Anda di halaman 1dari 8

RESUME BAHASA INDONESIA

A. Pertemuan 1 BAHASA DAN LOGIKA


Makna bahasa memiliki hubungan yang erat dengan keberterimaan dalam
masyarakat (logis).

• ejaan
(STRUKTUR) • kata/diksi
KAIDAH/ATURAN • kalimat
• paragraf

• sesuai dengan kebiasaan


MAKNA • masuk akal
LOGIS • tidak ambigu

B. Pertemuan 2 HAKIKAT BAHASA


Secara sederhana, bahasa diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan manusia
(baik berupa suara, simbol, lambang, tanda, maupun gestur) yang menghasilkan sebuah
maksud/makna/informasi.

Ciri-ciri Bahasa :

1) bahasa merupakan sebuah sistem lambang/simbol atau berupa bunyi yang sifatnya
arbitrer (manasuka)
2) karena bahasa itu sifatnya arbitrer, bahasa juga bersifat konvensional
3) akibat dari arbitrer dan konvensional, bahasa juga bersifat produktif
(berkembang/bertambah) dari masa ke masa
4) walaupun bahasa selalu berkembang (produktif), bahasa juga mengalami sifat
dinamis
5) karena sifat arbitrer, produktif, dan dinamis, bahasa juga bersifat beragam
6) walaupun bersifat manasuka, bahasa tetap harus beraturan (bersistem/berkaidah)
Fungsi Bahasa :

1) Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri


2) Bahasa sebagai Alat Komunikasi
3) Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
4) Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial

Ketabuan berbahasa

Ketabuan berbahasa adalah sebuah perilaku penutur dalam penggunaan bahasa yang tidak
sesuai dengan ragam atau fungsi bahasa tersebut. Oleh karena itu, penutur bahasa haruslah selalu
menggunakan bahasa yang sesuai dengan ragam dan fungsinya.

Dampak ketabuan berbahasa :

1) ketidakwajaran/keanehan,
2) kesalahpahaman,
3) ketidaksopanan
TUGAS PERTEMUAN 2.1

1. Jelaskan fungsi Bahasa nasional


Jawab:
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional bahasa berfungsi sebagai lambang kebanggaan
kebangsaan, indentitas nasional, alat perhubungan antarwarga, antardaerah dan
antarbudaya, dan alat pemrsatu suku, budaya dan bahasa di Nusantara.
2. Jelaskan fungsi Bahasa negara
Jawab:
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa
resmi kenegaraan, bahasa pengantar pendidikan, alat perhubungan tingkat nasional dan alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, serta teknologi
3. Jelaskan fungsi Bahasa baku
Jawab:
Fungsi bahasa baku menurut Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (TBBBI) ada empat, yaitu
pemersatu, pemberi kekhasan, pembawa kewibawaan, dan sebagai kerangka acuan. Fungsi
bahasa baku yang pertama adalah pemersatu bangsa

TUGAS PERTEMUAN 2.2

1) Bagaimana Bahasa dapat disebut dengan Bahasa yang baik?


Jawab:
Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa
harus dapat efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras bahasa
yang dipilih pun harus sesuai.
Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat
keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.

• Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit
memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan
upacara pernikahan.
• Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato,
rapat resmi, dan jurnal ilmiah.
• Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat
pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan
di pasar.
• Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan
oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
• Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang
sangat akrab
2) Bagaimana Bahasa dapat disebut dengan Bahasa yang benar?
Jawab:
Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk
bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah sebagai
berikut.

• Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat
yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
• Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang
dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
• Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa
Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti
aturan ini.
• Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal
baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah
lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya:
/atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
• Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan
bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan
komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar
atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.

C. Pertemuan 3 EJAAN
Secara umum, ejaan diartikan kaidah tulis-menulis yang mengatur pelambangan
bunyi bahasa, termasuk penggunaan tanda baca, pemisahan dan penggabungan bunyi,
yang didasarkan pada bunyi ujar suatu bahasa. Secara khusus, ejaan diartikan sebagai
perlambangan bunyi-bunyi bahasa dengan huruf, baik berupa huruf demi huruf maupun
huruf yang telah disusun menjadi kata, kelompok kata, atau kalimat. Pelambangan
bunyi bahasa berarti penggambaran bunyi bahasa (lisan) ke dalam bahasa tulis. Apa pun
yang dituliskan semuanya bersumber dari bahasa lisan (walaupun hanya terdapat dalam
pikiran). Jadi, apa pun yang dituliskan (dilambangkan) harus sesuai dengan apa yang
dibunyikan (lisan).
1. Pemakaian Huruf
Berdasarkan pemakaian/penulisannya, huruf terbagi tiga, yaitu huruf kapital,
huruf miring, dan huruf tebal. Huruf kapital (sering disebut juga huruf besar)
memiliki beberapa perbedaan dengan huruf kecil.
2. Penulisan Kata
Penulisan kata merupakan pedoman atau kaidah dalam menuliskan kata-kata
berdasarkan jenisnya sehingga dapat dikenali perbedaannya dalam setiap jenis kata.
Dalam pedoman penulisan kata, diatur tata cara penulisan setiap kata agar para
penulis tidak keliru menuliskannya. Kekeliruan penulisan kata dikhawatirkan dapat
mengakibatkan kekeliruan penafsiran makna (walaupun hanya sedikit kasus yang
terjadi). Dengan kata lain, penulisan kata berfungsi membedakan sesama jenis kata
yang disebutkan di dalam pedoman atau kaidah.
(hanya resume singkat, lengkapnya saya mengambil pedoman di “PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 50
TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA”)

D. Pertemuan 4 PENGGUNAAN TANDA BACA


Tanda baca merupakan simbol yang menggambarkan unsur suprasegmental
dalam bahasa lisan. Tinggi-rendahnya suara, cepat-lambatnya suara, intonasi final,
dan lainnya tergambar dalam simbol-simbol pada tanda baca. Makanya, dalam
penulisan haruslah dipahami simbol-simbol apa yang digunakan untuk
menggambarkan unsur suprasegmental dari bahasa lisan. Kesalahan penggunaan
simbol kemungkinan besar akan menyebabkan terjadinya kesalahan pemahaman
maksud sebuah tulisan. Apalagi, jika dalam sebuah tulisan tidak digunakan simbol
yang menggambarkan unsur suprasegmental, akan terjadi makna ganda/multitafsir.
Seorang penulis juga tidak boleh membuat simbol-simbol baru karena simbol yang
sudah ada merupakan simbol yang sudah disepakati (konvensional) oleh masyarakat
luas. Simbol baru akan membingungkan para pembaca. Dengan kata lain, tanda baca
merupakan penggambaran maksud yang hendak disampaikan penulis kepada
pembaca. Penulis tidak perlu lagi menuliskan maksudnya, cukup menggambarkannya
dengan simbol-simbol dalam tanda baca. Satu simbol dalam tanda baca dapat
menggambarkan satu maksud, dapat dua, bahkan ada yang menggambarkan
beberapa maksud.

E. Pertemuan 5 DIKSI
Diksi (pilihan kata) adalah hasil dari memilih satu kata dari beberapa kata yang
sama, hampir sama, bahkan baku dan tidak baku untuk dipakai dalam menyampaikan
suatu maksud dengan harapan maksud tersebut dapat dipahami, baik dalam kalimat,
alinea, maupun wacana. Sebuah kalimat tidak dapat disalahkan jika di dalam kalimat
tersebut tidak tergambar maksud penulisnya karena apa yang tertulis, maksud dari
kalimat itulah yang dipahami oleh pembaca. Namun, salahkanlah penulisnya yang
tidak mampu memilih kata-kata yang mampu menggambarkan maksud si penulis
Akibat ketidaktepatan menentukan pilihan kata (diksi), sebuah kalimat dapat menjadi
(a) tidak tepat maksudnya (bahkan, rancu),
(b) tidak sesuai dengan kaidah, dan
(c) tidak baku.
• Ketepatan
Ketepatan adalah hal yang menyangkut makna, logika, dan kesamaan maksud.
, “ 3 , 2
.” .
mampu mewakili gagasan secara tepat dan dapat menimbulkan gagasan yang sama
pada pikiran pembaca atau pendengarnya. Tercapainya ketepatan diksi ditentukan
oleh kemampuan pemakai bahasa dalam memahami perbedaan kata-kata yang
bermakna denotatif dan konotatif dan kata-kata yang bersinonim
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan agar kalimat yang dituliskan benar-
benar menggunakan diksi yang tepat. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Bedakan antara kata denotasi dan kata konotasi
2) Bedakan kata-kata yang hampir bersinonim
3) Bedakan kata-kata yang hampir mirip dalam ejaannya
4) Pahami dengan tepat makna kata-kata benda abstrak
5) Bedakan antara kata-kata yang umum dan kata-kata yang khusus
6) Pilih kata-kata yang mengungkapkan pengertian yang tepat
• Kesesuaian
Kesesuaian/keserasian adalah kecocokan dengan konteks/norma sosial; apakah
kata-kata yang dipilih atau dipakai dapat diterima oleh masyarakat, pendengar,
atau pembaca. Keserasian dalam pemilihan kata
berhubungan dengan kemampuan menggunakan kata-kata yang sesuai dengan
konteks pemakaiannya. Kriteria keserasian berhubungan dengan faktor
kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan berkaitan dengan
(a) hubungan makna antara kata yang satu dan kata yang lainnya;
(b) kelaziman penggunaan kata-kata tertentu
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam memilih kata sehingga
diksi tersebut memenuhi
syarat kesesuaian. Berikut ini beberapa syarat yang harus diperhatikan.
1) Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang dikenal oleh pemakai
bahasa Indonesia karena kata tersebut biasa dipakai dalam komunikasi.
Apabila digunakan istilah tertentu, istilah tersebut hendaknya merupakan
istilah yang standar dalam bidang ilmu yang bersangkutan.
2) Gunakan kata yang bersifat netral.
Kata yang bersifat netral adalah kata yang tidak merendahkan orang lain,
yang enak didengar (ameliorasi).
3) Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri.
Kata yang diciptakan sendiri tentunya belum banyak dikenal oleh orang lain
sehingga dapat membingungkan para pembaca. Kemudian, kata-kata
seperti ini juga tentunya belumlah baku.
4) Hindari kata atau istilah bahasa asing, kecuali unsur serapan
Penggunaan bahasa asing tidaklah seharusnya digunakan dalam penulisan
jika istilah tersebut terdapat dalam bahasa Indonesia. Penggunaan istilah
asing dapat membuat para pembaca (yang tidak mengerti istilah asing) sulit
memahami sebuah tulisan.
5) Gunakan kata atau istilah dalam bidang ilmu dalam konteks bidang ilmu
tersebut
Penggunaan istilah di bidang tertentu dapat membuat kekhasan tulisan
tersebut. Pembaca dapat langsung menebak isi keilmuan dalam tulisan
tersebut dengan membaca istilah-istilah dalam bidang ilmu yang digunakan
6) Arti kata atau istilah dari bahasa asing yang diterjemahkan harus konsisten.
7) Gunakan pengganti kata atau istilah asing pada kata bahasa Indonesia yang
belum umum, tetapi penyertaan kata atau istilah asing itu dalam kurung
dan cukup sekali saja
• Kecermatan
Kecermatan dalam pemilihan kata berhubungan dengan kemampuan memilih kata
yang sesuai dengan kaidah penulisan dalam bahasa Indonesia.
Berikut ini adalah berbagai macam kaidah penulisan kata yang harus dipahami
oleh penulis. Kaidahkaidah tersebut adalah sebagai berikut.
1) Gunakan kata-kata yang baku.
Kata baku adalah kata yang dikodifikasikan, diterima oleh sebagian besar
masyarakat pemakai bahasa, dan digunakan dalam situasi-situasi resmi.
Untuk mengetahui baku atau tidak baku sebuah kata, penulis dapat melihat
kamus, seperti kamus yang dikeluarkan oleh Pusat Bahasa, Jakarta.
2) Gunakan kata hubung yang berpasangan secara tepat (konjungsi korelatif)
3) Gunakan ungkapan idiomatik yang tepat
4) Gunakan kata yang hemat.
5) Gunakan kata yang sesuai dengan kaidah bahasa.
6) Gunakan Pembentukan Kata yang Tepat
F. Pertemuan 6 (rumus kalimat)

1. Subjek-Predikat
Pola ini terhitung pola kalimat yang paling dasar dan sederhana. Sebab, pola
ini hanya berupa subjek (S) dan predikat (P) saja. Adapun beberapa contoh kalimat
yang menggunakan pola ini adalah sebagai berikut.
• Ayah Bekerja. (S= Ayah, P= bekerja)
• Petani bercocok tanam. (S= Petani, P= bercocok tanam )
• Ibu Guru sedang mengajar. (S= Ibu Guru (subjek berbentuk frasa nomina),P=
sedang mengajar)
2. Subjek-Predikat-Objek
Pola yang terdiri dari subjek (S), predikat (P), dan objek (O) ini biasanya dipakai
pada contoh kalimat deklaratif aktif transitif dan kalimat aktif transitif. Adapun
bebrapa contoh kalimat dengan pola ini adalah sebagai berikut:
• Ibu menanak nasi. (S= Ibu, P= menanak, O= nasi)
• Adik sedang memainkan piano. (S= adik, P= sedang memainkan, O= piano)
• Anak-anak sedang mengerjakan soal-soal ujian. (S= anak-anak, P= sedang
mengerjakan, O= soal=soal ujian)
3. S-P-Pel
Pola ini terdiri atas subjek (S), predikat (P), dan pelengkap (Pel). Biasanya, pola
ini digunakan dalam contoh kalimat deklaratif aktif intransitif, contoh kalimat
deklaratif semitransitif, kalimat aktif intransitif, dan contoh kalimat aktif
semitransitif.
4. S-P-K
Merupakan pola yang terdiri atas subjek (S), predikat (P), dan Keterangan (K).
Pola ini biasanya dapat dijumpai pada kalimat deklaratif aktiif intransitif dan
kalimat aktif intransitif.
• Anak-anak bermain di lapangan. (S= anak-anak, P= bermain, K= di lapangan)
• Burung-burung bersahutan di pagi hari. (S= burung-burung, P= bersahutan, K=
di pagi hari)
• Paman sedang bercukur dengan menggunakan pisau cukur. (S= Paman, P=
sedang bercukur, K= dengan menggunakan pisau cukur)
5. S-P-O-K
Pola ini merupakan pola yang paling umum dan paling dikenal di masyarakat.
Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa pola ini terdiri atas subjek (S), predikat
(P), objek (O), dan keterangan (K). Adapun contohnya adalah sebagai berikut:

• Ibu membeli sayur-sayuran di pasar tradisional. (S= Ibu, P= membeli, O= sayur-


sayuran, K= di pasar tradisional)
• Dimas mengerjakan tugas sekolah dengan sungguh-sungguh. (S= Dimas, P=
mengerjakan, O= tugas, K= dengan sungguh-sungguh)
• Para petani menanam padi di pagi hari. (S= para petani, P= menanam, O= padi,
K= di pagi hari)
6. S-P-O-Pel
Pola ini terdiri atas subjek (S), predikat (P), objek (O), dan pelengkap (Pel).
Adapun contohnya adalah sebagai berikut:
• Ibu membelikan adik pakaian baru. (S= Ibu, P= membelikan, O= adik, Pel=
pakaian baru)
• Adik membelikan kucingnya makanan kucing. (S= Adik, P= membelikan, O=
kucingnya, Pel= makanan kucing)
7. S-P-Pel-K
Adalah pola yang terdiri atas subjek (S), predikat (P), pelengkap (Pel), dan
keterangan (K).
8. S-P-O-Pel-K
Merupakan pola kalimat yang paling kompleks dan lengkap karena semua
unsur kalimat terkandung di dalamnya. Contoh:
• Ibu membelikan adik sepatu baru pada hari Minggu kemarin. (S= Ibu, P=
membelikan, O= adik, Pel= sepatu baru, K= pada hari Minggu kemarin)
• Adik membelikan kucingnya makanan kucing dengan uang sakunya
sendiri. (S= adik, P= membelikan, O= kucingnya, Pel= makanan kucing, K=
dengan uang sakunya sendiri)

Anda mungkin juga menyukai