Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS KONTRASTIF RAGAM AFIKSASI DALAM BAHASA SUNDA

DAN BAHASA JAWA DIALEK NGAYOGJAN

Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester V


Mata Kuliah Bahasa Sunda

Drs. Eman Suherman, M. Hum.

Disusun Oleh:
Yulsia Prahanis
(18/424867/SA/19239)

PROGRAM STUDI SASTRA JAWA


DEPARTEMEN BAHASA DAN SASTRA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2020
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki banyak kepulauan dari ujung Sabang sampai dengan
Merauke. Bangsa Indonesia adalah masyarakat yang terdiri dari beranekaragam
suku bangsa yang memiliki adat istiadat yang berbeda-beda. Dari catatan yang
ada, di Indonesia ini terdapat 656 suku bangsa dengan bahasa lokal 300 macam.
Keanekaragaman tersebut berkaitan pula dengan bahasa yang digunakan. Ragam
kebahasaaan yang ada di Indonesia merupakan kekayaan yang harus kita jaga
dan lestarikan sehingga mampu memberikan warna ketentraman dan kedamaian
bagi rakyat Indonesia agar ke depan tidak banyak menimbulkan persoalan yang
mengancam disintegrasi bangsa.
Menurut Poedjosoedarmo dan Soepomo dalam bukunya tahun 1979 yang
berjudul “Morfologi Bahasa Jawa”, menyatakan bahwa afiksasi sebagai salah
satu proses morfologis merupakan proses yang umum terjadi dalam bahasa-
bahasa yang ada di dunia salah satunya bahasa Jawa. Afiksasi dalam bahasa jawa
terjadi untuk menghasilkan antara lain konjugasi kata kerja (aktif transitif, aktif
intransitif, pasif, pasif tak terkendalikan, menunjuk pada objek lokatif, objek
kausatif, objek benefaktif, dan seterusnya), dan beberapa macam kata jadian
lainya.
Suatu metode analisis pengkajian kontrastif ini menunjukan kesamaan dan
perbedan antara dua bahasa dengan tujuan untuk menemukan prinsip yang dapat
diterapkan pada masalah praktis dalam pengajaran bahasa atau terjemahannya.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka dalam penelitian ini akan membahas tentang
persamaan dan perbedaan proses afiksasi dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa
dialek Ngayogjan yang tidak lain dikaji melalui studi kontrastif.
Penelitian ini penting untuk dilakukan, ditulis, diteliti, dan dikaji, karena
bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai ragam dari afiksasi yang terdapat dan digunakan dalam bahasa Sunda
dan bahasa Jawa yang dituturkan oleh masyarakat Yogyakarta atau dialek
Ngayogjan, mengingat terdapat beberapa kemiripan, walaupun jika dikaji lebih
mendalam merupakan dua ragam yang berbeda.
B. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian analisis kontrastif dalam afiksasi bahasa Sunda dan Bahasa
Jawa dialek Ngayogjan menggunakan metode kualitatif. Penelitian yang
bermetode kualitatif merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, dengan cara
menganalisis data dengan induktif. Menurut pendapat dari Bogdan dan Taylor,
metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Dengan demikian, metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian
yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang alamiah dimana peneliti
adalah instrument kunci, analisis data bersifat induktif, dan menghasilkan hasil
penelitian yang lebih menekankan pada makna dari generalisasi.
Langkah metode penelitian yang digunakan dalam membuat makalah ini,
yaitu dengan cara pencarian serta pengumpulan data dengan cara observasi
berpartisipasi dan wawancara secara mendalam dengan narasumber terpilih yang
secara online dengan media sosial, misalnya adalah WhatsApp dan Line untuk
memudahkan dalam berkomunikasi di masa pandemi Covid-19 ini. yang mana
tidak memungkinkan untuk wawancara secara langsung atau tatap muka.
C. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, beberapa penelitian
dengan tema sopan santun sebagai refleksi dari kebudayaan, seperti halnya
makalah yang berjudul “Analisis Kontrastif Ragam Afiksasi dalam Bahasa
Sunda dan Bahasa Jawa Dialek Ngaogjan.” telah ditemukan dan telah diteliti
oleh peneliti yang lain, akan tetapi dengan objek kajian yang berbeda.
Terdapat beberapa ahli maupun peneliti yang sudah pernah mengambil
topik tersebut, salah satu contohnya adalah M. Wildan, S.S., M.A. dan
Muhammad Romli, S. S. dalam jurnalnya yang berjudul “Afiksasi dalam Bahasa
Indonesia dan Bahasa Sunda”, beliau merupakan ketua dan dosen program studi
Sastra Indonesia Universitas Pamulang.
Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian atau penelitian-
penelitian yang lain khususnya penelitian dari M. Wildan, S.S., M.A. dan
Muhammad Romli, S. S., yakni hasil penelitian ini pada akhirnya akan
memaparkan mengenai perbedaan ataupun persamaan ragam afiksasi yang
terdapat dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa yang secara khususnya dipakai
oleh sebagian besar masyarakat yang tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta,
yang biasa disebut dengan dialek Ngayogjan.
D. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana analisis kontrastif dari ragam afiksasi yang terdapat dalam bahasa
Sunda dan bahasa Jawa dialek Ngayogjan?
E. TUJUAN PENELITIAN
1. Dapat mengetahui dan memahami analisis kontrastif dari ragam afiksasi yang
terdapat dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa dialek Ngayogjan?

II. ISI

A. PEMBAHASAN
1) Ragam Afiksasi dalam Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa Dialek Ngayogjan
Menurut pemaparan dari M. Ramlan dalam bukunya yang berjudul
“Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif”, afiks merupakan satuan gramatik terikat
yang di dalam suatu kata adalah unsur bukan kata atau bukan pokok-pokok kata,
yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan yang lain untuk
membentuk kata atau pokok kata baru.
Afiksasi terbagi dalam beberapa jenis yaitu; prefiks (afiks yang berada di
awal kata), infiks (afiks yang berada di tengah kata atau sisipan), sufiks (afiks
yang brada di akhir kata), dan konfiks (afiks yang berada di awal dan di akhir
sebuah kata atau gabungan).
Prefiks dalam bahasa Sunda disebut juga dengan rarangkén hareup, yang
mana terdiri atas:
 prefiks n-  prefiks ñ-
 prefiks m-  prefiks ŋ-
 prefiks pa-  prefiks ti-
 prefiks pi-  prefiks di-
 prefiks paN-  prefiks ka-
 prefiks sa-  prefiks ba-
 prefiks si-  prefiks per-
Sedangkan, dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan, prefiks dikenal dengan
sebutan atěr-atěr. Atěr-atěr dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan, antara lain:
 Prefiks n-  Prefiks kě-
 Prefiks m-  Prefiks a-
 Prefiks ñ-  Prefiks aN-
 Prefiks ŋ-  Prefiks sa-
 Prefiks dak-  Prefiks pa-
 Prefiks tok-  Prefiks paN
 Prefiks di-  Prefiks pi-
 Prefiks mer-  Prefiks pra-
 Prefiks ka-  Prefiks kuma-
Prefiks n-, m-, ñ-, ŋ-, a-, aN-, dan mer- digunakan sebagai pembentuk kata
kerja yang aktif, dalam bahasa Indonesia sama dengan prefiks me-. Sedangkan
prefiks dak-, tok-, di-, ka-, kě-, sa-, pa-, paN, pi-, pra-, kuma-, digunakan
sebagai pembentuk kata benda dan kerja pasif.
Infiks atau sisipan dalam bahasa Sunda disebut dengan rarangkén tengah,
antara lain, yaitu:
 Infiks -ar-
 Infiks - um-
 Infiks -in
Sedangkan, dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan, prefiks dikenal dengan
sebutan sěsělan. Sěsělan pada umumnya digunakan sebagai pembentuk kata
kerja aktif. Sěsělan dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan, antara lain:
 Infiks -er-
 Infiks -el-
 Infiks -um-
 Infiks –in-
Sufiks atau sisipan dalam bahasa Sunda disebut dengan rarangkén tukang,
yang mana antara lain, yaitu:
 Sufiks -an
 Sufiks -eun
 Sufiks -keun
 Sufiks -ing
 Sufiks -ning
Sedangkan, sufiks dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan dikenal dengan
sebutan panambang. Panambang dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan, antara
lain:
 Sufiks -e  Sufiks -aken
 Sufiks -ne  Sufiks -a
 Sufiks -an  Sufiks -na
 Sufiks -ěn  Sufiks -ana
 Sufiks -i  Sufiks -ing
 Sufiks -ake
Sufiks dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan atau panambang yang
digunakan untuk membentuk kata kerja aktif antara lain, adalah sufiks -i, -ake, -
a, -ěn, -na, dan -ana.
Konfiks dalam bahasa Sunda disebut dengan rarangkén barung, yang mana
antara lain, adalah:
 Konfiks ka-/-an  Konfiks pika-/-eun
 Konfiks kapi-/-eun  Konfiks sa-/-eun
 Konfiks pa-/-ar  Konfiks sa-/-na
 Konfiks paN-/-na  Konfiks di-/-keun
 Konfiks paN-/-keun  Konfiks n-/-keun
 Konfiks pi-/-eun
Sedangkan, konfiks dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan dikenal dengan
sebutan imbuhan běbarěngan. Imbuhan běbarěngan dalam bahasa Jawa dialek
Ngayogjan, antara lain:
 Konfiks ka-/-an  Konfiks pra-/-an
 Konfiks ke-/an  Konfiks sa-/-ne
 Konfiks in-/-an  Konfiks sa-/-e
 Konfiks ke-/-en  Konfiks kami-/-ěn
 Konfiks paN-/-an  Konfiks tak-/-ane
 Konfiks pa-/-an  Konfiks tak-/-ke
 Konfiks pi-/-an  Konfiks tak-/-e
Imbuhan běbarěngan dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan yang berfungsi
sebagai pembentuk kata kerja aktif antara lain, yakni kami-/-ěn, tak-/-ane, tak-
/-ke, tak-/-e, in-/-an, dan ke-/-en.
2) Perbedaan dan Persamaan Ragam Afiksasi dalam Bahasa Sunda dan
Bahasa Jawa Dialek Ngayogjan
Perbedaan yang terdapat pada ragam afiksasi dalam bahasa Sunda dan
bahasa Jawa dialek Ngayogjan antara lain, yaitu di dalam bahasa Sunda tidak
terdapat prefiks dak-, tok-, di-, ka-, kě-, sa-, pra-, kuma-, a-, aN-, dan mer-.
Sedangkan dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan tidak terdapat prefiks ba-, ti-,
dan per-.Dalam bahasa Sunda infiks yang tidak dimiliki hanyalah -ěl.
Bahasa Sunda tidak memiliki sufiks -e, -ne, -ěn, -i, -ake, -aken, -a, -na, -ana
yang sebagaimana terdapat dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan. Sedangkan
bahasa Jawa dialek Ngayogjan tidak memiliki sufiks -eun, -keun, dan -ning.
Kemudian, dalam bahasa Sunda tidak memiliki konfiks ke-/an, in-/-an, ke-/-en,
paN-/-an, pa-/-an, pi-/-an, pra-/-an, sa-/-ne, sa-/-e, dan tak-/-e. Sedangkan untuk
bahasa Jawa dialek Ngayogjan tidak memiliki konfiks kapi-/-eun, pa-/-ar, paN-
/-na, paN-/-keun, pi-/-eun, pika-/-eun, sa-/-eun, sa-/-na, di-/-keun, dan n-/-keun
sebagaimana yang dimiliki oleh bahasa Sunda.
Persamaan yang terdapat dalam ragam afiksasi ragam afiksasi dalam bahasa
Sunda dan bahasa Jawa dialek Ngayogjan antara lain, yaitu sama-sama memiliki
prefiks atau awalan n-, m-, ñ-, ŋ-, di-, sa-, ka-, pa-, dan paN. Infiks atau sisipan
yang sama-sama terdapat dalam bahasa Sunda maupun bahasa Jawa dialek
Ngayogjan antara lain, adalah -um- dan -in-.
Kesaamaan sufiks atau akhiran dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa dialek
Ngayogjan yakni terdapat pada sufiks -an dan -ing, akan tetapi terdapat
penulisan yang memiliki kemiripan walaupun tidak sama yaitu sufiks -eun
(bahasa Sunda) dengan -ěn (bahasa Jawa dialek Ngayogjan) dan sufiks -keun
(bahasa Sunda) dengan -akěn (bahasa Jawa dialek Ngayogjan). Konfiks atau
afiks gabungan antara awalan dan akhiran dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa
dialek Ngayogjan yakni hanya satu saja yakni konfiks ka-/-an.

III. PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan maupun
persamaan antara ragam afiksasi yang digunakan pada bahasa Sunda dan Bahasa
Jawa dialek Ngayogjan. Perbedaan yang terdapat pada ragam afiksasi dalam
bahasa Sunda dan bahasa Jawa dialek Ngayogjan antara lain, yaitu di dalam
bahasa Sunda tidak terdapat prefiks dak-, tok-, di-, ka-, kě-, sa-, pra-, kuma-, a-,
aN-, dan mer-, sedangkan dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan tidak terdapat
prefiks ba-, ti-, dan per-. Infiks bahasa Sunda yang tidak dimiliki hanyalah -ěl.
Sufiks -e, -ne, -ěn, -i, -ake, -aken, -a, -na, -ana tidak dimiliki oleh bahasa
Sunda, sedangkan dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan tidak memiliki sufiks -
eun, -keun, dan -ning. Bahasa Sunda tidak memiliki konfiks ke-/an, in-/-an, ke-
/-en, paN-/-an, pa-/-an, pi-/-an, pra-/-an, sa-/-ne, sa-/-e, dan tak-/-e, sedangkan
bahasa Jawa dialek Ngayogjan tidak memiliki konfiks kapi-/-eun, pa-/-ar, paN-
/-na, paN-/-keun, pi-/-eun, pika-/-eun, sa-/-eun, sa-/-na, di-/-keun, dan n-/-keun
sebagaimana yang dimiliki oleh bahasa Sunda.
Persamaan yang terdapat dalam ragam afiksasi ragam afiksasi dalam bahasa
Sunda dan bahasa Jawa dialek Ngayogjan antara lain, yaitu sama-sama memiliki
prefiks atau awalan n-, m-, ñ-, ŋ-, di-, sa-, ka-, pa-, dan paN. Infiks atau sisipan
yang sama-sama terdapat dalam bahasa Sunda maupun bahasa Jawa dialek
Ngayogjan antara lain, adalah -um- dan -in-. Selain itu, terdapat kemiripan
afiksasi pada bahasa Sunda dan Bahasa Jawa dialek Ngayogjan yakni sufiks -
eun (bahasa Sunda) dengan -ěn (bahasa Jawa dialek Ngayogjan) dan sufiks -keun
(bahasa Sunda) dengan -akěn (bahasa Jawa dialek Ngayogjan).
Menurut perhitungan secara keseluruhan, jumlah perbedaan yang terdapat
pada ragam afiksasi kedua bahasa tersebut lebih banyak dibandingkan
persamaan yang terdapat pada keduanya. Menurut jumlahnya, ragam afiksasi
yang terdapat dalam bahasa Sunda lebih sedikit dibandingkan dengan ragam
afiksasi yang ada di dalam bahasa Jawa dialek Ngayogjan.
B. SARAN
Berdasarkan hasil uraian mengenai analisis kontrastif terhadap ragam
afiksasi yang digunakan pada bahasa Sunda dan Bahasa Jawa dialek Ngayogjan,
penulis memberikan saran agar pembaca diharapkan tidak hanya mengetahui
bahwa ragam afiksasi dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa dialek Ngayogjan
banyak terdapat perbedaan, akan tetapi juga mengetahui serta memahami apa
saja afiksasi yang berbeda, kemiripan, serta persamaan dari ragam afiksasi
tersebut.
Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan agar mengadakan penelitian yang
lebih detail dan mendalam mengenai ragam afiksasi dalam bahasa Sunda dan
bahasa Jawa dialek Ngayogjan supaya dapat melengkapi dan menyempurnakan
penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
C. DAFTAR PUSTAKA
Asmoko, Yulian Widi. 2014. "Pembentukan Verba Turunan Bahasa Jawa
dengan Bahasa Indonesia berdasarkan Kamus (Analisis Kontrastif)".
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Bogdan, Robert dan Taylor. 1992. “Pengantar Metode Penelitian Kualitatif,
Terjemahan oleh Arif Rutchan”. Surabaya: Usaha Nasional.
Poedjosoedarmo, Soepomo dkk. 1979. “Morfologi Bahasa Jawa”.
Yogyakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Ramlan, M. 2001. “Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif”. Yogykarta: CV.
Karyono.
Romli, Muhammad dan Wildan, M. 2015. "Afiksasi dalam Bahasa Indonesia
dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif)". Tangerang: Fakultas Sastra.
Jurnal Sasindo Universitas Pamulang. Volume 2. Nomor 2. Bulan Juli.

Anda mungkin juga menyukai