kelompok yang terlanjur akan muntah,
gunakan plastik yang tersedia, jangan membuang
muntahan di laut karena bisa mengundang binatang laut yang
berbahaya, begitu juga dengan darah bila ada korban
yang terluka. Leader menjelaskan cara penggunaan survival kit
tersebut sekaligus mengatur jadwal jaga dan istirahat
anggota kelompok.
Selain itu, Group Leader juga harus bisa melakukan pendekatan
persuasif bila ada anggota kelompok yang mulai kehilangan
kepercayaan diri dan kemauan untuk bertahan hidup.

Anda mungkin juga menyukai