Anda di halaman 1dari 179

BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 1: LARAS ILMIAH DAN RAGAM BAHASA

1. PENDAHULUAN
LARAS BAHASA
Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk adalah
dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. kesesuaian antara bahasa
dan
Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya.
fungsi pemakaiannya. Dalam hal itu, kita mengenal berbagai
laras, seperti laras iklan, laras lagu, laras ilmiah, laras ilmiah
populer, laras feature, laras komik, laras sastra. Setiap laras
masih dapat dibagi lagi atas sublaras, misalnya laras sastra
dapat dibagi lagi atas laras cerpen, laras puisi, laras novel,
dan sebagainya.

Setiap laras memiliki format dan gaya tersendiri. Setiap laras


dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk
formal, semiformal, atau nonformal. Oleh karena itu, dalam
menulis, kita harus menguasai berbagai laras yang berbeda
itu agar dapat memilih laras yang tepat untuk khalayak
sasaran. Laras bahasa yang menjadi perhatian kita dalam
kelas ini adalah laras ilmiah.

2. LARAS ILMIAH
Karya tulis ilmiah bukan sepenuhnya karya ekspresi diri.
KARYA TULIS ILMIAH
Sebuah karya tulis fiksi, atau sering disebut karya sastra, bukan
merupakan ekspresi diri penulisnya yang dihasilkan dari karya ekspresi diri.
imajinasi penulis. Hasil karya penulis merupakan hasil
rekaannya sendiri berdasarkan realitas di sekelilingnya. Oleh
karena itu, hasil karyanya disebut karangan dan penciptanya
disebut pengarang (Soeseno, 1993: 1).

Sebaliknya, sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil


KARYA TULIS ILMIAH
rangkaian fakta yang berupa hasil pemikiran, gagasan,
merupakan
peristiwa, gejala, dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya hasil rangkaian fakta yang
ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi berupa hasil pemikiran,
gagasan, peristiwa, gejala,
sebuah karangan yang utuh. Oleh sebab itu, penulis karya dan pendapat.
ilmiah tidak disebut pengarang melainkan disebut penulis
(Soeseno, 1993: 1).

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 1


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Laras ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang


jelas. Meskipun demikian, dalam laras ilmiah, aspek
komunikasi tetap memegang peranan utama. Oleh
karenanya, berbagai kemungkinan untuk penyampaian yang
komunikatif tetap harus diperhatikan. Penulisan laras ilmiah
tidak hanya untuk mengekspresikan pikiran, tetapi untuk
menyampaikan hasil penelitian. Kita harus dapat
meyakinkan pembaca akan kebenaran hasil yang kita
temukan di lapangan. Dapat pula, kita menumbangkan
sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita. Jadi, sebuah
karya tulis ilmiah tetap harus dapat secara jelas PERSYARATAN
menyampaikan pesan kepada pembacanya. KARYA TULIS ILMIAH

A. Menyajikan fakta
Persyaratan lain bagi sebuah tulisan untuk dikategorikan objektif secara
sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo, sistematis atau
menyajikan aplikasi
2002). hukum alam pada
situasi spesifik.
a. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara B. Ditulis secara cermat,
sistematis atau menyajikan aplikasi hukum alam pada tepat, benar, jujur, dan
tidak bersifat terkaan..
situasi spesifik. C. Harus disusun secara
sistematis.
b. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, D. Menyajikan rangkaian
sebab-akibat yang
dan tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur mendorong pembaca
terkandung sikap etik penulisan ilmiah, yakni untuk menarik
pencantuman rujukan dan kutipan yang jelas. kesimpulan.
E. Mengandung
pandangan yang
c. Karya ilmiah harus disusun secara sistematis, setiap disertai dukungan dan
langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, pembuktian
berdasarkan suatu
dan prosedural. hipotesis.
F. Ditulis secara tulus.
d. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat G. Pada dasarnya bersifat
dengan pemahaman dan alasan yang indusif yang ekspositoris.

mendorong pembaca untuk menarik kesimpulan.

e. Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai


dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu
hipotesis.

f. Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa


karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual
sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang
bernada keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh

2 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

memanipulasi fakta, serta tidak bersifat ambisius dan


berprasangka. Penyajiannya tidak boleh bersifat
emotif.

g. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika


pada akhirnya timbul kesan argumentatif dan
persuasif, hal itu ditimbulkan oleh penyusunan CIRI BAHASA
kerangka karangan yang cermat. Dengan demikian, KARYA TULIS ILMIAH
fakta dan hukum alam yang diterapkan pada situasi
1. Harus tepat dan tunggal
spesifik itu dibiarkan berbicara sendiri. Pembaca makna, tidak remang
dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri berupa nalar atau mendua
makna.
pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya 2. Harus secara tepat
ilmiah tersebut. mendefinisikan setiap
istilah, sifat, dan
Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan pengertian yang
digunakan, agar tidak
bahwa karya tulis ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu menimbulkan
kerancuan atau
(1) harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau keraguan.
3. Harus singkat,
mendua makna; berlandaskan ekonomi
bahasa.
(2) harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan
pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan
kerancuan atau keraguan; dan

(3) harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.

3. RAGAM BAHASA DALAM LARAS ILMIAH


RAGAM BAHASA
adalah
Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena variasi bahasa yang terjadi
pemakaian bahasa. Ragam bahasa terbagi atas dua kelompok, karena pemakaian bahasa.
yaitu ragam bahasa berdasarkan media pengantarnya dan
ragam bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya.

A. Ragam Bahasa berdasarkan Media Pengantarnya


RAGAM BAHASA
dilihat dari
Penggunaan bahasa berdasarkan media pengantarnya atau (A) media pengantarnya:
sarananya terbagi atas ragam lisan dan ragam tulis. tulis, lisan;
(B) situasi pemakaiannya:
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai formal, semiformal, dan
bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang formal dan nonformal.
ragam lisan yang nonformal.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 3


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak.


Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang formal
maupun nonformal. Ada pula ragam tulis dan lisan yang
semiformal. Artinya, tidak terlalu formal, namun tidak pula
terlalu nonformal. Laras ilmiah dapat ditemukan dalam
ragam tulis maupun ragam lisan.

B. Ragam Bahasa berdasarkan Situasi Pemakaiannya

Dalam uraian di atas, disebutkan ragam lain, yakni ragam


formal, ragam nonformal, dan ragam semiformal. Ragam
tersebut merupakan pengelompokan bahasa dari sudut
situasi pemakaian. Bahasa ragam formal memiliki sifat
kemantapan berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi,
kemantapan itu tidak bersifat kaku. Ragam formal tetap
luwes sehingga memungkinkan perubahan di bidang
kosakata, peristilahan, serta mengizinkan perkembangan
berbagai jenis laras yang diperlukan dalam kehidupan
modern (Alwi dkk., 1998: 14). Pembedaan antara ragam
KRITERIA
formal, nonformal, dan semiformal dilakukan berdasarkan hal PEMBEDA RAGAM
berikut ini. BAHASA
a. Topik yang sedang
a. Topik yang sedang dibahas dibahas;
b. Hubungan
b. Hubungan antarpembicara antarpembicara;
c. Medium yang
c. Medium yang digunakan digunakan;
d. Lingkungan; atau
d. Lingkungan e. Situasi saat
pembicaraan terjadi
e. Situasi saat pembicaraan terjadi

Ada lima ciri yang dapat dengan mudah digunakan untuk


membedakan ragam formal dari ragam nonformal. Setiap ciri
adalah sebagai berikut. CIRI PEMBEDA
RAGAM BAHASA
a. Penggunaan kata sapaan dan kata ganti
A. Penggunaan kata sapaan
b. Penggunaan kata tertentu dan kata ganti
B. Penggunaan kata
c. Penggunaan imbuhan tertentu
C. Penggunaan imbuhan
d. Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata D. Penggunaan kata
depan (preposisi) sambung (konjungsi)
dan kata depan
e. Penggunaan fungsi yang lengkap (preposisi)
E. Penggunaan fungsi yang
lengkap.

4 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri


pembeda ragam formal dari ragam nonformal yang sangat PENGGUNAAN KATA
SAPAAN DAN KATA
menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan GANTI
cenderung menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu,
Saudara, Anda, atau kita akan menyertakan penyebutan
jabatan, gelar, atau pangkat. Sementara, untuk menyapa
teman atau rekan sejawat, kita cukup menyebut namanya
atau kita menggunakan bahasa daerah. Jika kita menyebut
diri kita, dalam ragam formal kita akan menggunakan kata
saya, sedangkan aku digunakan dalam ragam semiformal.
Dalam ragam nonformal, kita akan menggunakan kata gue,
ogut.
PENGGUNAAN KATA
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat TERTENTU
menandai perbedaan ragam formal dari ragam nonformal.
Dalam ragam nonformal akan sering muncul kata nggak,
bakal, gede, udahan, kegedean, cewek, bokap, ortu. Di
samping itu, dalam ragam nonformal sering muncul bentuk
penekan, seperti sih, kok, deh, lho. Dalam ragam formal,
bentuk-bentuk itu tidak akan digunakan.
PENGGUNAAN
Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam formal IMBUHAN
kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti.
Hanya pada kalimat perintah kita dapat menghilangkan
imbuhan dalam kata kerjanya (verba). Dalam ragam
nonformal, imbuhan sering kali ditanggalkan. Misalnya, pake
untuk memakai, nurunin untuk menurunkan.
KATA SAMBUNG
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan (KONJUNGSI) DAN
(preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam KATA DEPAN
nonformal, sering kali kata sambung dan kata depan (PREPOSISI)

dihilangkan. Kadang kala, kenyataan itu mengganggu


kejelasan kalimat. Dalam laras jurnalistik kedua kelompok
kata tersebut sering dihilangkan. Hal itu menunjukkan bahwa
laras jurnalistik termasuk ragam semiformal.
PENGGUNAAN FUNGSI
Kelengkapan fungsi berkaitan dengan adanya bagian dalam YANG LENGKAP
kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap
cukup mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang
nonformal, predikat kalimat sering dihilangkan. Sering kali
pelesapan fungsi terjadi ketika kita menjawab pertanyaan
orang.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 5


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Sebenarnya, pembedaan lain yang juga muncul, tetapi tidak


disebutkan di atas adalah intonasi. Masalahnya, pembeda
intonasi hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak
terwujud dalam ragam tulis.

Setiap laras dapat disampaikan dalam ragam formal,


LARAS ILMIAH
semiformal, atau nonformal. Akan tetapi, tidak demikian
halnya dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu Harus selalu menggunakan
RAGAM BAHASA
menggunakan ragam formal sekalipun disampaikan secara
FORMAL
lisan. Persyaratan itulah yang membedakan laras ilmiah dari sekalipun disampaikan
laras lainnya. Oleh karena itu, kita harus mempelajari unsur- secara lisan.
unsur yang membedakan laras ilmiah dari laras-laras lain.

4. DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:


Akademika Pressindo.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.


Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

6 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 2: BORANG DISKUSI-1 DAN TUGAS MANDIRI

1. PENDAHULUAN
Salah satu tugas yang harus dipenuhi, baik dalam sistem
pemelajaran berdasarkan masalah (Problem-based
Learning/ PBL) maupun sistem pemelajaran berkolaborasi
(Collaborative Learning/CL), adalah penyusunan tugas
mandiri. Tugas mandiri disusun oleh setiap anggota
kelompok mahasiswa CL dan PBL dalam rangka
menyumbangkan pemikiran bagi kelompoknya pada saat
mengerjakan pemicu. Ada tiga bentuk tugas mandiri:
(1) ringkasan TUGAS MANDIRI
(2) ikhtisar atau abstrak 1. Ringkasan
2. Ikhtisar atau Abstrak
(3) laporan bacaan jika mahasiswa diminta untuk
3. Laporan bacaan
melaporkan isi sebuah buku.

Penyusunan tugas mandiri merupakan kesempatan


mahasiswa untuk secara individual menunjukkan
kemampuannya, baik dalam hal kemahiran bahasa maupun
dalam hal pemahaman materi. Kesempatan itu mengemuka
karena laporan tugas mandiri merupakan tugas yang
dikerjakan dan dihasilkan oleh individu dan bukan hasil
kelompok. Penyusunan tugas mandiri dibahas pada saat
diskusi kelompok atau diskusi home-group. Cara membuat
dan menyusun ringkasan, ikhtisar atau abstrak, akan dibahas
dalam Modul 11 (Ringkasan dan Ikhtisar). Dalam modul ini
akan dibahas Borang (form) Diskusi-1 dan format laporan
bacaan.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 7


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

2. BORANG (FORM) DISKUSI-1


Form Diskusi-1 (Latihan 4) mempunyai empat ruang yang
harus diisi. Ruang pertama adalah “Definisi Masalah”. Ruang
kedua adalah “Hal Baru yang Harus Diketahui”. Ruang ketiga
adalah “Hal yang Sudah Diketahui”. Ruang keempat adalah
“Pembagian Tugas Bahasan yang Harus Dipelajari”.

Ruang Definisi Masalah adalah tempat untuk mencatat


DEFINISI MASALAH
permasalahan yang timbul dari pemicu yang diberikan oleh sama dengan
fasilitator. Definisi Masalah menyerupai kalimat tesis. Cara kalimat tesis
merumuskan Definisi Masalah ada dalam Modul 5 (Topik dan
Tesis). Definisi Masalah akan menjadi arahan bagi kelompok
dalam mengumpulkan bahan.

Ruang-ruang lain (“Hal Baru yang harus Diketahui” dan “Hal


yang Sudah Diketahui”) diisi dengan cara mencatat gagasan-
gagasan (ide-ide) yang muncul. Gagasan itu dapat berupa
sebuah kata, sebuah frase (kumpulan kata), atau sebuah
kalimat. Selain itu, mahasiswa harus mencatat dari mana
gagasan itu dapat diambil. Misalnya, untuk topik
PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI, ada ide untuk membahas
kasus foto para selebriti yang dimuat dalam majalah pria.
Mahasiswa harus mencatat dari mana kasus itu dapat
diambil: dari tabloid, internet, atau televisi. Mahasiswa dapat
melihat Modul 4 untuk mengetahui tata cara menulis
rujukan.

3. FORMAT LAPORAN BACAAN


Laporan tugas mandiri bertujuan untuk mendorong
mahasiswa membaca buku-buku atau teks yang diwajibkan
serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
memahami isi buku atau teks. Selain itu, mahasiswa dilatih
untuk membaca secara kritis dan mampu memilih bagian
yang dibutuhkan untuk menjawab keingintahuan mereka.
Terakhir, mahasiswa dilatih untuk mampu menyampaikan
hasil bacaannya kepada teman-teman sekelompok, secara
tulis maupun lisan.

8 ROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Laporan Bacaan cukup diuraikan dalam satu sampai dua


halaman saja yang terdiri atas tiga paragraf dan berspasi 1,5.
Format laporan bacaan adalah sebagai berikut.
 JUDUL (bukan judul teks atau buku yang dilaporkan)
 NAMA PENULIS/MAHASISWA pembuat laporan dan
nomor mahasiswa
 DATA PUBLIKASI
- judul teks/buku
- nama pengarang
- kota dan nama penerbit
- tebal buku
 PENDAHULUAN
- hal yang menjadi masalah
- kaitan teks atau buku dengan permasalahan
 ISI
- ikhtisar atau kutipan yang akan disumbangkan pada
makalah kelompok
 PENUTUP
- pendapat penulis mengenai bacaan yang
disampaikannya.

LANGKAH-LANGKAH
Langkah-langkah pembuatan laporan bacaan sama dengan MEMBUAT
langkah-langkah pembuatan ringkasan dan ikhtisar. LAPORAN BACAAN

(1) Membaca teks yang dibutuhkan. Teks dapat diambil dari 1. Membaca teks yang
dibutuhkan
buku, artikel, atau internet. 2. Menandai atau
mencatat bagian-
(2) Menandai atau mencatat bagian-bagian yang dianggap bagian yang dianggap
penting
penting. 3. Menyusun laporan

(3) Menyusun laporan tugas mandiri. Usahakan untuk


menggunakan kata-kata sendiri. Beri tekanan pada
kepentingan kutipan atau ikhtisar itu dengan
permasalahan yang dihadapi.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 9


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Laporan tugas mandiri akan lebih lengkap jika tidak hanya


merupakan kutipan atau ringkasan dari sebuah teks atau
buku. Sebaiknya, laporan itu merupakan sebuah sintesis dari
beberapa teks atau buku yang telah dibaca. Pada laporan
tugas mandiri seperti itu, ketentuan cara pengutipan berlaku
pula.

Contoh laporan tugas mandiri yang dibuat berdasarkan teks


“Abortus Dua Sisi” oleh Tb. Ronny Nitibaskara (Lampiran M2-
1).
JUDUL
Dua Muka Abortus NAMA MAHASISWA

oleh Miranti, 0702xxx

Judul: “Abortus Dua Sisi”

Pengarang: Tb. Ronny Nitibaskara, kriminolog, FISIPUI DATA PUBLIKASI

Data Publikasi: Majalah Forum, VI: 18, 15 Desember 1997, 99

Apakah jika terpaksa, kita boleh melakukan aborsi atau


tidak? Pertanyaan itu selalu muncul dan muncul lagi. Akan
PENDAHULUAN
tetapi, tidak pernah ada jawaban. Pertanyaan itu pula yang
muncul sebagai pemicu kali ini. Ronny Nitibaskara, seorang
pengamat sosial, menulis mengenai aborsi dari kedua sisinya.

Menurut Nitibaskara, ada beberapa faktor yang dianggap


menjadi penyebab timbulnya praktik aborsi. (1)
meningkatnya perilaku permisif dan seks bebas di kalangan
remaja; (2) mudahnya melakukan aborsi sendiri dengan
berbagai cara; (3) lemahnya kontrol dan sanksi sosial.
Akibatnya, meskipun praktik aborsi dilarang di Indonesia ISI
dan dikenai hukuman pidana, tetap saja tingkat aborsi di
Indonesia cukup tinggi. Aborsi itu dilakukan karena
kehamilan yang tidak dikehendaki dan bukan karena alasan
medis. Di kalangan remaja, sering kali kehamilan terjadi
karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman remaja
mengenai akibat hubungan seksual dan juga cara mencegah
kehamilan. Oleh karenanya, jika hamil di luar pernikahan,
remaja putri cenderung memilih melakukan aborsi.

10 ROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Melihat pembahasan di atas, terlihat bahwa masalah aborsi


masih merupakan dilema di Indonesia. Di satu pihak, aborsi
dilarang; di pihak lain, masih banyak orang melakukannya.
Uraian Nitibaskara itu dapat dikutip untuk menunjukkan PENUTUP
bahwa masalah aborsi saat ini di Indonesia masih merupakan
masalah yang bermuka dua.

4. DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:


Akademika Pressindo.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.


Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Penerbit Andi Offset Yogyakarta.

Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American
Book Company.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 11


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

5. LAMPIRAN M2-1: TEKS ASLI


Baru-baru ini, ditemukan dua belas bayi
Abortus Dua Sisi bercampur sampah di bawah jalan tol sekitar
Tb. Ronny Nitibaskara, kriminolog,
Tanjung Priok, Jakarta. Laporan dari bagian
FISIP UI
forensik RS Ciptomangunkusumo menye-butkan
bahwa sebagian besar bayi tersebut belum cukup
bulan. Ada kemungkinan bahwa hal itu berkaitan dengan kasus aborsi.

Aborsi dalam pengertian medis berarti kelahiran janin yang belum dapat mempertahankan
hidup. Aborsi dapat terjadi pada setiap wanita hamil karena berbagai sebab. Ada dua cara aborsi:
tidak sengaja alias keguguran (abortus apontaneous) dan sengaja (abortus provocatus). Aborsi
dengan sengaja masih terbagi dua: abortus provocatus medicinalis dan abortus provocatus
criminalis. Abortus provocatus medicinalis dilakukan dokter untuk keselamatan si ibu. Tindakan
itu dilindungi oleh pasal 48 KUHP sebagai alasan pemaaf. Sementara itu, aborsi yang dianggap
sebagai kejahatan adalah aborsi dengan cara yang kedua, yakni aborsi yang sengaja dilakukan
dengan alasan nonmedis terhadap janin yang sedang dikandung.

Keberadaan aborsi senantiasa menimbulkan pendapat pro dan kontra dalam masyarakat. Di
beberapa negara, aborsi dilarang keras. Pelakunya diancam hukuman yang relatif berat.
Sebaliknya, di sejumlah negara lain abortus diperbolehkan. Di Amerika Serikat, Jerman, dan RRC
yang sudah memiliki undang-undang yang mengizinkan aborsi, ternyata pengguguran
kandungan masih terus diperdebatkan. Di Amerika Serikat, sekitar 70.000 aktivis wanita
antiaborsi, akhir-akhir ini, melakukan unjuk rasa agar Mahkamah Agung di negara superkuat itu
mengkaji kembali UU Aborsi.

Di Indonesia, pengguguran kandungan secara tegas dilarang dan diancam hukuman pidana.
Hal itu tercermin dalam pasal 299, 346, 348, dan 349 KUHP. Pasal-pasal itu tidak hanya berlaku
bagi wanita yang melakukan tindakan aborsi, tetapi, juga bagi orang yang menyuruh melakukan
maupun pelaku aborsi, seperti dokter, bidan, atau dukun. Pasal-pasal tersebut menetapkan
sanksi yang relatif berat bagi pelanggar.

Meskipun demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat aborsi di


Indonesia cukup tinggi. Menurut data resmi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Denpasar, dalam
periode Oktober 1988 sampai Maret 1989, tercatat 25 kasus pengguguran kandungan oleh
dokter swasta dan 80 kasus di RS pemerintah di Bali. Khusus di Jakarta, disinyalir bahwa ada
banyak klinik yang sanggup melakukan aborsi dengan tarif tertentu. Dokter Asrul Aswar
(Jakarta-Jakarta No. 154) selaku ketua IDI Pusat mengakui bahwa, di Jakarta, ada klinik-klinik
yang melakukan aborsi, bahkan, sampai 50 kasus perhari.

12 ROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Djayadilaga (1992) menyatakan bahwa kegagalan KB berkisar 8 sampai 10 persen dari


seluruh penggunaan alat dan obat pencegah kehamilan. Jika dibandingkan keluarga yang ingin
mempunyai dua anak saja dengan tingkat kegagalan itu dan usia menikah rata-rata 18 tahun di
Indonesia, diperkirakan ada sekitar 2 sampai 3 persen kehamilan yang tidak diinginkan.

Sementara, dalam hasil penelitian Prof. Dr. Tjitrarasa (1994) dari perkumpulan KB di Bali,
ditemukan bahwa satu juta wanita Indonesia melakukan aborsi setiap tahun. Dari jumlah
tersebut, kira-kira 50 persen dilakukan oleh wanita yang belum menikah dan 10 sampai 25
persen di antaranya dilakukan oleh remaja. Harian Republika (1994) dalam laporannya
menyebutkan bahwa 328 pelajar dan mahasiswa di Yogyakarta melakukan aborsi dalam kurun
Januari—Oktober 1993. Jumlah itu menunjukkan peningkatan 300 persen dari jumlah aborsi
tahun sebelumnya. Semuanya karena kehamilan yang tidak dikendaki, bukan karena alasan
medis.

Mencari faktor penyebab terjadinya praktik aborsi di Indonesia tidaklah mudah. Ada
beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab meluasnya praktik aborsi.

Pertama, meningkatnya perilaku permisif dan seks bebas di kalangan remaja, baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Hal itu dibarengi dengan kurangnya pengetahuan dan
pemahaman remaja mengenai akibat hubungan seksual dan cara pencegahan kehamilan.
Akibatnya, jika terjadi kehamilan di luar pernikahan, mereka cenderung memilih abortus sebagai
alternatif utama.

Kedua, mudahnya melakukan aborsi sendiri, seperti dengan melakukan gerakan tertentu
(loncat, berlari kencang) atau minum ramuan tertentu yang mudah diperoleh di pasar bebas.
Apabila cara itu gagal, barulah wanita meminta pertolongan orang lain untuk menggugurkan
kandungannya, baik secara tradisional (tenaga nonmedis) maupun secara modern (tenaga
medis). Praktik aborsi yang dilakukan dukun beranak, bidan, atau perawat banyak terjadi di kota
maupun di desa. Sementara itu, praktik aborsi terselubung yang dilakukan di klinik-klinik
bersalin dan rumah sakit, baik negeri maupun swasta, juga ada di kota-kota besar.

Gejala itu diperparah oleh faktor ketiga, yaitu lemahnya kontrol dan sanksi sosial. Hal itu
tercermin dari sikap acuh tak acuh dan tertutupnya mata anggota masyarakat terhadap praktik
aborsi di sekitar mereka. Padahal, sebenarnya, mereka memahami bahwa praktik aborsi
bertentangan dengan norma agama, sosial, dan hukum.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa, di satu sisi, aborsi yang sebenarnya dibenci;
di sisi lain, seolah dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam kaitan itu, perlu disimak ucapan Emile
Durkheim, sosiolog kenamaan dari Prancis: “kejahatan adalah normal dan kehadirannya
fungsional di dalam masyarakat.”

Dikutip dengan suntingan dari Forum Keadilan, VI: 18, 15 Desember 1997, hlm.99.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 13


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

14 ROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 3: PERSIAPAN PENYAJIAN LISAN

1. PENDAHULUAN
Sebaiknya, selain memiliki kemampuan untuk
mengungkapkan pikiran secara tertulis, seseorang memiliki
pula kemampuan untuk mengungkapkan pikiran secara lisan.
Tidak semua orang merasa mampu untuk mengungkapkan
pikiran secara lisan. Padahal, masalahnya lebih pada
kemampuan seseorang untuk menata pikirannya dengan
baik. Setiap orang, sebenarnya, mampu mengungkapkan
pikirannya secara lisan.

2. PERSIAPAN PENYAJIAN LISAN


Persiapan sebuah penyajian lisan, sebenarnya, sama dengan
persiapan menulis karya tulis ilmiah. Hal yang membedakan
keduanya adalah bahwa pada penyajian lisan, pembicara
berhadapan langsung dengan khalayak sasarannya. Oleh
karenanya, dibutuhkan persiapan yang matang. Jangan
sampai, bahan yang dibawakan tidak menarik atau cara
pembicara menyajikan bahannya tidak menarik. Selain itu,
jangan sampai pembicara tidak dapat secara tepat menjawab
pertanyaan pendengar.

Ada tiga langkah yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan


sebuah penyajian lisan.
(1) Meneliti masalah: MENELITI
MASALAH
a. menentukan maksud
b. menganalisis pendengar dan situasi
c. memilih dan menyempitkan topik
d. memastikan tujuan pembicaraan
MENYUSUN
(2) Menyusun uraian: URAIAN
a. mengumpulkan bahan
b. membuat kerangka uraian
c. menyiapkan alat peraga
d. menguraikan secara mendetail

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 15


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

(3) Mengadakan latihan:


a. melatih dengan suara nyaring
MENGADAKAN
b. menghitung waktu penyajian LATIHAN

Menjadi seorang pembicara yang baik tidak mudah. Seorang


pembicara yang baik membutuhkan latihan dan pengalaman.
Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi
pembicara yang baik.
(1) Memiliki gagasan yang menarik. SYARAT
PEMBICARA YANG
(2) Menata pikiran dengan baik. BAIK
(3) Memilih kata yang tepat dan sesuai untuk
mengungkapkan gagasan.
(4) Menyampaikan pikiran, pesan atau informasi dengan
baik.
(5) Mengumpulkan fakta dan melakukan penelitian secara
profesional.
(6) Mempertahankan tata cara dan kesopanan dalam
berbicara.

3. PERSIAPAN ALAT PERAGA


Pada saat berbicara, pembicara sebaiknya menggunakan alat
peraga agar pendengar tidak bosan dan dapat secara lebih
cermat mengikuti pokok pembicaraan. Untuk itu, ada
beberapa langkah yang harus dilaksanakan.
(1) Membaca ulang naskah utuh dan menandai kerangka PERSIAPAN ALAT
tulisannya. PERAGA
(2) Menempelkan atau menuliskan bagian utama tersebut
pada sebuah kartu atau beningan.
(3) Menyiapkan gambar dan benda-benda peraga yang akan
memudahkan pemahaman pendengar.

16 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Alat peraga yang lazim digunakan sekarang ini adalah


beningan dan komputer yang menggunakan program
PowerPoint. Alat peraga dibutuhkan karena
MANFAAT
(1) alat peraga memudahkan pemahaman, ALAT PERAGA
(2) alat peraga mempermudah pendengar mengingat materi
yang disampaikan,
(3) alat peraga memperlihatkan garis besar pembicaraan,
(4) alat peraga memerikan alur peristiwa atau prosedur yang
disampaikan pembicara, dan
(5) alat peraga akan mempertahankan minat dan perhatian
pendengar.

Hal yang harus diperhatikan dalam mempersiapkan dan


membawakan alat peraga adalah
TAMPILAN
(1) apakah alat peraga mudah dilihat atau dibaca? ALAT PERAGA

(2) apakah alat peraga yang digunakan sudah tepat untuk


materi yang disajikan?

(3) apakah alat peraga dipersiapkan dengan baik?

4. DAFTAR PUSTAKA
Beebe, Steven A dan Beebe, Susan J. 1991. Public Speaking: An Audience-Centered
Approach. Englewood-Cliffs: Prentice Hall.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Wiyanto, Asul. 2000. Diskusi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana Indonesia


(Grasindo).

Wiyanto, Asul. 2001. Terampil Pidato. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana


Indonesia (Grasindo).

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 17


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

18 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 4: DAFTAR PUSTAKA


DAFTAR PUSTAKA
merupakan
1. PENDAHULUAN rujukan penulis
selama ia
Jika sudah mengetahui buku-buku dan teks apa saja yang melakukan dan menyusun
penelitian atau laporannya
akan digunakan sebagai sumber data atau rujukan, penulis
sudah dapat menyusun sebuah daftar pustaka. Daftar
pustaka diletakkan pada bagian akhir sebuah tulisan ilmiah.
Daftar pustaka merupakan rujukan penulis selama ia
melakukan dan menyusun penelitian atau laporannya. Semua
bahan rujukan yang digunakan penulis, baik sebagai bahan
penunjang maupun sebagai data, disusun dalam daftar
pustaka tersebut.

2. FUNGSI DAFTAR PUSTAKA


Fungsi daftar pustaka adalah
FUNGSI
(1) membantu pembaca mengenal ruang lingkup studi
DAFTAR PUSTAKA
penulis,
(2) memberi informasi kepada pembaca untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih lengkap dan mendalam daripada
kutipan yang digunakan oleh penulis, dan
(3) membantu pembaca memilih referensi dan materi dasar
untuk studinya.

Daftar pustaka dapat disusun dengan berbagai format. Ada


dua format yang akan diuraikan dalam modul ini, yakni
format MLA (The Modern Language Association) dan format
APA (American Psychological Association). Kedua format itu
adalah format yang umum ditemukan dalam bidang ilmu
humaniora. Akan tetapi, sebenarnya, ada berbagai format
daftar pustaka yang berlaku di selingkung bidang ilmu.
Misalnya, format daftar pustaka untuk bidang ilmu biologi,
kedokteran, hukum, dan lain-lain.

3. TEKNIK PENULISAN DAFTAR PUSTAKA

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 19


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Teknik penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut.


(1) Baris pertama dimulai pada pias (margin) sebelah kiri, TEKNIK PENULISAN
DAFTAR PUSTAKA
baris kedua dan selanjutnya dimulai dengan 3 ketukan ke
dalam.
(2) Jarak antarbaris adalah 1,5 spasi.
(3) Daftar pustaka diurut berdasarkan abjad huruf pertama
nama keluarga penulis. (Akan tetapi, cara mengurut
daftar pustaka amat bergantung pada bidang ilmu. Setiap
bidang ilmu memiliki gaya selingkung.)
(4) Jika penulis yang sama menulis beberapa karya ilmiah
yang dikutip, nama penulis itu harus dicantumkan ulang.

Unsur yang harus dicantumkan dalam daftar pustaka adalah


(1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama UNSUR-UNSUR
DAFTAR PUSTAKA
keluarga,
(2) tahun terbitan karya ilmiah yang bersangkutan,
(3) judul karya ilmiah dengan menggunakan huruf besar
untuk huruf pertama tiap kata kecuali untuk kata
sambung dan kata depan, dan
(4) data publikasi berisi nama tempat (kota) dan nama
penerbit karya yang dikutip.

Meskipun setiap bidang ilmu mempunyai format daftar


pustakanya masing-masing, keempat unsur daftar pustaka
wajib dicantumkan dalam daftar pustaka. Tata letaknya saja
yang akan mengikuti format selingkung. Oleh karena itu,
pelajarilah format dari bidang ilmu yang sedang ditekuni.
Format Daftar Pustaka dalam buku ini mengikuti sistem yang
lazim digunakan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia.

20 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Berikut adalah cara penulisan daftar pustaka dengan format MLA dan APA.
JENIS FORMAT FORMAT
RUJUKAN MLA APA
SATU Sukadji, Soetarlinah. Menyusun dan Mengevaluasi Sukadji, S. (2000). Menyusun dan Mengevaluasi
PENULIS Laporan Penelitian. Jakarta: UI Press, 2000. Laporan Penelitian. Jakarta: UI Press.

DUA PENULIS Widyamartaya, Al., dan Veronica Sudiati. Dasar- Widyamartaya, Al., dan Sudiati , V. (1997).
dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Penerbit Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997. Penerbit PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.

TIGA PENULIS Akhadiah, Sabarti, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Akhadiah, S., Arsyad, M.G., dan Ridwan, S. H.
Ridwan. Pembinaan Kemampuan Menulis (1989). Pembinaan Kemampuan Menulis
Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga, Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit
1989. Erlangga.

LEBIH DARI Alwi, Hasan, et al. Tata Bahasa Baku Bahasa Alwi, H., et al. (1993). Tata Bahasa Baku
TIGA PENULIS Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
dan Kebudayaan, 1993. Pendidikan dan Kebudayaan.
ATAU ATAU
Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Alwi, H., dkk. (1993). Tata Bahasa Baku
Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
dan Kebudayaan, 1993. Pendidikan dan Kebudayaan.

LEBIH DARI Gibaldi, Joseph. MLA Handbook for Writers of Gibaldi, J. (1999). MLA Handbook for Writers of
SATU EDISI Research Papers. Ed. ke-5. New York: The Research Papers. (Ed. ke-5). New York: The
Modern Language Association of America, Modern Language Association of America.
1999.
Sugono, D. (2002). Berbahasa Indonesia
Sugono, Dendy. Berbahasa Indonesia dengan dengan Benar. (Ed. Rev.) Jakarta: Puspa
Benar. Ed. Rev. Jakarta: Puspa Swara, 2002. Swara.

PENULIS Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Keraf, G. (1982). Argumentasi dan Narasi.
DENGAN Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Penerbit Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
BEBERAPA Nusa Indah, 1997.
Keraf, G. (1997). Komposisi: Sebuah Pengantar
BUKU
- - -. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit Kemahiran Bahasa. Ende, Flores: Penerbit
MLA: Gramedia Pustaka Utama, 1982. Nusa Indah.
pencantuman
ATAU
buku
didasarkan Keraf, Gorys. Argumentasi dan Narasi. Jakarta:
urutan tahun Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 1982.
terbit.
- - -. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran
APA: Bahasa. Ende, Flores: Penerbit Nusa Indah,
pencantuman 1997.
buku
didasarkan
abjad judul
buku.

JENIS FORMAT FORMAT


RUJUKAN MLA APA

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 21


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

PENULIS Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
TIDAK Universitas Indonesia. Panduan Teknis Universitas Indonesia. (2002). Panduan Teknis
DIKETAHUI/ Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI
LEMBAGA Press, 2002. Press.

BUKU Creswell, John W. Research Design: Qualitative Creswell, J. W. (2002). Research Design: Qualitative
TERJEMAHAN and Quantitative Approaches. Terj. Angkatan and Quantitative Approaches. (Terj. Angkatan
III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur
Khabibah. Eds. Chryshnanda DL dan Bambang Khabibah). Eds. Chryshnanda DL dan Bambang
Hastobroto. Jakarta: KIK Press, 2002. Hastobroto. Jakarta: KIK Press.
ATAU ATAU
DL, Chryshnanda dan Bambang Hastobroto. Eds. Creswell, J. W. (2002). Research Design: Qualitative
Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan and Quantitative Approaches. (Terj. Angkatan
Kuantitatif terj. dr. John Creswell. Jakarta: KIK III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur
Press, 2002. Khabibah). Jakarta: KIK Press.

BUKU DENGAN Ihromi, T.O., peny. Pokok-pokok Antropologi Ihromi, T.O. (peny.). (1981). Pokok-pokok
PENYUNTING/ Budaya. Jakarta: PT Gramedia, 1981. Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia.
EDITOR
ATAU ATAU
Ihromi, T.O., ed. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Ihromi, T.O. (ed.). (1981). Pokok-pokok
Jakarta: PT Gramedia, 1981. Antropologi Budaya. Jakarta: PT Gramedia.

SERIAL/ Sadie, Stanley, ed. The New Grove Dictionary of Sadie, S. (ed.). (1980) The New Grove Dictionary of
BERJILID Music and Musicians.Vol. 15. London: Music and Musicians. Vol. 15. London:
Macmillan, 1980. Macmillan.
ATAU ATAU
Sadie, Stanley, ed. The New Grove Dictionary of Sadie, S. (ed.). (1980) The New Grove Dictionary of
Music and Musicians. Vol. 15. London: Music and Musicians (Vol. 15, hlm. 3—66).
Macmillan, 1980. London: Macmillan.

JURNAL Molnar, Andrea. “Kemajemukan Budaya Flores: Molnar, A. (1998). Kemajemukan Budaya Flores:
Suatu Pendahuluan.” Antropologi Indonesia 56 Suatu Pendahuluan. Antropologi Indonesia 56,
(1998): 13—19. 13—19.

MAJALAH Asa, Syu’bah. “PKS: ‘Sayap Ulama’ dan ‘Sayap Asa, S. (2004, 5—11 Juli). PKS: ‘Sayap Ulama’ dan
Idealis’.” Tempo, 5—11 Juli 2004, 38—39. ‘Sayap Idealis’. Tempo, 38—39.
Syifaa, Ika Nurul. “Klub Profesi, Perlukah Syifaa, I. N. (2004, 22—28 Juli). Klub Profesi,
Dimasuki?” Femina, No. 30, 22—28 Juli 2004, Perlukah Dimasuki? Femina, No. 30, 54—55.
54—55.

SURAT KABAR Suwantono, Antonius. “Keanekaan Hayati Mikro- Suwantono, A. Keanekaan Hayati Mikro-
organisme: Menghargai Mikroba Bangsa.” organisme: Menghargai Mikroba Bangsa.
Kompas, 24 Des. 1995, 11. (1995, 24 Desember). Kompas, 11.
“Potret Industri Nasional: Tak Berdaya Dihantam Potret Industri Nasional: Tak Berdaya Dihantam
Impor Komponen dan Disortasi Pasar.” Impor Komponen dan Disortasi Pasar. (1995,
Kompas, 23 Des. 1995, 13. Desember 23). Kompas, 13.
“Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus
Kemitraan Deklarasi Bali.” Tajuk Rencana Kemitraan Deklarasi Bali. Tajuk Rencana
(editorial). Kompas, 22 Des. 1995, 4. (editorial). (1995, 22 Desember). Kompas, 4.

JENIS FORMAT FORMAT


RUJUKAN MLA APA

22 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

DOKUMEN Biro Pusat Statistik. Struktur Ongkos Usaha Tani Biro Pusat Statistik. (1993). Struktur Ongkos
PEMERINTAH Padi dan Palawija 1990. Jakarta: BPS, 1993. Usaha Tani Padi dan Palawija 1990. Jakarta:
BPS.

NASKAH YANG Ibrahim, M.D., P. Tjitropranoto, dan Y. Slameka. Ibrahim, M.D., Tjitropranoto, P., dan Slameka, Y.
BELUM “National Network of Information Services in (1993). National Network of Information
DITERBITKAN Indonesia: A Design Study.” Makalah tidak Services in Indonesia: A Design Study.
diterbitkan, 1993. Makalah tidak diterbitkan.
Budiman, Meilani. “The Relevance of Budiman, M. (1996, Maret). The Relevance of
Multiculturalism to Indonesia”. Makalah pada Multiculturalism to Indonesia. Makalah pada
Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di
Inggris, Amerika, dan Australia, Universitas Inggris, Amerika, dan Australia, Universitas
Indonesia, Depok, Maret 1996. Indonesia, Depok.

Selain mengutip sumber-sumber tercetak, sekarang ini,


penulis juga dapat mengumpulkan data dan referensi dari
Internet atau WWW (World Wide Web, Jaringan Jagad
Jembar). Aturan penulisan referensi sama saja dengan
rujukan buku, hanya tempat, nama, dan tanggal terbitan
ditulis berbeda. Artinya, unsur-unsur itu mengikuti tata cara
penulisan di Internet. Unsur-unsur yang dicantumkan dalam
referensi Internet adalah
UNSUR-UNSUR
(1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama REFERENSI INTERNET
keluarga,
(2) judul tulisan diletakkan di antara tanda kutip,
(3) judul karya tulis keseluruhan (jika ada) dengan huruf
miring (italics), dan
(4) data publikasi berisi protokol dan alamat, path, tanggal
pesan, atau waktu akses dilakukan.

Contoh pengutipan rujukan dari internet.

1. Dari WWW

Walker, Janice R. “MLA-Style Citations of Electronic Sources.”


Style Sheet. http://www.cas.usf.edu/english/walker/mla.html
(10 Feb. 1996)

2. Dari File Transfer Protocol (kutipan yang dipunggah


[download] melalui FTP)

Johnson-Eilola, Jordan, “Little Machines: Rearticulating Hypertext


Users.” ftp daedalus.com/pub/CCCC95/johnson-eilola (10
Feb.1996)

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 23


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

3. Dari ratron (surat elektron, e-mail)

Bruckman, Amy S. “MOOSE Crossing Proposal.”


Mediamoo@media.mit.edu (20 Des. 1994)

4. Dari komunikasi lisan sinkronis (chatting), nama teman


chatting menggantikan nama penulis, jenis komunikasi
(misalnya, wawancara pribadi, alamat ratron (jika ada),
tanggal komunikasi dalam tanda kurung.

Marsha s_Guest. Personal interview. Telnet daedalus.com 7777


(10 Feb 1996)

4. FORMAT LAIN DAFTAR PUSTAKA


Format penyusunan daftar pustaka bukan hanya format MLA
dan APA, masih ada format lain, misalnya format Turabian,
format Chicago (The Chicago Manual Style), format Dugdale.
Setiap format harus dipelajari. Sebaiknya, dipilih salah satu
format dan digunakan secara konsisten dalam daftar pustaka.
Berikut akan diperkenalkan format yang dianut oleh UI Press
(Swasono, 1990). Perhatikan perbedaan penggunaan tanda
baca dengan teliti.

JENIS RUJUKAN FORMAT UI PRESS


SATU PENULIS Sukadji, Soetarlinah, Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian (Jakarta: UI
Press, 2000).

DUA PENULIS Widyamartaya, Al., dan V. Sudiati, Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah (Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997).

TIGA PENULIS Akhadiah, Sabarti, M. G. Arsjad, dan S. H. Ridwan, Pembinaan Kemampuan Menulis
Bahasa Indonesia (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989).

LEBIH DARI TIGA PENULIS Alwi, Hasan, et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).
ATAU
Alwi, Hasan, dkk., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1993).

PENULIS TIDAK DIKETAHUI/ Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Panduan
LEMBAGA Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains (Jakarta: UI Press, 2002).

JENIS RUJUKAN FORMAT UI PRESS


BUKU TERJEMAHAN Creswell, John W., Research Design: Qualitative and Quantitative Approches, diterj.

24 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Oleh Angkatan III dan IV KIK-UI bekerja sama dengan Nur Khabibah. Eds.
Chryshnanda DL dan Bambang Hastobroto (Jakarta: KIK Press, 2002).

BUKU DENGAN PENYUNTING/ Ihromi, T.O. (peny.), Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: PT Gramedia, 1981).
EDITOR
ATAU
Ihromi, T.O. (ed.), Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: PT Gramedia, 1981).

SERIAL/ BERJILID Sadie, Stanley (ed.), The New Grove Dictionary of Music and Musicians, Vol. 15, hlm.
3—66 (London: Macmillan, 1980).

JURNAL Molnar, Andrea, “Kemajemukan Budaya Flores: Suatu Pendahuluan”, Antropologi


Indonesia, No. 56, hlm. 13—19 , 1998.

MAJALAH Asa, Syu’bah, “PKS: ‘Sayap Ulama’ dan ‘Sayap Idealis’”, Tempo, hlm. 38—39,
5—11 Juli 2004.
Syifaa, Ika Nurul, “Klub Profesi, Perlukah Dimasuki?” Femina, No. 30, hlm.
54—55, 22—28 Juli 2004.

DOKUMEN PEMERINTAH Biro Pusat Statistik, Struktur Ongkos Usaha Tani Padi dan Palawija 1990 (Jakarta:
BPS, 1993).

SURAT KABAR Suwantono, Antonius, “Keanekaan Hayati Mikro-organisme: Menghargai Mikroba


Bangsa”, Kompas, hlm. 11, 24 Des. 1995.
“Potret Industri Nasional : Tak Berdaya Dihantam Impor Komponen dan Disortasi
Pasar”, Kompas (23 Des. 1995) hlm. 13.
“Menyambut Terbentuknya Badan Pengurus Kemitraan Deklarasi Bali”, Tajuk
Rencana (editorial), Kompas (22 Des. 1995) hlm. 4.

NASKAH YANG BELUM Ibrahim, M.D., P. Tjitropranoto, dan Y.Slameka, “National Network of Information
DITERBITKAN Services in Indonesia: A Design Study”, mimeo, makalah tidak diterbitkan
(Jakarta: 1993).
Budiman, Meilani, “The Relevance of Multiculturalism to Indonesia”, mimeo,
makalah pada Seminar Sehari tentang Multikulturalisme di Inggris, Amerika,
dan Australia, Universitas Indonesia (Depok: Maret 1996).
Swasono, Meutia Farida Hatta, Generasi Minangkabau di Jakarta: Masalah Identitas
Sukubangsa, skripsi sarjana (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia,
1974).

Dalam Lampiran M4-1, disajikan format daftar pustaka yang berlaku di selingkung
FMIPA-UI. Selain itu, dalam Lampiran M4-2, disajikan permintaan kriteria yang diminta
oleh berbagai jurnal ilmiah di lingkungan Universitas Indonesia.

5. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 25


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

College Publishers.

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

American Psychological Association. 2001. Publication Manual of The American


Psychological Association. Ed. ke-5. Washington, D.C.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. Ed. ke-2. Jakarta: Akademika
Pressindo.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.


Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. 2002. Panduan
Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: UI Press.

Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York:
The Modern Language Association of America.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. Ed. ke-3. New York:
Syracuse University Press.

Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki untuk Karya
Ilmiah dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Turabian, Kate L. 1996. A Manual for Writers of Term Papers, Theses, and Dissertation. Ed.
ke-6. Chicago: The University of Chicago Press.

Winarto, Yunita T., Suhardiyanto, Totok, dan Choesin, Ezra M. 2004. Karya Tulis Ilmiah
Sosial: Menyiapkan, Menulis, dan Mencermatinya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Winkler, Anthony C. dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.

26 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

LAMPIRAN M4-1
Perhatikan format daftar pustaka yang berlaku di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam UI untuk Skripsi S1

Sistem H (= Harvard)
Kaufman-Bühler W., Peters A. & Peters K. (1981) Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A.
ed. (1981) Mathematics tomorrow, hlm. 121–126. Springer-Verlag, New York.
Nybakken J.W. (1988) Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An
ecological approach, oleh Eidman M., Koesoebiono, Bengen D.G., Hutomo M. & Sukardjo S.,
xv + 459 hlm. PT Gramedia, Jakarta.
Soemardi T.P., Budiarso, Sumarsono D.A., Fauzan M., Djatmiko H. & Huwae R. (1997) Light and
low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B, 42–
50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
Varga, R.S. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam:
OrtegaJ.M.& Rheinholdt W.C., eds. (1970) Studies in numerical analysis 2: Numerical
solutions of nonlinearproblems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems,
Philadelphia, October 21–23, 1968, hlm. 99–113. SIAM, Philadelphia.

Sistem Hm (= Harvard, modified)


Kaufman-Bühler, W., A. Peters & K. Peters. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen, L.A.
(ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An
ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo & S.Sukardjo.
PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.
Soemardi, T.P., Budiarso, D.A. Sumarsono, M. Fauzan, H. Djatmiko & R. Huwae. 1997. Light and
low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B: 42–
50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam:
Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2: Numerical
solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems,
Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113.

Sistem V (= Vancouver)
Kaufman-Bühler W, Peters A & Peters K. Mathematicians love books. Dalam: Steen LA, ed.
Mathematics tomorrow. New York: Springer-Verlag, 1981: 121–126.
Nybakken JW. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: an ecological
approach, oleh Eidman, Koesoebiono M, Bengen DG, Hutomo M & Sukardjo S. Jakarta: PT
Gramedia, 1988: xv + 459 hlm.
Soemardi, TP, Budiarso, Sumarsono DA, Fauzan M, Djatmiko H & Huwae R. Light and low cost
crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara *2B, 1997: 42–50.
[Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 27


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Varga RS. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems. Dalam: Ortega JM
& Rheinholdt WC, eds. Studies in numerical analysis 2: numerical solutions of nonlinear
problems. Symposium in Numerical Solution of Nonlinear Problems, Philadelphia, October
21–23, 1968. Philadelphia: SIAM, 1970: 99–113.

Sistem A (= Abjad, bernomor urut)


Nomor urut mengawali tiap aran yang disusun berdasarkan abjad Sistem H, Hm, atau V.
Contoh yang diberikan adalah Sistem A dengan penulisan aran Sistem Hm.

1. Kaufman-Bühler, W., A. Peters & K. Peters. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen,
L.A. (ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126.
2. Nybakken, J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An
ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo &
S.Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.
3. Soemardi, T.P., Budiarso, D.A. Sumarsono, M. Fauzan, H. Djatmiko & R. Huwae. 1997. Light
and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara
*2B: 42–50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
4. Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems.
Dalam: Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2:
Numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of
Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113.

Sistem N (= Nomor urut)


Aran disusun berdasarkan nomor urut pengacuan buku dalam skripsi, bukan abjad nama
penulis. Contoh yang diberikan adalah Sistem N dengan penulisan aran Sistem Hm.

1. Soemardi T.P., Budiarso, Sumarsono D.A., Fauzan M., Djatmiko H. & Huwae R. 1997. Light
and low cost crossflow microhydro water turbine using composite materials. Makara
*2B: 42–50. [Keterangan: (*) 2 = nomor seri; B = seri majalah.]
2. Kaufman-Bühler W., Peters A. & Peters K. 1981. Mathematicians love books. Dalam: Steen,
L.A. (ed.). 1981. Mathematics tomorrow. Springer-Verlag, New York: 121–126.
3. Varga, R.S. 1970. Accurate numerical methods for nonlinear boundary value problems.
Dalam: Ortega, J.M. & W.C. Rheinholdt (eds.). 1970. Studies in numerical analysis 2:
Numerical solutions of nonlinear problems. Symposium in Numerical Solution of
Nonlinear Problems, Philadelphia, October 21–23, 1968. SIAM, Philadelphia: 99–113.
4. Nybakken J.W. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An
ecological approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono, D.G. Bengen, M. Hutomo & S.
Sukardjo. PT Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.

28 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

LAMPIRAN M4-2
Format daftar pustaka sebagaimana disyaratkan berbagai jurnal ilmiah di
lingkungan Universitas Indonesia

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 29


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Jurnal Studi Wanita

30 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Wacana

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 31


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

LAMPIRAN M4-3
DATA SUMBER ACUAN ELEKTRONIK

1. Jika sumber informasi berupa buku atau majalah, data yang harus dicantumkan
sesuai dengan cara yang berlaku untuk media cetak.

2. Jika berupa artikel yang khusus dibuat untuk informasi tertentu, data yang dicatat
adalah sebagai berikut.
(a) nama penulis artikel;
(b) tahun penulisan artikel;
(c) judul artikel;
(d) tanggal penulisan artikel itu atau pemutakhirannya;
(e) tebal artikel;
(f) nama laman (digarisbawahi);
(g) tanggal dan waktu penulisan laporan atau skripsi mengkases informasi;

Informasi jenis no.2 harus dibuat printout-nya, karena informasi yang terkandung
sering diganti dengan versi yang lebih baru atau mutakhir oleh penyusunnya.

3. Sejumlah pangkalan data (data base) menetapkan format pengacuan ke data


pangkalannya sehingga pengguna informasi harus menaati cara tersebut.

Contoh penulisan data sumber elektronik:


Gulf of Maine Aquarium*. 2000. Creating plankton. 31 Mei:
2 hlm. http://octopus.gma.org/space1/plankton.html,
23 Agustus 2001, pk. 10.12.

Catatan:

(*) Artikel yang diakses tidak mencantumkan nama penulis sehingga yang
dicatat adalah nama lembaga yang menerbitkan artikel itu.

32 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Creating Plankton Page 1 of 2

Creating Plankton
All these conditions help plant and animal plankton to thrive in the Gulf of Maine:
• nutrients carded in by river runoff
• cold water from Nova Scotia shelf (cold water holds more dissolved gases like
oxygen and carbon dioxide)
• circulation of nutrients by the gyre, other currents, winds, strong tidal mixing, and
seasonal overturn of deep and surface waters (called upwelling)
• shallow continental shelf and banks ideal for photosynthesis

Design an ocean “wanderer.”


1. Show students the variety of plants and animals that make up plankton and
explain that they are the basis of the food chain in the sea, on which all other life
depends.
2. Although plankton are not strong swimmers, many do have adaptations for
• keeping afloat
• catching the wind
• wriggling toward prey
• capturing prey
• and other survival strategies.
Explain that plants use the energy of the sun, and zooplankton eat phytoplankton
and other zooplankton.
3. Ask students to invent their own plankton.
They will have to make decisions about its adaptations and life style.
They can then make a picture of it and describe bow it survives.
This activity is based on Create Your Own Plankton by B ette Low
4. Have students make a list of organisms that live in the Gulf of Maine.
5. Then draw pictures of the organisms, cut them out, and attach the pictures to
strings to make “food chain” mobiles. Put the phyt.oplankton at the bottom and the
carnivores, such as sharks and seals, at the top. (There should be many more
phytoplankton than seals.)
Be sure students include phytoplankton (plant plankton) and zooplankton (animal
plankton).
What will I look like when I grow up?
http://octopus.gma.org/spacel/plankton.html

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 33


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Creating Plankton Page 2 of 2

Many zooplankton are larval stages of familiar animals. Yet they look little like
their adult stages. Try to see how these youxwsters evolve into adults by doing
the Plankton Match-Up.

Materials

illustrations of plankton, Create Your Own Plankton worksheet, paper, colored


pencils, crayons

Coping with the cold | Blubber Glove | Salt Concentration


Penguin Adaptation | Chick die-off | Changes in Antarctic Ice

Space_Available
Gulf of Maine Aquarium Home Page

Updated May 31, 2000.


Copyright © 2000. Gulf of Maine Aquarium.
All rights reserved.
Please email comments to www@octopus.gma.org

http://octopus.gma.org/space1/plankton.html

34 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

http://www.gen.emory.edu/MITOPMAP/citation.html
OMAPv3.0

MITOMAP v3.O
A human mitochondrial genome database
A. M. Kogelnik, M.T. Loft, M.D. Brown, S.B. Navatbe, D.C. Wallace

Department of Genetics and Molecular Medicine, Emory University, Atlanta, Georgia


Bioengineering Program, College of Computing, Georgia Institute of Technoloy, Atlanta, Georgia

Please use one of the following citation formats when citing the MITOMAP:
□ We use the same citation format as GDB and OMIM
□ All documents generated by the database server have a date and timestamp at the bottom.

Literature Citation:

Wallace DC, Lott MT, Brown MD, Huoponen K, Torroni A 1995 Report of the committee on
human mitochondrial DNA. In Cuticchia AJ (ed) Human gene mapping 1995: a compendium.
Johns Hopkins University Press, Baltimore, pp 910-954 (also available at
___________________________)

Database Citation:

Human Mitochondrial Genome Database. The Human Genome Data Base Project,
Department of Genetics and Molecular Medicine Emory University, Atlanta, GA, USA
World Wide Web _________________________), 1995.

For tables and figures:

Mitochondrial genome data obtained from the mtDNA database at Emory University in
Atlanta, GA by direct searching on the mtDNA database computer can he cited as follows:
“Data used in preparing this ___________[figure, table, paper, etc.] were derived from the
Mitochondrial Human Genome Database at Emory University in Atlanta (_____________________)
on [month] [date][year] at [time] [AM, PM] EST.”

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 35


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

36 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 5: TOPIK DAN TESIS

1. PENDAHULUAN

Persiapan untuk menulis sebuah karya ilmiah berbeda


dengan persiapan untuk menulis sebuah berita. Jika kita akan
menulis berita, topik sudah tersedia, yakni hal yang harus
diliput. Tujuan juga jelas, yakni menyajikan informasi yang
hangat dan aktual ke hadapan pembaca. Siapa yang menjadi
pembaca berita atau artikel itu juga sudah jelas.

Tidak demikian halnya dengan karya tulis ilmiah. Sering kali,


sebagai mahasiswa yang mendapat tugas dari pengajar, topik
sudah ditentukan oleh pengajarnya. Akan tetapi, tidak jarang
pula, topik harus ditentukan oleh penulis, dalam hal ini
mahasiswa sendiri, terutama dalam penulisan skripsi atau
tugas akhir. Biasanya, topik yang dipilih berkaitan dengan hal
yang sedang diteliti. Tujuan juga harus jelas karena tujuan
penulis akan berkaitan dengan jenis tulisan yang dihasilkan.
KARYA TULIS ILMIAH
Karya ilmiah harus disusun secara sistematis, setiap langkah  Tersusun secara
direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural. sistematis
Berdasarkan syarat itu, dilakukan pemilihan topik disertai  Setiap langkah terencana
secara terkendali,
penetapan tujuan. Kemudian, topik dan tujuan itu konseptual, prosedural.
dirumuskan menjadi sebuah tesis yang utuh. Tesis tersebut
menjadi awal dari rangkaian penulisan sebuah karya ilmiah
yang sistematis dan yang direncanakan secara terkendali,
konseptual, dan prosedural. Dengan demikian, akan
dihasilkan sebuah tulisan yang mengandung pandangan dan
pembuktian yang tersusun secara sistematis.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 37


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

2. TOPIK
Topik sering kali sulit dibedakan dari judul. Sebuah topik TOPIK tidak sama
atau, bahkan, sebuah tesis, dapat saja, pada akhirnya, dengan JUDUL
dijadikan judul tulisan. Akan tetapi, topik tidak sama dengan
judul. Tidak selalu sebuah judul merupakan topik tulisan.
Mungkin saja terjadi bahwa sebuah judul mengandung topik.
Mengenai judul akan diuraikan lebih lanjut dalam
pembahasan mengenai tema atau tesis.

Dalam Keraf (1997), dikatakan bahwa topik berasal dari kata


Yunani, topoi. Topoi berarti ‘tempat’. Jadi, kita menempatkan Topik berasal dari kata
pokok persoalan atau pembahasan. Oleh karena itu, dalam Yunani, topoi, yang berarti
‗tempat‘.
tulis-menulis, topik adalah ‘pokok pembicaraan’. Ada empat
syarat pemilihan topik, yaitu
(1) menarik minat penulis,
(2) diketahui dan dikuasai oleh penulis,
(3) harus cukup sempit dan terbatas, dan
(4) sebaiknya, tidak terlalu baru, teknis, atau kontroversial
(khusus untuk penulis pemula)

Topik menarik minat penulis merupakan sebuah


persyaratan yang penting. Tanpa ada minat pribadi penulis, TOPIK MENARIK
MINAT PENULIS
pembahasan dalam sebuah karya tulis ilmiah tidak akan
mendalam dan tuntas. Penulis dapat kehilangan kemampuan
dan kegairahan mengembangkan gagasan. Oleh karena itu,
persyaratan penting dalam penulisan ilmiah adalah
kegairahan dan minat penulis untuk menguraikan fakta yang
ditemukannya dan, kemudian, menghimpunnya dalam
sebuah karya ilmiah. Oleh karenanya, persyaratan berikutnya
juga penting.

Topik diketahui dan dikuasai penulis merupakan


penunjang bagi persyaratan pertama. Tanpa penguasaan dari TOPIK DIKETAHUI
DAN DIKUASAI
penulis, usaha untuk menyusun karya ilmiah akan PENULIS
merupakan beban yang berat bagi penulis. Penulis masih
harus mempelajari teori atau penelitian lain. Dengan
demikian, penulis akan kehilangan banyak waktu hanya
dalam hal mempersiapkan diri untuk penguasaan materi.
Akibatnya, penulis akan mengalami kesulitan dalam

38 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

menetapkan luas cakupan penelitian, sebagaimana diminta


dalam persyaratan berikutnya.

Topik harus cukup sempit dan terbatas merupakan


sebuah persyaratan yang sangat relatif dan bergantung pada TOPIK HARUS CUKUP
SEMPIT DAN
pengetahuan dan kemampuan penulis. Sebuah topik yang TERBATAS
sangat sempit dapat menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah
yang menghabiskan beratus-ratus halaman. Sebaliknya, topik
yang luas tidak menjamin ketebalan sebuah tulisan jika tidak
disertai dengan pemahaman dan penguasaan yang
mendalam mengenai pokok pembicaraan. Sering kali, topik
yang luas juga tidak menjamin ketuntasan pembahasan. Jadi,
topik yang sempit dan terbatas berkaitan erat dengan
penguasaan penulis atas topik yang dipilihnya.

Topik jangan terlalu baru, teknis, atau kontroversial


TOPIK SEBAIKNYA
merupakan persyaratan mutlak bagi penulis pemula. Topik
TIDAK TERLALU
yang terlalu baru akan menyulitkan seorang penulis pemula BARU, TEKNIS, ATAU
karena kelangkaan pustaka penunjang atau kekurangan data KONTROVERSIAL
lapangan. Jika tidak melakukan penelitian yang
komprehensif, penulis akan menghadapi masalah dalam
mempertanggung- jawabkan keilmiahan tulisannya. Untuk
penulis pemula, diharapkan bahwa tulisannya tidak bersifat
terlalu teknis. Maksudnya, jangan sampai penulis tidak
menguasai istilah-istilah dan konsep-konsep yang digunakan
dalam tulisannya. Terakhir, topik jangan terlalu
kontroversial. Maksudnya, jangan sampai seorang penulis
pemula memilih sebuah topik yang kontroversial yang akan
menjebaknya dalam polemik yang berkepanjangan, tanpa
adanya kemampuan dalam diri penulis untuk
mempertahankan diri atau membuktikan kebenaran
pendapatnya.

Meskipun hanya ada empat syarat pemilihan topik, dalam


kenyataannya, proses penemuan topik bukan pekerjaan yang
mudah dan singkat. Jika penulis belum siap dan belum
banyak membaca, proses itu akan memerlukan waktu
beberapa bulan, bahkan beberapa tahun. Ada cara bagi
seorang penulis untuk menguji topiknya.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 39


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Minat Luas cakupan


pribadi topik
peneliti

Kapasitas Posisi topik


dan dalam bidang
pendidikan pengetahuan
peneliti
PENELITI TOPIK
Posisi sosial Makna sosial
peneliti topik

Sumber Tingkat
materiil kesulitan
penulis topik

3. TUJUAN
Jika selesai memilih topik, langkah berikutnya bagi penulis
adalah menetapkan tujuan penulisan. Menurut Keraf (1997),
tujuan penulisan ada dua, yaitu
(1) sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis TUJUAN
(a) sesuatu yang ingin
berlandaskan topik yang telah dipilih disampaikan penulis
(b) maksud penulis dalam
(2) maksud penulis dalam menguraikan topik bahasan menguraikan topik

Jadi, tujuan yang dimaksudkan bukan tujuan topik melainkan


tujuan pribadi penulis. Oleh karenanya, dalam merumuskan
tujuan penulisan, penulis juga harus mempertimbangkan
kepada siapakah tulisan tersebut ditujukan, siapakah
pembacanya. Penetapan pembaca berkaitan dengan moto
“bahasa Indonesia yang baik”. Jika kelompok pembaca
dipertimbangkan, hal itu akan berpengaruh kepada pilihan
kata dalam karya tulis ilmiah itu. Biasanya, sebuah karya
ilmiah telah memiliki kelompok pembaca khusus, sedangkan
dalam penulisan ilmiah populer, pemilihan kata akan lebih
bersifat umum. Berdasarkan penetapan tujuan yang baik,
penulis dengan mudah menetapkan jenis tulisan yang
dihasilkannya.

40 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

JENIS TULISAN TUJUAN PENULIS


EKSPOSISI (PAPARAN) Memberikan informasi, penjelasan, keterangan,
atau pemahaman.

DESKRIPSI (PERIAN) Menggambarkan bentuk objek pengamatan,


sifatnya, rasanya, atau coraknya dengan
mengandalkan pancaindra dalam proses
penguraiannya.

NARASI (KISAHAN) Bercerita baik berdasarkan observasi maupun


kumpulan fakta.

ARGUMENTASI (BAHASAN) Meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau


pendirian pribadi, membujuk pembaca agar
menerima pendapat pribadi penulis berdasarkan
pembuktian.

4. TESIS
TESIS = TEMA*
Langkah berikutnya adalah merumuskan tesis, yakni  penggabungan topik
menggabungkan topik dan tujuan kita. Tesis sebenarnya dan tujuan penulis
 berbentuk satu kalimat
sama dengan tema. Istilah tema digunakan untuk laras dengan topik dan tujuan
karangan pada umumnya, sedangkan tema bagi tulisan yang bertindak sebagai
gagasan sentral kalimat
ilmiah disebut tesis. Dalam laras ilmiah, sebagaimana
tersebut.
diuraikan dalam Keraf (1997), tesis adalah tema bagi laras
ilmiah yang berbentuk satu kalimat dengan topik dan tujuan (*) Tema untuk laras
umum; Topik untuk
yang berfungsi sebagai gagasan sentral kalimat tersebut. laras ilmiah

Kata tema berasal dari bahasa Yunani, tithenai, yang berarti


‘menempatkan’ atau ‘meletakkan’. Jadi, tema berarti bahwa Tema berasal dari bahasa
ada ‘sesuatu yang telah diuraikan’ atau ‘sesuatu yang telah Yunani, tithenai, yang
berarti ‗menempatkan‘ atau
ditempatkan’. Dalam proses penulisan sebuah karya, tema ‗meletakkan‘.
berarti ‘sebuah perumusan dari topik yang telah dipilih
sebagai landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai
melalui pilihan topik tadi. TEMA adalah sebuah
perumusan dari topik yang
telah dipilih sebagai
Sebuah tesis merupakan perumusan singkat yang landasan pembicaraan dan
mengandung tema dasar sebuah tulisan dengan satu gagasan tujuan yang akan dicapai
sentral yang menonjol. Jika kita memandangnya dari sudut melalui pilihan topik tadi.

analisis kalimat, gagasan sentral dari tesis adalah subjek,

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 41


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

predikat, dan objek (jika ada) atau gagasan sentral adalah


gagasan utama kalimat (dalam hal ini, kalimat tesis). Tesis
berbentuk satu kalimat, dapat berupa kalimat tunggal
ataupun kalimat majemuk bertingkat, tetapi tidak boleh
berbentuk kalimat majemuk setara.

Jadi, dalam merumuskan sebuah tesis, selain persyaratan


tema, harus diperhatikan pula bentuk kalimat tesis itu
dengan memperhatikan lima hal berikut ini.
(1) Harus berupa sebuah kalimat hasil perumusan topik dan TESIS
(1) harus berupa sebuah
tujuan. kalimat
(2) dapat berupa kalimat
(2) Dapat berupa kalimat tunggal atau kalimat majemuk tunggal atau kalimat
bertingkat. majemuk bertingkat
(3) tidak boleh berupa
(3) Tidak boleh berupa kalimat majemuk setara. kalimat majemuk
setara
(4) Harus bergagasan sentral, dalam hal ini gagasan utama (4) harus bergagasan
kalimat tesis. sentral
(5) tidak mengandung kata
(5) tidak mengandung kata negasi dan kata relatif, seperti negasi dan kata relatif
beberapa, hanya, agak.

Kalimat tesis merupakan payung dari keseluruhan jenis


tulisan. Pembagian bab atau pembagian paragraf dalam
sebuah karya tulis merupakan gagasan-gagasan bawahan yang
akan menunjang kalimat tesis tersebut. Kerangka tulisan yang
baik selalu dapat menunjukkan kepada pembaca topik dan
tujuan si penulis.

Sebuah tesis yang baik harus memiliki:


(1) kejelasan yang diwujudkan melalui sebuah gagasan SYARAT
TESIS YANG BAIK
sentral yang dapat diikuti oleh perincian dan (1) kejelasan
subordinasinya; (2) kesatuan
(3) perkembangan yang
(2) kesatuan melalui gagasan sentral yang berada dalam jelas
(4) keaslian
tema yang akan memayungi seluruh karya tulis dan
(5) kecocokan judul
menjaga agar fokus pembicaraan tidak bergeser;
(3) perkembangan yang jelas merupakan penyusunan uraian
perincian secara logis dan teratur sehingga pembaca akan
dengan mudah mengikuti alur berpikir penulis;

42 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

(4) keaslian dalam hal pemilihan pokok persoalan, sudut


pandang, dan pendekatannya sehingga rangkaian kalimat
dan pilihan katanya pun akan terlihat keasliannya; dan
(5) kecocokan judul menggambarkan tema karangan, tetapi
tidak mengungkapkan seluruh isi karangan.

Tesis dan topik bukan judul. Jika topik dan tesis dirumuskan di
awal proses penulisan, sebaliknya, perumusan judul dilakukan
setelah seluruh karangan selesai. Boleh saja, pada akhirnya, SYARAT JUDUL
1) ringkas,
sebuah topik atau tesis menjadi judul, tetapi tidak selalu sebuah 2) provokatif, dan
topik itu sama dengan judul. Sebuah judul harus memiliki 3) relevan dengan isi
persyaratan:
(1) ringkas,
(2) provokatif, dan
(3) relevan dengan isi.

Langkah-langkah penyusunan karya tulis ilmiah:

TOPIK + TUJUAN KERANGKA


= TESIS TULISAN
(1) RAGANGAN
OUTLINE
(2)

PENYAJIAN
KARYA ILMIAH
(3)

LISAN (4a) TULISAN(4b)

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 43


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Dengan demikian, terlihat bahwa fungsi sebuah tesis bagi


sebuah tulisan sama dengan fungsi sebuah kalimat topik
dalam sebuah paragraf, yakni memayungi satuan yang lebih SIFAT TESIS
luas. Ada syarat lain yang merupakan syarat khas untuk tesis 1) bersifat terbatas, jika
berkaitan dengan sifat ilmiahnya, yaitu sudah ditetapkan jenis
pendekatan yang akan
(1) bersifat terbatas, jika sudah ditetapkan jenis pendekatan digunakan dalam
yang akan digunakan dalam penulisan penulisan
2) mengandung kesatuan
(2) mengandung kesatuan dengan hanya satu gagasan dengan hanya satu
gagasan sentral
sentral; 3) mengandung ketepatan,
yaitu tesis mengandung
(3) mengandung ketepatan, yaitu tesis mengandung kata kata atau istilah yang
atau istilah yang mengandung satu pengertian yang dapat mengandung satu
dipertanggungjawabkan pengertiannya dalam tulisan pengertian yang dapat
dipertanggungjawabkan
ilmiahnya kelak. pengertiannya dalam
tulisan ilmiahnya kelak
Jika kalimat topik sudah dapat dirumuskan, kerangka tulisan
dengan mudah disusun dengan kalimat tesis sebagai payung
keseluruhan karangan.

44 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


Topik
dan
tujuan
=
TESIS

Kerangka
Karangan

Bab Bab-bab Bab


Pendahuluan isi penutup
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Subbab Subbab Subbab Subbab Subbab Subbab Subbab Subbab subbab


pendahuluan Isi penutup pendahuluan isi penutup pendahuluan isi penutup

Paragraf Paragraf Paragraf Paragraf Paragraf Paragraf Paragraf Paragraf Paragraf

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


pendahuluan Isi penutup pendahuluan isi penutup pendahuluan isi penutup

Kalimat Kalimat Kalimat Kalimat Kalimat Kalimat Kalimat Kalimat Kalimat


pendahuluan isi Penutup pendahuluan isi penutup pendahuluan isi penutup

45
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

5. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins College
Publishers.

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan Kemampuan
Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta: Akademika
Pressindo.

Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York:
The Modern Language Association of America.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.

Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.

Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.

Winkler, Anthony C. dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.

Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American Book
Company.

46 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 6: PENYAJIAN LISAN


1. PENDAHULUAN
PENYAJIAN LISAN
Untuk dapat mengungkapkan pikiran dengan baik, ada
beberapa hal yang perlu diketahui. Penyajian lisan tidak hanya 1. Pembicara harus tenang
2. Sanggup bereaksi secara
merupakan masalah keberanian untuk menghadapi orang cepat dan tepat
banyak sebagai pendengar. Di samping itu, pembicara harus 3. Sanggup menyampaikan
bersikap tenang, sanggup bereaksi secara cepat dan tepat, pikiran secara lancar
dan teratur
sanggup menyampai-kan pikirannya secara lancar dan teratur, 4. Mengatur sikap yang
dan mengatur gerak-gerik dan sikap yang luwes. luwes

2. METODE PENYAJIAN LISAN


Ada beberapa cara untuk menyampaikan penyajian lisan, PENYAJIAN LISAN
bergantung pada kemampuan dan penguasaan pembicara atas 1. Metode Impromptu
materi yang dibawakannya. 2. Metode Menghafal
3. Metode Naskah
(1) Metode impromptu (serta-merta), yaitu metode penyajian 4. Metode Ekstemporan
berdasarkan kebutuhan sesaat, tidak ada persiapan sama
sekali. Pembicara harus serta-merta berbicara berdasarkan
pengetahuannya dan kemahirannya. Biasanya, penyajian
lisan secara impromptu demikian terjadi di lingkungan
yang nonformal dan akrab.
(2) Metode menghafal, yaitu metode yang bertolak belakang
dengan metode pertama. Pembicara memiliki waktu untuk
mempersiapkan naskah dan naskah itu dihafalkan.
Biasanya, metode itu kurang menarik karena pembicara
cenderung membawakan penyajiannya secara cepat dan
sangat takut disela. Akibatnya, pembicara tidak sempat
menyesuaikan diri dengan situasi dan reaksi pendengar
selagi berbicara.
(3) Metode naskah, yaitu metode membaca naskah yang sudah
dipersiapkan. Metode tersebut menyebabkan pembicara
menjadi kaku dan cenderung membaca. Sebaiknya,
pembicara berlatih dan membaca naskah sebelum
membawakannya di depan umum. Dengan demikian,
pembicara dapat membawakannya secara menarik dengan
intonasi yang baik dan tepat. Tanpa latihan, mata
pembicara akan terus membaca naskah dan melafalkannya
secara monoton.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 47


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

(4) Metode ekstemporan (tanpa persiapan naskah), yakni


metode yang merupakan jalan tengah. Uraian direncanakan
dengan cermat dan dibuat catatan atau butir-butir catatan
yang penting dan diurutkan dengan baik. Pembicara bebas
berbicara dan menyesuaikan pembicaraannya dengan
situasi dan kondisi setempat.

Dalam menyampaikan materi, pembicara harus memperhatikan


hal-hal berikut.
HAL YANG HARUS
(1) Gerak tubuh. Gerak tubuh harus santai, tegas—bukan DIPERHATIKAN:
gerakan yang terjadi karena tegang—alamiah, penuh 1. Gerak tubuh
variasi, tidak mengganggu perhatian pendengar, diatur 2. Kontak mata
dengan baik, disesuaikan dengan pendengar. 3. Ekspresi wajah
4. Suara pembicara
(2) Kontak mata. Pada saat berbicara, pembicara harus berani 5. Penampilan pribadi
menatap mata pendengarnya. Dengan demikian, pembicara
dapat berinteraksi dengan pendengarnya. Pembicara dapat
mengetahui situasi pendengar dan pemahaman pendengar.
Pendengar akan lebih percaya kepada pembicara.
Pendengar akan merasa diperhatikan oleh pembicara.
(3) Ekspresi wajah. Wajah akan memperlihatkan pikiran,
emosi, dan sikap pembicara. Dengan demikian, pendengar
akan lebih mudah berempati kepada hal atau
permasalahan yang disampaikan pembicara.
(4) Suara pembicara. Pembicara harus berlatih agar suara
menguasai ruangan, baik dengan pengeras suara maupun
tidak. Artikulasi harus jelas agar pendengar tidak
mengalami kesulitan dalam memahami pembicara.
Lafalkan kata-kata dengan jelas. Beri tekanan yang berbeda
pada setiap kalimat yang diujarkan. Jangan berbicara
terlalu cepat. Gunakanlah jeda yang agak panjang agar
pendengar memperoleh kesempatan untuk mencerna hal
yang disampaikan pembicara.
(5) Penampilan pribadi. Pembicara harus memperhatikan agar
penampilannya rapi dan bersih. Berpakaian yang rapi,
menarik, dan cerah. Jangan menggunakan terlalu banyak
perhiasan yang akan mengalihkan perhatian pendengar dari
masalah yang dibawakan. Sesuaikan pakaian dengan situasi
dan jenis pendengar.

48 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

3. PENGGUNAAN ALAT PERAGA


Pada saat berbicara, cara pembicara menggunakan alat peraga
yang telah dipersiapkannya memegang peranan penting.
Dalam membawakan penyajian lisan, hal yang harus
diperhatikan berkaitan dengan penggunaan alat peraga adalah
(1) apakah pembicara sudah berlatih menggunakan alat
peraga?
(2) apakah pembicara lebih banyak menatap pendengar
daripada melihat alat peraga?
(3) apakah pembicara menyampaikan isi alat peraga atau
hanya memperlihatkan alat peraga?

4. DAFTAR PUSTAKA
Beebe, Steven A dan Beebe, Susan J. 1991. Public Speaking: An Audience-Centered Approach.
Englewood-Cliffs: Prentice Hall.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Wiyanto, Asul. 2000. Diskusi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana Indonesia
(Grasindo).
Wiyanto, Asul. 2001. Terampil Pidato. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widisarana Indonesia
(Grasindo).

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 49


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

50 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 7: KERANGKA TULISAN

1. PENDAHULUAN
Dalam menyusun makalah, seorang mahasiswa harus
merencanakan kerangka tulisannya terlebih dahulu. Dalam
uraian mengenai penyusunan tesis (Modul 5) sudah dijelaskan
mengenai keterkaitan tesis dengan kerangka tulisan. Dengan
demikian terlihat bahwa fungsi sebuah tesis bagi sebuah
tulisan sama dengan fungsi sebuah kalimat topik dalam sebuah
paragraf, yakni memayungi satuan yang lebih besar. Jika kita
sudah dapat merumuskan sebuah kalimat topik, kita dengan
mudah dapat menyusun sebuah kerangka tulisan.

Untuk dapat dipublikasikan sebagai karya ilmiah ada Karya tulis ilmiah
ketentuan struktur atau format tulisan yang kurang lebih memiliki ketentuan struktur
atau format karangan yang
bersifat baku. Ketentuan itu merupakan kesepakatan bersifat baku.
sebagaimana tertuang dalam International Standardization
Organization (ISO). Publikasi yang tidak mengindahkan
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ISO memberikan
kesan bahwa publikasi itu kurang absah sebagai terbitan
ilmiah ISO 5966 (1982) menetapkan bahwa karya tulis ilmiah
(Soehardjan, 1997: 38) terdiri atas
 judul,
 nama penulis,
 abstrak,
 kata kunci,
 PENDAHULUAN,

 inti tulisan (teori, metode, hasil, dan pembahasan), ISI

 KESIMPULAN dan USULAN,


 ucapan terima kasih, dan
 daftar pustaka

Jadi, pada dasarnya, kerangka tulisan ilmiah agak mudah


disusun karena hanya terdiri atas tiga bagian besar. Masing-
masing adalah PENDAHULUAN, ISI, dan PENUTUP atau
KESIMPULAN. Dapat saja terjadi variasi dalam perinciannya,

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 51


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

karena tidak terlepas kemungkinan bahwa setiap bidang ilmu


memiliki peraturan mereka masing-masing.

Penulis harus memperhatikan agar setiap bagian atau bab


berkaitan satu sama lain dan berada di bawah satu payung
besar, yakni TESIS. Setiap bagian tulisan, pada dasarnya,
merupakan bagian yang lebih kecil atau subbawahan bagi
satuan tulisan yang lebih besar. Isi setiap bagian kurang lebih
adalah sebagai berikut.

52 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BENTUK TULISAN BENTUK BAB BENTUK PARAGRAF
dibangun oleh BAB/SUBBAB dibangun oleh PARAGRAF dibangun oleh KALIMAT
 Latar belakang topik  Mengantar gagasan utama  Kalimat topik
BAGIAN
 Alasan pemilihan topik  Menarik perhatian  Gagasan utama paragraf
PENDAHULUAN  Pembatasan topik  Menyiapkan pembaca
 Kerangka metode penelitian
 Kerangka teori
 Sistematik penulisan
 Penyusunan gagasan bawahan ke  Paragraf-paragraf penghubung  Kalimat-kalimat yang mendukung
BAGIAN-BAGIAN dalam beberapa bab yang dinyatakan secara teratur KALIMAT TOPIK
ISI  Pembahasan secara sistematis dan logis.  Kalimat-kalimat yang
 Setiap paragraf harus mempertahankan kepaduan paragraf
mempertahankan perhatian dengan: REPETISI, KATA GANTI,
pembaca. dan KATA-KATA PERALIHAN
 Bagian akhir atau penutup dari  Bagian akhir suatu bagian tulisan  Kesimpulan
BAGIAN tulisan yang berfungsi menurunkan dan  Pengulangan atau penekanan
PENUTUP  Kesimpulan yang dirumuskan menghentikan perhatian pembaca. kembali (KALIMAT TOPIK)
secara tegas  Bagian yang mempersiapkan  Pengalihan perhatian pembaca pada
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

 Dapat dalam bentuk dalil-dalil pembaca untuk mengalihkan paragraf berikutnya.


(terbuka atau tertutup) perhatian mereka ke topik baru.
 Dapat merupakan sari dari tujuan

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


53
BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

2. FUNGSI KERANGKA TULISAN


Kerangka tulisan sebenarnya adalah suatu rencana kerja KERANGKA TULISAN
yang memuat garis besar suatu tulisan yang akan digarap. adalah
Oleh karena itu, selama menulis, kita dapat saja mengubah suatu rencana kerja yang
memuat garis besar suatu
susunan kerangka tulisan kita dan menggunakan tesis tulisan yang akan digarap
sebagai tolok ukur perkembangan pemikiran kita selama
menulis. Kerangka tulisan bermanfaat bagi penulis sebagai
alat kontrol dalam menulis. Sering kali, penulis yang sedang
berhadapan dengan berbagai fakta tidak dapat memilih fakta
mana yang sebaiknya digunakan dan fakta mana yang
sebaiknya dibuang atau disimpan. Rasanya, sayang untuk
membuang fakta yang diperoleh secara susah payah dan
dianggap sangat berharga. Itulah salah satu manfaat
kerangka tulisan, yaitu mengarahkan penulis untuk memilih
data yang sesuai dengan tujuan penulisan.

Ada empat manfaat kerangka tulisan dalam proses menulis.


MANFAAT
(1) Tulisan dapat disusun secara teratur. Penyajian menjadi
KERANGKA TULISAN
terarah dengan alur yang jelas dan rapi. Gagasan yang
penting diletakkan di awal, diikuti oleh gagasan bawahan. 1. Tulisan dapat disusun
secara teratur
(2) Tulisan tidak mengalami pengulangan. Dengan adanya 2. Tulisan tidak
mengalami
kerangka tulisan penulis akan mengetahui hal-hal apa pengulangan
yang sudah dituangkan dan hal-hal apa saja yang belum 3. Data, kasus, atau
dituangkan dalam tulisannya. rujukan dengan mudah
dapat dicari
(3) Data, kasus, atau rujukan dengan mudah dapat dicari 4. Kerangka tulisan
berfungsi sebagai
sesuai dengan kepentingan penulisan. Penulis dengan miniatur
mudah dapat mencari materi pembantu.
(4) Kerangka tulisan berfungsi sebagai miniatur atau
prototipe tulisan yang akan memudahkan pembaca
melihat wujud, gagasan, struktur, serta nilai umum
tulisan itu. Kelak, pada akhir penulisan, kerangka tulisan
itu akan menjadi daftar isi karya ilmiah kita.

Ada empat syarat yang harus dipenuhi agar penulis dapat


menghasilkan kerangka tulisan yang baik.
(1) Tesis harus jelas. Langkah yang paling sulit dalam
penulisan karya ilmiah adalah perumusan tesis. Akan
tetapi, jika tesis sudah jelas, penulisan karya ilmiah akan

54 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

sangat mudah dan lancar karena semua telah terpikirkan


secara matang. SYARAT
KERANGKA TULISAN
(2) Tiap unit dalam kerangka hanya mengandung satu
gagasan yang akan diuraikan secara tuntas. Rangkaian 1. Tesis harus jelas
2. Tiap unit hanya
antara gagasan sentral dan gagasan bawahan tersusun mengandung satu
dengan baik. Gagasan bawahan harus mengandung gagasan
dukungan dan alasan bagi gagasan sentralnya. Dengan 3. Pokok-pokok harus
disusun secara logis
demikian, fakta yang terhimpun akan berbicara dengan 4. Setiap unit utama dan
sendirinya dalam pembahasan sebuah gejala yang diteliti. subunit menggunakan
pasangan simbol yang
(3) Pokok-pokok dalam kerangka tulisan harus disusun konsisten
secara logis. Hanya dengan penyusunan yang logis, kita
dapat mencapai tujuan dengan baik. Rangkaian sebab-
akibat harus tersusun dengan baik agar pembaca mudah
menarik kesimpulan.
(4) Setiap unit, baik unit utama dan subunit, harus
menggunakan pasangan simbol yang konsisten (I, A, 1, a,
dst.). Akan tetapi, yang lebih penting lagi adalah bahwa
penamaan setiap unit dan subunit dalam kerangka tulisan
harus bersifat sejajar atau paralel.

Oleh karena kerangka tulisan sangat penting dan bermanfaat


dalam rangkaian penulisan karya ilmiah, langkah-langkah
pembuatan kerangka tulisan harus diawali dari tesis yang
baik dan dilanjutkan dengan empat langkah lainnya. Hal yang
perlu diingat adalah bahwa perumusan tesis dan penyusunan
kerangka tulisan tidak bersifat kaku. Artinya, proses itu
terjadi berulang kali dengan penyempurnaan dan perubahan,
baik pada tesis maupun kerangka tulisan. Berikut ini LANGKAH
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun PENYUSUNAN
sebuah kerangka tulisan. KERANGKA TULISAN

(1) Merumuskan tesis dengan baik. Hal tersebut telah 1. Merumuskan tesis
2. Menginventarisasi
ditekankan berkali-kali dalam pembahasan di atas. gagasan bawahan
3. Mengevaluasi semua
(2) Menginventarisasi gagasan-gagasan bawahan untuk gagagsan
diletakkan sebagai subunit dalam kerangka tulisan. 4. Melakukan langkah ke-
2 dan ke-3 berulang kali
(3) Mengevaluasi semua gagasan yang tercatat dengan 5. Menentukan pola
mengajukan pertanyaan berikut. susunan yang paling
cocok.
 Apakah gagasan tersebut memiliki relevansi
langsung dengan tesis?

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 55


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

 Apakah ada dua topik atau lebih yang sebenarnya


merupakan hal yang sama atau pengulangan?
 Apakah semua topik sama derajatnya?
(4) Melakukan langkah kedua dan ketiga secara berulang-
ulang dan menyesuaikan kembali tesis berdasarkan
perbaikan kerangka tulisan.
(5) Menentukan pola susunan yang paling cocok dan tepat
untuk mengurutkan semua gagasan, baik sentral
maupun bawahan, secara logis sesuai dengan perincian
tesis.

Jadi, sebenarnya proses tersebut di atas tidak bersifat linear,


melainkan bersifat spiral yang berputar terus selama
penulisan karya ilmiah.

3. JENIS KERANGKA TULISAN


Ada berbagai jenis dan pengembangan kerangka tulisan dan
sifatnya tidak terlalu baku, bergantung pada setiap disiplin
ilmunya. Berikut ini, akan dikutip berbagai jenis dan
pengembangan kerangka tulisan sebagaimana diuraikan oleh
Keraf dalam bukunya Komposisi (1997). Kerangka tulisan
yang diuraikan oleh Keraf adalah jenis dan pengembangan
kerangka tulisan yang paling sering ditemui dalam berbagai
karya ilmiah.

Jenis kerangka tulisan dapat dikelompokkan berdasarkan dua


hal, yakni berdasarkan perincian dan berdasarkan
perumusannya. Kerangka tulisan yang disusun berdasarkan
perincian terbagi dua.
(1) Kerangka tulisan sementara atau nonformal, yaitu JENIS BERDASARKAN
PERINCIAN:
kerangka tulisan yang masih berubah sesuai dengan
proses, baik pada saat dirujuk kembali pada tesis maupun  Kerangka sementara
pada saat proses menulis sedang berlangsung.  Kerangka mantap

(2) Kerangka tulisan formal adalah kerangka tulisan yang


sudah mantap, tidak akan berubah lagi. Dengan demikian,
biasanya, kerangka tulisan formal itulah yang akan
menjadi bagian dari daftar isi karya ilmiah.

56 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Jenis kerangka tulisan berdasarkan perumusannya dapat


digolongkan lagi ke dalam dua jenis kerangka tulisan sebagai
berikut.
(1) Kerangka tulisan kalimat. Kerangka jenis itu adalah JENIS BERDASARKAN
PERUMUSANNYA:
kerangka tulisan yang unit-unitnya ditulis dalam
perumusan kalimat. Kerangka seperti itu sangat berguna  Kerangka kalimat
jika penulis tidak akan langsung menuangkan gagasannya  Kerangka topik
ke dalam karyanya. Oleh karena disusun dalam kalimat
lengkap, penulis tidak akan kehilangan arah dan tujuan
pada saat penulisan tertunda agak lama. Jenis kerangka
tulisan demikian, dilihat dari segi perinciannya,
dikategorikan sebagai kerangka tulisan sementara.
Biasanya, topik subunit terangkum dalam kerangka
tulisan kalimat.
(2) Kerangka tulisan topik. Kerangka tulisan jenis itu adalah
kerangka tulisan yang unit-unitnya ditulis dalam
perumusan kata atau frase. Kerangka jenis itu berguna
jika penulis akan langsung menulis karyanya atau penulis
sudah mendekati penyelesaian. Oleh karena sifatnya yang
pendek dan lugas, jika penulisan ditunda agak lama,
biasanya, penulis akan mengalami kesulitan dalam
mengingat kembali tujuan dari pokok persoalan yang
tercantum dalam kerangka tulisan. Akibatnya penulis
akan sulit mengarahkan pikirannya dalam proses
menulis. Kerangka tulisan topik adalah kerangka yang
tersusun sebagai kerangka tulisan formal. Pada saat
penulis sudah merampungkan karyanya, ia akan harus
merumuskan kembali kerangka tulisan dan penamaan
unit-unit dalam kerangka tulisan.

Pengembangan kerangka tulisan adalah penyusunan


PENGEMBANGAN
kerangka tulisan selama proses menulis. Masalah yang KERANGKA TULISAN
penting dalam pengembangan kerangka tulisan adalah adalah penyusunan
kerangka karangan selama
kemantapan dalam tujuan penulisan. Sebenarnya, harus proses menulis.
diketahui berdasarkan tujuan apakah penulis menyusun
tulisannya? Dengan demikian, jika telah diketahui benar
tujuan penulisan akan lebih mudah bagi penulis memilih
jenis pengembangan kerangka tulisan yang dikehendakinya.
Pengelompokan kerangka tulisan berdasarkan

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 57


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

pengembangannya terbagi atas dua kelompok utama dengan


beberapa subkelompoknya.
Pengembangan kerangka tulisan secara alamiah adalah KELOMPOK UTAMA
PENGEMBANGAN
pengurutan pokok pikiran sesuai dengan kenyataan yang KERANGKA TULISAN:
sesuai dengan dimensi kehidupan manusia. Kerangka  alamiah
 logis
alamiah terdiri atas tiga jenis kerangka tulisan.
(1) Pengembangan spasial atau ruang adalah
pengembangan kerangka tulisan yang bertalian dengan PENGEMBANGAN
KERANGKA TULISAN
lokasi kejadian. Sifat uraiannya lebih deskriptif. Biasanya, ALAMIAH:
pengembangan harus dilakukan dengan menempatkan  spasial
penulis dalam posisi pengamat dari suatu sudut tertentu  kronologis, dan
 topik yang ada
dalam ruang.
(2) Pengembangan kronologis atau waktu adalah pengem-
bangan kerangka tulisan berdasarkan urutan kejadian
suatu peristiwa atau tahap kejadian.
(3) Pengembangan berdasarkan topik yang ada adalah
pengembangan kerangka tulisan berdasarkan hal, barang,
atau peristiwa yang telah diketahui bagian-bagiannya.
Untuk menggambarkan atau menguraikan suatu hal,
barang, atau peristiwa mau tidak mau bagian-bagiannya
harus dijelaskan secara berturut-turut dan logis.

Pengembangan kerangka tulisan secara logis adalah


pengurutan pokok pikiran yang sesuai dengan penalaran
manusia dalam usaha mereka untuk menemukan landasan
bagi setiap pokok persoalan. Sebenarnya, pengembangan
secara logis tersebit mirip dengan pengembangan kerangka
tulisan berdasarkan topik yang tersedia. Perbedaannya
adalah dalam pengembangan kerangka tulisan yang logis,
urutan topik dilakukan berdasarkan kepentingan tujuan
penulisan. Pengembangan kerangka tulisan logis dapat
dikelompokkan atas tujuh jenis kerangka tulisan.
PENGEMBANGAN
(1) Pengembangan klimaks-antiklimaks KERANGKA TULISAN
LOGIS:
(2) Pengembangan umum-khusus atau khusus-umum  Klimaks-antiklimaks
(3) Pengembangan perbandingan dan pertentangan  Umum-khusus
 Perbandingan-
(4) Pengembangan sebab-akibat pertentangan
 Sebab-akibat
(5) Pengembangan pemecahan masalah  Pemecahan masalah
(6) Pengembangan familiaritas  Familiaritas
 Akseptabilitas

58 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

(7) Pengembangan akseptabilitas

Sebaiknya, berbagai jenis pengembangan kerangka tulisan


itu kita kuasai. Dengan demikian, kita akan mudah menyusun
pikiran kita dengan baik, tidak sampai terjadi kesalahan
urutan berpikir.

4. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins
College Publishers.

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:


Akademika Pressindo.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.

Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.

Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.

Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 59


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

60 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 8: JENIS TULISAN

1. PENDAHULUAN
DUA KATEGORI
Pada Modul 1 (Laras Ilmiah dan Ragam Bahasa) telah KARYA TULIS
diuraikan dua kategori karya tulis, yaitu karya tulis fiksi dan
1. Fiksi
nonfiksi. Sebuah karya tulis fiksi, atau sering disebut karya Hasil rekaan penulis ber-
sastra, merupakan ekspresi diri penulisnya yang dihasilkan dasarkan realitas.
dari imajinasi penulis. Hasil karya penulis merupakan hasil 2. Nonfiksi
Hasil rangkaian fakta
rekaannya sendiri berdasarkan realitas di sekelilingnya. berdasarkan pemikiran,
Sebaliknya, sebuah karya tulis nonfiksi merupakan hasil gagasan, peristiwa, dan
pendapat penulis.
rangkaian fakta yang merupakan hasil pemikiran, gagasan,
peristiwa, gejala, dan pendapat penulis.

Sebuah karya tulis ilmiah adalah karya tulis nonfiksi. Seorang


penulis karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan
informasi menjadi sebuah karangan yang utuh. Akan tetapi,
sebuah karya tulis pasti dibangun oleh bagian-bagian atau
paragraf-paragraf. Setiap paragraf merupakan rangkaian
fakta yang dialami penulis dan dapat dikembangkan dalam
jenis tulisan yang berbeda bergantung tujuan penulis
membahas topiknya (lihat kembali Modul 5, Topik dan
Tesis).

REALITAS
2. REALITAS DAN FAKTA Peristiwa yang
digambarkan merupakan
Dalam uraian di atas dibedakan antara pengertian realitas dan hal yang benar dan dapat
dibuktikan kebenarannya,
fakta. Seorang pengarang akan merangkai realitas kehidupan tetapi tidak secara langsung
dalam sebuah cerita, sedangkan seorang penulis akan dialami penulis.
merangkai berbagai fakta dalam sebuah tulisan. Realitas
berarti bahwa peristiwa yang diceritakan merupakan hal yang
benar dan dapat dibuktikan kebenarannya, tetapi tidak secara FAKTA
langsung dialami oleh penulis. Data realitas dapat berasal dari Rangkaian peristiwa atau
percobaan yang
dokumen, surat keterangan, press release, surat kabar atau disampaikan benar-benar
sumber bacaan lain, bahkan juga dari suatu peristiwa faktual. dilihat, dirasakan, dan
Fakta berarti bahwa rangkaian peristiwa atau percobaan yang dialami penulis

diceritakan benar-benar dilihat, dirasakan, dan dialami oleh


penulis (Marahimin, 1994: 37–38).

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 61


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

3. JENIS TULISAN DALAM LARAS ILMIAH


Setiap tulisan pasti dibangun oleh beberapa bagian. Bagian-
bagian pembangun sebuah karya tulis akan mengandung
beberapa jenis tulisan. Sebuah karya tulis berlaras ilmiah pun
akan dibangun oleh beberapa jenis tulisan.
JENIS TULISAN
Pada dasarnya, sebuah karya ilmiah merupakan sebuah DALAM LARAS
tulisan nonfiksi yang bertujuan memberitahukan, ILMIAH
menjelaskan, atau membuktikan suatu fakta kepada khalayak 1. EKSPOSISI
sasaran. Tekanan pada fungsi memberitahukan, 2. ARGUMENTASI
menjelaskan, atau membuktikan menyebabkan jenis 3. NARASI
4. DESKRIPSI
tulisan pada karya ilmiah merupakan eksposisi
(memberitahukan, menjelaskan) dan argumentasi
(membuktikan). Dalam usaha untuk menyampaikan karya
ilmiah secara lebih akurat, karya ilmiah sering kali juga
menampilkan jenis tulisan deskripsi (memerikan suatu
keadaan atau seseorang) dan narasi (menceritakan).

Argumentasi dalam karya ilmiah ditimbulkan oleh


penyusunan fakta secara cermat dalam sistematik tulisan.
Dengan demikian, fakta tersebut dibiarkan berbicara sendiri.
Pembaca diyakinkan akan kebenaran yang disampaikan
karya ilmiah tersebut.

Dalam Modul 5 (Topik dan Tesis) sudah diterangkan mengenai


kaitan antara tujuan penulis dan jenis tulisan yang akan
dihasilkannya. Berdasarkan perumusan tujuan secara baik,
penulis dengan mudah menetapkan jenis tulisan yang tepat
untuk mencapai tujuan tersebut.

62 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

BENTUK KARANGAN TUJUAN PENULIS

EKSPOSISI (PAPARAN) Memberikan informasi, penjelasan,


keterangan, atau pemahaman.

Membuktikan pendapat atau pendirian


penulis, meyakinkan pembaca agar
ARGUMENTASI (BAHASAN) menerima pendapat penulis yang
berdasarkan pembuktian.

NARASI (KISAHAN) Menceritakan baik berdasarkan


observasi maupun kumpulan fakta.

Menggambarkan bentuk objek


pengamatan, sifatnya, rasanya, atau
DESKRIPSI (PERIAN) coraknya dengan mengandalkan
pancaindra dalam proses
penguraiannya.

Berikut ini, akan diuraikan empat jenis karangan yang lazim


ditemukan dalam karya ilmiah.

A. Eksposisi (Paparan)
EKSPOSISI
Pada saat karya ilmiah berfungsi untuk memberitahukan dan
menjelaskan sesuatu, jenis tulisan yang digunakan adalah Jenis tulisan yang
memaparkan, menjelaskan,
eksposisi atau paparan. Eksposisi adalah tulisan yang atau menguraikan suatu
berusaha memberi penjelasan atau informasi. Tulisan yang topik, menyingkapkan buah
pikiran, perasaan, atau
ekspositoris akan menguraikan sebuah proses, melukiskan
pendapat penulisnya.
proses pembuatan sesuatu yang belum diketahui pembaca,
atau proses kerja suatu benda (Keraf, 1997: 110).

Definisi lain dari eksposisi adalah tulisan yang berusaha


menyingkapkan buah pikiran, perasaan, atau pendapat
penulis untuk diketahui pembaca (Marahimin, 1994: 208).
Ada beberapa jenis tulisan ekspositoris, di antaranya
eksposisi yang menjelaskan suatu prosedur atau proses,
memberikan dan menguraikan sebuah definisi atau
pandangan, menerangkan arah, menjelaskan dan
menafsirkan gagasan, menerangkan bagan atau tabel,
mengulas suatu hal atau peristiwa (Biagi, 1981: 53).

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 63


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Pada dasarnya, dalam sebuah karya ilmiah, eksposisi


menghimpun dua hal, yakni pencerapan alat indra
(deskripsi) dan penggalian referensi. Pada saat eksposisi
melukiskan sesuatu, jenis tulisan deskripsi akan muncul juga.
Dalam usaha lainnya, seperti menguraikan, menafsirkan,
menjelaskan, eksposisi berusaha untuk merangkaikan atau
merangkum sebuah hasil riset berdasarkan percobaan,
akumulasi data, perluasan pemikiran, atau pengamatan.
Dalam tulisan ekspositoris ada suatu bagian simpulan atau
saran yang akan mengakhiri tulisan tersebut (Marahimin,
1994: 210).

B. Argumentasi (Bahasan)
Argumentasi adalah penulisan yang bertujuan untuk ARGUMENTASI
meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau pendirian
Jenis tulisan yang
pribadi, atau mengubah pendapat pembacanya. Dalam karya menekankan pembuktian
tulis ilmiah, bentuk argumentasi dianjurkan karena karya berdasarkan penalaran yang
ilmiah juga harus dapat meyakinkan pembaca akan pendapat logis dan kritis.

penulis. Oleh karena itu, argumentasi harus dibangun dengan


menyusun alasan secara logis. Alasan disusun berdasarkan
penjelasan atau kutipan dan fakta-fakta yang tepat.

C. Narasi (Kisahan)
NARASI
Narasi adalah penulisan yang sifatnya bercerita, baik
Jenis tulisan yang bercerita,
berdasarkan pengamatan atau observasi maupun
baik berdasarkan
berdasarkan pengalaman. Jenis tulisan itu digunakan pada pengamatan atau observasi
saat penulis harus menyampaikan hasil observasinya. Dalam maupun pengalaman, yang
biasanya tersusun secara
menyampaikan perilaku dari objek penelitiannya, misalnya, kronologis.
seorang penulis akan menyampaikan laporan yang berisi
himpunan informasi faktual mengenai suatu peristiwa dan
situasi. Jenis tulisan yang digunakan dalam laporan itu adalah
narasi, kisahan, atau penceritaan. Narasi dalam hal demikian
bukan narasi rekaan atau imajinatif, melainkan narasi yang
merupakan himpunan peristiwa yang diuraikan secara
berurutan dan logis. Narasi berusaha untuk mengisahkan
suatu peristiwa atau kejadian secara kronologis (Keraf, 1997:
109).

Narasi bersifat menghimpun informasi berdasarkan


pengamatan, wawancara, dan bacaan. Oleh karena itu, narasi

64 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

dalam karya ilmiah merupakan himpunan peristiwa yang


faktual, bukan realistis (Marahimin, 1994:37–38). Dalam
karya ilmiah, narasi bertujuan menyampaikan sebuah
peristiwa secara kronologis. Peristiwa itu digunakan sebagai
ilustrasi untuk menguatkan uraian yang sedang disampaikan
oleh penulis.

Penulisan narasi yang baik membutuhkan tiga hal, yaitu


SYARAT KEBAHASAAN
a. kalimat pertama dalam paragraf harus menggugah NARASI
minat pembaca,
b. kejadian disusun secara kronologis, dan
c. berfokus pada tujuan akhir yang jelas.

Narasi yang tersusun dengan baik akan menggunakan hal


berikut ini.
(1) keterangan waktu
(2) keterangan yang berkaitan dengan pekerjaan atau
peristiwa
(3) kata-kata peralihan yang mengungkapkan
 kaitan pikiran
 kaitan waktu
 kaitan hasil
 pertentangan

D. Deskripsi (Perian)
Terkait dengan narasi adalah jenis tulisan deskripsi. DESKRIPSI
Deskripsi adalah tulisan yang berusaha untuk
Jenis tulisan yang
menggambarkan bentuk objek pengamatan: rupanya, memerikan atau memerinci
sifatnya, rasanya, atau coraknya sesuai dengan keadaan yang dengan cermat suatu objek
pengamatan ataupun pe-
sebenarnya. Deskripsi juga merupakan penulisan yang rasaan sesuai dengan
menggambarkan perasaan, seperti bahagia, takut, sepi, sedih, keadaan yang sebenarnya.
atau gembira. Tujuan dari deskripsi adalah membantu
pembaca untuk membayangkan seseorang, merasakan suatu
suasana, atau memahami suatu sensasi atau emosi. Ungkapan
bahasa penulis diharapkan akan menggugah imajinasi
pembaca.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 65


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Deskripsi bertalian dengan pelukisan kesan yang tertangkap JENIS DESKRIPSI


oleh pancaindra penulis berkaitan dengan sebuah objek atau
1. Deskripsi ekspositoris
peristiwa (Keraf, 1997: 109–110). Menurut Marahimin Jenis deskripsi yang
(1994: 38), dalam penulisan deskripsi, yang ditulis adalah sangat logis dan disusun
fakta, bukan realitas. Deskripsi adalah hasil observasi dengan mengikuti urutan logis
objek yang di-amati.
menggunakan pengindra penulis. 2. Deskripsi
impresionistis
Ada dua jenis deskripsi, yaitu deskripsi ekspositoris dan Jenis deskripsi yang
memeri-kan kesan yang
deskripsi impresionistis (Marahimin, 1994: 46). Deskripsi diperoleh penulis dari
ekspositoris adalah deskripsi yang sangat logis yang isinya objek pengamatan-nya.
merupakan daftar perincian yang disusun menurut sistem
atau urutan logis dari objek yang diamati. Deskripsi
impresionistis adalah deskripsi yang menggambarkan
impresi penulis atau untuk menstimulir pembaca dengan
lebih menekankan kesan yang timbul pada saat penulis
melakukan observasi. Urutan pemerian dilakukan
berdasarkan kuat atau lemahnya kesan penulis terhadap
objek yang ditulis.
SYARAT KEBAHASAAN
Dalam menulis sebuah deskripsi ada beberapa hal yang DESKRIPSI
harus diperhatikan, yaitu
(1) Fokus penggambaran harus tercantum dalam kalimat
topik paragraf.
(2) Suasana peristiwa dapat dirasakan melalui pilihan kata
yang baik.
(3) Pengembangan paragraf harus dilakukan secara
 efektif,
 masuk akal atau logis, dan
 dipikirkan dan dirancang dengan cermat dan
teliti.
Deskripsi orang, sebaiknya, menggambarkan SYARAT
KELENGKAPAN
 Penampilan seseorang, DESKRIPSI
BERDASARKAN
 Moral atau etika yang dianut seseorang OBJEK PENGAMATAN
 Perilaku seseorang, terutama dalam saat tertentu PENULIS

 Sifat seseorang
 Suara dan cara seseorang berbicara
 Sikap seseorang terhadap orang lain.

66 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Deskripsi tempat menggambarkan suatu lokasi dan,


sebaiknya, dapat menjawab pertanyaan berikut
 Apakah gambaran diberikan atas dasar pencerapan
seluruh pancaindra atau hanya berdasarkan
penglihatan?
 Apakah penggambaran dilakukan pada satu saat
tertentu?
 Apakah perincian ditata dalam urutan yang logis?
 Apakah sudut pandang yang konsisten dipertahankan
selama deskripsi dilakukan?
 Apakah penggunaan kata sifat dalam deskripsi
tersebut jelas dan tepat?
 Apakah kata kerja yang digunakan memberikan
gambaran yang tepat?
 Apakah kata benda yang digunakan betul-betul
khusus?
Deskripsi waktu harus mencakup
 Keterangan waktu yang tepat
 Pengurutan yang kronologis dan logis
 Unsur perian orang dan tempat.

Setiap jenis tulisan yang telah diuraikan itu secara bersama-


sama membangun keutuhan karya tulis ilmiah. Karya tulis
ilmiah yang bersifat argumentatif dapat saja membangun
alasan pembahasannya melalui paragraf yang berisi jenis
tulisan yang bersifat deskriptif dan ekpositoris.

Pada saat penyusunan sebuah laporan ilmiah, sebaiknya,


diperhatikan penggunaan berbagai jenis tulisan itu. Dengan
demikian, karya ilmiah tidak akan menjadi sebuah laporan
ilmiah yang kering dan menjemukan. Alasan argumentasi
dibangun atas berbagai paragraf yang mengandung narasi,
deskripsi, dan eksposisi. Dengan proses itu, diharapkan
bahwa pembaca akan dengan mudah memahami jalan
pikiran penulis.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 67


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

4. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Biagi, Shirley.1981. How to Write and Sell Magazine Articles. Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice-Hall.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Wishon, George E. dan Burks, Julia M. 1968. Let’s Write English. New York: American
Book Company.

68 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 9: PARAGRAF

1. PENDAHULUAN
PARAGRAF
adalah
Sebuah paragraf atau alinea adalah sebuah satuan pikiran yang satuan pikiran yang
membahas satu gagasan melalui sebuah rangkaian kalimat membahas satu gagasan
yang saling berhubungan. Gagasan yang terdapat dalam melalui serangkaian
kalimat.
paragraf diuraikan pula oleh uraian-uraian tambahan untuk
memperjelas gagasan utama.

Panjang sebuah paragraf tidak pasti karena panjang


pendeknya sebuah paragraf ditentukan oleh kejelasan dan
ketuntasan uraian yang berhubungan dengan gagasan utama
paragraf. Contoh (1)

Lukisan yang menggambarkan keindahan pemandangan yang


digantungkan di dinding berwarna putih atau warna terang,
bisa memberikan suasana yang amat teduh. Suasana seperti itu
ditemui di lobi hotel atau restoran. Banyak dinding hotel dihiasi FUNGSI PARAGRAF
lukisan yang menggambarkan seni dan budaya Indonesia.
1. Memudahkan orang
mengerti dan memahami
Manfaat sebuah paragraf pertama-tama adalah untuk memu- tema.
dahkan orang mengerti dan memahami sebuah tema. Selain 2. Memisahkan sebuah
tema dari tema lain dan
itu, sebuah paragraf bermanfaat untuk memisahkan sebuah memberi penekanan pada
tema dari tema yang lain dan untuk memberikan penekanan satu tema.
pada satu tema.
JENIS PARAGRAF
Dalam sebuah karya tulis dapat kita bedakan tiga jenis
paragraf, yakni paragraf pembuka, paragraf isi, dan paragraf 1. Paragraf pembuka,
2. Paragraf isi,
penutup. Paragraf pembuka adalah paragraf yang terdapat di 3. Paragraf penutup
awal karya tulis dan merupakan bagian yang mengantar
pokok pikiran yang terdapat dalam karya tulis tersebut.
Paragraf isi merupakan paragraf yang menguraikan inti
permasalahan dalam sebuah karya tulis; paragraf penutup
merupakan bagian dari sebuah karya tulis yang
menyimpulkan atau mengakhiri sebuah karya tulis.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 69


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

2. Syarat Pembentukan Paragraf


SYARAT
PEMBENTUKAN
Sebuah paragraf yang baik dan efektif memenuhi syarat-syarat PARAGRAF
berikut.
1. Hanya ada satu
a. Setiap paragraf hanya mengandung satu pokok pikiran gagasan
atau gagasan utama. Pikiran-pikiran lainnya dalam 2. Ada kesatuan
3. Ada koherensi
sebuah paragraf hanya melengkapi pokok pikiran utama
tadi.
b. Setiap paragaraf harus memiliki kesatuan. Maksudnya
dalam sebuah paragraf tidak boleh terdapat penjelasan-
penjelasan yang saling bertentangan.
c. Setiap paragaraf harus memiliki koherensi dan
kesinambungan. Agar ada pengembangan yang baik
dalam sebuah paragraf harus dipelihara keeratan
hubungan antarkalimat serta tidak terdapat loncatan-
loncatan pikiran yang dapat membingungkan pembaca
atau penyimpangan dari pokok pikiran utama.

3. Kalimat Topik

Gagasan utama diuraikan dalam sebuah kalimat yang disebut KALIMAT TOPIK
kalimat topik. Kalimat topik mengungkapkan maksud pokok adalah
kalimat yang mengandung
uraian paragaraf. Kalimat-kalimat lainnya berfungsi sebagai gagasan utama.
kalimat penjelas.

4. Peletakan Kalimat Topik


LETAK
Ada tiga macam cara penempatan kalimat topik.
KALIMAT TOPIK

a. Kalimat topik di awal paragraf, contoh: 1. Di awal paragraf


2. Di awal dan di akhir
Landasan yang dapat didarati pesawat jet Fokker F28 dan paragraf
3. Di akhir paragraf
sejenisnya akan ditambah tiga buah lagi pada tahun 2004. Dari
55 landasan yang dibina oleh Direktorat Jendral Perhubungan
Udara, dewasa ini hanya 23 saja yang sanggup menampung
pesawat Fokker F28. Di antaranya ialah Lapangan Udara
Panasan di Solo, Ahmad Yani di Semarang, dan Supadio di
Pontianak, yang semua diresmikan awal tahun ini. Sekarang
landasan Blang Bintang di Banda Aceh, Sentani di Jayapura,
dan Penfui di Kupang sedang diperpanjang dan diperluas. Pada
akhir tahun ini, perbaikan ketiga landasan itu diharapkan

70 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

sudah selesai, dan pesawat jet jenis Fokker F28 dapat mendarat
di sana dan memperluas jaringan lalu-lintas udara di tanah air
kita.

b. Kalimat topik di akhir paragraf, contoh:

Setiap malam berpuluh ribu tikus menyerbu desa-desa di


Kecamatan Pracimantoro. Segala macam tanaman, hingga
pohon petai cina yang sudah tua, habis digerogoti tikus.
Binatang peliharaan seperti ayam, kambing, dan sapi tidak luput
dari serangan yang ganas itu. Apalagi bahan makanan. Memang
itu dicari. Habis tandas ditelan tikus. Bahkan, penduduk
beberapa desa terpaksa diungsikan karena ketakutan. Sampai
sekarang masih ada orang yang tidak mau pulang ke kampung
halamannya. Memang dahsyat sekali serangan hama tikus yang
melanda Wonogiri pada tahun 1961-1963.

c. Kalimat topik di awal dan di akhir paragraf, contoh:

Pemerintah bukannya tidak tahu bahwa rakyat Indonesia haus


akan rumah yang sehat dan kuat. Departemen PUTL sudah
lama menyelidiki hal itu. Dicarinya bahan rumah yang kuat
dan murah. Agaknya bahan perlit yang diperoleh dari batu-
batuan gunung berapi menarik perhatian. Bahan itu tahan api,
tahan air, dan tahan suara. Karena berlimpah-limpah di Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur, harganya
dapat ditekan menjadi murah. Lagi pula, perlit dapat dicetak
menurut kemauan kita. Itulah sebabnya mengapa pemerintah
berusaha membayar ratusan ribu rumah murah yang kuat dan
sehat untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

5. Unsur-unsur Kebahasaan Pembangun Paragraf


a. Penunjukan, yakni penggunaan kata(-kata) untuk
menun-jukkan atau mengacu kata(-kata) atau suatu acuan
yang sudah disebutkan, misalnya kata itu, ini, tersebut,
demikian.

b. Penggantian, yakni penanda hubungan kalimat yang


berupa kata(-kata) yang menggantikan kata(-kata) yang
lain yang sudah disebutkan sebelumnya, misalnya

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 71


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

dengan kata ganti orang (dia, mereka, dan lain-lain), hal


itu, itulah, itu, ini, sana, sini, situ, begitu, begini. UNSUR KEBAHASAAN
PEMBANGUN
PARAGRAF
c. Pelesapan, yakni ada unsur kalimat yang tidak dinyatakan
secara tersurat pada kalimat berikutnya dan kehadiran 1. Penunjukan: ini, itu,
tersebut, demikian.
unsur itu dapat diperkirakan atau dipulihkan.
2. Penggantian: hal itu,
itulah, itu, ini, sana,
d. Perangkaian, yakni ada kata(-kata) yang merangkaikan sini, situ, begitu,
kalimat satu dengan yang lainnya dengan: seperti begini
3. Pelesapan
sebaliknya, sesudah itu, dengan demikian, oleh karena itu, 4. Perangkaian: seperti,
walaupun demikian, namun. sebaliknya, sesudah
itu, dengan demikian,
oleh karena itu,
e. Pengulangan, yakni ada kata(-kata) yang diulang dengan walaupun demikian,
tujuan mendapat penekanan atau pementingan, atau namun
pengulangan bentuk atau imbuhan. 5. Pengulangan kata atau
imbuhan

6. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Gunawan, dkk. 1994. Kiat Membuat Alinea. Jakarta: PT Aries Lima.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.
Radikun, Tulus Budi S. 2002. Kiat Penulisan Efektif Laporan Pemeriksaan Psikologis.
Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi,
Fakultas Psikologi UI.
Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Penerbit Andi Offset.
Sakri, Adjat. 1988. Belajar Menulis Lewat Paragraf. Bandung: Penerbit ITB.
Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.
Soeseno, Slamet. 1980. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Subiyakto, Markus G. 1996. Kiat Menulis Artikel Iptek Populer di Media Cetak. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.

72 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 10: PENGEMBANGAN PARAGRAF

1. PENDAHULUAN
Dalam bagian terdahulu telah dibahas mengenai paragraf.
Selanjutnya akan diuraikan bagaimana cara mengembangkan
sebuah paragraf. Ada beberapa cara yang ditempuh seorang
penulis untuk mengembangkan gagasan utamanya.

2. Pola Pengembangan paragraf


Pola pengembangan yang dipakai seorang penulis untuk
mengem-bangkan tema tulisannya adalah dengan cara-cara
sebagai berikut.

a. Penambahan
PENAMBAHAN

Pola pengembangan paragraf dengan cara penambahan


dilakukan seperti dalam contoh berikut.

Persoalannya mereka khawatir setelah renovasi mereka tidak


dapat berdagang di lokasi itu. Di samping itu, mereka juga
mengharapkan dapat menjadi pelaksana renovasi pasar
tersebut.
URUTAN PERISTIWA
b. Urutan peristiwa dan waktu DAN WAKTU

Pola pengembangan paragraf dengan cara urutan peristiwa


dan waktu tampak dalam contoh berikut.

Baru-baru ini Dr.Osofsky mengatakan, “Bayi-bayi yang cerdik


itu lebih banyak memandang kepada ibunya untuk mengatakan
sesuatu. Kemudian, sang ibu akan tersenyum pada bayinya,
mengusap pipinya, dan dengan cepat mendekapnya.

c. Perlawanan atau pertentangan PERLAWANAN ATAU


PERTENTANGAN
Pola pengembangan paragraf dapat juga dilakukan dengan
cara perlawanan atau pertentangan seperti dalam contoh
berikut.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 73


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Dr. Kinichi menekankan, mereka menghadapi krisis energi,


kekurangan tenaga kerja, miskinnya sumber daya alam, dan
pasar dalam negeri yang terbatas. Walaupun demikian,
pengusaha Jepang tidak menyerah dan mengupayakan semua
potensi untuk bisa bertahan.

d. Peningkatan PENINGKATAN

Paragraf berikut dikembangkan dengan cara peningkatan


menjadi lebih dari pernyataan sebelumnya.

Jadi jelas, jika data yang diberikan oleh South ini sahih,
penduduk Jakarta sebenarnya sedang mengalami krisis air
minum. Bahkan, majalah itu juga menyebutkan bahwa hanya
sepuluh persen saja penduduk Jakarta yang bisa menikmati air
bersih. Selebihnya bisa jadi menikmati air yang sarat dengan
bakteri coli itu.

e. Sebab-akibat SEBAB - AKIBAT

Cara pengembangan paragraf yang paling sering dilakukan


adalah pengembangan dengan menyusun peristiwa dalam
urutan sebab-akibat. Contoh berikut memperlihatkan
hubungan itu.

Menurut Harsya, dalam keadaan sekarang jika sekolah hanya


boleh dipakai pada pagi hari, akan banyak anak usia sekolah
yang tidak tertampung. Karena itu, katanya, masalah ini harus
dilihat sebagai masa transisi.

f. Syarat SYARAT

Paragraf dapat pula dikembangkan dengan mengemukakan


syarat, seperti dalam contoh berikut.

Dengan kekuatan ekonominya saat ini, masyarakat Amerika


menganggap Jepang berusaha menghancurkan ekonomi
mereka. Jika demikian halnya, benarkah peringatan 55 tahun
serangan terhadap Pearl Harbor dilakukan untuk
menggaungkan kembali kesan bahwa Jepang tetap musuh
Amerika yang berbahaya?

74 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

g. Cara
CARA
Contoh berikut memperlihatkan pengembangan paragraf yang
mengemukakan cara.

Kebanyakan penduduk yakin, Moskow yang berjarak delapan ribu


kilometer dari wilayah itu (Kepulauan Kuril) telah menyerahkan
kepulauan itu kepada Jepang. Dengan itu, mereka berharap,
Jepang akan membayar beberapa juta yen yang akan sangat
berguna untuk membantu perekonomian Rusia yang lumpuh
ketika itu.
KESIMPULAN
h. Kesimpulan

Pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan


mengemukakan sebuah kesimpulan. Contoh

Hakim dengan menggunakan hukum acara perdata sebagai


“aturan permainan” melalui putusan-putusannya menciptakan
hukum. Dengan demikian, hakim seperti halnya pembentuk
undang-undang adalah pembentuk hukum juga.
KEGUNAAN
i. Kegunaan

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan


paragraf ialah dengan penyebutan kegunaan, seperti dalam
contoh berikut ini.

Menurut Syahrir, program pemerataan pembangunan memang


sulit dipacu karena pemerintah menghadapi persoalan yang
cukup berat, yakni menipisnya anggaran dana pembangunan.
Untuk itu, katanya, sebaiknya kebijakan pemberian saham 1-5
persen dari BUMN dan swasta kepada koperasi dialihkan untuk
membantu program-program inpres.
CONTOH
j. Contoh

Untuk mengembangkan sebuah pokok pikiran yang sulit


sebaiknya dipakai cara pengembangan melalui contoh, seperti
terlihat dalam contoh berikut ini.

Saat ini pelbagai upaya pemerataan itu sudah dilakukan.


Misalnya, program-program inpres, kemitraan usaha antara

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 75


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

bapak angkat dan anak angkat, serta penyebaran proyek


pembangunan di semua daerah. Hal yang lebih baru dan
mendasar adalah pengalihan saham dari perusahaan besar dan
sehat kepada koperasi serta penyediaan kredit usaha kecil oleh
perbankan.
PERBANDINGAN
k. Perbandingan

Pengembangan paragraf melalui perbandingan sering dipakai


dalam sebuah karya tulis, contoh

Walaupun jelas berbeda dalam hal panjang, dari segi


bangunnya paragraf dan esai itu sama. Misalnya, paragraf
diawali dengan kalimat topik. Dalam esai, paragraf pertama
merupakan pendahuluan yang memperkenalkan bahan bahasan
dan menetapkan fokus topik. Begitu pula tubuh esai terdiri atas
rangkaian paragraf yang memperluas dan menunjang gagasan
yang dikemukakan dalam paragraf pendahuluan. Akhirnya
penyudah, baik berisi penegasan kembali, kesimpulan, ataupun
pengamatan mengakhiri sebuah paragraf. Esai juga mempunyai
sarana yang membawa gagasannya kepada ketuntasan.
Walaupun dalam tulisan modern yang tercipta terdapat
kekecualian atas rampatan di muka, kebanyakan paragraf dan
esai paparan memiliki bangun yang serupa.

l. Ibarat IBARAT

Paragraf dapat pula dikembangkan dengan sebuah ibarat,


seperti dalam contoh berikut.

Lelaki tua itu menerangkan sedikit, menurut agama, setengah


permulaan hidup seseorang berupa pendakian, dan setengah
sisanya penurunan. Pada penurunan, hidup orang tidak lagi
menjadi miliknya karena dapat diambil sewaktu-waktu.

m. Daftar DAFTAR

Yang dimaksud dengan pengembangan paragraf melalui daftar


adalah pengembangan seperti dalam contoh berikut.

Pola susunan sebab-akibat dipakai dalam tulisan ilmiah atau


keteknikan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk (1)
mengemukakan alasan dengan logis, (2) memerikan suatu

76 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

proses, (3) menerangkan mengapa sesuatu terjadi demikian,


dan (4) meramalkan runtunan peristiwa yang akan datang.

n. Definisi DEFINISI

Dalam sebuah karya ilmiah seringkali dipakai pengembangan


paragraf dengan definisi seperti dalam contoh berikut ini.

Pembangunan tidak pernah, dan tidak akan dapat, didefinisikan


dengan memuaskan bagi semua orang. Secara umum,
pembangunan menunjuk kepada kemajuan yang diinginkan di
bidang sosial dan ekonomi, tetapi manusia selalu berbeda-beda
pendapatnya tentang apa yang diinginkannya. Sudah tentu
pembangunan harus berarti perbaikan hidup, dan untuk itu
pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi sangat menentukan.
PERTANYAAN
o. Pertanyaan

Paragraf dapat dikembangkan pula melalui sebuah pertanyaan


seperti dalam contoh berikut.

Tahun 1961 David McClelland, seorang psikolog Universitas


Harvard, menerbitkan The Achieving Society, sebuah upaya
dengan ambisi yang luar biasa untuk mengetahui mengapa
kebudayaan tertentu lebih berhasil dari yang lain. Mengapa di
kalangan suku Afrika Barat, kaum Asyani dan Ibo begitu
dominan dalam segi ekonomi? Mengapa bagitu banyak
perdagangan di Asia Tenggara dikuasai oleh orang Cina
perantau? Mengapa imigran Yahudi di Amerika Serikat maju
lebih pesat dari kelompok yang lain?

p. Gambaran GAMBARAN

Variasi pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan


sebuah gambaran seperti dalam contoh berikut.

Perikanan menduduki tempat penting dalam ekosistem dunia,


baik dalam bidang ekonomi dunia maupun makanan manusia,
dengan menyumbangkan 23 persen dari seluruh komsumsi
protein hewani. Di beberapa negara berkembang, seperti juga di
beberapa negara industri, ikan merupakan sumber protein
hewani. Industri perikanan dilihat dari segi ekonomi juga
penting. Bank Dunia memperkirakan bahwa dua belas juta

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 77


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

buruh di seluruh dunia hidup dengan menangkap ikan atau


bertani ikan; jutaan lebih terlibat dalam pengangkutan,
pengolahan, dan pemasaran tangkapan mereka.

q. Perincian
PERINCIAN
Dalam tulisan ilmiah sering kali dipakai paragraf dengan
perincian seperti terlihat dalam contoh berikut.

Di hutan Kalimantan hidup kera tak berekor, yang jika berdiri


tingginya mencapai 1,14 meter dan disebut orang utan. Hanya
anaknya yang mirip manusia. Dahi orang utan dewasa miring ke
belakang. Di atas matanya yang jeluk terdapat pinggiran tulang
yang menganjur. Hidung pesek, sementara sekat rongga
hidungnya menganjur ke luar cuping hidung. Mulutnya
menganjur monyong, dan bibirnya tipis dan pendek. Dagu tidak
ada; leher pendek dan memiliki kantung leher. Si jantan biasanya
berjanggut merah.

r. Penggolongan PENGGOLONGAN

Jika dalam sebuah tulisan ada beberapa fenomen yang harus


dikelompokkan maka cara pengembangan paragraf dengan
penggolongan banyak dipakai. Contoh:

Dunia tumbuhan terbagi atas empat divisi yang besar, yakni


tumbuhan daun (talofita), lumut (briofita), paku-pakuan
(pteridofita), dan tumbuhan bunga (spermatofita). Setiap divisi
itu terbagi lagi atas kelas, kelas atas bangsa, bangsa atas
marga, dan marga atas jenis. Setiap jenis mempunyai satu
varietas atau lebih.
KLIMAKS
s. Klimaks

Pengembangan paragraf melalui cara klimaks dilakukan


melalui peningkatan kepentingan atau perhatian terhadap
gagasan-gagasan. Gagasan bawahan diurutkan sedemikian
rupa sehingga gagasan yang berikutnya lebih tinggi daripada
gagasan sebelumnya, seperti dalam contoh berikut.

Segala kungkungan kini tak terasa lagi. Beban telah terlepas.


Keterikatan tak lagi menyiksa. Kita bebas berbicara. Merdekalah
kita sebenar-benarnya merdeka.

78 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

3. HUBUNGAN LOGIS ANTARKALIMAT


HUBUNGAN LOGIS
Hubungan logis dalam paragraf adalah hubungan dalam adalah
rangkaian kalimat-kalimat yang ditata dengan baik dan masuk rangkaian kalimat-kalimat
yang ditata dengan baik dan
akal sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Dalam masuk akal sehingga
hubungan logis antarkalimat, pada dasarnya, kata sambung mudah dipahami oleh
pembaca.
yang digunakan harus mengacu ke kalimat terdahulu. Perlu
dicatat bahwa tidak semua kata sambung dalam kalimat dapat
digunakan untuk menghubungkan kalimat-kalimat dalam
paragraf. Kata sambung antarkalimat dapat juga digunakan
untuk menghubungkan paragraf yang satu dengan yang lain. Di
dalam penulisannya, kata sambung antarkalimat harus disertai
koma.

Hubungan antarkalimat yang sering didapati dalam tulisan


adalah sebagai berikut.
(1) Hubungan akibat menyatakan akibat. Hubungan tersebut
dimarkahi oleh: akibatnya, walhasil, alhasil, karena itu, oleh
karena itu, oleh sebab itu, maka dari itu, sebagai akibatnya.
(2) Hubungan konsekuensi. Hubungan yang menyatakan
konse-kuensi ditandai oleh kata sambung dengan
demikian, maka.
(3) Hubungan sebab ditandai oleh kata sambung alasannya,
sebabnya.
(4) Hubungan tujuan ditandai oleh kata sambung untuk itu,
untuk keperluan itu, untuk tujuan itu.
(5) Hubungan perlawanan/konsesif ditandai oleh kata
sambung meskipun demikian/begitu, walaupun
demikian/begitu, kendati demikian/begitu, bagaimanapun,
akan tetapi, dan namun.
Perhatikan: Jangan gunakan namun demikian karena
ungkapan itu tidak ada artinya (bandingkan dengan
tetapi demikian).
(6) Hubungan pertentangan/kebalikan ditandai oleh kata
sambung sebaliknya, sementara itu.
(7) Hubungan waktu dapat dibedakan atas:

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 79


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

o hubungan keserempakan yang ditandai oleh kata


sambung sementara itu, dalam pada itu, pada saat
itu, pada saat yang bersamaan, ketika itu.
o hubungan anterioritas yang ditandai oleh kata
sambung sebelumnya, sebelum itu.
o hubungan posteroritas yang ditandai oleh kata
sambung sesudahnya, sesudah itu, setelah itu,
kemudian.
(8) Hubungan syarat ditandai oleh kata sambung jika demikian
halnya, kalau begitu.
(9) Hubungan urutan ditandai oleh kata sambung selanjutnya,
demikian pula, Pertama ... Kedua, ... Ketiga, ... Terakhir, ...
atau Pertama-tama, ... Kemudian, ... Akhirnya, ... .
(10) Hubungan penambahan ditunjukkan oleh kata sambung
selain itu, tambah lagi, lagi pula, di samping itu.
(11) Hubungan keinklusifan dan keeksklusifan dinyatakan
oleh kata sambung kecuali itu, tanpa itu, di satu pihak, ...; di
pihak lain, ... .
(12) Hubungan penegasan ditandai oleh kata sambung
malahan, bahkan, memang, apalagi, terlebih lagi, dengan
kata lain, singkatnya, singkat kata.
(13) Hubungan penyimpulan ditandai oleh kata sambung
jadi, kesimpulannya, demikianlah maka.
(14) Hubungan pembenaran dinyatakan oleh kata sambung
sesungguhnya, bahwasannya, sebenarnya.

4. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Gunawan, dkk. 1994. Kiat Membuat Alinea. Jakarta: PT Aries Lima.

80 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores: Penerbit Nusa
Indah.

Marahimin, Ismail. 1994. Menulis Secara Populer. Jakarta: Pustaka Jaya.


Radikun, Tulus Budi S. 2002. Kiat Penulisan Efektif Laporan Pemeriksaan Psikologis. Depok:
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, Fakultas Psikologi UI.

Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Pikiran dan Kepaduannya dalam Bahasa Indonesia.. Yogyakarta:
Penerbit Andi Offset.
Sakri, Adjat. 1988. Belajar Menulis Lewat Paragraf. Bandung: Penerbit ITB.

Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka.
Soeseno, Slamet. 1980. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Subiyakto, Markus G. 1996. Kiat Menulis Artikel Iptek Populer di Media Cetak. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 81


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

82 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 11: RINGKASAN, IKHTISAR, ABSTRAK

1. PENDAHULUAN
Pada saat menulis bab mengenai Kerangka Teori, berbagai
teori dan konsep yang diajukan oleh para ahli harus
dikumpulkan. Teori dan konsep itu menjadi landasan teoretis
untuk menelaah data yang sudah dikumpulkan. Teori-teori
itu dikumpulkan dari berbagai buku teori yang sudah dibaca
dan dipahami. Pendapat-pendapat yang mendukung sudut
pandang atau yang mendukung alasan penulis akan dikutip.
LANGKAH
Untuk dapat memperoleh inti sari mengenai sudut pandang MEMPEROLEH INTI
ahli yang pendapatnya digunakan untuk menunjang sebuah SARI BACAAN
karya tulis ilmiah, ada tiga langkah yang harus dilakukan. 1. Membuat ringkasan
Pertama, penulis membuat ringkasan. Kedua, penulis 2. Membuat ikhtisar atau
membuat ikhtisar atau abstrak dari ringkasan yang telah abstrak
3. Menyusun sintesis
dibuatnya. Ketiga, menyusun segala pengetahuan yang
diperoleh dari bacaan dalam sebuah sintesis. Semua kegiatan
itu disebut sebagai kegiatan mereproduksi sebuah karya
ilmiah. Jadi, reproduksi meliputi kegiatan membuat kutipan,
membuat ringkasan, membuat ikhtisar atau abstrak, dan
menyusun sintesis. Modul ini hanya akan membahas masalah
ringkasan, ikhtisar, dan abstrak. Masalah sintesis akan
dibahas dalam Modul 14.
RINGKASAN
2. RINGKASAN adalah
1. Reproduksi tulisan atau
peristiwa yang panjang
Salah cara untuk memahami sebuah teori adalah dengan dalam bentuk yang
membuat ringkasan. Ringkasan adalah penyajian kembali singkat
2. Sari tulisan tanpa
(reproduksi) suatu karya tulis atau peristiwa yang panjang hiasan.
dalam bentuk yang singkat. Ringkasan adalah sari tulisan
tanpa hiasan. Ringkasan itu dapat merupakan ringkasan
FUNGSI RINGKASAN
sebuah buku, ringkasan sebuah bab, ataupun ringkasan
sebuah artikel. 1. Memahami dan
mengetahui isi sebuah
tulisan
Fungsi ringkasan adalah memahami dan mengetahui isi 2. Mempelajari cara
sebuah buku atau tulisan. Dengan membuat ringkasan, kita penulis menyusun
pikirannya
mempelajari cara seseorang menyusun pikirannya dalam
3. Menangkap pokok
gagasan-gagasan yang diatur dari gagasan yang besar pikiran dan tujuan
penulis

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 83


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

menuju ke gagasan-gagasan penunjang. Melalui ringkasan,


kita dapat menangkap pokok pikiran dan tujuan penulis.

Untuk memperoleh ringkasan yang baik, bagian-bagian yang


BAGIAN-BAGIAN
dapat dihilangkan adalah YANG DIHILANGKAN
 keindahan gaya bahasa, 1. Keindahan gaya bahasa.
2. Bagian ilustrasi atau
 ilustrasi atau contoh, dan contoh.
3. Penjelasan yang
 penjelasan yang terperinci.
terperinci.

Meskipun memiliki bentuk yang ringkas, sebuah ringkasan


tetap mempertahankan pola pikiran dan cara pendekatan
penulis asli. Jadi, ringkasan tetap disusun dengan suara asli
penulis. Ringkasan harus langsung diawali bagian-bagian
tulisan asli. Ringkasan tidak perlu diawali dengan dengan
kalimat pembuka, seperti “Dalam tulisannya, penulis
berpendapat bahwa...”

Syarat ringkasan yang baik adalah


SYARAT RINGKASAN
(1) Ringkasan tetap mempertahankan urutan pikiran dan YANG BAIK
cara pendekatan penulis asli.
1. Tetap mempertahankan
(2) Ringkasan tidak boleh mengandung hal baru, pikiran, urutan pikiran dan cara
pendekatan penulis asli
atau opini dari pembuat ringkasan, baik yang dimasukkan 2. Tidak mengandung
secara sadar maupun tidak sadar. hal, pikiran, atau opini
dari peringkas
(3) Ringkasan harus disampaikan dengan suara asli penulis, 3. Disampaikan dengan
bukan dengan suara pembuat ringkasan. suara asli penulis

Untuk dapat membuat sebuah ringkasan yang baik,


dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut.
(1) Membaca naskah atau teks asli beberapa kali.
(2) Mencatat gagasan utama penulis. Dalam artikel, harus
dicatat kalimat topik pada setiap paragraf.
(3) Membuang paragraf yang berisi contoh, deskripsi, atau LANGKAH MEMBUAT
kutipan. RINGKASAN

(4) Membuang berbagai keterangan tambahan yang tidak


penting dalam sebuah kalimat.
(5) Mengubah dialog langsung ke dalam bentuk tidak
langsung.

84 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

(6) Sedapat mungkin, menggunakan kalimat tunggal.


(7) Menyusun ringkasan dengan mempertahankan susunan
gagasan penulis asli.

3. IKHTISAR DAN ABSTRAK Sebuah IKHTISAR dibuat


setelah penyusun ikhtisar
Istilah ringkasan seringkali dikacaukan dengan istilah mampu membuat
ikhtisar atau abstrak. Memang, keduanya merupakan inti sari RINGKASAN.
dari sebuah teks asli. Akan tetapi, ada perbedaan besar dalam
teknik pembuatannya. Sebuah ikhtisar atau abstrak dibuat,
jika penyusunnya sudah mampu membuat ringkasan dari
sebuah teks. Jadi, penyusunan ikhtisar atau abstrak adalah
langkah berikut setelah disusun sebuah ringkasan.

A. IKHTISAR IKHTISAR
adalah
Ikhtisar adalah rangkuman gagasan yang dianggap penting rangkuman gagasan yang
dianggap penting oleh
oleh penyusun ikhtisar yang digali dari sebuah teks yang penyusun ikhtisar yang
dibacanya. Penyusun ikhtisar dapat langsung digali dari teks yang
dibacanya.
mengemukakan inti atau pokok permasalahan yang
berkaitan dengan kepentingan atau perhatiannya. Dalam
penyusunan ikhtisar, urutan dari teks asli tidak perlu
Dalam penyusunan ikhtisar,
dipertahankan. Ikhtisar tidak akan memberikan isi urutan dari teks asli tidak
keseluruhan dari tulisan asli secara proposional. Bab-bab perlu dipertahankan.
atau bagian dari teks asli yang dianggap kurang penting oleh
penyusun ikhtisar dapat diabaikan.

Ciri sebuah ikhtisar adalah


 Merupakan tulisan baru yang mengandung sebagian gagasan
CIRI IKHTISAR
dari teks asli yang dianggap penting oleh penyusun ikhtisar,
 Tidak mengandung hal baru, pikiran, atau opini penyusun
ikhtisar, baik yang dimasukkan secara sadar maupun tidak
sadar, dan
 Menggunakan kata-kata dari penyusun ikhtisar sendiri.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 85


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Sebuah ikhtisar yang baik disusun berdasarkan tujuh langkah


berikut ini.
(1) Menetapkan tujuan membaca: gagasan apa yang saya
butuhkan?
(2) Membaca dengan cermat: apa relevansi gagasan yang LANGKAH MEMBUAT
saya perlukan itu dalam konteks tulisan saya ini? IKHTISAR

(3) Mencatat gagasan yang penting dari sudut pandang


penyusun ikhtisar dengan kata-katanya sendiri.
(4) Menyusun kerangka tulisan.
(5) Menulis ikhtisar.
(6) Memeriksa kembali tulisan asli untuk meyakinkan bahwa
semua gagasan yang penting telah tergali.
(7) Mengoreksi kesalahan bahasa dan kesalahan cetak.

Contoh-contoh penggunaan ikhtisar dapat ditemukan dalam


penulisan teras berita (lead) di surat kabar, sampul belakang
buku, kilasan berita, dan ulasan buku, film, atau sandiwara.

B. ABSTRAK ABSTRAK dan


IKHTISAR
Sebenarnya, abstrak dan ikhtisar merupakan dua kata yang memiliki arti yang sama.
bermakna kurang lebih sama. Dalam Kamus Besar Bahasa
ABSTRAK dari bahasa
Indonesia tercantum bahwa kata abstrak berarti ‘ringkasan; Inggris.
inti; ikhtisar (tulisan, laporan, dsb.)’, sedangkan kata ikhtisar IKHTISAR dari bahasa
Arab.
berarti ‘pandangan secara ringkas (yang penting-penting
saja); ringkasan’. Istilah Abstrak berasal dari bahasa Inggris,
sedangkan istilah ikhtisar berasal dari bahasa Arab. Jadi,
sebenarnya, abstrak berpadanan dengan ikhtisar.
IKHTISAR merupakan
Akan tetapi, di Indonesia, istilah ikhtisar dibedakan dari rangkuman gagasan yang
istilah abstrak. Ikhtisar merupakan rangkuman gagasan yang berlaku dalam laras umum.
berlaku dalam laras umum, sedangkan abstrak merupakan ABSTRAK merupakan
rangkuman atau ikhtisar yang berlaku dalam laras ilmiah. rangkuman atau ikhtisar
Oleh karenanya, berlaku format tertentu bagi abstrak, baik yang berlaku dalam laras
ilmiah.
untuk jurnal maupun untuk karya tulis ilmiah, yang secara
umum meliputi aspek
(1) Latar belakang dan tujuan penelitian,
FORMAT ABSTRAK
(2) Bahan dan metode penelitian,

86 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

(3) Hasil dan kesimpulan.

Perbedaan dalam penyusunan kedua abstrak adalah pada


jumlah kata.
A. Untuk skripsi atau laporan tugas akhir, panjang abstrak ABSTRAK SKRIPSI
200—250 kata.
B. Untuk jurnal ilmiah, panjang abstrak 75—100 kata dan ABSTRAK JURNAL
diletakkan di awal sebuah artikel serta berlaku sebagai ILMIAH
teras artikel (beranalogi dengan teras berita).

Contoh abstrak dapat dilihat di Lampiran M11-1 modul ini.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 87


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

4. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins
College Publishers.

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:


Akademika Pressindo.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.


Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.

Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.

Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.

Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.

88 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

5. LAMPIRAN M11-1
Contoh Abstrak dari Berbagai Bidang Ilmu

ABSTRAK 1
Identitas adalah isu sentral dalam perjalanan sebuah bangsa, tidak terkecuali bangsa Inggris.
Dengan melihat perjalanan konsentrasi identitas bangsa Inggris dari abad ke-18, tulisan ini
berusaha untuk memahami proses budaya yang membentuk identitas. Berbagai faktor internal dan
eksternal mempengaruhi proses ini dan meyakinkan bahwa identitas bangsa Inggris sedang
diperdebatkan. Berbagai makna seputar identitas Inggris juga dibahas untuk menunjukkan adanya
negosiasi dalam proses pembentukan identitas. Pada akhir pembahasan, terlihat bahwa identitas
lebih bersifat majemuk. Akan tetapi, masa depan Inggris, sebagai sebuah komunitas imajiner,
ketika semua elemen masyarakat merasa dihargai, memiliki kesempatan yang sama dalam
mengaktualisasi diri dan menikmati persahabatan dalam semangat keberagaman, masih perlu
dilihat kemudian. (Junaidi, Wacana 4, 1, April, 2002: 54)

ABSTRAK 2
Konflik antara warga komunitas setempat dan pihak pengusaha Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
dilaporkan telah terjadi dan berlangsung di berbagai kawasan hutan konsesi di luar Jawa. Temuan
penelitian lapangan pada dua komunitas yang berada di dalam satu kawasan konsesi hutan di
daerah Kabupaten Jayapura, Irian Jaya, yang dibahas dalam makalah ini, menguatkan laporan
tersebut, dan menunjukkan bahwa konflik juga terjadi di antara warga komunitas berkenaan
dengan masalah pelanggaran batas wilayah penguasaan dan perebutan akses pada kesempatan
kerja di perusahaan HPH. Secara khusus, makalah ini membahas bentuk-bentuk nyata dari konflik
tersebut dan proses serta mekanisme-mekanisme penanganan konflik tersebut. (Iwan Tjitradjaja,
Ekonesia 1, 1, Mei, 1993: 58)

ABSTRAK 3
Pengalaman dengan alley farming dan bentuk-bentuk lain dalam pelestarian lahan di Nusa
Tenggara berawal setidak-tidaknya sejak permulaan abad ini. Sejak itu, petani maupun organisasi
pembangunan telah mengadaptasi dan mengembangkan teknologi tersebut ke dalam sistem
pertanian dataran tinggi untuk memenuhi kebutuhan penduduk setempat. Alley farming menjadi
landasan dari sejumlah kegiatan yang semuanya bertujuan menghasilkan keanekaragaman
tanaman dan memperbaiki sistem pertanian dataran tinggi. Tulisan ini menguraikan pengalaman
dan evolusi teknologi alley farming di Nusa Tenggara, serta menunjukkan upaya dan pendekatan
yang menjadi kunci keberhasilan pengelolaan lahan di kawasan ini. (Larry A. Fisher dan Julia
DiPietro, Ekonesia 1, 1, Mei, 1993: 70)

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 89


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

ABSTRAK 4
Spektrometer massa Quadrupole digunakan untuk menganalisis berkas ion dengan perbandingan
massa spesifik terhadap muatan. Untuk menganalisis spektrum massa ion metal cair, dipersiapkan
sumber ion metal cair yaitu CuP, dan kestabilannya dianalisis untuk pengamatan terhadap
kemungkinan terjadinya pergeseran arus ion fosfor selama penelitian berlangsung. Pengukuran
arus ion fosfor satu jam dan sembilan jam menunjukkan bahwa sumber ion metal cair tetap stabil
tanpa adanya indikasi terjadinya pergeseran arus ion fosfor. Pengukuran selanjutnya dilakukan
selama 21 jam secara kontinu setelah dilakukan pembakaran pertama. Hasilnya menunjukkan
adanya stabilitas yang konsisten tanpa terjadi pergeseran. Setelah berjalan 21 jam arus fosfor
dihentikan karena sumber reservoir metal cair telah habis terpakai. (R.H.Rusli, Makara* 7B, Mei,
2000: 71) [*7 = nomor seri; B = seri majalah)

90 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 12: MEMBACA KRITIS

1. PENDAHULUAN
Dalam kegiatan penulisan ilmiah, ada sebuah tahap penting Menulis karya ilmiah
selalu dimulai oleh
yang tidak dapat dihindari. Tahap itu adalah tahap membaca kegiatan MEMBACA
karya ilmiah lain, baik yang berupa bacaan tentang teori karya ilmiah.
maupun yang berupa laporan hasil penelitian. Dalam
kegiatan itu, isi buku atau laporan dibaca dengan baik dan
teliti. Tidak jarang, akan ditemukan beberapa buku yang
membahas topik yang sama. Pada saat membaca, kita harus
dapat membandingkan buku-buku itu dan mencari letak
persamaan dan perbedaan dari buku-buku tersebut. Kegiatan
itulah yang disebut sebagai membaca kritis dan hasil dari
membaca kritis adalah sebuah sintesis.

2. BACAAN DAN SINTESIS


Pada saat penulis membaca, mencerna, dan menata informasi Kegiatan membaca
sebagai bagian tak
yang diperoleh dari sumber rujukan, ia sekaligus terpisahkan dari
mengembangkan dan mempertajam gagasannya. Penulis penyusunan sintesis.
tidak boleh tenggelam dalam bacaan dan membiarkan
bacaan menguasainya sehingga penulis bingung. Agar tidak
tenggelam dalam bacaan, penulis harus selalu
mempertanyakan apakah sumber yang dibacanya dapat
menjelaskan dan menunjang pokok pikirannya.
KEGIATAN
Pada saat mencatat bagian teks dari sumber rujukannya, MEMBACA MENUJU
penulis harus mencantumkan bagian dari kerangka tulisan PENYUSUNAN
yang akan ditunjang oleh kutipan itu. Pada saat menyusun SINTESIS

makalahnya, penulis harus memastikan bahwa setiap


paragraf berfokus pada sebuah kesimpulan sementara yang
diperolehnya pada saat ia membaca sumber rujukan. Dengan
demikian, makalah penulis akan merupakan hasil sintesis
yang mencerminkan proses berpikir penulis dan tidak
sekadar hasil “suntingan” penulis. Karya “SUNTING”-an
adalah karya “suSUN” dan “gunTING” dari berbagai teori
tanpa ada suatu benang merah pemikiran yang mengikat
berbagai kutipan tersebut. Sintesis berkembang dan menjadi

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 91


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

matang sepanjang proses penulisan dengan langkah-langkah


berikut.
(1) Membaca sumber secara cepat dan kritis.
(2) Menyarikan gambaran umum dan ancangan yang dipilih
oleh sumber rujukan berkaitan dengan topik yang sedang
digarap.
(3) Mencatat pokok pikiran yang mengaitkan gagasan dasar
penulis dengan sumber rujukan yang dibacanya.
(4) Mencatat pula reaksi atau kritik penulis terhadap teori
yang diajukan dalam sumber rujukan.

Langkah keempat itu penting agar penulis tidak lupa pada


alasannya mengutip sebuah sumber. Selain itu, langkah itu
akan memudahkan penulis dalam menyusun argumentasinya.

3. TEKNIK MEMBACA
Seorang penulis dianggap sebagai penulis yang baik jika ia
berhasil mengumpulkan berbagai informasi dan menyam-
paikannya secara jelas dan logis. Untuk itu, penulis harus
dapat menganalisis sumber rujukan dengan membaca secara
cermat dan kritis. Penulis juga akan dianggap ahli dalam
bidangnya jika mampu
(1) Menarik kesimpulan dari berbagai opini yang
bertentangan, HASILKEGIATAN
MEMBACA
(2) Mempertimbangkan berbagai data yang berbeda dan
berasal dari sumber yang berbeda,
(3) Menengahi pendapat yang bertentangan, dan
(4) Menampilkan sebuah pendapat baru berdasarkan bahan
bandingan dari berbagai sumber rujukan tersebut.

Sebelum membaca secara kritis, ada dua langkah yang perlu


dilakukan dalam menyeleksi sumber rujukan. Langkah DUA LANGKAH
MENYELEKSI
pertama adalah mengevaluasi sumber rujukan yang akan
SUMBER RUJUKAN
digunakan. Pada tahap tersebut, penulis harus mampu
membaca secara selintas (skimming) berbagai buku dan
artikel untuk dapat memilah sumber rujukan yang tepat bagi
topiknya (lihat Modul 9). Dengan membaca selintas, penulis

92 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

dapat memilih sumber rujukan yang tepat dan, kemudian,


membaca ulang sumber tersebut secara lebih baik.

Langkah kedua adalah membaca ulang sumber rujukan yang


terpilih secara lengkap. Dalam membaca secara lebih cermat
ini, penulis harus dapat menangkap inti permasalahan yang
diajukan oleh penulis sumber rujukan yang bersangkutan.
Jika berniat untuk mengutip sebuah pendapat, penulis harus
membaca sumber rujukan lain yang berkaitan dengan bagian
yang akan dikutip dan memahami secara mantap maksud
dan sudut pandang penulis dari bagian yang akan dikutip.

Modul ini akan membahas langkah-langkah yang diperlukan


untuk membaca dengan kritis, sebagian besar informasi diambil
dari Soedarso (1999) dan Widyamartaya (1992). Untuk
membaca dengan kritis, sebaiknya penulis menandai bagian-
bagian dalam sumber rujukan yang penting baginya. Ada
berbagai macam cara yang dapat digunakan untuk menandai
bacaan, yaitu menggarisbawahi bagian yang penting, memberi
tanda dengan stabilo, memberi garis vertikal pada bagian yang
penting, memberi catatan pada pias (margin) luar. Dengan
menandai bacaan, ada beberapa manfaat yang penulis peroleh
(Widyamartaya 1992), yaitu: MANFAAT
PENANDAAN PADA
BACAAN
(1) Penulis akan membaca dengan minat dan perhatian yang
tinggi. Selain itu, penulis sangat berhati-hati dan waspada
agar dapat menangkap gagasan pokok dalam sumber
rujukan yang dibacanya.

(2) Penulis akan membaca dengan aktif. Artinya, penulis akan


mencerna dan mengolah informasi yang diperolehnya.
Paling tidak, penulis akan menghubungkan sumber
rujukannya dengan kepentingan penelitian atau
tulisannya sendiri.

(3) Tanda dan catatan pada sumber rujukan akan


mengingatkan penulis pada gagasannya sendiri dan
kaitannya dengan sumber rujukan. Selain itu, penulis
dapat mempertajam pandangannya atas gagasan yang
dipilihnya.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 93


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

4. METODE SQ3R
Salah satu cara membaca secara kritis yang sering TEKNIK MEMBACA
dibicarakan dan dipraktikkan adalah SQ3R (Survey, Question, KRITIS
1. Mempersiapkan diri
Read, Recite/Recall, Review). Singkatan itu menunjukkan (survey),
proses membaca yang terdiri atas lima langkah, yaitu 2. Bertanya (question),
3. Membaca (read),
Mempersiapkan diri (survey), Bertanya (question), Membaca 4. Menjawab
(read), Menjawab pertanyaan atau Mendaras ulang isi teks pertanyaan atau
(recite/recall), Mengkaji ulang hasil bacaan (review). Dengan Mendaras ulang isi
teks (recite/recall),
melakukan kelima langkah tersebut, diharapkan bahwa kita 5. Mengkaji ulang
dapat menemukan pokok-pokok pikiran dalam buku yang hasil bacaan
(review).
dibutuhkan untuk menyusun makalah.

A. MEMPERSIAPKAN DIRI (SURVEY)


Pada saat mempersiapkan diri, penulis berusaha mengenal
bahan secara lengkap sebelum membacanya secara
terperinci. Hal itu dilakukan agar penulis dapat mengenal
organisasi dan ikhtisar umum dari sumber rujukan yang
akan dibaca. Cara itu dilakukan dengan membaca selintas
atau teknik skimming. Hal yang dilakukan dalam membaca
selintas adalah
(1) Menelusuri daftar isi TEKNIK
MEMBACA SELINTAS
(2) Membaca bagian pengantar
(3) Melihat tabel, grafik, dan lain-lain.
(4) Menelusuri lampiran dan indeks.

B. BERTANYA (QUESTION)
Pada langkah ini penulis mengajukan pertanyaan sebanyak-
TEKNIK BERTANYA
banyaknya berkaitan dengan sumber rujukan. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah mengubah semua judul dan
subjudul ke dalam bentuk kalimat tanya. Setiap pertanyaan
yang dibuat dapat saja menjadi pemicu bagi munculnya
berbagai pertanyaan lainnya. Dengan adanya pertanyaan itu,
penulis akan membaca secara aktif dan akan menangkap
dengan mudah gagasan yang ada dalam sumber rujukan itu.

94 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

C. MEMBACA (READ)
Berikutnya, penulis akan membaca secara kritis. Sumber TEKNIK
rujukan dibaca bagian demi bagian. Sambil membaca, penulis MEMBACA KRITIS
berusaha mencari bagian yang merupakan jawaban atas
pertanyaan yang diajukan pada tahap Bertanya. Pada tahap
ini, penulis mengusahakan agar bagian dari sumber rujukan
yang merupakan jawaban atas pertanyaan penulis berkaitan
pula dengan topik yang akan ditulis. Penulis mengusahakan
untuk menangkap gagasan pokok dari sumber rujukan.

D. MENDARAS (RECITE)
Setelah selesai membaca, penulis harus menjawab
TEKNIK MENDARAS
pertanyaan yang diajukan sebelumnya dan menyebutkan
unsur-unsur penting dari bagian yang dibaca. Ada
kemungkinan bahwa tahap ini perlu diulang beberapa kali.
Penulis harus sabar meluangkan waktu untuk menangkap
masalah yang sedang dibacanya. Mendaras merupakan
langkah yang penting karena dengan membaca ulang, penulis
dapat memantapkan pikirannya berkaitan dengan topik
pembahasannya maupun topik yang ada dalam sumber
rujukan.

E. MENGKAJI ULANG (REVIEW)


TEKNIK
Setelah selesai mendaras dan membaca ulang, sebaiknya, MENGKAJI ULANG
penulis mengkaji ulang segala sesuatu yang berkaitan dengan
topiknya dan topik dalam sumber rujukan. Penulis harus
menelusuri kembali judul-judul dan subjudul Bab yang telah
dibacanya.

Jika penulis telah membaca semua sumber rujukan yang


diperlukan dengan metode SQ3R tersebut, langkah terakhir
adalah membandingkan sumber-sumber rujukan. Mencari
persamaan dan perbedaan dari berbagai sumber tersebut
dan kemudian merangkaikannya dalam sebuah sintesis
(Modul 13).

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 95


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

5. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins
College Publishers.
Allen, Matthew. 1997. Smart Thinking: Skills for Critical Understanding and Writing.
Oxford: Oxford University Press.
Joffe, Irwin L. 1997. Oppotunities for Skillful Readings. USA: Heinie & Heinie Publishers.
Keraf, Gorys, Prof. Dr. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—
Flores: Penerbit Nusa Indah.
Soedarso. 1999. Speed Reading: Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Widyamartaya, A. 1992. Seni Membaca untuk Studi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Browne, M. Neil dan Keeley, Stuart. 2000. Asking The Right Questions: Aguide to Critical
Thinking. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Burton, Lorelle J. 2002. An Interactive Approach to Writing Essays & Research Reports in
Psychology. Australia: John Wiley & Sons Australia, Ltd.

96 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 13: SINTESIS


1. PENDAHULUAN
SINTESIS
Langkah terakhir yang wajib dilakukan dalam penulisan merupakan
ilmiah adalah sintesis. Penyusunan sintesis adalah rangkuman berbagai
rujukan yang disesuaikan
merangkum berbagai pengertian atau pendapat dari sumber dengan kebutuhan
rujukan sehingga menjadi suatu tulisan baru yang penelitian si penulis.
mengandung kesatuan yang selaras dengan kebutuhan
penulis. Khusus dalam penulisan karya ilmiah, sintesis
merupakan rangkuman berbagai sumber rujukan yang
disesuaikan dengan kebutuhan penelitian si penulis.
SINTESIS
Sintesis dilakukan setelah penulis karya ilmiah membaca dibangun berdasarkan
beberapa sumber. Kegiatan menyusun sintesis merupakan kutipan-kutipan yang
dikumpulkan oleh penulis
langkah terakhir dalam suatu proses penulisan yang dan pemahamannya atas
mencakup kegiatan membaca kritis (Modul 12), meringkas kutipan tersebut
(Modul 11), menyusun ikhtisar (Modul 11). Dalam menyusun
sebuah sintesis, penulis harus menguasai teknik membuat
kutipan dan sistem perujukannya (Modul 14). Langkah yang
tidak boleh dilupakan dalam penulisan ilmiah adalah
menyusun daftar pustaka (Modul 4) yang mencantumkan
semua buku yang digunakan sebagai bahan sumber.

2. SYARAT SINTESIS
Dalam menyusun sebuah sintesis, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan oleh penulis.
SYARAT SINTESIS
(1) Penulis harus tetap objektif dalam membaca pendapat
ahli yang akan dikutipnya.

(2) Penulis tetap bersikap kritis terhadap sumber rujukan


yang dibacanya.

(3) Penulis harus membentuk dan mempertajam sudut


pandangnya.

(4) Penulis harus mencari kaitan mendasar antara satu


bacaan dan bacaan lain.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 97


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

(5) Penulis harus mencari bagian bacaan yang akan


menekankan kepentingan karya ilmiahnya.

Dalam menulis buram, penulis harus memfokuskan setiap


paragraf yang ditulisnya dalam simpulan yang terbentuk dari
bahan bacaannya.

3. PROSES PENYUSUNAN SINTESIS


Sintesis merupakan tahap terakhir dan langkah yang paling PROSES PENYUSUNAN
penting dalam proses membaca kritis. Melalui sintesis, SINTESIS
1. Penulis sudah membaca
penulis karya ilmiah menghasilkan sudut pandang baru sumber rujukan secara
dengan memadukan berbagai bahan bacaan dari berbagai kritis dan terus-menerus
melakukan perbaikan
sumber. Sintesis dibangun berdasarkan kutipan-kutipan atas naskah buram yang
yang dikumpulkan oleh penulis dan pemahamannya atas disusunnya
kutipan tersebut. Jadi, sintesis merupakan kesimpulan 2. Penulis harus dapat
menghubungkan sudut
penulis berdasarkan pemahamannya atas beberapa sumber. pandangnya dengan
sudut pandang yang
Sintesis hanya dapat dilakukan jika penulis sudah membaca terkandung dalam
sumber rujukannya dan
sumber rujukan secara kritis dan terus-menerus melakukan 3. Penulis menyajikan
perbaikan atas naskah buram yang disusunnya. Penulis harus sintesisnya dengan cara
dapat menghu-bungkan sudut pandangnya dengan sudut yang meyakinkan
pembaca
pandang yang terkandung dalam sumber rujukannya dan
menyajikannya dengan cara yang meyakinkan pembaca.
Dengan demikian penulis menuangkan sesuatu yang baru.
Penulis menciptakan sudut pandangnya sendiri, berdasarkan
hasil kesimpulannya atas berbagai sumber bacaannya. Jika
tidak, hasilnya akan merupakan karya “suntingan”, yaitu
“suSUN” dan “gunTING” dari berbagai teori tanpa ada suatu
benang merah pemikiran yang mengikat berbagai kutipan
tersebut (lihat Modul 12 dan 14). Bahaya “suntingan” seperti itu
adalah dapat terjadi pengulangan, kesalahan eja, bahkan
pencampuran gaya penulisan dari berbagai sumber yang
digunakan.

98 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

4. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins
College Publishers.

Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Edi. k-2). Jakarta:


Akademika Pressindo.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.


Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.

Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.

Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.

Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki untuk Karya
Ilmiah dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. Ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich Publishers.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 99


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

100 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 14: KUTIPAN DAN SISTEM RUJUKAN


1. PENDAHULUAN
SINTESIS
Dalam Bab Kerangka Teori, seorang penulis akan melakukan merupakan
sintesis, langkah terakhir dalam penyusunan bab tersebut. rangkuman berbagai
rujukan yang disesuaikan
Dalam penulisan karya ilmiah, sintesis merupakan dengan kebutuhan
rangkuman berbagai rujukan yang disesuaikan dengan penelitian si penulis.
kebutuhan penelitian si penulis. Sintesis dibangun
berdasarkan kutipan-kutipan yang dikumpulkan oleh penulis
dan pemahamannya atas kutipan tersebut. Cara penulis SINTESIS
dibangun berdasarkan
mengutip dan membuat rujukannya berkaitan erat dengan kutipan-kutipan yang
penyusunan daftar bacaan (bibliografi). Ada berbagai cara dikumpulkan oleh penulis
dan pemahamannya atas
mengutip dan merujuk. Akan tetapi, format yang dibahas
kutipan tersebut
dalam modul ini, hanya sistem perujukan MLA dan APA.

2. KUTIPAN
KUTIPAN
Kutipan adalah bagian dari pernyataan, pendapat, buah adalah
pikiran, definisi, rumusan, atau hasil penelitian dari penulis bagian dari pernyataan,
pendapat, buah pikiran,
lain atau penulis sendiri yang telah terdokumentasi. Kutipan
definisi, rumusan, atau
akan dibahas dan ditelaah berkaitan dengan materi hasil penelitian dari penulis
penulisan. Kutipan dari pendapat berbagai tokoh merupakan lain atau dari penulis
sendiri yang telah
esensi dalam penulisan sintesis. terdokumentasi.

Kutipan dilakukan apabila penulis sudah memperoleh


sebuah kerangka berpikir yang mantap. Jika belum, hasilnya
akan merupakan karya “suntingan”, yaitu “suSUN” dan
“gunTING” (lihat Modul 12). Menurut Keraf (1997),
walaupun kutipan atas pendapat seorang ahli itu
diperkenankan, tidaklah berarti bahwa keseluruhan sebuah
tulisan dapat terdiri dari kutipan-kutipan. Garis besar
kerangka karangan serta kesimpulan yang dibuat harus
merupakan pendapat penulis sendiri. Kutipan-kutipan hanya
berfungsi sebagai bahan bukti untuk menunjang pendapat
penulis.

Penggunaan kutipan memiliki beberapa manfaat, yaitu


(1) untuk menegaskan isi uraian,
(2) untuk membuktikan kebenaran dari sebuah pernyataan
yang dibuat oleh penulis,

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 101


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

(3) untuk memperlihatkan kepada pembaca materi dan teori MANFAAT KUTIPAN
yang digunakan penulis,
(4) untuk mengkaji interpretasi penulis terhadap bahan
kutipan yang digunakan,
(5) untuk menunjukkan bagian atau aspek topik yang akan
dibahas, dan
(6) untuk mencegah penggunaan dan pengakuan bahan
tulisan orang lain sebagai milik sendiri (plagiat).

Ada beberapa cara mengutip yang dapat diterapkan secara


bervariasi dalam tulisan. Jenis kutipan itu adalah sebagai
berikut.

A. Kutipan Langsung KUTIPAN LANGSUNG


adalah
cuplikan tulisan orang lain
Kutipan langsung adalah cuplikan tulisan orang lain tanpa tanpa perubahan ke dalam
perubahan ke dalam karya tulis kita. Prinsip yang harus karya tulis kita.
diperhatikan pada saat mengutip langsung adalah
1. Tidak boleh mengadakan perubahan terhadap teks asli
yang dikutip.
2. Harus menggunakan tanda [sic!], jika ada kesalahan
dalam teks asli. PRINSIP MENGUTIP
LANGSUNG
3. Menggunakan tiga titik berspasi [. . .] jika ada bagian
dari kutipan yang dihilangkan.
4. Mencantumkan sumber kutipan dengan sistem MLA,
APA, atau sistem yang berlaku sesuai dengan
selingkung bidang.

Ada dua cara melakukan kutipan langsung, yaitu kutipan


langsung pendek dan kutipan langsung panjang.
1. Kutipan Langsung Pendek (tidak lebih dari empat
baris) dilakukan dengan cara
KUTIPAN LANGSUNG
 diintegrasikan langsung dengan teks, PENDEK

 diberi berjarak antarbaris yang sama dengan teks,


 diapit oleh tanda kutip, dan
 disebut sumber kutipan.

102 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

2. Kutipan Langsung Panjang (lebih dari empat baris)


dilakukan dengan cara
 dipisahkan dari teks dengan spasi (jarak antarbaris) KUTIPAN LANGSUNG
lebih dari teks, PANJANG

 diberi berjarak rapat antarbaris dalam kutipan,


 disebut sumber kutipan, dan
 boleh diapit tanda kutip, boleh juga tidak.

B. Kutipan Tak Langsung (Inti Sari Pendapat)


KUTIPAN TAK LANGSUNG
Kutipan tak langsung adalah kutipan yang diuraikan kembali adalah
dengan kata-kata sendiri. Untuk dapat melakukan kutipan kutipan yang diuraikan kembali
jenis itu, pengutip harus memahami inti sari dari bagian yang dengan kata-kata sendiri
dikutip secara tidak langsung itu. Kutipan tidak langsung
dapat dibuat secara panjang maupun pendek dengan cara
 diintegrasikan dengan teks, PRINSIP MENGUTIP
 diberi jarak antarbaris yang sama dengan teks LANGSUNG

 tidak diapit tanda kutip, dan


 dicantumkan sumber kutipan dengan sistem MLA, APA,
atau selingkung bidang.

C. Kutipan pada Catatan Kaki

Kutipan pada catatan kaki, biasanya, merupakan kutipan


langsung dan dapat dicantumkan secara panjang maupun
pendek dengan cara
 selalu diberi jarak spasi rapat, PRINSIP MENGUTIP PADA
CATATAN KAKI
 diapit oleh tanda kutip, dan
 dikutip tepat sebagaimana teks aslinya.

D. Kutipan Ucapan Lisan dan Chatting (pembicaraan


sinkronik via internet)

Kutipan ucapan lisan atau chatting, sebenarnya, tidak


terlalu dianjurkan dalam karya ilmiah. Akan tetapi, jika
akan digunakan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 103


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

 meminta persetujuan dari sumber, sedapat mungkin


berupa transkrip yang ditandatangani nara sumber;
 mencatat tanggal dan peristiwa tempat ujaran itu PRINSIP MENGUTIP
UCAPAN LISAN
diucapkan;
 menyebutkan dengan jelas sumbernya;
 menuliskan kutipan secara langsung atau tidak langsung
pada badan teks atau pada catatan kaki.

3. PLAGIARISME

Penyebutan sumber kutipan dalam mengutip sangat penting.


Bahkan, penyebutan sumber merupakan sebuah tindakan
legal untuk tidak dianggap sebagai plagiator. Sumber tidak
perlu disebut jika pengetahuan yang dikutip telah bersifat
umum atau jika pendapat atau fakta yang dikutip mudah
diperiksa dan diteliti kebenarannya. Fungsi penyebutan
sumber adalah
1) penghargaan terhadap penulis yang dikutip karya atau
pendapatnya, FUNGSI KUTIPAN

2) aspek legalitas untuk izin penggunaan karya penulis yang


PLAGIAT
dikutip, dan adalah
penjiplakan atau
3) etika dalam masyarakat ilmiah dan akademis. pengambilan karangan,
pendapat, dan sebagainya
Dalam uraian di atas, muncul istilah plagiat dan plagiator. dari orang lain dan
menjadikannya seolah
Plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, karangan dan pendapat
pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan menjadikannya sendiri.
seolah karangan dan pendapat sendiri (KBBI, 1997: 775)
Plagiat merupakan pelanggaran etika akademis. Plagiarisme PLAGIARISME
merupakan
merupakan tindak pidana karena mencuri hak cipta orang tindak pidana karena
lain (Hak atas Kekayaan Intelektual-HAKI). Plagiator adalah mencuri hak cipta orang
orang yang melakukan tindakan plagiat. lain (Hak atas Kekayaan
Intelektual-HAKI).
Ada delapan hal yang dianggap sebagai tindakan plagiat,
sebagaimana diambil dari Booth (1995) dan Gibaldi (1999). PLAGIATOR
adalah
orang yang melakukan
tindakan plagiat.

104 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

1) mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri,


2) mengakui gagasan orang lain sebagai pemikiran
sendiri,
3) mengakui temuan orang lain sebagai kepunyaan
sendiri,
4) mengakui karya kelompok sebgai kepunyaan atau
hasil sendiri,
5) menyajikan tulisan yang sama dalam kesempatan yang
CIRI PLAGIARISME
berbeda tanpa menyebutkan asal-usulnya,
6) menyalin (mengutip langsung) bagian tertentu dari
tulisan orang lain tanpa menyebutkan sumbernya dan
tanpa membubuhkan tanda petik, meringkas dengan
cara memotong teks tanpa menyebutkan sumbernya
dan tanpa membubuhkan tanda petik,
7) meringkas dan memparafrasekan (mengutip tak
langsung) tanpa menyebutkan sumbernya, dan
8) meringkas dan memparafrasekan dengan menyebut
sumbernya, tetapi rangkaian kalimat dan pilihan
katanya masih terlalu sama dengan sumbernya.

3. SISTEM PERUJUKAN
Sistem rujukan digunakan sebagai sumber referensi, jika
penulis
1) menggunakan kutipan dengan berbagai cara yang
disebutkan di atas,
2) menjelaskan dengan kata-kata sendiri pendapat
penulis atau sumber lain, FUNGSI SISTEM RUJUKAN

3) meminjam tabel, peta, atau diagram dari suatu sumber,


4) menyusun diagram berdasarkan data penulis atau
sumber lain,
5) menyajikan suatu pembuktian khusus yang bukan
suatu pengetahuan umum, dan
6) merujuk pada bagian lain pada teks.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 105


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Sebenarnya, setiap bidang ilmu memiliki sistem


perujukannya masing-masing. Sistem perujukan di
kedokteran berbeda dari sistem perujukan ekonomi atau DUA SISTEM
teknik. Akan tetapi, ada dua sistem perujukan sumber bacaan RUJUKAN
 Sistem Catatan
yang sering digunakan sebagai dasar kutipan kita, yaitu  Sistem Langsung
Sistem Catatan dan Sistem Langsung.
SISTEM CATATAN
a. Sistem catatan (note-bibliography) menyajikan informasi
mengenai sumber dalam bentuk catatan kaki (footnotes)
atau catatan belakang (endnotes) atau langsung dalam
daftar pustaka (bibliography). Beberapa bidang ilmu sudah
tidak lagi menggunakan sistem catatan, tetapi
menggunakan sistem langsung.

b. Sistem langsung (parenthetical-reference) yang SISTEM LANGSUNG


.
menempatkan informasi mengenai sumber dalam tanda
kurung dan diletakkan (a) langsung pada bagian yang
dikutip, (b) pada daftar kutipan (list of work cited), atau (c)
pada daftar pustaka. Cara kedua ini adalah cara yang
direkomendasikan oleh MLA (The Modern Language
Association) dan APA (The American Psychological
Association).

A. SISTEM CATATAN SISTEM CATATAN


 Pencantuman
pemarkah angka arab
Sistem catatan dilakukan dengan mencantumkan pemarkah di akhir setiap kutipan.
angka arab di akhir setiap kutipan. Angka arab tersebut  Angka mengacu
kepada catatan yang
mengacu kepada catatan yang berisi informasi dari sumber berisi informasi dari
kutipan. Angka itu diletakkan langsung di akhir kutipan dan sumber kutipan.
terletak setengah spasi ke atas.  Angka diletakkan
langsung di akhir
kutipan dan terletak
Ada dua cara penempatan catatan. (1) Catatan dapat setengah spasi ke atas.
ditempatkan di bawah halaman yang sama dengan nomor
pemarkah dan disebut catatan kaki (footnotes). (2) Catatan
PENEMPATAN
dapat pula ditempatkan pada akhir setiap bab atau sebuah CATATAN
tulisan dan disebut catatan belakang (endnotes). Biasanya,
untuk catatan belakang, penomoran kutipan dilakukan 1) Footnotes: catatan
ditempatkan di bawah
secara berurutan dalam satu bab dan dimulai lagi dengan halaman yang sama
angka satu pada bab berikutnya. Untuk catatan kaki, urutan dengan nomor
pemarkah.
angka dapat berlaku sepanjang tulisan atau karya ilmiah. 2) Endnotes: catatan
ditempatkan pada akhir
setiap bab atau sebuah
tulisan.

106 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Fungsi catatan kaki dan catatan belakang ini tidak hanya


untuk menunjukkan sumber kutipan, tetapi ada beberapa
fungsi lain. Jadi, ada empat fungsi catatan kaki dan belakang.
1. Untuk menyusun pembuktian, khususnya yang
berkaitan dengan pembuktian kebenaran yang
dilakukan oleh penulis lain; FUNGSI
SISTEM CATATAN
2. Untuk referensi atau untuk menyatakan utang budi
kepada penulis yang teksnya digunakan sebagai bahan
kutipan;
3. Untuk menyampaikan keterangan tambahan yang
dibutuhkan, namun tidak berkaitan langsung dengan
karya ilmiah yang ditulis; dan
4. Untuk merujuk pada bagian lain dari karya ilmiah.

Jika sistem catatan digunakan untuk menyusun pembuktian


atau referensi, ada unsur-unsur dan aturan yang perlu
diketahui oleh penulis karya ilmiah. Unsur-unsur yang
digunakan sama dengan unsur-unsur yang digunakan dalam
daftar pustaka. Akan tetapi, ada tiga perbedaan yang cukup
penting.

Perbedaan antara sistem catatan dan sistem daftar pustaka.


SISTEM CATATAN SISTEM DAFTAR PUSTAKA
Nomor halaman dari sumber rujukan Nomor halaman tidak selalu harus
harus dicantumkan. dicantumkan.

Nama sumber rujukan dicantumkan Nama sumber ditulis dengan nama


dengan urutan: nama diri diikuti oleh keluarga terlebih dahulu, baru nama diri
nama keluarga.

Ada penyebutan referensi pertama dan Tidak ada penyebutan referensi lanjutan.
penyebutan referensi lanjutan.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 107


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Unsur-unsur yang harus dicantumkan dalam menyusun


referensi pertama adalah
1) nama penulis yang diawali dengan penulisan nama diri
diikuti nama keluarga, UNSUR-UNSUR
REFERENSI
2) judul karya tulis yang dicetak miring dengan
menggunakan huruf besar untuk huruf pertama kecuali
kata sambung dan kata depan, dan
3) data publikasi berisi nama tempat (kota), koma, dan tahun
terbitan yang diletakkan di antara tanda kurung, dan
nomor halaman yang diletakkan di luar tanda kurung,
contoh: (Jakarta: Djambatan, 1967), 49—51.
4) untuk kutipan dari buku berjilid atau dari jurnal/majalah
ilmiah, nomor jilid menggunakan angka romawi atau
angka arab, diikuti dengan data publikasi dalam kurung,
koma, dan diakhiri nomor halaman yang menggunakan
angka arab, contoh: MISI, I (April, 1963): 27—30.

Contoh sistem catatan diambil dari Azril Azahari (1998):

1A.
Parasuraman, Marketing Research, ed. ke-2 (Reading:
Addison-Wesley, 1991), 63-69.

2WilliamGiles Campbell, Stephen Vaughn Ballou, dan


Carole Slade, Form and Style: Theses, Report, Term Papers, ed.
ke-8 (Boston: Houghton Mifflin, 1991), 35.

3“Focus-GroupInterviewing: New Strategies for Business


and Industry,” Evaluation. Okt. 1990, 233.

4Carrick
Martin et al., Introduction to Accounting ed.ke-3
(Singapore: Mc.Graw-Hill, 1991), 123.

Jika dalam sistem catatan terjadi perujukan lanjutan yang


merujuk pada sumber yang sama, digunakan singkatan yang
berasal dari bahasa Latin untuk merujuk pada sumber
pertama. Ketiga jenis singkatan itu adalah sebagai berikut.

108 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

a. Ibid. : singkatan ini berasal dari kata lengkap ibidem yang


berarti ‘pada tempat yang sama’. Singkatan ini digunakan
jika perujukan lanjutan mengacu langsung pada karya
yang disebut dalam perujukan nomor sebelumnya. Jika
nomor halaman pengacuan sama, tidak perlu dicantumkan SINGKATAN DALAM
nomor halaman. Jika nomor halamannya berbeda, setelah REFERENSI
PADA
Ibid. dicantumkan nomor halamannya. Ibid. harus diikuti SISTEM CATATAN
oleh titik dan dicetak miring. Contoh: Ibid., 87

b. Op.cit. : singkatan ini berasal dari gabungan kata opere


citato yang berarti ‘pada karya yang telah dikutip’.
Singkatan ini digunakan jika perujukan lanjutan mengacu
pada perujukan pertama yang berasal dari buku, namun
diselingi oleh perujukan lain. Teknik penulisannya adalah
menggunakan nama keluarga penulis, diikuti oleh Op. Cit. ,
diikuti oleh nomor halaman, jika halaman perujukannya
berbeda dari perujukan pertama. Contoh: Keraf, op. cit., 37

c. Loc. Cit. : singkatan ini berasal dari gabungan kata loco


citato yang berarti ‘pada tempat yang telah dikutip’.
Singkatan ini digunakan jika perujukan lanjutan mengacu
pada perujukan pertama yang berasal dari artikel dalam
bunga rampai/antologi, majalah, ensiklopedia, surat
kabar, namun diselingi oleh perujukan lain. Oleh karena
hanya merupakan bagian dari suatu buku, majalah, surat
kabar (atau opus, ‘karya’), artikel dirujuk dengan locus
yang berarti ‘tempat’. Teknik penulisannya adalah
menggunakan nama keluarga penulis, diikuti oleh Loc. Cit.
, diikuti oleh nomor halaman, jika halaman perujukannya
berbeda dari perujukan pertama. Contoh: Anjuang, loc. cit.,
40

Contoh diambil dari Keraf (1997):

1Edgar Sturtevant, An Introduction to Linguistics Science (New Haven,


1947), 20

2Ibid.

3Ibid., 30

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 109


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

4Richard Pittman, “Nauhatl Honorifics,” International Journal of


American Linguistics,XI April,1950), 374

5H.A. Gleason, An Introduction to Descriptive Linguistics, (Rev. Ed.; New


York: Holt, Rinehart and Winston, 1961), 51 – 52.

6Ibid.

7Ibid. 56.

8Sturtevant, op. cit., 42

9M. Ramlan, “Partikel-partikel Bahasa Indonesia,” Seminar Bahasa


Indonesia 1986 (Ende: Nusa Indah, 1971), 122, mengutip Charles F.
Hockett, A Course in Modern Linguistics (New York: The MacMillan
Company, 1959), 222.

10Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Britannica (1970),


XIX, 2757–260.

11Sturtevant, op. cit. 50.

12Ibid.

13Bolgar, loc. cit., 260.

14Pittman, loc. cit., 376.

15Ramlan, loc. cit., 122.

16Gleason, op. cit., 54

Kedua sistem catatan di atas, harus disertai dengan daftar


yang memperlihatkan semua sumber kutipan dan bahan
acuan yang digunakan dalam sebuah karya ilmiah atau
tulisan. Oleh karenanya, kedua cara ini sering disebut juga
catatan daftar pustaka (note-bibliography system). Sistem
penulisan daftar pustaka akan diuraikan setelah ini.
FORMAT
B. SISTEM LANGSUNG (FORMAT MLA dan APA) SISTEM LANGSUNG
 Author-Date (AD): nama
Sistem pencantuman sumber kutipan dengan format MLA keluarga, tahun terbitan.
 Author-Date-Page
dan APA disebut juga format Author-Date (AD) atau Author- (ADP): nama keluarga,
Date-Page (ADP). Format ini mencantumkan sumber kutipan tahun terbitan, halaman.

110 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

langsung pada teks. Sumber kutipan tersebut terdiri atas


nama keluarga penulis, tahun terbitan buku, dan halaman
tempat kutipan itu berasal.

Pernyataan sumber kutipan dapat diletakkan sesudah


kutipan atau sebelum kutipan. Misalnya, contoh di ambil dari
Azahari (1998: 54)

Parasuraman (1991) mengungkapkan bahwa, “marketing research is an


essential link between marketing decision makers and the market they operate
in” (hlm. 15).

“Marketing research is an essential link between marketing decision makers and


the market they operate in” (Parasuraman, 1991: 15)

Dalam bukunya, Parasuraman (1991: 15) mengungkapkan bahwa, “marketing


research is an essential link between marketing decision makers and the market
they operate in”

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 111


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

4. DAFTAR PUSTAKA
Aaron, Jane E. 1995. The Little Brown Compact Handbook. New York: Harper Collins
College Publishers.
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Biagi, Shirley.1981. How to Write and Sell Magazine Articles. Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice-Hall.
Booth, W.C., Colomb, G.G., dan Williams, J.M. 1995. The Craft of Research. Chicago: The
University of Chicago Press.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.
Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Gibaldi, Joseph. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. Ed. ke-5. New York:
The Modern Language Association of America.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Kranthwohl, David R. 1988. How to Prepare a Research Proposal. (Ed. ke-3). New York:
Syracuse University Press.
Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Bandung: Penerbit ITB.
Soehardjan, M. 1997. Pengeditan Publikasi Ilmiah dan Populer. Jakarta: Penerbit Balai
Pustaka.
Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki untuk Karya
Ilmiah dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Turabian, Kate L. 1996. A Manual for Writers of Term Papers, Theses, and Dissertation.
(Ed. ke-6). Chicago: The University of Chicago Press.
Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.

112 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 15: FORMAT MAKALAH ILMIAH

1. PENDAHULUAN
Langkah terakhir dalam kegiatan sistem pemelajaran
berdasarkan masalah (Problem-based Learning/PBL)
maupun sistem pemelajaran berkolaborasi (Collaborative
Learning/CL) adalah menyusun sebuah makalah. Makalah ini MAKALAH ILMIAH
merupakan hasil himpunan dari berbagai tugas mandiri yang merupakan
hasil himpunan dari
sudah disajikan dalam diskusi kelompok. Agar layak disebut berbagai tugas mandiri
sebagai makalah ilmiah, makalah yang disusun harus yang sudah disajikan dalam
diskusi kelompok.
memenuhi persyaratan ilmiah.

Ciri laras ilmiah sudah dibahas dalam Modul 1. Kerangka


tulisan ilmiah dibahas dalam Modul 7. Cara mengembangkan
paragraf dengan baik ada dalam Modul 9 dan 10. Cara
membuat abstrak untuk sebuah makalah ilmiah dapat dilihat
dalam Modul 11. Cara menghimpun berbagai kutipan dari
berbagai sumber sudah diuraikan dalam Modul 13 dan
sistem perujukannya diuraikan dalam Modul 14.

Modul 15, 16, 17, 18 ini akan menelusuri kembali berbagai


hal yang berkaitan dengan penulisan karya ilmiah. Akan
tetapi, perhatian akan lebih ditekankan pada aspek
teknisnya.

2. MAKALAH KELOMPOK

Dalam Modul 7 sudah diuraikan bentuk kerangka makalah


ilmiah. Sekadar untuk mengingatkan, berikut ini, disajikan
kembali kerangka tulisan ilmiah sebagaimana dicantumkan
dalam Modul 7.

 judul,

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 113


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

 nama penulis,
FORMAT
 abstrak, MAKALAH ILMIAH

 kata kunci,
 PENDAHULUAN,
 inti tulisan (teori, metode, hasil, dan pembahasan),
 KESIMPULAN dan USULAN,
 ucapan terima kasih, dan
 daftar pustaka

Untuk makalah kelompok, ketentuan agak berbeda. Unsur


judul dan nama penulis dialihkan ke halaman judul. Jadi,
makalah akan didahului oleh lembar judul, diikuti oleh
lembar halaman berisi abstrak dan kata kunci (lihat
Lampiran M15-2). Pada halaman berikutnya, barulah bagian
pendahuluan dimulai.

Halaman judul (lihat Lampiran M15-1) yang mengandung


unsur:
 judul/topik,
HALAMAN JUDUL
 nomor kelompok,
 nama dan nomor mahasiswa setiap kelompok,
 kelas, dan
 fakultas.

Makalah kelompok harus diserahkan pada pertemuan keempat


dengan kriteria berikut.
KRITERIA
1. Maksimum 12 halaman; minimum 7 halaman (tidak MAKALAH
termasuk halaman judul, halaman abstrak, dan daftar AKHIR
pustaka)

Jenis huruf yang digunakan adalah times new roman, dengan


ukuran huruf 12, berspasi 1,5.

Pergantian paragraf ditandai oleh spasi ganda (dua kali


ketukan enter atau pemberian 6 pt untuk before dan 6 pt
untuk after pada format paragraf, spacing pada komputer).

114 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

2. Format untuk pias kiri dan kanan dan uraian mengenai


format makalah dapat dilihat pada Lampiran M15-2.

3. ASPEK PENILAIAN
Komponen penilaian untuk makalah akhir terdiri atas tiga
aspek pokok, yakni teknik penulisan, bahasa, dan logika.
Ketiga aspek akan diuraikan di bawah ini.

TEKNIK PENULISAN adalah aspek yang dapat dinilai secara


TEKNIK
kasat mata. Selain itu, aspek ini dianggap sebagai bagian PENULISAN
penunjang yang lebih berkaitan dengan format penyampaian.
Oleh karenanya, aspek ini dinilai paling awal dengan bobot
penilaian 2.

Aspek ini berkaitan tata cara penilaian makalah ilmiah pada


seminar-seminar international. Penilaian diawali dengan
meneliti daftar pustaka. Penulisan daftar pustaka yang baik,
rapi, dan konsisten dengan bidang ilmu akan memperoleh
nilai yang baik. Setelah itu, penilaian diikuti oleh penilaian
terhadap abstrak. Abstrak yang sesuai dengan tata cara
penulisan abstrak memperoleh bobot tertinggi.

Penilaian berikutnya berkaitan dengan kemampuan penulis


mempertahankan kepaduan antara pendahuluan, unsur-
unsur dalam pendahuluan, pengembangan isi makalah, dan
kesimpulan atau penutup. Harus dilihat bagaimana cara,
melalui judul-judul bab dan subbabnya, penulis
mempertanggungjawabkan kesimpulannya melalui isi
makalah.

Pengembangan isi makalah akan berkaitan dengan kutipan


atau catatan kaki yang disusunnya. Kemampuan penulis
menyusun kutipan agar tidak terkesan makalah yang
“SUNTING” memperlihatkan kemampuan mahasiswa
merangkaikan pikirannya dalam alur berpikir yang logis.
BAHASA
BAHASA merupakan bagian yang penting dalam komunikasi
dan merupakan inti penilaian bahasa Indonesia dalam
sebuah makalah. Oleh karena itu, bobot bagi aspek ini adalah
4.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 115


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Aspek ini menilai bagaimana penulis menata kalimat mereka


dan menyusun kalimat yang efektif. Fokus penilaian
diberikan pada kesatuan dan kepaduan kalimat. Kemudian,
penilai perlu memperhatikan kemampuan penulis dalam
menggabungkan kalimat-kalimat mereka ke dalam sebuah
paragraf. Fokus juga diberikan kepada kesatuan dan
kepaduan dalam paragraf. Dalam memperhatikan kesatuan
dan kepaduan dalam kalimat dan paragraf, pungtuasi dan
ejaan menjadi salah satu aspek yang perlu dinilai karena
mempengaruhi pemahaman pembaca atas tulisan yang
dibaca.
LOGIKA
LOGIKA berkaitan erat dengan bahasa dan komunikasi.
Tanpa logika yang baik, tentunya, tidak akan dihasilkan
makalah yang baik. Sebenarnya, melalui penilaian aspek
bahasa dan logika ini, sekaligus penilaian atas isi (content)
makalah akan tercapai. Oleh karena itu, seperti juga aspek
bahasa, aspek ini diberi bobot 4.

116 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

LAMPIRAN M15-1
FORMAT HALAMAN SAMPUL

3cm

JUDUL MAKALAH DIKETIK TEBAL: SEMUA HURUF KAPITAL


TANPA TANDA BACA DI AKHIR JUDUL
JIKA LEBIH DARI DUA BARIS,
SPASI DIJADIKAN SATU SETENGAH

KELAS 1
KELOMPOK XX

4cm nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx


3cm
nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx
nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx
nama mahasiswa, 0704xxxxxxxxx

Makalah Akhir bagi


Pemicu Pemilu
untuk Mata Kuliah
Pendidikan Dasar Perguruan Tinggi

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA


UNIVERSITAS INDONESIA

3cm

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 117


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

LAMPIRAN M15-2
FORMAT HALAMAN ABSTRAK

3cm

ABSTRAK

Judul ABSTRAK diketik 3 spasi dari baris terakhir alamat penulis,


diletakkan di tengah (center). Baris pertama teks Abstrak diketik 3 spasi dari
judul ABSTRAK. Teks diketik dengan spasi tunggal, menggunakan huruf
4cm Times New Roman 10 point seperti contoh di sini. Teks Abstrak dan seluruh
3cm
naskah makalah diketik rata kiri. Panjang Abstrak 75—100 kata, hanya satu
paragraf.

Kata Kunci: Diurutkan sesuai abjad, tiap kata kunci diakhiri tanda baca titik
koma (;), kecuali yang terakhir (ditutup dengan tanda baca
titik). Jarak baris satu spasi.

3cm

118 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

LAMPIRAN M15-3
FORMAT MAKALAH

Kertas HVS-putih, 60–80 gram, ukuran kuarto (21,5 x 28 cm).

3 cm
Nomor halaman

BAB I
PENDAHULUAN
4 cm 4 x 1 spasi

Xxxxxx xxxxx xxxxxx xxxxxxx xxxxxxxxxxxxx xxxxxx


Batas bidang pengetikan.
Xxxxxxxx xxxx. Xxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxx- Huruf Times New Roman 12, jarak
baris 2 spasi. Teks tidak rata kanan.
xxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxx xxxx.

Xxxxxxx xxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxx xxxx Baris pertama paragraf baru


diketik masuk 1 tab (1,27 cm)
xxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxx.
3 x 1 spasi

Tanda baca (.),(,),(:),(;),(?),(!)


A. LATAR BELAKANG diketik rapat dengan huruf
3yang mendahuluinya.
x 1 spasi

Xxxxxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxx

xxxxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxxxxx.

Awal kalimat baru berjarak dua


1. Nilai ekonomis ketukan kosong dari akhir kalimat
sebelumnya.

Xxxxxxxxxx xxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx xxxxxxxx

Xxxxxxxx xxxx xxxx xxxxxxxx xxxxxxx. Xxxxxx xxxxxx xxxxxxx xxxxxxxx

xxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx. Xxxxxxxxxxxxx


3 cm

3 cm

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 119


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

120 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 16: BAGIAN PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN
Pada Modul 7, sudah dibahas masalah kerangka tulisan.
Dalam pembahasan dikatakan bahwa, pada dasarnya,
kerangka tulisan ilmiah agak mudah disusun karena hanya
terdiri atas tiga bagian besar. Setiap bagian itu adalah
PENDAHULUAN, ISI, dan PENUTUP atau KESIMPULAN. Dapat
saja terjadi variasi dalam perinciannya karena tidak terlepas
kemungkinan bahwa setiap bidang ilmu memiliki peraturan
mereka masing-masing. Dalam Modul 16 ini, secara khusus
akan dibahas isi dari bagian Pendahuluan sebuah makalah
ilmiah.

2. BAGIAN PENDAHULUAN
Fungsi dari bagian Pendahuluan adalah mengantar atau menarik
perhatian pembaca kepada masalah yang dibahas dalam
makalah. Sebuah pendahuluan yang baik memberikan gambaran
permasalahan dengan jelas, sebelum pembaca membaca
keseluruhan makalah. Bagian pendahuluan menggambarkan
kerangka berpikir penulisnya. Unsur-unsur yang sebaiknya ada
dalam sebuah bagian pendahuluan adalah sebagai berikut.

 Latar belakang masalah yang akan dibahas.


UNSUR-UNSUR
 Perumusan masalah dan ruang lingkupnya. DALAM
PENDAHULUAN

 Tujuan penulisan.

 Jenis penelitian dan metode analisis yang digunakan.

 Sistematik penulisan yang dihubungkan dengan tesis


yang dibuat.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 121


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Unsur-unsur tersebut dapat disajikan dalam subbab yang


terpisah. Akan tetapi, unsur-unsur itu dapat pula dsajikan dalam
bentuk paragraf-paragraf saja. Dengan demikian, penulis
minimal akan mempunyai lima paragraf dalam pendahuluan.
Untuk sebuah makalah pendek, ada kemungkinan bahwa unsur-
unsur tersebut disajikan dalam lima kalimat. Masing-masing
diisi dengan latar belakang masala, perumusan masalah dan
ruang lingkup, tujuan penulisan, jenis penelitian, dan
sistematika penulisan. Panjang sebuah pendahuluan amat
bergantung dari panjang makalah. Makin panjang isi makalah,
makin panjang pula sebuah pendahuluan.

3. DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:


Akademika Pressindo.

Burton, Lorelle J. 2002. An Interactive Approach to Writing Essays & Research Reports in
Psychology. Sydney: John Wiley & Sons Australia, Ltd.

FMIPA-UI. 2002. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: Penerbit UI
Press.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. Ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.

122 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 17: BAGIAN ISI

1. PENDAHULUAN
Bagian isi sangat berkaitan dengan tesis tulisan sebagaimana
diuraikan dalam Modul 5. Tesis itu kemudian diuraikan dalam
sebuah kerangka tulisan (Modul 7). Kerangka Tulisan
dikembangkan dengan merujuk pada Modul 9 dan 10 (mengenai
paragraf). Jangan lupa untuk menyusun variasi tulisan dengan
merujuk pada Modul 8 (Jenis Tulisan).

Dalam menyusun bagian yang berkaitan dengan kerangka


pemikiran, penulis dapat merujuk pada Modul 13 yang
berkaitan dengan Sintesis, Modul 14 yang berkaitan dengan
Kutipan dan Rujukan.

2. BAGIAN ISI
Bagian isi atau tubuh karangan merupakan bagian utama dari
sebuah makalah. Dalam Modul 7 dikatakan bahwa bagian isi
atau tubuh tulisan berisi teori, metode, dan hasil penelitian,
serta pembahasan. Akan tetapi, tidak ada format baku dari
kerangka bagian isi karena bagian ini amat bergantung pada
tesis dan tujuan penulis.

Pada umumnya, dalam makalah ilmiah, isi atau tubuh karangan


berisi unsur-unsur berikut.

 Landasan teori, yang terdiri atas kerangka teori dan


tinjauan pustaka. UNSUR-UNSUR ISI

 Metode penelitian, yang menjelaskan langkah-langkah


yang dilakukan dalam pengumpulan dan pengolahan
data.

 Hasil penelitian, yang menguraikan hasil yang diperoleh


dari setiap langkah penelitian.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 123


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

3. DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Burton, Lorelle J. 2002. An Interactive Approach to Writing Essays & Research Reports in
Psychology. Sydney: John Wiley & Sons Australia, Ltd.
FMIPA-UI. 2002. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: Penerbit UI
Press.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Widyamartaya, Al. 1997. Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT Grasindo.
Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. Ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.

124 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

MODUL 18: BAGIAN PENUTUP

1. PENDAHULUAN
Bagian terakhir makalah berisi unsur kesimpulan dan usulan
atau saran, serta ucapan terima kasih. Unsur lain yang tidak
boleh dilupakan adalah daftar pustaka. Jika dianggap perlu,
penulis dapat pula menyertakan lampiran di bagian penutup.

Unsur bagian penutup adalah


(1) kesimpulan UNSUR-UNSUR
BAGIAN PENUTUP
(2) saran
(3) ucapan terima kasih
(4) daftar pustaka
(5) lampiran (jika diperlukan)

2. KESIMPULAN
Unsur kesimpulan dan saran baru dapat dilakukan jika
penulis sudah melakukan analisis data. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menulis kesimpulan adalah
(1) jangan mengulang uraian yang terdapat di bagian hasil HAL YANG HARUS
penelitian; DIHINDARI DALAM
MENULIS
(2) jangan memasukkan hal-hal baru yang memerlukan KESIMPULAN
ulasan lebih lanjut;
(3) jangan memasukkan bagian dari kerangka teori.

3. SARAN
Saran harus bersifat operasional dan bermuara pada hasil
analisis dan pembahasan yang dilakukan penulis sendiri.
Menurut Azahari (1998) saran juga dapat berisi sumbangan
pemikiran penulis untuk mengembangkan penelitian lebih
lanjut. Hal yang harus diperhatikan pada saat menyusun
saran adalah HAL YANG HARUS
DIHINDARI DALAM
(1) jangan mencatumkan harapan penulis; MENULIS SARAN

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 125


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

(2) jangan mencantumkan kendala-kendala penelitian;


(3) jangan memanfaatkan bagian saran ini sebagai media
untuk menutupi kelemahan atau ketidaklengpakan
penelitian.

4. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih ditujukan kepada orang-orang atau


lembaga yang secara substansial turut membantu kelancaran
penelitian. Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat
menulis ucapan terima kasih adalah
(1) jangan menggunakan bahasa Indonesia ragam nonformal
karena ucapa terima kasih tetap merupakan bagian dalam
karya tulis ilmiah; HAL YANG HARUS
DIHINDARI DALAM
(2) jangan membuat daftar panjang lebar dari nama teman- MENULIS UCAPAN
teman (seangkatan) dan perkariban lainnya yang tidak TERIMA KASIH
secara substansial membantu kelancaran penelitian.

5. DAFTAR PUSTAKA
Penyusunan daftar pustaka dapat dilihat pada Modul 4. Pada
saat menyusun daftar pustaka, penulis harus memperhatikan
masalah konsistensi yang berkaitan dengan penggunaan
tanda baca.

6. LAMPIRAN
Lampiran merupakan bagian akhir dari sebuah makalah.
Oleh karena itu, bagian ini sering juga disebut apendiks.
Bagian ini tidak selalu ada dalam setiap makalah, bergantung
pada kebutuhan penulis. Lampiran dapat berupa kuesioner
yang digunakan dalam penelitian, data lapangan, pengolahan
data secara statistik, atau dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan data atau kelancaran penelitian.

126 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

7. DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.

Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:


Akademika Pressindo.

Burton, Lorelle J. 2002. An Interactive Approach to Writing Essays & Research Reports in
Psychology. Sydney: John Wiley & Sons Australia, Ltd.

FMIPA-UI. 2002. Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Sains. Jakarta: Penerbit UI
Press.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores:


Penerbit Nusa Indah.

Widyamartaya, Al. 1997. Dasar-dasar Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT Grasindo.

Winkler, Anthony C. Dan McCuen, Jo Ray. 1989. Writing the Research Paper: A Handbook.
Ed. Ke-3. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 127


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

128 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

LAMPIRAN A: TANDA BACA DAN EJAAN

A. PENDAHULUAN
Pungtuasi dan ejaan sering tidak diperhatikan dan tidak
dianggap penting, padahal dalam pemeriksaan makalah,
misalnya, pungtuasi dan ejaan sangatlah penting.
 Pedoman Umum Ejaan
Aturan yang berkaitan dengan ejaan dan pungtuasi terdapat Bahasa Indonesia yang
dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1999)
Disempurnakan (1999). Jadi, untuk mengetahui fungsi  Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2001)
pungtuasi dan penggunaan yang benar dalam kalimat, kita
dapat merujuk pada pedoman tersebut. Selain itu, untuk
penulisan ejaan yang benar, kita juga dapat merujuk pada
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001).

TANDA BACA
B. TANDA BACA (PUNGTUASI) merupakan pengganti
intonasi, nada, dan tekanan
Ragam tulis berkaitan erat dengan tanda baca (pungtuasi). yang muncul dalam ragam
lisan. dapat membantu
Tanda baca merupakan pengganti intonasi, nada, dan tekanan pembaca untuk memahami
yang muncul dalam ragam lisan. Tanda baca dapat membantu jalan pikiran penulisnya.
pembaca untuk memahami jalan pikiran penulisnya. Alangkah
sulitnya kita memahami suatu tulisan yang tidak dilengkapi
dengan tanda baca.
1) .
Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Di- 2) ,
sempurnakan, semua tanda baca sudah diatur, namun peng- 3) ;
gunaan tanda baca di kalangan penulis masih belum tertib. 4) :
5) -
Kita masih sering menjumpai pemakaian tanda baca yang tidak 6) —
sesuai dengan kaidah yang berlaku. 7) ...
8) ?
9) !
Kaidah pemakaian tanda baca dalam sistem ejaan kita meliputi 10) (...)
kaidah pemakaian (1) tanda titik, (2) tanda koma, (3) tanda 11) [...]
titik koma, (4) tanda titik dua, (5) tanda hubung, (6) tanda 12) ―...‖
13) ‗...‘
pisah, (7) tanda elipsis, (8) tanda tanya, (9) tanda seru, (10) 14) /
tanda kurung, (11) tanda kurung siku, (12) tanda petik, (13) 15) 
tanda petik tunggal, (14) tanda garis miring, dan (15) tanda
apostrof (penyingkat).

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 129


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Dalam tulisan ini hanya akan dibahas tanda baca yang sering
menimbulkan persoalan. Tanda baca yang jarang digunakan
secara salah—seperti tanda seru, tanda tanya, tanda kurung,
tanda garis miring, dan tanda apostrof—tidak diuraikan secara
khusus.

a) Tanda Titik (.)


PT
a. Singkatan umum yang menggunakan huruf kapital tidak UI
diberi titik, sedangkan singkatan nama orang dan A.S. Sumadi.
Rusdi, S.H.
singkatan gelar akademik harus menggunakan tanda
titik.
b. Singkatan berhuruf kecil yang terdiri atas dua huruf a.l.
a.n.
meng-gunakan dua buah titik, sedangkan singkatan dll.
yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya tsb.
menggunakan satu titik.
c. Angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan Rp3.250.000,00
ribuan, jutaan, dan seterusnya menggunakan tanda 14.750 orang
titik.
d. Angka yang menunjukkan waktu atau jangka waktu pukul 14.25.10
meng-gunakan tanda titik untuk memisahkan angka 1.20.15 jam
jam, menit, dan detik.
e. Angka atau huruf dalam bagan, ikhtisar atau daftar II. Fakultas eksakta
menggunakan tanda titik. A. kedokteran
B. teknik
C. . . .
Tanda titik tidak digunakan
(1) di belakang singkatan lambang kimia, satuan, ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang. 1) H2O
cm
(2) di belakang judul yang merupakan kepala karangan, kg
Rp
judul bab dan subbab, kepala ilustrasi, dan tabel. 2) Ada Apa dengan Cinta
3) 6 Juli 2004
(3) di belakang alamat pengirim dan tanggal surat, dan di Dr.Ir. Soekarno
belakang nama dan alamat penerima surat. Jln. Setiabudi 6
4) 1. Pendahuluan
(4) di belakang angka atau huruf yang merupakan unsur 1.1 Permasalahan
5) Di mana kampus UI?
terakhir dalam deretan angka atau huruf itu. Wah, indah sekali!
6) NIP: 130353838
(5) di belakang kalimat yang berakhir dengan tanda tanya tel.: 78881018
atau tanda seru. tahun 1998

(6) di belakang angka yang tidak menyatakan jumlah.

130 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

b) Tanda Koma (,)

Tanda koma wajib digunakan


a. di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau Departemen Pariwisata,
pembilangan yang terdiri atas tiga unsur atau lebih. Tiap Pos, dan Telekomunikasi
Departemen Pendidikan
unsur dibatasi tanda koma termasuk sebelum kata dan. Jika dan Kebudayaan
rincian itu hanya dua unsur, sebelum kata dan tidak
dibubuhkan tanda koma.
Penghasilan utama Maluku
b. untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat adalah rempah-rempah,
sedangkan penghasilan
setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi, Jawa Barat adalah padi.
melainkan, atau sedangkan.
Agar dapat lulus, ia harus
c. untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk belajar dengan tekun.
kalimatnya. Biasanya, anak kalimat didahului oleh kata Jika cuaca cerah, saya akan
penghubung karena, sehingga, meskipun, agar, bahwa, ke museum besok.

apabila, jika, dan sebagainya.


Oleh karena itu,
d. di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat. Jadi,
Kemudian,
Ungkapan penghubung antarkalimat adalah ungkapan Akan tetapi,
penghubung yang terletak setelah tanda baca akhir (tanda Walaupun demikian,
titik, tanda tanya, atau tanda seru) dan dimulai dengan
huruf awal kapital. Wah, sulit benar meyakin-
kannya.
e. di belakang kata seru seperti wah, ah, o, aduh, kasihan, dan Aduh, sakit sekali.
ya.
Jalan Hang Lekir III/10,
f. di antara nama dan alamat, tempat dan tanggal, serta nama Kebayoran Baru, Jakarta
Jakarta, Indonesia
tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis ber-urutan. Surabaya, 21 Juni 1990
g. di antara nama orang dan gelar akademik yang meng-
ikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama ke- M. Samiaji, S.Sos.
luarga atau marga; juga di antara gelar yang satu dengan Ade Yusuf, S.H., M.Hum.
gelar lainnya yang ditempatkan di belakang nama orang.
Gubernur Jawa Barat, Yogi
h. untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan S.M., melantik Kepala Kan-
aposisi. Keterangan tambahan adalah keterangan yang tor Wilayah Departemen
diselipkan dalam kalimat yang sudah lengkap. Bagian itu Perdagangan.
Pada tahun yang lalu, kalau
terletak di luar bangun kalimat karena dibuang pun tidak saya tidak salah, dia
akan mengganggu makna yang dikandung di dalam kalimat memperoleh penghargaan
dari
tersebut. Keterangan aposisi adalah keterangan yang
pemerintah setempat.
sifatnya saling menggantikan.
Kata Ibu, ―Saya gembira
i. untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam sekali.‖
―Saya gembira sekali,‖
kalimat. kata Ibu, ―karena kamu
lulus.‖

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 131


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

1) Ia harus belajar dengan


Tanda koma tidak digunakan tekun agar dapat lulus.
Saya akan ke museum
1) jika anak kalimat mengiringi induk kalimat. jika cuaca cerah.
2) ―Kapan Bapak akan pu-
2) jika kutipan langsung berakhir dengan tanda tanya atau lang, Bu?‖ tanya Adi.
―Ujian sudah dekat,
tanda seru.
belajarlah dengan
3) jika rangkaian gelar ditempatkan di depan nama orang. tekun!‖ nasihat Bu Guru.
3) Prof.Dr.Ir. Roosseno
ada lah seorang tokoh
nasional.

Kegunaan kelapa banyak


sekali, yaitu daging buah
kelapa dapat dibuat minyak
goreng; sabut kelapa dapat
3. Tanda Titik Koma (;) dibuat tali, sikat, keset, dan
permadani kasar; tempurung
Tanda titik koma digunakan kelapa dapat dijadikan arang
atau gayung; batangnya sen-
a. untuk memisahkan kalimat yang setara dalam suatu kali- diri dapat dijadikan tiang
rumah atau jembatan.
mat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. Hal yang
perlu diperhatikan adalah jika digunakan tanda titik koma, Victor Paneira kena hukum
kurungan 75 hari karena
sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan. a. menghindari tugas militer;
b. terlambat 21 hari
melaporkan wajib dinas
militernya selama 16 bulan
pada bulan September
b. pada perincian ke bawah yang unsur-unsurnya berupa ke- 1988;
lompok kata yang panjang atau berupa kalimat. Dalam hal c. terbukti bersalah
ini pun sebelum perincian akhir tidak dibubuhkan kata dan. melakukan disersi.
Berikut ini adalah sifat-sifat
air:
a. mengalir dari tempat yang
tinggi;
b. selalu rata/mendatar;
c. sesuai dengan bentuk
wadahnya;
d. memberikan tekanan ke
se-mua arah;
e. melarutkan zat lain.

4. Titik Dua (:)


Air mempunyai sifat-sifat se-
bagai berikut.
a. Tanda titik dua digunakan pada kalimat lengkap, yang a. Air mengalir dari tempat
diikuti perincian berupa kata atau frase. yang tinggi.
b. Permukaannya selalu
rata/mendatar.
c. Bentuknya sesuai dengan
bentuk wadahnya.
d. Air memberikan tekanan
ke semua arah.
e. Air dapat melarutkan zat
lain.

132 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

b. Titik dua harus diganti menjadi titik satu pada kalimat Sifat-sifat air adalah
lengkap, yang diikuti suatu perincian berupa kalimat (a) mengalir dari tempat
yang tinggi;
lengkap pula, dan perincian diakhiri tanda titik. (b) selalu rata/mendatar;
(c) sesuai dengan bentuk
wadahnya;
(d) memberikan tekanan
ke semua arah;
(e) melarutkan zat lain.

c. Titik dua tidak digunakan sebelum perincian yang


Kami harap kehadiran Anda
merupakan pelengkap kalimat. Atau, karena kalimat pada hari: Senin
pengantarnya belum lengkap, titik dua tidak perlu tanggal : 12 Juli 2004
dicantumkan. waktu : pukul 12.00–14.00
tempat : Ruang Serbaguna 2

d. Titik titik dua digunakan sesudah kata atau ungkapan yang


memerlukan pemerian.

Ibu : ―Di, tolong kirim surat


e. Tanda titik dua digunakan dalam teks drama sesudah kata ini kepada Pak Yusuf.‖
Andi: ―Baik, Bu, akan segera
yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. kulaksanakan.‖
Ibu : ―Terima kasih, ya.‖
f. Tanda titik dua digunakan (1) di antara jilid atau nomor
majalah dan halaman majalah, (2) antara bab dan ayat da-
1) MIISI 1: 27 – 30.
lam kitab suci, (3) antara judul dan anak judul suatu 2) Surah Albaqarah 5: 12.
karangan, (4) antara tahun terbit dan nomor halaman 3) Komposisi: Suatu Peng-
dalam rujukan langsung, dan (5) antara tempat terbit dan antar kepada Kemahiran
Bahasa
penerbit suatu karangan dalam Daftar Pustaka. 4) (Poerwadi, 2001: 54)
5) Jakarta: UI Press, 2003.

1) Kata dasar dapat kita peng-


gal pada akhir baris.
5. Tanda Hubung (-) 2) Kata berimbuhan pun diper-
lakukan seperti itu.
3) Jangan meninggalkan satu
a. Tanda hubung digunakan untuk menyambung (1) suku- vokal saja terpisah pada a-
suku kata dasar, (2) awalan dengan bagian di belakangnya, khir baris seperti ini 
vokal a itu dipindahkan ke
atau akhiran dengan bagian di depannya yang terpisah oleh awal baris berikut seperti ini.
pergantian baris. (3) Akan tetapi, apabila yang tersisa hanya

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 133


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

satu vokal, vokal itu tidak boleh ditempatkan sebagai vokal


tunggal pada ujung atau pangkal baris; seluruhnya harus
dipindahkan ke baris berikutnya.

b. Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur berjalan-jalan (ber-jalan2)


kata ulang. Angka 2 tidak boleh digunakan dalam karya terus-menerus
berlari-larian (ber-lari2-an)
tulis.

c. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan


dua-puluh tiga-perempat (20¾)
bagian-bagian ungkapan. dua-puluh-tiga perempat (23/4)

d. Tanda hubung digunakan untuk merangkaikan unsur


1) ber-KTP
terikat atau kata dengan kata sebelum/berikutnya yang se-Jakarta
dimulai/ diakhiri dengan huruf kapital, dengan angka, atau Hamba-Mu
di-BHMN-kan
dengan kata daerah/asing. SIM-nya
2) anak ke-5
1) singkatan yang berupa huruf kapital dengan huruf kecil; abad ke-21
3) 20-an
2) ke- dengan angka; uang 5000-an
4) truk tronton meng-glondor
3) angka dengan akhiran –an; di-rebond

4) unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing atau


bahasa daerah.

6. Tanda Pisah (—)

Tanda pisah digunakan untuk


Demokrasi—yang saya yakin
akan tercapai—sedang meng-
a. membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi alami ujian.
penjelasan khusus di luar bangun kalimat.

b. menegaskan aposisi atau keterangan lain sehingga kalimat Gubernur Jawa Barat—Yogi
S.M.—melantik Kepala
menjadi lebih jelas. Kantor Wilayah Departe-
men Perdagangan.

Pelatihan Bahasa Indonesia


c. memisahkan dua bilangan, tanggal, kota, atau negara yang diselenggarakan tanggal
berarti ‘sampai ke’. 12—22 Maret 2003
Bus jurusan Jakarta—Medan.

Catatan: Tanda pisah dapat juga dilambangkan dengan dua Chaniago (1982: 12--16) me-
buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya. ngatakan bahwa . . .

134 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

C. EJAAN

Berbeda dengan pungtuasi, peraturan ejaan bersifat jauh lebih 1) EJAAN


ketat. Perubahan ejaan harus berlandaskan kesepakatan  bersifat lebih ketat.
(konvensi) yang dianut dan dikuasai oleh selingkung bidang,  harus merupakan
khususnya jika berkaitan dengan masalah peristilahan konvensi yang dianut
dan dikuasai oleh
selingkung. Ada baiknya, jika setiap bidang ilmu menetapkan selingkung bidang.
sikap untuk membentuk kesepakatan berkaitan dengan ejaan.

1. PEMAKAIAN HURUF KAPITAL

Dalam penulisan nama atau penyapaan atau pengacuan secara


tertulis, kita sering tidak yakin nama atau pengacuan seperti
apa sajakah yang dapat diawali dengan huruf kapital (huruf
besar). Berikut ini adalah uraian mengenai nama dan peng-
acuan apa saja yang harus menggunakan huruf kapital. Semua
informasi ini dapat ditemukan dalam Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, Jakarta: Balai Pustaka,
1999.

Hal-hal yang harus diawali dengan huruf kapital adalah sebagai


berikut.
Alquran
a. Nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Weda
Tuhan. Tuhan Yang Mahakuasa
ampunilah hamba-Mu
b. Unsur nama orang.
Husein Djajadiningrat
 Tuanku Imam Bonjol
Sutjipto Wirjosoeparto
Sunan
Taruno Kalijaga
Widagdo Kamil
Romo Mangun

c. Gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti Jenderal Sudirman


Ratu Elizabeth
nama orang. Haji Agus Salim

d. Nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau


Rektor Universitas Indonesia
yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu, Menteri Hari Sabarno
nama instansi, atau nama tempat. Gubernur Jawa Barat

bangsa Indonesia
e. Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. suku Ambon
bahasa Arab

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 135


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

f. Nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa ber- tahun Hijriah
sejarah. bulan Desember
hari Pahlawan
Perang Padri

g. Nama geografi. Gunung Bromo


Selat Sunda
Danau Toba

h. Semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
ketatanegaraan, nama dokumen resmi. Kongres Wanita Indonesia

i. Setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945
nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, Garis-Garis Besar Haluan
Negara
serta dokumen resmi.
Majalah Horison
j. Semua kata dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan majalah Bahasa dan Kesu-
judul karangan kecuali kata depan dan kata hubung yang sastraan
tidak terletak di awal kalimat. Penyedar Sastra

k. Unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Prof. Dr. Ir.
S.S., M.Si.
Antargelar menggunakan ketukan kosong. Laksamana Madya Laut
Bpk.
Sdr.

Mereka ke rumah Pak Lurah.


l. Kata penunjuk hubungan kekerabatan yang digunakan Kami menjenguk Ibu Darsih.
dalam penyapaan dan pengacuan. Kapan Paman ke Eropa?

m. Kata ganti Anda.

1) Siapa yang akan menjadi


Huruf kapital tidak digunakan presiden?
1) jika gelar, jabatan, dan pangkat tidak diikuti nama orang, Tahun ini kami sekeluarga
nama instansi, atau nama tempat. akan naik haji.
2) jika nama orang digunakan sebagai nama jenis atau satu- 2) Lampu 20 watt, 220 volt
an ukuran. 3) Logatnya kebelanda-belan-
3) jika huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa di- daan.
pakai sebagai bentuk dasar kata turunan, seperti kata sifat. Topeng betawi.
Pisang ambon.
Jeruk bali.

136 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

2. PENULISAN ANGKA DAN BILANGAN


1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0
a. Angka digunakan untuk menyatakan lambang bilangan atau I, II, III, IV, i, ii, iii, iv
nomor. Dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau X, L, C, D, M
angka Romawi.

1) 2,5 cm 1.000 ha
100 kg 100 cc
b. Angka digunakan untuk menyatakan 2) pukul 19.00 12 Juli 2004
1 jam 20 menit
1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; 3) Rp5.000,00 atau 5.000 rupiah
US$3.50
2) satuan waktu, jangka waktu, atau tanggal; 4) 10% (persen)
20 tahun
3) nilai uang;
4) kuantitas.
Jalan Sado VII No. 6
c. Angka lazim digunakan untuk melambangkan nomor jalan, Gedung 2, Ruang 2412
rumah, apartemen, atau kamar pada suatu alamat. Hotel Indonesia # 614

d. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan dan Bab 5


ayat kitab suci Subbab 5.2
Surah Albaqarah 5: 12

e. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan 22 = dua puluh dua


111 = seratus sebelas
dengan memisahkan tiap nama bilangan. 1070= seribu tujuh puluh

½ = setengah
¾ = tiga perempat
f. Penulisan lambang bilangan pecahan ditulis sebagai 1/12 = seperdua belas
3¾ = tiga tiga perempat
berikut. 1,2 = satu dua persepuluh

g. Penulisan lambang bilangan tingkat dapat ditulis dengan a. Paku Buwono kesepuluh
tiga cara: dengan huruf, angka Romawi, dan ke- yang diikuti b. Paku Buwono X
angka. c. Paku Buwono ke-10

tahun ‘60-an
h. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an tahun enam puluhan
ada dua cara: dengan angka dan dengan huruf.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 137


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

i. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau Amir menonton drama itu
dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa sampai tiga kali.
Ayah memesan tiga ratus ekor
lambang bilangan digunakan secara berurutan, seperti ayam.
dalam perincian dan pemaparan. Di antara 84 anggota yang hadir,
54 orang menyatakan setuju,
25 orang tidak setuju, dan 5
orang abstain.
Dalam pesta tersebut ditampil-
kan 40 pasang penerima tamu,
35 orang pagar ayu, dan
35 orang pagar bagus.

Perusahaan itu baru saja


mendapat pinjaman sebesar
j. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat Rp760.000.000.000,00 menjadi
760 miliar rupiah atau
dieja sebagian supaya mudah dibaca.
Rp760 miliar

k. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf


sekaligus dalam teks kecuali dalam dokumen resmi seperti Saya lampirkan tanda terima
uang sebesar Rp199.992,75 (se-
formulir bank, akta, atau kuitansi. ratus sembilan puluh sembilan
ribu sembilan ratus sembilan
l. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, puluh dua dan tujuh puluh lima
penulisannya harus tepat. perseratus rupiah).

m. Lambang bilangan pada awal kalimat tidak boleh ditulis Lima belas orang tewas dalam
kecelakaan itu atau
dengan angka. Jika perlu, susunan kalimat-kalimat diubah Dalam kecelakaan itu 15 orang
sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu tewas.
atau dua kata tidak terdapat di awal kalimat.

138 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

D. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Mustakim. 1992. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia untuk Umum. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
1989. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
1999. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai
Pustaka.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka.
Sakri, Adjat. 1992. Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 139


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

140 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

LAMPIRAN B: KALIMAT EFEKTIF

A. PENDAHULUAN
Kalimat yang efektif
Sebuah makalah, baik makalah ilmiah maupun populer, adalah kalimat yang secara
merupakan upaya penulis untuk mengomunikasikan jitu atau tepat mewakili
gagasan atau perasaan
pemikirannya kepada khalayak luas. Pada saat sebuah tulisan, penulis
dalam hal ini, sebuah makalah dibaca, antara isi makalah dan
pembacanya hanya ada bahasa. Bahasalah yang merupakan
perantara atau media penyampai gagasan penulis kepada
pembaca. Jika karya tulis yang disusun oleh penulis tidak jelas,
tidak akan ada pesan yang dipahami oleh pembaca. Dalam
upaya menyusun sebuah karya tulis kemampuan dan
keterampilan penulis dalam merangkai kalimat memegang
peranan penting.
Syarat
Untuk itu, penulis harus menguasai persyaratan yang tercakup kalimat efektif adalah
dalam kalimat yang efektif. Kalimat yang efektif adalah a. kesatuan gagasan,
kalimat yang secara jitu atau tepat mewakili gagasan atau b. kepaduan,
c. penalaran,
perasaan penulis. Untuk dapat membuat kalimat yang efektif, d. kehematan atau
ada tujuh hal yang harus diperhatikan, yaitu kesatuan gagasan, ekonomi bahasa,
e. penekanan,
kepaduan, penalaran, kehematan atau ekonomi bahasa, f. kesejajaran, dan
penekanan, kesejajaran, dan variasi. Di samping ketujuh aspek g. variasi
tersebut ada pula tiga hal lain yang perlu mendapat perhatian
pada saat kita menulis, yakni pilihan kata, ejaan, dan tanda
baca (pungtuasi).

B. KESATUAN GAGASAN

Seperti halnya paragraf, gagasan sebuah kalimat harus jelas. Sebuah kalimat dalam laras
ilmiah harus mengandung
Jika gagasan utama sebuah paragraf terletak dalam kalimat sebuah subjek dan predikat.
pokok atau utama, gagasan utama kalimat terletak pada subjek
dan predikat kalimat. Sebuah kalimat, terutama kalimat dalam
laras ilmiah, harus mengandung sebuah subjek dan predikat.
Ketentuan tersebut dapat dilanggar dalam laras komik, laras Lima fungsi dalam
kalimat
dongeng, atau tulisan berjenis narasi dan deskripsi. a. subjek,
b. predikat,
Dalam tata bahasa Indonesia dikenal lima fungsi dalam c. objek,
kalimat, masing-masing adalah subjek, predikat, objek, d. pelengkap, dan
e. keterangan
pelengkap, dan keterangan. Subjek dan predikat merupakan

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 141


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

inti kalimat. Inti kalimat yang memiliki predikat berupa kata


kerja yang transitif dapat dilengkapi oleh objek. Kalimat yang
memiliki predikat berupa kata kerja yang intrasitif dapat
diikuti oleh pelengkap.
Subjek
adalah
Subjek adalah bagian kalimat yang menandai apa yang bagian kalimat
dinyatakan oleh penulis. Subjek dapat berupa kata benda, kata yang menandai apa
yang dinyatakan
kerja, frase yang dibendakan, atau klausa terikat. oleh penulis.

Predikat adalah bagian kalimat yang menandai apa yang Predikat


dinyatakan oleh penulis tentang subjek. Dalam bahasa adalah
Indonesia, predikat dapat berupa kata kerja, kata benda, kata bagian kalimat
yang menandai apa
sifat, kata bilangan, frase berkata depan. Perilaku predikat yang dinyatakan
dalam bahasa Indonesia berbeda dari bahasa-bahasa barat, oleh pembicara
tentang subjek.
seperti Inggris, Prancis, atau Jerman.
Objek
Objek adalah bagian kalimat yang melengkapi kata kerja
adalah
sebagai hasil perbuatan, yang dikenai perbuatan, yang bagian kalimat yang
menerima, atau yang diuntungkan oleh perbuatan. Untuk itu, melengkapi kata kerja
sebagai hasil
dibedakan antara objek langsung dan objek tak langsung. perbuatan,
Objek berupa kata benda, frase yang dibendakan, atau klausa yang dikenai
terikat. Predikat yang membutuhkan objek adalah kata kerja perbuatan, yang
menerima, atau
transitif yang ditandai oleh kata berawalan me-, me-i, atau me- yang diuntungkan oleh
kan. perbuatan.

Pelengkap adalah bagian klausa yang merupakan bagian dari


Pelengkap
predikat kata kerja yang menjadikannya predikat lengkap. adalah
Beda pelengkap dari objek adalah bahwa objek dalam kalimat bagian klausa yang
merupakan bagian dari
transitif aktif dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. predikat kata kerja
Predikat yang diikuti oleh pelengkap adalah kata berawalan yang menjadikannya
ber-, ter-, ke-an, ber-an, ber-kan, atau kata-kata menjadi, predikat lengkap.
merupakan. Ada berbagai jenis pelengkap. Sementara ini, yang
didaftarkan dalam pengajaran bahasa adalah sebagai berikut.

Pelengkap subjek Pelengkap pengkhususan

Pelengkap objek Pelengkap resiprokal

Pelengkap pelaku Pelengkap pemeri

Pelengkap musabab

142 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Keterangan adalah bagian kalimat yang tidak merupakan inti


Keterangan
kalimat. Keterangan berfungsi meluaskan atau membatasi adalah
makna subjek atau predikat. Jika keterangan dalam kalimat bagian kalimat yang
tidak merupakan inti
dihilangkan, informasi yang terkandung dalam kalimat tidak kalimat.
akan berubah. Keterangan dalam kalimat dapat ditandai oleh
kata depan (preposisi) yang mendahuluinya. Daftar kata depan
ada di akhir makalah ini. Berbagai keterangan yang sementara
ini digunakan dalam pengajaran bahasa adalah sebagai
berikut.

Keterangan akibat Keterangan kuantitas


Keterangan perwatasan Keterangan tempat
Keterangan alasan Keterangan objek
Keterangan alat Keterangan sebab
Keterangan modalitas Keterangan tujuan
Keterangan asal Keterangan subjek
Keterangan kualitas Keterangan syarat
Keterangan waktu Keterangan peserta
Keterangan perlawanan

Dua jenis kesatuan:


Ada dua jenis kesatuan dalam sebuah kalimat, yaitu kesatuan a. kesatuan tunggal dan
tunggal dan kesatuan gabungan atau majemuk. Kalimat yang b. kesatuan gabungan
mengandung kesatuan tunggal adalah kalimat yang atau majemuk.
mengandung hanya sebuah subjek dan sebuah predikat.
Kalimat demikian dapat memiliki objek atau pelengkap dan Kalimat Tunggal
adalah
dapat pula diperluas oleh keterangan.
kalimat yang
mengandung hanya satu
subjek dan satu predikat.

S1 + P1 (+ O/Pel) (+ Ket)

Kalimat yang mengandung kesatuan majemuk atau gabungan Kalimat majemuk


adalah kalimat yang mengandung lebih dari satu subjek dan adalah
kalimat yang
predikat. Kesatuan itu dapat bersifat setara (koordinatif) atau mengandung lebih dari
bertingkat (subordinatif). Kesatuan setara adalah penggabung- satu subjek dan predikat
an dua kalimat menjadi sebuah kalimat dengan sebuah kata serta dapat bersifat setara
dan bertingkat.
hubung atau konjungsi.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 143


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

S1 + P1 + konjungsi + S2 + P2

Kesatuan bertingkat adalah penggabungan dua kalimat atau


lebih dengan cara menyisipkan salah satu kalimat ke dalam
Kalimat majemuk
kalimat lainnya diawali oleh sebuah kata hubung. Kalimat yang bertingkat
menyisip disebut anak kalimat, sedangkan kalimat yang mengandung
induk kalimat dan
disisipi disebut induk kalimat. anak kalimat.

S1 + P1
Konjungsi + S2 + P2
Bahwa ujian akan diundur sudah diketahui semua orang
Konj + S2 + P2 = S1 P1 Pelengkap

S1 + P1 + O1
Konjungsi + S2 + P2
Ia mengatakan bahwa Pemilu akan berlangsung
damai.
S1 P1 Konj + S2 + P2

S1 + P1 + Keterangan
Konjungsi + S2 + P2
Peraturan itu berlaku setelah dekan baru dilantik.
S1 P1 Konj + S2 + P2

C. KEPADUAN

Kepaduan dalam kalimat berkaitan dengan hubungan timbal balik Kepaduan


adalah
yang baik dan jelas di antara unsur-unsur (kata atau kelompok hubungan timbal balik
kata) yang membentuk kalimat itu. Hubungan itu harus logis dan yang baik dan jelas
di antara unsur-unsur
jelas bagi pembaca. Sering kali, ada kalimat yang terlalu panjang yang membentuk kalimat
sehingga sulit bagi pembaca untuk mengetahui maksud penulis.
Perlu diingat bahwa keterangan yang baik adalah keterangan yang
dekat pada hal yang diterangkannya. Jika terlalu banyak
keterangan yang disisipkan ke dalam sebuah kalimat, pembaca
akan kehilangan fokus.

144 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

D. PENALARAN

Kesatuan dan kepaduan dalam kalimat tidak akan tercapai jika Penalaran
tidak disertai oleh penalaran. Penalaran adalah suatu alur adalah
suatu alur berpikir
berpikir yang berusaha agar kalimat dapat dipertanggung- agar kalimat dapat
jawabkan dan dapat dipahami dengan mudah, cepat, tepat, dipertanggungjawabkan,
dapat dipahami dengan
serta tidak menimbulkan kesalahpahaman. Unsur-unsur dalam mudah, cepat, tepat, serta
kalimat dihubung-hubungkan sehingga membentuk kesatuan tidak menimbulkan
pikiran yang masuk akal. kesalahpahaman

Kalimat majemuk, kalimat yang panjang dan luas merupakan


kalimat yang mengandung gabungan gagasan. Gagasan- Tiga macam hubungan
logis
gagasan itu dihubungkan secara logis oleh kata hubung atau a. hubungan koordinatif
konjungsi. Berikut ini, didaftarkan berbagai hubungan yang (setara)
b. hubungan korelatif
terbentuk di antara unit-unit bahasa dengan penggunaan kata (saling kait)
hubung tertentu. Di dalam tulisan karya tulis, hubungan logis c. hubungan subordinatif
harus diungkapkan secara eksplisit agar pembaca mudah (kebergantungan)

memahami maksud penulis. Bahasa Indonesia mengenal tiga


macam hubungan logis.

1. Hubungan koordinatif adalah hubungan setara di antara


bagian-bagian kalimat (proposisi). Contoh: Museum itu Hubungan koordinatif
adalah hubungan setara
kecil, tetapi memiliki koleksi yang sangat berharga. yang ditandai oleh
1) hubungan penambahan
Hubungan koordinatif dengan makna tertentu ditandai oleh 2) hubungan pendampingan
3) hubungan pemilihan
kata hubung tertentu, sebagai berikut. 4) hubungan perlawanan
5) hubungan pertentangan
1) Hubungan penambahan: dan
2) Hubungan pendampingan: serta
3) Hubungan pemilihan: atau
4) Hubungan perlawanan: tetapi, melainkan
5) Hubungan pertentangan: padahal, sedangkan

2. Hubungan korelatif adalah hubungan saling kait di Hubungan korelatif


antara bagian-bagian kalimat. Contoh: Istana itu tidak adalah hubungan saling
hanya menarik, tetapi juga merupakan warisan sejarah. kait yang ditandai oleh
1) hubungan penambahan
Hubungan korelatif ditandai oleh kata sambung yang 2) hubungan perlawanan
menunjuk hubungan logis tertentu. 3) hubungan pemilihan
4) hubungan akibat
1) Hubungan penambahan: baik ... maupun ...; tidak hanya 5) hubungan penegasan
..., tetapi juga ...; bukan hanya ..., melainkan juga ...

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 145


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

2) Hubungan perlawanan: tidak ..., tetapi ...; bukan ...,


melainkan ...
3) Hubungan pemilihan: apakah ... atau ...; entah ... entah ...
4) Hubungan akibat: demikian ... sehingga ...; sedemikian
rupa ... sehingga ...
5) Hubungan penegasan: jangankan ..., ... pun ...

3. Hubungan subordinat adalah hubungan kebergantungan


Hubungan subordinat
di antara induk kalimat dan anak kalimat. Contoh: adalah hubungan
Pertunjukan harus tetap berlangsung meskipun hanya ketergantungan yang ditandai
sedikit penontonnya. oleh
1) hubungan waktu
2) hubungan syarat
Ada tiga belas macam hubungan subordinatif yang 3) hubungan pengandaian
masing-masing ditandai oleh kata sambung yang 4) hubungan tujuan
5) hubungan perlawanan
berbeda. 6) hubungan pembandingan
7) hubungan sebab
1) Hubungan waktu: 8) hubungan akibat
9) hubungan alat
a) awal: sejak, semenjak, sedari. 10) hubungan cara
11) hubungan pelengkap
b) serempak: sewaktu, ketika, tatkala, sementara, 12) hubungan keterangan
begitu, seraya, selagi, selama, senyampang, sambil, 13) hubungan perbandingan
demi.
c) posterioritas: setelah, sesudah, sehabis, selesai,
seusai.
d) anterioritas: sebelum.
e) akhir: hingga, sampai.
2) Hubungan syarat: kalau, jikalau (lisan), jika, asal(kan), bila,
manakala, dengan syarat.
3) Hubungan pengandaian: andaikata, seandainya,
umpamanya, sekiranya.
4) Hubungan tujuan: untuk, supaya, agar, biar (lisan).
5) Hubungan perlawanan atau konsesif: biarpun, meski(pun),
walau(pun), sekalipun, sungguhpun, kendati(pun).
6) Hubungan pembandingan: seakan-akan, seolah-olah,
sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, ibarat, daripada,
alih-alih.
7) Hubungan sebab: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab.

146 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

8) Hubungan hasil atau akibat: sehingga, maka(nya), sampai(-


sampai),
9) Hubungan alat: dengan, tanpa.
10) Hubungan cara: dengan, tanpa.
11) Hubungan pelengkap: bahwa, agar, untuk, apakah (dan
kata tanya lain).
12) Hubungan keterangan: yang.
13) Hubungan perbandingan: sama ... dengan, lebih ...
daripada, berbeda ... dari.

E. KEHEMATAN ATAU EKONOMI BAHASA

Kehematan adalah penggunaan kalimat yang tidak berbelit- Kehematan


adalah
belit dan tidak boros kata. Kalimat yang berbelit-belit dapat penggunaan kalimat yang
memancing kesan bahwa penulis tidak menguasai persoalan tidak berbelit-belit dan
dan hanya menghabiskan waktu pembaca. Kehematan tidak boros kata
menyangkut kemahiran dalam soal kaidah bahasa dan
pengetahuan makna kata. Kehematan tidak berarti bahwa kata
yang dibutuhkan atau kata yang menambah nilai arstistik
boleh dihilangkan.

Panjang sebuah kalimat yang mudah dicerna oleh pembaca


umum atau anak-anak adalah 15—20 kata. Untuk pembaca
dengan tingkat pendidikan universitas, dengan kemampuan
sintesis yang lebih tinggi, kalimat dapat dibangun oleh lebih
dari 25 kata. Akan tetapi, tidak dianjurkan kalimat yang Cara memperoleh
mengandung lebih dari 30 kata. kehematan
a. menggunakan kata yang
lugas;
Kehematan dapat diperoleh dengan lima cara sebagai berikut. b. menghindari penggunaan
subjek yang sama;
a. Menggunakan kata yang lugas dan imbuhan yang jelas. c. menghindari penggunaan
hiponimi;
b. Menghindari penggunaan subjek yang sama dalam sebuah
d. menghindari penggunaan
kalimat. kata depan di awal
kalimat;
c. Menghindari penggunaan hiponimi. e. menghindari penggunaan
kata ulang jika sudah ada
d. Menghindari penggunaan kata depan (preposisi) di depan kata bilangan.
kalimat.
e. Menghindari penggunaan kata ulang jika sudah ada kata
bilangan di depan kata benda.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 147


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

F. PENEKANAN DALAM KALIMAT


Penekanan
Gagasan utama dalam sebuah kalimat tidak sama dengan adalah
penekanan atas sebuah kata dalam kalimat. Penekanan dalam usaha penulis untuk
sebuah kalimat adalah usaha penulis untuk menampilkan menampilkan fokus
dalam kalimat
fokus dalam kalimat. Penekanan dalam kalimat dapat bergeser
dari satu kata ke kata lain dalam sebuah kalimat, sedangkan
gagasan utama dalam kalimat tidak dapat dipindah-pindah.
2) Cara Memberi
Penekanan diberikan untuk menjaga minat pembaca. Dalam Tekanan
ragam lisan, penekanan dapat diperoleh dengan memberi a. Mengubah posisi dalam
tekanan pada kalimat dengan intonasi tertentu disertai dengan kalimat.
b. Mengulang kata yang
mimik dan gerak tubuh. dianggap penting dalam
kalimat.
Dalam ragam tulis, ada berbagai cara untuk memberi tekanan c. Mempertentangkan kata
atau gagasan dengan
kepada kata dalam sebuah kalimat. kata atau gagasan lain
dalam kalimat.
a. Mengubah posisi dalam kalimat, yaitu dengan meletakkan d. Memberi partikel penekan
kata atau kelompok kata yang penting di awal kalimat. pada kata yang akan
ditonjolkan dalam kalimat.
b. Mengulang kata yang dianggap penting dalam kalimat.
c. Mempertentangkan sebuah kata atau gagasan dengan kata
atau gagasan lain dalam kalimat sehingga muncullah
gagasan yang dipentingkan.
d. Memberi partikel penekan pada kata yang akan
ditonjolkan dalam kalimat.

G. KESEJAJARAN

Kesejajaran adalah perincian beberapa unsur yang sama Kesejajaran


adalah
penting dan sama fungsinya secara berurutan dalam kalimat. perincian beberapa unsur
Dalam penyusunan itu, harus diperhatikan bahwa digunakan yang sama penting dan sama
bentuk bahasa yang sama atau konstruksi yang sama. fungsinya secara berurutan
dalam kalimat.
Kesamaan itu penting untuk menjaga pemahaman dan fokus
pembaca. Kesejajaran atau paralelisme itu terwujud dalam
Syarat Kesejajaran
bentuk sebagi berikut. a.Jika urutan dinyatakan
dalam kelompok kata
a. Jika urutan dinyatakan dalam kelompok kata (frase), (frase), urutan berikutnya
urutan berikutnya harus dinyatakan dalam kelompok kata harus dinyatakan dalam
(frase) juga. kelompok kata (frase) juga
b.Jika urutan dinyatakan
b. Jika urutan dinyatakan dalam kelas kata tertentu, urutan dalam kelas kata tertentu,
urutan berikutnya harus
berikutnya harus dinyatakan dalam kelas kata yang sama. dinyatakan dalam kelas
kata yang sama.

148 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

H. VARIASI
Variasi
adalah
Variasi dalam kalimat adalah penggunaan berbagai pola penggunaan berbagai pola
kalimat untuk mencegah kebosanan pembaca dan untuk kalimat untuk mencegah
menjaga agar minat dan perhatian pembaca tetap terpelihara. kebosanan pembaca dan
untuk menjaga agar minat
Ada berbagai variasi dalam kalimat, yakni dan perhatian pembaca tetap
terpelihara.
a. Cara mengawali sebuah kalimat:
1) Subjek pada awal kalimat,
2) Predikat pada awal kalimat, atau a) Jenis Variasi
dalam Kalimat
3) Keterangan pada awal kalimat. a. cara mengawali kalimat.
b. panjang pendek kalimat.
b. Panjang pendek kalimat. c. jenis kalimat.
d. kalimat aktif dan pasif.
c. Jenis kalimat, seperti kalimat berita, kalimat perintah. e. kalimat langsung dan
tidak langsung.
d. Kalimat aktif dan pasif.
e. Kalimat langsung dan tidak langsung.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 149


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

I. DAFTAR KONJUNGSI
adapun jangankan seakan-akan
agar jangankan …selang seandainya
agar supaya jika sebab
akan tetapi jika kiranya sebaliknya
alih-alih jikalau sebelumnya
alkisah kalau (nonbaku) sebermula
andaikata kalau-kalau (nonbaku) sedang
apabila kalaupun sedangkan
apalagi karena sehingga
arkian kecuali sekalipun
asal kemudian sekalipun begitu
asalkan kendati sekalipun demikian
atau kendatipun sekiranya
bahkan ketika selain
bahwa kian… kian selain itu
bahwasanya lagi selanjutnya
baik… ataupun ... lagi pula sembari (nonbaku)
baik… baik ... lalu sementara
baik… maupun ... lamun sementara itu
begitu lantaran seolah-olah
begitu… begitu ... lantas (nonbaku) seraya
berhubung lebih-lebih serta
bertambah… bertambah ... lebih-lebih lagi sesudah itu
biar maka sesungguhnya
biar…asal ... maka itu setelah itu
biarpun makin… makin… setelah sudah… maka
biarpun begitu malah sungguhpun begitu
bilamana malahan sungguhpun demikian
bukan ... melainkan ... mana pula supaya
bukan hanya ... melainkan ... manakala syahdan
boro-boro (nonbaku) manalagi tambahan lagi
dalam pada itu melainkan tambahan pula
dan mengenai tapi (nonbaku)
dan lagi mentang-mentang tatkala
daripada meski tempat
demi meskipun tengah
di mana meskipun begitu teringatnya
di mana … di situ ... meskipun demikian tetapi
di samping misalnya tiap kali
di samping itu namun umpamanya
entah…entah… nan waktu
gara-gara (nonbaku) oleh karena walapun demikian
hanya oleh karena itu walau
hatta omong-omong (nonbaku) walaupun
hingga padahal ya… ya ...
hubaya-hubaya sambil yaitu
itu pun sampai yakni
jangan-jangan sampai-sampai yang

150 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

J. DAFTAR PREPOSISI

akan melalui sepanjang


akibat mengenai sesuai dengan
antar mengingat tanpa
antara mengingat akan tentang
antara… dan … menimbang terhadap
bagai menjelang tinimbang (nonbaku)
bagaikan menuju untuk
bagi menuju ke waktu
bak menurut
berbeda dengan menyangkut
berhadapan oleh
berhadapan dengan oleh karena
berhubung oleh sebab
berhubungan dengan pada
berkat pasal
berkenaan dengan per
berlainan dengan peri
berlawanan dengan perihal
bersamaan dengan perkara
bersangkutan dengan sama (nonbaku)
bertentangan dengan sampai
bertolak dari sampai dengan
buat sebagai
dalam sebagaimana
dari secara
dari antara sedari
daripada seingat
dari … ke seiring
dari…sampai … sejajar
dari … hingga … sejak
demi sejak dari
dengan sejak … hingga …
di sejak … sampai …
guna sejalan
hingga sekeliling
karena sekitar
ke selain
kecuali selain dari
kepada selain daripada
ketimbang (nonbaku) selama
kurang selaras
laksana semacam
lantaran semenjak
lewat seperti

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 151


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

K. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed.
ke-2. Jakarta: Balai Pustaka.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.
Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka
Jaya.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende–Flores:
Penerbit Nusa Indah.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdiknas. 1999. Pedoman Ejaan yang
Disempurnakan. Jakarta: Penerbit Balai Pustaka.
Sakri, Adjat. 1995. Bangun Kalimat Bahasa Indonesia. (Ed. ke-2) Bandung: Penerbit ITB
Bandung.
Soedjito. 1986. Kalimat Efektif. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya.
Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Sugono, Dendy. 1997. Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: Puspa Swara.
Widiastuti, Udiati. 1995. Panduan Pustaka: Kalimat Efektif Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.

152 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

LAMPIRAN C: CARA MENGACU


Dalam kegiatan penulisan ilmiah, tidak seorang penulis RUJUKAN

pun berhak menambahkan pendapatnya pada apa yang bentuk tertulis


ditulisnya, apalagi menyatakan bahwa pendapat tersebut pertanggungjawaban
penulis karya ilmiah
adalah pendapat pribadinya. Dalam dunia ilmiah, setiap mengenai apa yang
komentar, setiap pendapat, bahkan setiap kata harus ditulisnya.
dipertanggungjawabkan penulis. Bentuk pertanggungjawaban
tertulis yang lazim dalam kegiatan penulisan ilmiah adalah
rujukan atau acuan.
Rujukan atau acuan dapat berupa (1) daftar pustaka, (2)
RAGAM RUJUKAN
daftar acuan, (3) pengacuan di awal kalimat, (4) pengacuan di
akhir kalimat, (5) pengacuan di akhir paragraf, dan (6) catatan 1. Daftar Pustaka
kaki. Setiap macam rujukan mematuhi aturan tertentu, yang 2. Daftar Acuan
3. Pengacuan di awal
ditetapkan lembaga, media, atau bidang selingkung masing- kalimat
masing. Misalnya, aturan pengacuan yang diberlakukan untuk 4. Pengacuan di akhr
kalimat
skripsi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 5. Pengacuan di akhir
Unversitas Indonesia tidak sama dan tidak berlaku untuk paragraf
skripsi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Demikian 6. Catatan Kaki
pula, cara mengacu di majalah Sari Pediatri (Ikatan Dokter
Anak Indonesia) tidak sama dengan cara yang dianut majalah
Makara Universitas Indonesia. Majalah Makara bahkan
membedakan cara mengacu untuk majalah Makara, Sosial
Humaniora; Makara, Sains; Makara, Teknologi; Makara,
Kesehatan.

1. Daftar Pustaka
Frasa Daftar Pustaka bersinonim dengan Bibliografi dan DAFTAR PUSTAKA
Kepustakaan, yaitu “semua buku, karangan, dan tulisan
bersinonim dengan
mengenai suatu bidang ilmu, topik, gejala, atau kejadian” (KBBI Bibliografi dan
Ed. ketiga 2002: 912). Sumber yang didaftarkan mencakup Kepustakaan,
sumber-sumber yang diacu dan yang tidak diacu. Sumber yang yaitu semua buku,
diacu adalah sumber yang digunakan penulis sebagai sumber karangan, dan tulisan
informasi untuk tulisannya. Sumber yang tidak diacu adalah mengenai suatu bidang
ilmu, topik, gejala, atau
sekalian buku dan sumber pustaka lain yang pernah dibaca kejadian (KBBI Ed. ketiga
penulis, tetapi, mungkin, tidak digunakan untuk penyusunan 2002: 912).
tulisannya. Ada arti lain yang dikandung istilah kepustakaan,
yaitu “sumber acuan” (KBBI Ed. ketiga 2002: 912), Akan
tetapi, arti tersebut lebih tepat digunakan untuk ragam
rujukan yang kedua, yaitu Daftar Acuan.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 153


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

2. Daftar Acuan
DAFTAR ACUAN
Acu berarti “menunjuk (kepada); merujuk” dan acuan
berarti “rujukan; referensi” (KBBI Ed. ketiga 2002: 4–5). bersinonim dengan
Daftar Rujukan dan
Dengan demikian, arti kedua kepustakaan, yaitu “daftar kitab Daftar Referensi,
yang dipakai sebagai sumber acuan untuk mengarang dan
yaitu daftar kitab yang
sebagainya” (KBBI Ed. ketiga 2002: 912) sangat tepat dipakai sebagai sumber
menggambarkan pengertian yang dikandung Daftar Acuan, acuan untuk mengarang
yang bersinonim dengan Daftar Rujukan dan Daftar Referensi. dan sebagainya
(KBBI Ed. ketiga 2002:
Dengan kata lain, dalam Daftar Acuan hanya didaftarkan 912)
sumber-sumber pustaka yang memang dan benar diacu
penulis untuk menyusun tulisannya. Daftar Acuan memuat
sekalian pustaka yang menjadi sumber sintesis kerangka
pemikiran penulis serta melandasi alasan pemilihan topik,
metode penelitian, dan proses analisisnya.

Baik Daftar Pustaka, maupun Daftar Acuan memiliki


beragam sistem penyusunan. Dalam Modul 4 Daftar Pustaka,
telah diuraikan beberapa sistem yang ada serta contoh
masing-masing.

3. Pengacuan di awal kalimat

Kolom terakhir Tabel Ragam Rujukan (halaman 11)


mencantumkan contoh cara mengacu di awal kalimat pada butir (a).

4. Pengacuan di akhir kalimat

Kolom terakhir Tabel Ragam Rujukan (halaman 161)


mencantumkan contoh cara mengacu di akhir kalimat pada
butir (b).

5. Pengacuan di akhir paragraf

Cara menuliskan pengacuan di akhir paragraf sama


dengan di akhir kalimat. Jika sumber yang diacu—baik di awal
atau akhir kalimat maupun akhir paragraf—lebih dari satu,
urutan pencantumannya diawali sumber yang tahun
penerbitannya tertua ke tahun yang paling muda. Dengan kata
lain, urutannya tidak berdasarkan abjad penulis sumber yang
diacu. Misalnya, urutan pencantuman bukan Abubakar 1995;
Darwis 1985; Mintuno 2001, melainkan Darwis 1985;
Abubakar 1995; Mintuno 2001.

154 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

6. Catatan Kaki
CATATAN KAKI
Catatan kaki adalah “keterangan yang dicantumkan pada
margin bawah pada halaman buku (biasanya dicetak dengan keterangan yang
dicantumkan pada margin
huruf yang lebih kecil daripada huruf di teks guna bawah pada halaman buku
menambahkan rujukan uraian di dalam naskah pokok)” (KBBI (biasanya dicetak dengan
Ed. ketiga 2002: 196). Jika keterangan semacam itu huruf yang lebih kecil
daripada huruf di teks guna
ditempatkan di akhir bab atau, bahkan, di akhir karangan, menambahkan rujukan
catatan itu disebut sebagai Keterangan atau Catatan Belakang. uraian di dalam naskah
pokok
(KBBI Ed. ketiga
Hubungan antara catatan kaki dan teks yang diberi 2002: 196)
penjelasan, biasanya, dinyatakan dengan nomor penunjukan
yang sama untuk teks dan catatan kakinya. Baik di dalam teks,
maupun pada catatan kakinya, nomor tersebut dicetak sebagai
superskrip, yaitu huruf yang berukuran lebih kecil daripada
teks dan berada sekitar setengah spasi lebih tinggi daripada
teks. Dengan peranti lunak MS-Word, misalnya, pembuatan
catatan kaki dapat dilakukan secara otomatis1. Pilihan untuk
menandai hubungan juga tersedia beragam, misalnya dapat
berupa nomor urut angka arab (1,2,3…), angka romawi kecil (i,
ii, iii, …), huruf kecil (a, b, c, …), tanda asterisk (*), atau tanda
salib (†).

Unsur-unsur catatan kaki

Unsur-unsur catatan kaki, umumnya, sama dengan data


pustaka suatu Daftar Acuan, yaitu (1) penulis, (2) judul, (3)
data pustaka berupa tempat dan tahun penerbitan, serta (4)
jilid dan nomor halaman.

Saat pertama kali merujuk suatu sumber, nama penulis


sumber tidak dibalik dan data pustaka dituliskan lengkap.

Contoh: 1Joseph Gibaldi, MLA Handbook for Writers of Research


Papers. 5th ed. (New York: MLA, 1999), hlm. 35.

a. Nama penulis sumber ditulis lengkap, tidak dibalik


karena referensi pertama;

1
Ini contoh pembuatan catatan kaki secara otomatis yang menggunakan nomor urut.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 155


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

b. Antara nama penulis sumber dan judul buku


digunakan tanda koma, bukan titik. Sebaliknya, antara
judul buku dan data pustaka tidak ada titik ataupun
koma (pada contoh, tanda titik digunakan karena
menandai singkatan kata edition);

c. Tempat, penerbit, dan tahun penerbitan sumber


pustaka diapit tanda kurung. Nama tempat dibubuhi
tanda titik dua, kemudian diikuti nama penerbit yang
diakhiri tanda koma, dan diikuti angka tahun
penerbitan.

Jika catatan kaki yang berikut menunjuk kepada karya


yang telah dirujuk dalam catatan nomor sebelumnya,
digunakan singkatan ibid. (= ibidem), yang berarti di tempat
yang sama. Jika halaman yang dirujuk berbeda, sesudah
singkatan ibid. dicantumkan pula nomor halamannya. Jika
nomor halamannya sama, cukup ibid.

Contoh: 2Ibid. hlm. 40.

Jika catatan kaki menunjuk kembali kepada sumber yang telah SINGKATAN
disebut lebih dahulu, tetapi sudah diselingi sumber lain, digunakan
ibid. = ibidem (di tempat
singkatan op. cit. atau loc. cit., tergantung pada jenis sumber yang yang sama)
diacu. loc. cit. = loco citato
(bagian
karangan yang
Singkatan op.cit. (= opere citato), yang berarti karya yang dikutip)
telah dikutip, digunakan jika catatan itu menunjuk kembali op. cit. = opere citato
kepada sumber buku yang telah disebut lebih dahulu, tetapi (karya yang
telah dikutip)
sudah diselingi sumber lain.

Contoh: 6Gibaldi op. cit. hlm. 45.

Singkatan loc. cit. (= loco citato), yang berarti bagian


(suatu) karangan yang dikutip, digunakan jika catatan kaki
menunjuk kepada sebuah artikel dalam buku himpunan
karangan, majalah, harian, atau ensiklopedia yang telah
disebut sebelumnya, tetapi diselingi oleh catatan bersumber
lain. Karena artikel merupakan bagian dari buku himpunan
karangan, majalah, harian, atau ensiklopedia, ia tidak
merupakan karya atau opus sehingga digunakan locus, yang
berarti tempat.

156 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Contoh: 8Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Brittanica


(1970), XIX, 257–260. ( Nomor jilid dinyatakan dengan
angka romawi.)
9Keraf, Komposisi, hlm. 125.
10Bolgar, loc. cit., hlm. 260.

Jika ada lebih dari satu buku ditulis orang yang sama dan
buku-buku itu dirujuk, nama penulis diikuti satu bentuk
singkat dari judul yang dimaksud agar tidak menimbulkan
keraguan.
Contoh: 3Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia,
1982), hlm. 25.
4Gorys Keraf, Komposisi. Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa
(Ende: Nusa Indah, 1994), hlm. 50.
5Keraf, Argumentasi, hlm. 60.

Nama penulis kedua, ketiga, dan seterusnya dari satu sumber


pustaka ditulis semua.

Contoh: 7SabartiAkhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan,


Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta:
Erlangga, 1988), hlm. 35.

Jika tidak ada nama penulis, catatan kaki dimulai dengan judul
buku atau judul artikel.

Contoh: 14”Vaccination,” Encyclopaedia Brittanica (4th ed.), XXII, 921–


923.

Jika karangan diambil dari suatu himpunan artikel, nama


pengarang didahulukan, sedangkan editor atau penyunting buku
himpunan mengikutinya.

Contoh: 15Harimurti Kridalaksana, “Pembentukan Istilah Ilmiah dalam


Bahasa Indonesia,” Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai
Tjermin Manusia Indonesia Baru, ed. Lukman Ali (Djakarta,
1967), hlm. 84–85.

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 157


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Contoh penerapan pengacuan dengan sistem catatan kaki.

1Joseph Gibaldi, MLA Handbook for Writers of Research Papers. 5th ed.
(New York: MLA, 1999), hlm. 35.
2Ibid. hlm. 40.

3Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm.


25.

4Gorys Keraf, Komposisi. Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa (Ende:


Nusa Indah, 1994), hlm. 50.

5Keraf, Argumentasi, hlm. 60.

6Gibaldi op. cit. hlm. 45.

7Sabarti
Akhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan, Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia (Jakarta: Erlangga, 1988), hlm.
35.

8Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Brittanica (1970), XIX,


257–260.
9Keraf, Komposisi, hlm. 125.
10Bolgar, loc. cit., hlm. 260.
11Akhadiah et al., op. cit., hlm. 65.
12Ibid. hlm. 40.
13H. Soebadio, “Penggunaan Sansekerta dalam Pembentukan Istilah

Baru,” Madjalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, I(April, 1963), hlm. 47–58.

14”Vaccination,”Encyclopaedia Brittanica (4th ed.), XXII, 921–923.


15Harimurti Kridalaksana, “Pembentukan Istilah Ilmiah dalam Bahasa

Indonesia,” Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Tjermin Manusia


Indonesia Baru, ed. Lukman Ali (Djakarta, 1967), hlm. 84–85

158 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 159


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

160 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 161


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

162 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 163


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

LAMPIRAN D: CONTOH PETUNJUK UNTUK PENULIS


MAJALAH MAKARA

164 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 165


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

166 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 167


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

168 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 169


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

170 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 171


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

172 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 173


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

174 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 175


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

176 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

LAMPIRAN E: TANDA-TANDA KOREKSI


= Tanda-tanda yang menunjuk pada unsur-unsur yang harus diperbaiki.
Biasanya, jika terdapat banyak kesalahan pada baris yang sama, atau pada
halaman tertentu. Di pias (margin) kertas, tanda tersebut dilengkapi perbaikan
yang dimaksud.
= Tanda pembalikan urutan huruf atau kata. Urutan huruf yang salah
sering kali didapati pada naskah.
= Tanda pemisahan atau penambahan jarak antarhuruf atau antarkata.
= Tanda penyambungan atau pengrapatan jarak antarhuruf atau antarkata.
= Tanda penyisipan huruf atau kata.
= Tanda penggabungan larik atau baris.
= Tanda pengrapatan jarak antarhuruf sebuah kata.
= Tanda pemberian jarak antarhuruf sebuah kata.

Contoh:

Teks setelah dikoreksi:


Huru-hara di dunia mahasiswa Perancis didahului gejala serupa itu di Jerman
dan Polandia. Semua itu menunjukkan suatu pola umum dalam gejolak remaja di dunia.
Dalam hubungan ini, patut diingat peranan aksi-aksi mahasiswa bulan Februari-Maret
1966 dan seterusnya. Ragi apakah yang memicu gerakan itu?

Sumber: Keraf, G. 1989. Komposisi. Sebuah pengantar kemahiran bahasa. Nusa Indah, Ende: 258–259. (cf.
Rifai, M.A. 1995. Pegangan gaya penulisan, penyuntingan, dan penerbitan karya ilmiah Indonesia. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta: 112.)

PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA 177


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

CARA CEPAT MENGOREKSI NASKAH

Tulisan di bawah ini merupakan bagian dari Latar Belakang sebuah buram Usulan
Penelitian. Kesatuan dan kepaduan paragraf tidak efektif

Sumber: Keraf, G. 1989. Komposisi. Sebuah pengantar kemahiran bahasa. Nusa Indah, Ende: 258–259. (cf.
Rifai, M.A. 1995. Pegangan gaya penulisan, penyuntingan, dan penerbitan karya ilmiah Indonesia. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta: 112.

178 PROGRAM DASAR PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS INDONESIA


BAHASA INDONESIA, Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah

Anda mungkin juga menyukai