Anda di halaman 1dari 15

MODUL 1: LARAS ILMIAH DAN RAGAM BAHASA

_________________________________________________________________________

1. PENDAHULUAN
Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk
dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya. Jadi,
laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi

LARAS BAHASA
adalah
kesesuaian antara bahasa
dan
fungsi pemakaiannya.

pemakaiannya. Dalam hal itu, kita mengenal berbagai laras,


seperti laras iklan, laras lagu, laras ilmiah, laras ilmiah populer,
laras feature, laras komik, laras sastra. Setiap laras masih dapat
dibagi lagi atas sublaras, misalnya laras sastra dapat dibagi lagi
atas laras cerpen, laras puisi, laras novel, dan sebagainya.
Setiap laras memiliki format dan gaya tersendiri. Setiap laras
dapat disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk
formal, semiformal, atau nonformal. Oleh karena itu, dalam
menulis, kita harus menguasai berbagai laras yang berbeda itu
agar dapat memilih laras yang tepat untuk khalayak sasaran.
Laras bahasa yang menjadi perhatian kita dalam kelas ini adalah
laras ilmiah.

2. LARAS ILMIAH
Karya tulis ilmiah bukan sepenuhnya karya ekspresi diri. Sebuah
karya tulis fiksi, atau sering disebut karya sastra, merupakan
ekspresi diri penulisnya yang dihasilkan dari imajinasi penulis.

KARYA TULIS
ILMIAH
bukan
karya ekspresi diri.

Hasil karya penulis merupakan hasil rekaannya sendiri


berdasarkan realitas di sekelilingnya. Oleh karena itu, hasil
karyanya disebut karangan dan penciptanya disebut pengarang
(Soeseno, 1993: 1).
Sebaliknya, sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian
fakta yang berupa hasil pemikiran, gagasan, peristiwa, gejala,

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

KARYA TULIS
ILMIAH
merupakan
hasil rangkaian fakta
yang berupa hasil
pemikiran, gagasan,
peristiwa, gejala, dan 1
pendapat.

dan pendapat. Jadi, seorang penulis karya ilmiah menyusun


kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan yang
utuh. Oleh sebab itu, penulis karya ilmiah tidak disebut
pengarang melainkan disebut penulis (Soeseno, 1993: 1).
Laras ilmiah memiliki tujuan dan khalayak sasaran yang jelas.
Meskipun demikian, dalam laras ilmiah, aspek komunikasi tetap
memegang

peranan

utama.

Oleh

karenanya,

berbagai

kemungkinan untuk penyampaian yang komunikatif tetap harus


diperhatikan. Penulisan laras ilmiah tidak hanya untuk
mengekspresikan pikiran, tetapi untuk menyampaikan hasil
penelitian. Kita harus dapat meyakinkan pembaca akan
kebenaran hasil yang kita temukan di lapangan. Dapat pula, kita
menumbangkan sebuah teori berdasarkan hasil penelitian kita.
Jadi, sebuah karya tulis ilmiah tetap harus dapat secara jelas
menyampaikan pesan kepada pembacanya.
Persyaratan lain bagi sebuah tulisan untuk dikategorikan
sebagai karya ilmiah adalah sebagai berikut (Brotowidjojo,
2002).
A. Karya ilmiah menyajikan fakta objektif secara sistematis
atau menyajikan aplikasi hukum alam pada situasi spesifik.
B. Karya ilmiah ditulis secara cermat, tepat, benar, jujur, dan
tidak bersifat terkaan. Dalam pengertian jujur terkandung
sikap etik penulisan ilmiah, yakni pencantuman rujukan dan
kutipan yang jelas.
C. Karya ilmiah harus disusun secara sistematis, setiap
langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan
prosedural.
D. Karya ilmiah menyajikan rangkaian sebab-akibat dengan
pemahaman dan alasan yang indusif yang mendorong
pembaca untuk menarik kesimpulan.
E.

Karya ilmiah mengandung pandangan yang disertai


dukungan dan pembuktian berdasarkan suatu hipotesis.

F.

Karya ilmiah ditulis secara tulus. Hal itu berarti bahwa


karya ilmiah hanya mengandung kebenaran faktual

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

PERSYARATAN
KARYA TULIS ILMIAH
A. Menyajikan fakta objektif
secara sistematis atau
menyajikan aplikasi
hukum alam pada situasi
spesifik.
B. Ditulis secara cermat,
tepat, benar, jujur, dan
tidak bersifat terkaan..
C. Harus disusun secara
sistematis.
D. Menyajikan rangkaian
sebab-akibat yang
mendorong pembaca untuk
menarik kesimpulan.
E. Mengandung pandangan
yang disertai dukungan
dan pembuktian
berdasarkan suatu
hipotesis.
F. Ditulis secara tulus.
G. Pada dasarnya bersifat
ekspositoris.

sehingga tidak akan memancing pertanyaan yang bernada


keraguan. Penulis karya ilmiah tidak boleh memanipulasi
fakta, serta tidak bersifat ambisius dan berprasangka.
Penyajiannya tidak boleh bersifat emotif.
G. Karya ilmiah pada dasarnya bersifat ekspositoris. Jika pada
akhirnya timbul kesan argumentatif dan persuasif, hal itu
ditimbulkan oleh penyusunan kerangka karangan yang
cermat. Dengan demikian, fakta dan hukum alam yang
diterapkan pada situasi spesifik itu dibiarkan berbicara
sendiri. Pembaca dibiarkan mengambil kesimpulan sendiri
berupa pembenaran dan keyakinan akan kebenaran karya
ilmiah tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dari segi bahasa, dapat dikatakan
bahwa karya tulis ilmiah memiliki tiga ciri, yaitu
(1) harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau
mendua makna;
(2) harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat,
dan pengertian yang digunakan, agar tidak menimbulkan
kerancuan atau keraguan; dan

CIRI BAHASA
KARYA TULIS ILMIAH
1. Harus tepat dan
tunggal makna, tidak
remang nalar atau
mendua makna.
2. Harus secara tepat
mendefinisikan setiap
istilah, sifat, dan
pengertian yang
digunakan, agar tidak
menimbulkan
kerancuan atau
keraguan.
3. Harus singkat,
berlandaskan ekonomi
bahasa.

(3) harus singkat, berlandaskan ekonomi bahasa.

3. RAGAM BAHASA DALAM LARAS ILMIAH


Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terjadi karena
pemakaian bahasa. Ragam bahasa terbagi atas dua kelompok,
yaitu ragam bahasa berdasarkan media pengantarnya dan ragam
bahasa berdasarkan situasi pemakaiannya.

RAGAM BAHASA
adalah
variasi bahasa yang
terjadi karena pemakaian
bahasa.

A. Ragam Bahasa berdasarkan Media Pengantarnya


Penggunaan bahasa berdasarkan media pengantarnya atau
sarananya terbagi atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam
lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita
dapat menemukan ragam lisan yang formal dan ragam lisan
yang nonformal.

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak.


Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang formal maupun
nonformal. Ada pula ragam tulis dan lisan yang semiformal.
Artinya, tidak terlalu formal, namun tidak pula terlalu
nonformal. Laras ilmiah dapat ditemukan dalam ragam tulis

RAGAM BAHASA
dilihat dari
(1) media pengantarnya:
tulis, lisan;
(2) situasi pemakaiannya:
formal, semiformal,
dan nonformal.

maupun ragam lisan.


B.

Ragam Bahasa berdasarkan Situasi Pemakaiannya

Dalam uraian di atas, disebutkan ragam lain, yakni ragam


formal, ragam nonformal, dan ragam semiformal. Ragam
tersebut merupakan pengelompokan bahasa dari sudut situasi
pemakaian. Bahasa ragam formal memiliki sifat kemantapan
berupa kaidah dan aturan tetap. Akan tetapi, kemantapan itu
tidak bersifat kaku. Ragam formal tetap luwes sehingga
memungkinkan perubahan di bidang kosakata, peristilahan,
serta mengizinkan perkembangan berbagai jenis laras yang
diperlukan dalam kehidupan modern (Alwi dkk., 1998: 14).
Pembedaan antara ragam formal, nonformal, dan semiformal
dilakukan berdasarkan hal berikut ini.
A.
B.
C.
D.
E.

Topik yang sedang dibahas


Hubungan antarpembicara
Medium yang digunakan
Lingkungan
Situasi saat pembicaraan terjadi

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

KRITERIA
PEMBEDA RAGAM
BAHASA
A. Topik yang sedang
dibahas;
B. Hubungan
antarpembicara;
C. Medium yang
digunakan;
D. Lingkungan; atau
E. Situasi saat
pembicaraan terjadi

Ada lima ciri yang dapat dengan mudah digunakan untuk


membedakan ragam formal dari ragam nonformal. Setiap ciri
adalah sebagai berikut.
A.
B.
C.
D.

Penggunaan kata sapaan dan kata ganti


Penggunaan kata tertentu
Penggunaan imbuhan
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan
(preposisi)
E. Penggunaan fungsi yang lengkap

CIRI PEMBEDA
RAGAM BAHASA
A. Penggunaan kata sapaan
dan kata ganti
B. Penggunaan kata tertentu
C. Penggunaan imbuhan
D. Penggunaan kata
sambung (konjungsi) dan
kata depan (preposisi)
E. Penggunaan fungsi yang
lengkap.

Penggunaan kata sapaan dan kata ganti merupakan ciri


pembeda ragam formal dari ragam nonformal yang sangat
menonjol. Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung
menyapa dengan menggunakan kata Bapak, Ibu, Saudara,

PENGGUNAAN KATA
SAPAAN DAN KATA GANTI

Anda, atau kita akan menyertakan penyebutan jabatan, gelar,


atau pangkat. Sementara, untuk menyapa teman atau rekan
sejawat, kita cukup menyebut namanya atau kita menggunakan
bahasa daerah. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam formal
kita akan menggunakan kata saya, sedangkan aku digunakan
dalam ragam semiformal. Dalam ragam nonformal, kita akan
menggunakan kata gue, ogut.
Penggunaan kata tertentu merupakan ciri lain yang sangat

PENGGUNAAN KATA
TERTENTU

menandai perbedaan ragam formal dari ragam nonformal.


Dalam ragam nonformal akan sering muncul kata nggak, bakal,
gede, udahan, kegedean, cewek, bokap, ortu. Di samping itu,
dalam ragam nonformal sering muncul bentuk penekan, seperti
sih, kok, deh, lho. Dalam ragam formal, bentuk-bentuk itu tidak
akan digunakan.

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

Penggunaan imbuhan adalah ciri lain. Dalam ragam formal

PENGGUNAAN IMBUHAN

kita harus menggunakan imbuhan secara jelas dan teliti. Hanya


pada kalimat perintah kita dapat menghilangkan imbuhan dalam
kata kerjanya (verba). Dalam ragam nonformal, imbuhan sering
kali ditanggalkan. Misalnya, pake untuk memakai, nurunin
untuk menurunkan.
Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata depan
(preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam

KATA SAMBUNG
(KONJUNGSI) DAN
KATA DEPAN (PREPOSISI)

nonformal, sering kali kata sambung dan kata depan


dihilangkan. Kadang kala, kenyataan itu mengganggu kejelasan
kalimat. Dalam laras jurnalistik kedua kelompok kata tersebut
sering dihilangkan. Hal itu menunjukkan bahwa laras jurnalistik
termasuk ragam semiformal.
Kelengkapan fungsi berkaitan dengan adanya bagian dalam
kalimat yang dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup

PENGGUNAAN FUNGSI
YANG LENGKAP

mendukung pengertian. Dalam kalimat-kalimat yang nonformal,


predikat kalimat sering dihilangkan. Sering kali pelesapan fungsi
terjadi ketika kita menjawab pertanyaan orang.
Sebenarnya, pembedaan lain yang juga muncul, tetapi tidak
disebutkan di atas adalah intonasi. Masalahnya, pembeda
intonasi hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud
dalam ragam tulis.
Setiap

laras

dapat

disampaikan

dalam

ragam

formal,

semiformal, atau nonformal. Akan tetapi, tidak demikian halnya


dengan laras ilmiah. Laras ilmiah harus selalu menggunakan
ragam formal sekalipun disampaikan secara lisan. Persyaratan
itulah yang membedakan laras ilmiah dari laras lainnya. Oleh
karena

itu,

kita

harus

mempelajari

unsur-unsur

LARAS ILMIAH
Harus selalu menggunakan
RAGAM BAHASA
FORMAL
sekalipun disampaikan
secara lisan.

yang

membedakan laras ilmiah dari laras-laras lain.

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

4. DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, Arsjad, Maidar G., dan Ridwan, Sakura H. 1989. Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Azahari, Azril. 1998. Bentuk dan Gaya Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: Penerbit
Univertas Trisakti.
Brotowidjojo, Mukayat D. 2002. Penulisan Karangan Ilmiah. (Ed. ke-2). Jakarta:
Akademika Pressindo.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991.
Prosiding Teknik Penulisan Buku Ilmiah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. EndeFlores:
Penerbit Nusa Indah.
Soeseno, Slamet. 1993. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk
Majalah. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

LATIHAN 1
Bersama-sama dalam kelas, bacalah teks di bawah ini dengan cermat. Tentukanlah
unsur-unsur yang menandai teks ini sebagai sebuah karya ilmiah.
Biota Vol. VII(2): 73-76, Juni 2002
ISSN 0853-8670

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

10

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

11

LATIHAN 2
Bersama-sama dalam kelompok, bacalah teks di bawah ini dengan cermat. Tentukanlah unsur-unsur
yang menandai teks ini sebagai sebuah karya ilmiah.

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

12

Ekologi & Biodiversitas Tropika, Vol. 1, No. 1, 2003: 5357

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

13

LATIHAN 3
A. Bacalah kutipan-kutipan berikut dengan cermat.
B. Tentukanlah ciri-ciri laras ilmiah yang terdapat dalam setiap kutipan.
C. Catatlah peristilahan yang digunakan dalam setiap bidang ilmu.
1. Sebelum krisis keuangan pada tahun 1997, memang sudah tampak kecenderungan dunia
usaha untuk lebih memperhatikan cara yang baik dalam penyelenggaraan perusahaan.
Akan tetapi, kecenderungan itu masih terbatas pada perusahaan publik dan perusahaan
yang berniat go public. Kecenderungan tersebut diperkuat oleh Undang-Undang
Perseroan Terbatas yang mulai berlaku pada tahun 1996 serta Undang-Undang Pasar
Modal dan Kodifikasi Aturan-Aturan Bapepam. Walaupun demikian, dapat dikatakan
bahwa kebanyakan perusahaan belum tersentuh oleh ide bahwa kebehasilan suatu
perusahaan akan bergantung pada kerapian penyelengaraannya. Dalam konsep sekarang
ide itu dikenal sebagai standar good corporate governance. (Dikutip dengan suntingan
dari Jentera, Jurnal Hukum, No. 1, 2002: 57.)
2. Uang, kemudian, menjadi bagian dari sistem peradilan itu sendiri. Ruang pengadilan
kemudian hanya menjadi sebuah lantai bursa, tempat berbagai pihak dapat
menegosiasikan harga sebuah keputusan hukum. Negosiasi terjadi dari tingkat paling
rendah, seperti negosiasi antara polisi dan pelanggar lalu lintas sampai ke peradilan yang
melibatkan pejabat tinggi dan konglomerat. (Dikutip dengan suntingan dari Jentera,
Jurnal Hukum, No. 1, 2002: 74.)
3. Kualitas dan sifat pengasuhan yang diberikan oleh orang tua akan mempengaruhi
perkembangan emosi anak, seperti kerentanan mereka menghadapi frustrasi, perasaan
marah, agresivitas, anxiety, rasa putus asa, dan rasa tak berdaya dalam menghadapi
berbagai masalah (Erikson, 1950). (Berita Lembaga Penelitian UI, No. 4, Februari
1990: 29.)
4. Di dalam keluarga, fungsi ibu dan ayah agak berbeda. Seorang ibu sering disebut
sebagai the expressive-affectional leader yang tugasnya menenteramkan/ menstabilkan
dan menciptakan harmoni dalam keluarga sehingga kehidupan emosi keluarga, terutama
anak, dapat terpuaskan, sedangkan ayah adalah the instrumental leader yang diharap
akan memberikan bantuan, perlindungan dan posisi keluarga di masyarakat. Terhadap
anak, ayah mempunyai fungsi mendisiplin. Kerja sama di antara kedua orang diperlukan
bukan saja agar terdapat kesatuan pendapat, tetapi juga agar setiap orang tua dapat
menjalankan fungsi utamanya. (Berita Lembaga Penelitian UI, No. 4, Februari 1990:
29.)
5. Kopi merupakan salah satu komoditi ekspor penghasil devisa negara, memberikan
manfaat yang sangat besar artinya bagi peningkatan kesejahteraan petani kopi.
Perolehan devisa rata-rata sebesar US$537,9 juta atau 1,57% dari total ekspor nonmigas
(AEKI, 1999). Luas areal tanaman kopi di Indonesia pada tahun 1997 adalah 1.155.235
ha dan pada tahun 1998 mengalami peningkatan menjadi 1.156.538 ha. Produksi yang
dicapai pada tahun 1997 adalah 453.956 ton dan pada tahun 1998 sebesar 455.119 ton.
Kopi diperdagangkan dalam berbagai bentuk, antara lain kopi bubuk. Mutu kopi
ditentukan oleh keadaan fisik dan cita rasa (cup taste) yang saling melengkapi. Sampai
saat ini cita rasa kopi bubuk belum menjadi standar mutu dalam Standar Nasional

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

14

Indonesia (SNI), walaupun konsumen lebih mengutamakan cita rasa seduhan yang
dihasilkan. (Agrosains Vol.15, No.1, Januari 2002: 7374.)
6. Merokok merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena
merokok adalah salah satu faktor risiko utama dari beberapa penyakit kronis, seperti
kanker paru, kanker saluran pernafasan bagian atas, penyakit jantung, stroke, bronkitis,
emphysema, dan lain-lain, bahkan merokok dapat mematikan. Penyakit kronis dan
kematian dini akibat merokok banyak terjadi, terutama di negara maju, akan tetapi
sekarang dengan cepat wabah ini berpindah ke negara berkembang. Bila pada tahun
2000 hampir 4 juta orang meninggal akibat merokok maka pada tahun 2020 akan
meningkat menajadi 7 dari 10 orang yang meninggal karena merokok. Hal itu
diperkirakan akan terjadi di negara berpendapatan rendah dan menengah. Diestimasikan
pada tahun 2030 mendatang 10 juta orang akan meninggal setiap tahunnya karena
merokok. (Bul. Penel. Kesehatan Vol.30, No.3, 2002: 139.)

7. Penelitian tentang penyerbukan dan sistem reproduksi Ranunculus japonicus telah


dilakukan di kebun botani Universitas Osaka City, Katano, Osaka, Jepang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa putik R. Japonicus lebih dahulu masak daripada benang
sarinya (protogini). Pada tumbuhan itu terjadi ketidakcocokan silang sendiri (selfincompatible). Tumbuhan tersebut tidak mengalami penyerbukan sendiri (selfing) dan
juga tidak membentuk biji tanpa pembuahan (agamospermi), tetapi melakukan
penyerbukan silang (out-crossing) dan membutuhkan perantara (polinator) untuk
pembentukan bijinya. (Biota Vol.VIII, No. 1, Februari 2003: 27.)

8. Hingga saat ini telah banyak kebijaksanaan pemerintah terhadap pedagang kaki lima.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut mencerminkan dua sikap dasar pemerintah kota.
Di satu pihak, pemerintah kota melakukan kebijaksanaan akomodasi dan promosi, di lain
pihak, membatasi kegiatan-kegiatan sektor informal ini. Kebijaksanaan yang bersifat
akomodasi dan promosi adalah pemerintah kota menerimanya karena usaha pedagang
kaki lima dapat menyerap dan menampung tenaga kerja yang besar dalam mengurangi
pengangguran. Kebijaksanaan yang membatasi kegiatan pedagang kaki lima adalah
karena pemerintah kota berkewajiban mencegah gangguan-gangguan ketertiban dan
keamanan. (Berita Lembaga Penelitian UI, No. 4, Februari 1990: 23)

Penyusun: Felicia N. Utorodewo

15

Anda mungkin juga menyukai