Anda di halaman 1dari 2

Nissan U Turn 1999 – 2001

Perusahaan skala besar sekelas Nissan juga dapat mengalami masalah sulit berkaitan dengan skala
ekonominya dalam bersaing dengan kompetitor. Sejak tahun 1998, Nissan mengidentifikasi banyak
kerugian yang dialami dalam operasi perusahaan. Penyebabnya adalah inefisiensi, terlalu banyak
sumber daya yang dialokasikan untuk produksi dan pemasaran. Nissan kemudian meminta Ghosn untuk
melakukan restrukturisasi pada pabrik Nissan dalam rangka efisiensi. Ghosn setuju, dan dalam
menjalankan tugasnya banyak keputusan-keputusan tidak populer yang dibuatnya.

Tentu ini menuntut penyesuaian dari seluruh komponen perusahaan yang terlibat. Perubahan yang
dilakukan Ghosn antara lain: pengurangan jumlah tenaga kerja, meningkatkan rasa memiliki dan
tanggung jawab karyawan, mengaktifkan team work, menumbuhkan kesadaran bahwa burning platform
dan reengenering merupakan suatu kewajaran, penghematan, standarisasi keuangan internasional.
Tantangan terbesar bagi Gohsn adalah mengubah mindset dari anggota perusahannya. Hasilnya sangat
menakjubkan bagi Nissan.

Nissan berhasil mengatasi krisis, tetapi bagaimana kelanjutannya?

Analisis Kasus

Dalam keempat kasus terlihat dengan jelas bahwa manajemen terhadap aspek-aspek ekonomi
perusahaan menyangkut pengambilan keputusan oleh manajer untuk membuat perusahaan tetap
bergerak dalam koridor untuk menuju pada tujuannya. Keputusan yang dibuat oleh manajer bukan
suatu langkah mudah. Pembuatan keputusan dapat dilakukan dengan cara intuitif maupun berdasarkan
pada pengalaman emprik. Pada keempat kasus, hampir tidak ada manajer yang membuat keputusan
murni dengan salah satu cara tersebut. Semuanya memadukan antara intuisi yang dimiliki dengan
pengalaman-pengalaman mereka secara empirik terkait dengan bidang tugasnya. Walaupun demikian,
asumsi-asumsi yang ditetapkan bisa saja tidak merupakan suatu kewajaran.

Asumsi tersebut berlaku dan dianggap tepat sesuai dengan kondisi perusahaan atau lingkungan yang
dipimpinnya. Keputusan yang dibuat para manajer boleh saja tidak populer, tetapi dapat juga mengikui
pola-pola umum. Untuk mendapatkan kompetensi utama dari perusahaan, kadang kala manajer
membuat keputusan-keputusan yang tidak populer.

Keputusan tersebut bisa saja berseberangan dengan budaya kerja perusahaan. Tidak menjadi masalah,
di sinilah letak tantangan terbesar manajer untuk dapat menghasilkan budaya organisasi yang baru.
Dalam manajemen proses ini dikenal dengan banyak istilah, seperti business process reenginering atau
setting mindset, atau burning platfrom and renew one. Hasil dari keputusan baru dapat ditentukan
setelah dijalankan. Manajer yang baik tentunya memiliki komitemen untuk menjalankan keputusan
sampai pada saat hasil dari keputusan dievaluasi. Bisa saja keputusan tersebut gagal.

Kegagalan dapat menjadi sebuah pengalaman yang berati untuk memikirkan langkah dan strategi baru.
Pada hampir semua kasus, ide-ide cemerlang justru timbul ketika perusahaan mengalami kesulitan dan
masalah. Di sinilah letak pentingnya sensitifitas bisnis, komunikasi, knowledge management, dan
teamwork. Komponen-komponen tersebut terbukti dapat menjawab pelaksanaan keputusan yang telah
dibuat oleh manajer. Manajer dalam menjalankan perusahaan harus siap menghadapi risiko. Oleh sebab
itu, selain membuat keputusan manajerial dalam bidang operasional perlu juga dilakukan manajemen
risiko terhadap operasional dan keputusan yang telah dibuat. Perkembangan dan operasi perusahaan
pada dasarnya harus menjalani siklus bisnis.

Sampai pada saatnya, perusahaan mungkin akan berada di bawah, tetapi dengan keputusan yang tepat
perusahaan harus mampu bangkit kembali mungkin dengan perubahan pada platform ataupun
kebijakan yang diterapkan. Masa depan tidak dapat diprediksi dengan tepat oleh proses pengambilan
keputusan dengan teknik secanggih apapun juga. Yang mungkin dilakukan oleh para manajer
professional adalah mengantisipasi dengan penerapan manajemen yang tepat. Berbagai teknik dan
metode manajemen modern tetap menekankan bahwa perusahaan harus berani mengambil risiko dan
menanggung risiko, tetapi dengan memperhatikan usaha untuk memperkecil risiko dan impac dari
beragam risiko tersebut.

Seberapa hebatnya manajer yang mendapatkan tugas tidak akan berarti apa-apa tanpa dukungan dari
para pekerja didalam perusahaan. Manajer berfungsi mengarahkan, mengendalikan, mengawasi, dan
melakukan evaluasi terhadap rencana-rencana yang telah ditetapkan. Operasi tetap kembali kepada
para karyawan dan unit kerja. Rasa memiliki perusahaan, karisma, dan kepemimpinan sangat penting
bagi para manajer untuk dapat membuat programnya dapat berjalan dan dilaksanakan dengan baik oleh
para karyawan. Hasil akhirnya tentu saja perusahaan mendapatkan tujuannya: profit dan satisfaction
bagi karyawan serta customer satsfaction and customer loyality.

Anda mungkin juga menyukai