A B S T R A C T
Article history:
Kajian Tiplogi Lintas Bahasa terdapat jenis kesemestaan Bahasa Received 24/03/2020
terhadap Bahasa – Bahasa yang ada di dalamnya. Fokus di dalam
penelitian kali ini, peneliti ingin melihat affiks apa saja yang dapat
membentuk nominalisasi verba dalam Bahasa Jawa Banyumasan, dan
Keywords:
juga mengidentifikasi fungsi semantik yang dihasilkan dari masing –
Nominalisasi Bahasa
masing affiks tersebut di dalam Bahasa Jawa Banyumasan. Hasil dari
penelitian ini menunjukan bahwa Bahasa Jawa Banyumasan (BJB) dan Tipologi Banyumas
Bahasa Jawa Sentral (BJS) mempunyai penominal berupa prefiks,
sufiks, dan konfiks. BJB memiliki jenis yang variatif, setara dengan
BJS. Namun pada kedua bahasa ini juga keduanya sama - sama
mempunyai konfiks nominal –an.
1. Pendahuluan
Di dalam kajian Tipologi, dapat ditemukan bentuk kata yang berpindah kelas kata dari verba
menjadi nomina. Makna verba disini dapat diartikan secara semantis dan sintaktis. Jika dilihat secara
semantis verba adalah jenis atau kategori kata leksikal yang mengandung konsep atau makna perbuatan atau
aksi. proses, atau keadaan yang bukan merupakan sifat atau kualitas. Dapat dilihat pada kata berbbagai kata di
dalam Bahasa Banyumasan misalnya saja kata pangan”makan”. Atau mbadog “makan secara terburu – buru”
yang dapat dikategorikan verba manner.
Jika di dalam Bahasa Jawa dialek Banyumasan misalnya saja, kata pangan “makan” termasuk kelas
kata verba setelah mendapat imbuhan sufiks-an menjadi panganan “makanan” tergolong kelas kata
nomina. Nominalisasi merupakan fenomena lingual yang pada akhirnya nanti mengubah suatu bentuk kata ke
bentuk lain dari kelas kata verba menjadi kelas kata nomina (Crystal, 2008: 328; Comrie dan Thompson,
2007: 334). Dalam linguistik, kajian yang membahas mengenai nominalisasi menjadi pusat perhatian, salah
satunya ketaksaan interpretasinya (Rahert dan Alexiadou, 2010: 1).
Copyright © 2018, Parole: Journal of Linguistics and Education, p-ISSN 2087-345X, e-ISSN 2338-0683
2
Fokus di dalam penelitian kali ini, peneliti ingin melihat affiks apa saja yang dapat membentuk
nominalisasi verba dalam Bahasa Jawa Banyumasan, dan juga mengidentifikasi fungsi semantik yang
dihasilkan dari masing – masing affiks tersebut di dalam Bahasa Jawa Banyumasan.
Penelitian selebelumnya yang membahas mengenanominalisasi dilakukan oleh (Setyawati, 1998;
Vinh, Thao, dan Quynh, 2013), selain itu, permasalahan teoretis nominalisasi juga dilakukan oleh Grange,
2008; Arka, 2011; Grange, 2015. Bentuk-bentuk yang bermasalah dalam nominalisasi (Taher, 2015). Sejauh
yang peneliti temukan, belum ditemukan kajian yang membandingkan nominalisasi dalam Bahasa Jawa
Banyumasan dan Bahasa Jawa Sentral.
Penelitian yang dilakukan oleh Ati Rahmawati berjudul “Verba Denominal Bahasa Jawa pada
Majalah Djaka Lodang Tahun 2008 (Kajian Morfologi)”. Penelitian tersebut membahas kajian morfologi
tentang verba denominal, yaitu kata kerja yang diturunkan dari kata benda. Hasil dari penelitian tersebut
ditemukan enam perubahan jenis kata verba denominal, yaitu perubahan jenis kata kerja aktif transitif yang
diturunkan dari kata benda konkrit, perubahan jenis kata kerja aktif intransitif yang diturunkan dari kata benda
konkrit, perubahan kata kerja aktif intransitif yang diturunkan dari kata benda abstrak, perubahan jenis kata
kerja imperatif yang diturunkan dari katabenda konkrit, perubahan jenis kata kerja keadaan yang diturunkan
dari kata benda konkrit, perubahan jenis kata kerja pasif yang diturunkan dari kata benda.
Nominalisasi di dalam tipologi merupakan fenomena lingual yang mengubah ke dalam bentuk lain ke
dalam kelas kata nomina (Crystal, 2008: 328; Comrie dan Thompson, 2007: 334). Dalam linguistik, kajian
perihal nominalisasi menjadi pusat perhatian karena, salah satunya, makna ganda di dalam proses
interpretasinya (Rahert dan Alexiadou, 2010: 1). Seperti dicontohkan, examination dapat diinterpretasi sebagai
sebuah event atau bukan event. Tipe-tipe nominalisasi, pada awalnya dideskripsikan secara tipologis oleh Ha
Yap, dkk. (2011). Di dalam, perspektif tipologis cukup menyisakan ruang untuk kajian nominalisasi
karenapada unsur nomina adalah unsur penting di dalam sebuah bahasa dan tiap bahasa di dalamnya
mempunyai realisasi nominalisasi yang beragam. Proses di dalam nominalisasi, dengan demikian merupakan
salah satu fokus utama adalah nomina itu sendiri. Nomina merupakan kategori leksikal mempunyai kekhasan
yang berkaitan dengan referensial (Baker, 2004: 96). Hal ini karena secara semantik, nomina mengacu pada
entitas di dunia. Jika dibandingkan dengan verba dan adjektiva, secara statistik, nomina lebih sering
digunakan,
2. Metode
Metode penelitian yang akan digunakan pada mengenai nominalisasi verba pada Bahasa Banyumasan ini
adalah metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder.
Sumber data primer didapatkan dengan melakukan wawancara langsung terhadap penutur asli bahasa bahasa
Banyumas dan Bahasa Jawa Sentral, serta pula ditambah dengan intuisi dari penulis yang merupakan penutur
asli bahasa Banyumas. Sumber data sekunder didapatkan dari jurnal-jurnal penelitian terdahulu yang relevan
dengan penelitian ini. Setelah data didapatkan, data akan dianalisis dengan pendekatan tipologi dimana data
Bahasa Banyumasan dan Bahasa Jawa Sentral akan dibandingkan dengan penelitian-penelitian) sebelumnya
untuk memparkan persamaan dan perbedaan yang terdapat pada Nominalisasi kedua bahasa tersebut dan
bahasa secara umum.
Data dalam artikel ini adalah kalimat-kalimat dalam Bahasa Banyumasan dan Bahasa Jawa sentral
secara nominalisasi verba dan mempengaruhi fungsinya dalam kalimat. Semua kalimat yang memiliki
pemarkah di dalam kata verba dikumpulkan dan dikelompokan masing – masing fungsinya. Sumber data
yang penulis gunakan adalah data sekunder yang penulis peroleh dari internet, kamus, dan buku-buku umum.
2.2 Metode Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diklasifikasi berdasarkan bentuk dan distribusi pemarkah fatis dalam
kalimat, kemudian dipendar dengan kajian tipologi dari ciri fonologis dan sintaksisnya, yakni varian tonal
pemarkah fatis pada kalimat-kalimat imperatif, deklaratif, dan introgatif. Setelah itu data diuji untuk
mengetahui ciri-ciri tipologis melalui posisi pemarkah fatis yang terkandung di dalam kalimat-kalimat yang
ada dan bagaimana fungsinya dalam kalimat. Kajian fonologis, khususnya ciri-ciri akustik tiap pemarkah
3
Dalam proses penelitian yang, peneliti ingin melihat bagaimana perubahan bentuk verba menjadi
nomina jika mendapatkan imbuhan apa saja di dalam Bahasa Banyumasan. Penulis akan melihat fungsi
suffiks apa saja yang ada di dalam kategori verba. Hingga nanti pada akhirnya nanti dapat ditemukan kaidah
yang dari fungsi yang dihasilkan oleh masing – masing suffiks pada Bahasa Banyumasan ini. Selain aspek
diatas, penulis juga ingin melihat aspek semantis yang dihasilkan oleh perubahan makna pada suffiks di dalam
Bahasa Banyumasan ini
Tipologi Nominalisasi Bahasa Banyumasan
Bentuk tipologi nominalisasi di dalam Bahasa Banyumas, dapat diartikan sebagai bentuk penggunaan
verba (kata kerja) atau adjektiva (kata sifat) sebagai nomina (kata benda), dengan atau tanpa perubahan
morfologis, sehingga kata tersebut dapat bertindak sebagai kepala dari suatu frasa nomina. Nominalisasi ada
pada bahasa-bahasa di seluruh dunia. Beberapa bahasa memungkinkan verba digunakan langsung sebagai
nomina, sedangkan yang lainnya memerlukan beberapa bentuk transformasi morfologis. Di dalam penelitian
ini, peneliti ingin melihat sejauh mana bentuk perubahan verba menjadi nomina jika mendapatkan imbuhan.
Pengimbuhan prefiks dengan imbuhan ny-
Data yang ditemukan dari hasil penelitian berkaitan dengan perubahan jenis kata kerja aktif transitif
yang berasal dari verba adalah sebagai berikut.
1. Cawuk menjadi Nyawuk
Kata nyumed merupakan verba, tetapi pada contoh 1 secara makna lebih berterima jika dibandingkan
dengan contoh pada nomor 2. Mengapa dapat terjadi hal yang sedemikian rupa dikarenakan, perbedaan
tersebut ada pada nuansanya. Jika merupakan verba,maka pertama, kalimatnya harus menunjukkan adanya
objek di dalam kalimat tersebut. Hal yang terjadi di dalam kalimat kedua tidak adanya ditemukan objek dari
hal yang telah dilakukan oleh subjek. Hal ini karena subjek bukanlah persona atau bentuk yang dipersonakan.
Data yang ditemukan dari hasil penelitian berkaitan dengan perubahan jenis kata kerja aktif transitif
yang berasal dari verba yang telah berubah bentuknya menjadi bentuk nomina.
Di dalam kalimat Rika nukokna bakso dapat dilihat dengan jelas perubahan bentuk kata dari buku yang
berabrti membeli menjadi bentuk nomina yaitu nukokna, serta adanya aktivitas yang dilakukan oleh osubyek
di dalam kalimat tersebut.
Kata nyakot merupakan verba, tetapi pada contoh 1 secara makna lebih berterima jika dibandingkan
dengan contoh pada nomor 2. Mengapa dapat terjadi hal yang sedemikian rupa dikarenakan, perbedaan
tersebut ada pada nuansanya. Jika merupakan verba,maka pertama, kalimatnya harus menunjukkan adanya
objek di dalam kalimat tersebut. Hal yang terjadi di dalam kalimat kedua tidak adanya ditemukan objek dari
hal yang telah dilakukan oleh subjek. Hal ini karena subjek bukanlah persona atau bentuk yang dipersonakan.
Di dalam kalimat kucingmu nyakot aku dapat dilihat dengan jelas perubahan bentuk kata dari buku yang
berabrti membeli menjadi bentuk nomina yaitu nukokna, serta adanya aktivitas yang dilakukan oleh osubyek
di dalam kalimat tersebut.
Data yang ditemukan dari hasil penelitian berkaitan dengan perubahan jenis kata kerja aktif transitif
yang berasal dari verba adalah sebagai berikut
Kutipan pada nomer 3, terdapat kata nakon “bertanya” dan kutipan pada nomer 4 terdapat kata
nabok”memukul”. Kata tersebut berasal dari kata dasar yaitu takon dan tabok, yang mengalami proses
pengimbuhan prefiks dengan imbuhan /n-/. Pada kata bentukan tersebut terjadi perubahan morfem yang
disebut proses morfofonemik, karena {N-} bertemu dengan fonem /t,d, th, dh/ maka berubah menjadi
{n-}. Kata jiot dan tebas adalah kata yangdiawali dengan fonem /t, j/ maka fonem tersebut berubah
menjadi n-dan kata tersebut berubah fungsi dari kata verba menjadi kelas kata nomina
Kata nakoni merupakan verba, tetapi pada contoh 3 secara makna lebih berterima jika dibandingkan dengan
contoh pada nomor 4. Mengapa dapat terjadi hal yang sedemikian rupa dikarenakan, perbedaan tersebut ada
pada nuansanya. Jika merupakan verba,maka pertama, kalimatnya harus menunjukkan adanya objek di dalam
kalimat tersebut. Hal yang terjadi di dalam kalimat kedua tidak adanya ditemukan objek dari hal yang telah
dilakukan oleh subjek. Hal ini karena subjek bukanlah persona atau bentuk yang dipersonakan.
Di dalam kalimat Ibu nakoni inyong dapat dilihat dengan jelas perubahan bentuk kata dari buku yang berarti
membeli menjadi bentuk nomina yaitu nukokna, serta adanya aktivitas yang dilakukan oleh osubyek di dalam
kalimat tersebut.
Pengimbuhan suffiks dengan imbuhan na-
Data yang ditemukan dari hasil penelitian berkaitan dengan perubahan jenis kata kerja aktif transitif
yang berasal dari verba adalah sebagai berikut.
5. Pangan menjadi Panganan
Inyong gawa panganan
1SG act-bawa makan-nom
Kutipan pada nomer 5 terdapat kata panganan ”makanan”. Kata tersebut berasal dari kata dasar pangan
yang mengalami proses pengimbuhan suffiks gabung dengan imbuhan -na. Pada kata bentukan tersebut
terjadi perubahan morfem yang disebut proses morfofonemik, karena {N-} bertemu dengan suffiks –na dan
kata tersebut berubah fungsi dari kata verba menjadi kelas kata nomina.
Jika data diatas merupakan bentuk dari nominalisasi di dalam Bahasa Jawa dialek Banyumasan dan
Bahasa Jawa Sentral, dibawah ini peneliti ingin melihat sejauh mana fungsi aspek semantik di dalam masing –
masing kalimat dari data bahasa diatas.
(1) Inyong gawa panganan
(2) Inyong gawa
Kata pangan merupakan verba, tetapi pada contoh 3 secara makna lebih berterima jika dibandingkan
dengan contoh pada nomor 4. Mengapa dapat terjadi hal yang sedemikian rupa dikarenakan, perbedaan
tersebut ada pada nuansanya. Jika merupakan verba,maka pertama, kalimatnya harus menunjukkan adanya
objek di dalam kalimat tersebut. Hal yang terjadi di dalam kalimat kedua tidak adanya ditemukan objek dari
hal yang telah dilakukan oleh subjek. Hal ini karena subjek bukanlah persona atau bentuk yang dipersonakan.
Di dalam kalimat Ibu nakoni inyong dapat dilihat dengan jelas perubahan bentuk kata dari buku yang berarti
membeli menjadi bentuk nomina yaitu nukokna, serta adanya aktivitas yang dilakukan oleh osubyek di dalam
kalimat tersebut
7
Di dalam Bahasa Banyumasan terdapat kata – kata terdapat kalimat mengko angger nyong wis
rampung gole kerjai nyong arep jaluk tulung gawakna barabg – barange nyong nang umahe artinya „nanti
kalau saya sudah selesai kerja, saya mau minta tolong kamu untuk membawakan barang saya. Dari kalimat
tersebut terdapat bentuk kekhasan dialek Banyumas pada aspek morfologis tampak pada kata omongna yang
berkata dasar omong dan mendapat afiksasi berupa sufiks {-na}. Penanda dialek Banyumas berupa
penambahan konfiks{-na} tersebut. Perbedaan tipe morfologis antara bahasa Jawa dialek Banyumas dengan
bahasa Jawa Sentral misalnya saja pada proses sufiksasi yaitu penambahan akhiran {-ke/ -ake} misalnya saja
digawake pada bahasa Jawa baku jika pada bahasa Jawa dialek Banyumas berupa {-na} terdapat pada kata
digawakna.
Affiks Derivatif
Bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa Jawa mempunyai afiks derivatif sebagai sebuah penominal yang
cukup produktif. Dalam Bahasa Banyumasan, berikut contohnya.
Dalam Bahasa Banyumasan, sufiks yang produktif mengubah unsur lain menjadi nomina adalah -an. Kata-
kata semacam mainan, asinan, kiriman, dan belokan adalah contoh-contoh derivasi menggunakan sufiks -an.
Dapat dikatakan bahwa secara umum sufiks -an merupakan sufiks nominal sebab hampir pasti menjadikan
kategori yang dilekatinya nomina. Sufiks lain yang turut digunakan untuk menominalisasi adalah -nya. Dalam
hal ini digunakan utamanya digunakan dalam percakapan seharihari. Bentuk -nya statusnya bisa bermacam-
macam, yakni sebagai sufiks, partikel pentopik, bahkan pronomina. Contohnya adalah pada kalimat berikut
(a) Cakotane isih mbekas nang tanganku
(b) Nyong mbadog panganane batire
(c) Tulung tas ku sisan dijikut
Selain di lihat dari segi Bahasa Banyumasan, peneliti ingin melihat bentuk dari prefiks bahasa Jawa sentral
yang menjadi penominal meliputi bentuk dari suffiks-an, namun karena kodifikasi bahasa Jawa belum tuntas,
pada beberapa dialek mungkin memunculkan variasi. Afiksasi nominalisasi dalam bahasa Jawa meliputi
pengimbuhan konfiks dan pengimbuhan sufiks.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian tersebut maka ditemukan beberapa simpulan yaitu. Perubahan kata
pada proses nominalisasi verba yakni mendapat imbuhan –na,-n,-ny pada kata kerja transitif yang diturunkan
dari kata kerja aksi. Pada proses perubahan kata didalam proses nominalisasi tersebut terjadi pembentukan
kata. Pembentukan kata dalam penelitian ini ditemukan pembenytukan kata melalui proses imbuhan –na,-n,ny
dan dilihat dari berbagaifungsi dam makna semantis yang ada di dalamnya, selain itu terdapat persamaan dan
juga perbedaan di dalam nominalisasi verba di dalam Bahasa Banyumasan dan Bahasa Jawa sentral
a. .Perbedaan Jenis Affiks
morfologis di dalam Bahasa Jawa Banyumasan (BJB) dan Bahasa Jawa Sentral (BJS) mempunyai penominal
berupa prefiks, sufiks, dan konfiks. BJB memiliki jenis yang variatif, setara dengan BJS. Namun pada kedua
bahasa ini juga keduanya sama - sama mempunyai konfiks nominal –an. Misalanya saja pada kata pangan
menjadi panganan.
b. Perbedaan Jenis Partikel
BJB dan BJS mempunyai bentuk unik, yakni –n dan –ny. Perbedaanya di dalam BJS Bentuk imbuhan ini
terdapat –e/ne, namun di dalam BJB tidak ada. Di dalam BJS juga terdapat pendefinit kuwi/iku/iki setara
dengan BJB yang pendefit nya berupa kuwe.
5.Saran
Di dalam proses penelitian Nominalisasi verba Bahasa Banyumasan peneliti berharap, hasil dari penelitian ini
berguna bagi mahasiswa, pengajar maupun pihak lain yang membaca penelitian ini dapat lebih mendalami
tentang proses tipologi lintas bahasa di dalam suatu kata yang di dalamnya terdapat perubahan kata,
pembentukan kata, maupun perubahan makna kata. Pada akhirnya nanti semoga di masa yang akan datang,
ada peneliti lain yang akan memperluas objek kajian dari tipologi lintas bahasa ini secara lebih mendalam.
Daftar Pustaka
Comrie, Bernard, dan Sandra Thompson. Lexical Nominalization. Dalam: Timothy Shopen. 2007. Language Typology
and Syntactic Description. Volume III: Gramamtical Categories and the Lexicon. Cambridge: Cambridge
University Press.
Crystal, David. 2008. A Dictionary of Linguistics and Phonetics. Cambridge: Cambridge University Press.
Suwadji. 1981. Struktur Dialek Bahasa Jawa di Pesisir Utara Jawa Tengah(Tegal dan Sekitarnya. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Syamsudin, dkk. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya.
Tohari, Ahmad. 2007. Kamus Dialek Banyumas-Indonesia Edisi Baru. Purwokerto: Yayasan Swarahati Banyumas.
9
Veerhaar, J.W.M. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Wedhawati dkk. 2006. Tata Bahasa jawa Mutakhir Edisi Revisi. Yogyakarta: Kanisius.
Widodo, Erna dan Mukhtar. 2000. Konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif. Yogyakarta: Avyrouz