Anda di halaman 1dari 4

Takdir Tuhan Untuk Mayra

Oleh : Natasya Salsabila Pramudita

Entahlah, seharusnya kehidupan ini kita serahkan pada Tuhan yang menetapkan takdir.
Takdir tak selalu sama dengan apa yang kita inginkan. Terkadang, takdir berpihak pada kita,
namun terkadang jauh dari keinginan kita dan membuat kita jatuh ke dalam lubang
penderitaan. Seperti yang di alami Mayra, seorang gadis cantik yang banyak mengalami suka
dan duka di hidupnya. Mayra yang kini duduk di bangku SMP kelas 8 memiliki seorang
kakak bernama Farez yang duduk di bangku SMA kelas 12, sedangkan adiknya, Airin, masih
berumur 4 tahun. Hari itu, Mayra bersama kakak dan adiknya menghabiskan hari liburnya
untuk bermain di taman yang ada di samping rumahnya, kedua orang tuanya pergi ke rumah
tante nya sejak kemarin malam.

“Kak Farez, mama sama papa kapan pulang?” Tanya Mayra.

“Nanti sore palingan udah pulang, dek.” Jawab Farez.

Mayra dan Farez berbincang-bincang sambil mengawasi Airin yang asik bermain dengan
temannya yang juga tetangganya. Namun tiba-tiba mainan yang dimainkan Airin terlempar
jauh hingga ke tengah jalan. “Kakak..kakak..hiks..ambilin mainan hiks Airin.” Rengek Airin
pada Mayra. Mayra pun berjalan hingga ke tengah jalan untuk mengambil mainan adiknya
itu. Dan tiba-tiba ada mobil yang melintas dengan kecepatan tinggi, Farez yang melihatnya
pun segera berlari ke arah Mayra. “May, awas dek.” Teriak Farez yang kini berusaha
menyelamatkan Mayra. Namun naasnya,

“BRAAKK” suara itu terdengar cukup keras, bukan Mayra yang tertabrak, melainkan Farez.
Mayra yang berada di tempat kejadian itu di depan mata sangat shock melihat kakaknya yang
bersimpuh darah. “Kakaaakk…” Teriak Mayra histeris. Kemudian Bi Imah, asisten rumah
tangganya yang mendengar teriakan Mayra pun langsung ke luar. “Bi, tolong hubungin mama
sama papa, bawa Airin ke dalam, dan tolong bilangin juga sama Pak Asir untuk nganterin ke
rumah sakit.” Kata Mayra pada Bi Imah dengan suaranya yang parau.

Sesampainya di rumah sakit…

“Kenapa Kak Farez bisa seperti ini, May?” tanya Zayn, papa Mayra yang baru saja sampai di
rumah sakit. Sedangkan Reta, mamanya langsung masuk ke ruangan kakaknya yang sedang
di rawat tanpa menghiraukan keberadaan Mayra. Mayra pun menceritakan kejadian itu
kepada papanya. “Maafin Mayra, pa…hiks.” Ucap Mayra terisak.

“May, sayang, ini bukan salah kamu, nak. Ini sudah menjadi ketentuan Tuhan. Jangan
menyalahkan diri kamu sendiri.” Zayn menenangkan putrinya itu sambil mengelus
kepalanya.

Kemudian Reta pun keluar dari ruangan Farez karena tiba-tiba kondisi Farez memburuk dan
ada dokter yang akan menanganinya. Lalu Reta menyalahkan Mayra. Zayn mencoba untuk
menjelaskan kejadian sebenarnya pada istrinya itu. Namun, Reta tetap tidak ingin
mendengarkan dan tetap menyalahkan Mayra. Tak lama, setelah itu, dokter yang memeriksa
Farez ke luar. “Dok, bagaimana keadaan anak saya?” Tanya Reta penuh kecemasan. “Maaf
bu, dengan berat hati saya mengatakan bahwa anak ibu tidak bisa tertolong, karena
pendarahan di kepala yang cukup parah.”

Deg….rasanya saat itu pula jantung Mayra seakan berhenti berdetak. Ia benar-benar hancur
saat ini, ia begitu menyayangi Farez. Ditambah lagi mamanya, yang selalu menyalahkan
dirinya. Reta masih tidak bisa menerima kenyataan ini.

4 tahun kemudian

Sejak kepergian Farez, Mayra selalu dianggap sebagai anak pembawa sial oleh mamanya.
Mamanya itu sampai saat ini masih begitu membenci Mayra. Reta menganggap bahwa
anaknya hanyalah Airin yang saat ini berumur 8 tahun.

“Ma, Papa udah pulang?” tanya Mayra yang saat ini baru pulang sekolah.

Bukannya menjawab pertanyaan putrinya itu, Reta malah membentak Mayra. Ia begitu
memebenci Mayra, ia berpikir Mayra adalah penyebab kematian Farez.“Ngapain kamu
tanyain papa kamu? Emang kamu peduli? Setelah kamu buat Farez meninggal. Dasar anak
pembawa sial! Asal kamu tahu, kamu udah buat keluarga ini hancur, dan saya kehilangan
satu-satunya anak laki-laki saya.”

Mayra pun langsung berlari masuk ke kamarnya. Air matanya lolos begitu saja. “Tuhan,
mengapa jalan hidupku seperti ini? Rasanya aku tidak memiliki siapapun di dunia ini. Aku
hanya manusia biasa yang juga ingin merasakan kasih sayang seorang ibu.” Ucapnya. Mayra
pun memutuskan untuk pergi dari rumah. Ia tidak mau di cap sebagai anak pembawa sial oleh
mamanya, dan ia juga tidak ingin mengganggu ketentraman keluarganya. Mayra terus
berjalan tanpa tujuan, ia bingung harus kemana.

“Tuhan…aku sebenarnya nggak tau lagi harus ke mana. Tapi aku ingin keluargaku bahagia
tanpa kehadiranku.” Batinnya. Akhirnya, Mayra memutuskan untuk pergi ke rumah tante
nya. “Mayra, kamu kenapa, sayang?” Tanya Vira, tantenya. “Yuk masuk dulu.” Setelah itu
Mayra menceritakan kepada tantenya itu.

“Mayra boleh kan, tante untuk tinggal di sini sementara. Mayra gak mau pulang ke rumah.
Mama udah nggak peduli lagi sama aku.”

“Boleh, sayang. Tapi bagaimana kalau nanti mama papa kamu nyariin?” tanya Vira.

“Mereka nggak bakalan cari May, tante. Mayra udah nggak ada buat mereka.”

“Ssst…kamu jangan ngomong gitu, mereka sayang sama Mayra. Mama kamu cuma butuh
waktu aja untuk nerima semua kenyataan itu.” Vira menenangkan.

------------

Sudah sekitar 2 hari Mayra di rumah tante nya itu. Sementara itu, Zayn masih mencari
Mayra. Dan saat ini, Reta, mama Mayra sedang sakit dan dirawat di rumah sakit. Akhirnya
Zayn mencoba menghubungi Vira.

“Mayra…” panggil Vira pada Mayra yang sedang berada di kamar. “Iya, tan?” Jawab Mayra.

“May, kamu harus ke rumah sakit sekarang, mama kamu sakit, dan papa kamu juga nyariin
kamu, nak.” Kata Vira. Mendengar hal itu, sontak saja Mayra khawatir. Ia begitu menyayangi
mama dan papanya. Mayra pun langsung berangkat ke rumah sakit bersama dengan Vira.

--------

“Pa, gimana keadaan mama?” Tanya Mayra panik.

“Mama masih diperiksa sama dokter, May.” Sesaat kemudian, seorang dokter keluar dari
ruangan mama Mayra dirawat.

“Bu Reta membutuhkan donor ginjal secepatnya, Pak, kalau tidak, maka nyawanya tidak bisa
tertolong.” Kata dokter itu.
“Saya bersedia, dok.” Ucap Mayra. Dan setelah itu, operasi pun dilakukan. Zayn, Vira, dan
Airin hanya bisa berdo’a sambil menunggu Mayra dan Reta. Setelah kurang lebih 1 jam,
operasi pun berhasil dilakukan dan tak lama setelahnya, Reta sudah tersadar, sementara
Mayra masih tidak sadarkan diri.

“Mama...mama kondisinya gimana?” Tanya Airin.

“Mama, nggak papa sayang.”

“Oh ya, ma. Yang udah donorin ginjal buat mama itu Kak Mayra, dan sekarang dia masih
belum sadarkan diri.” Jelas Airin. Mendengar hal itu, Reta rasanya begitu menyesal, ia telah
membenci putrinya yang jelas-jelas menyayanginya. Dan setelah Airin menjelaskan kejadian
4 tahun yang lalu, Reta pun sadar, dan ia tak akan menyalahkan Mayra lagi. Ia akan
menerima kenyataan itu. Setelah dirasa kondisinya semakin membaik, Reta meminta untuk
diantarkan ke ruangan Mayra dirawat.

“May, bangun, nak. Maafin mama, mama sayang sama kamu. Mama menyesal telah
membenci kamu, dan sekarang mama udah bisa menerima semua kenyataan ini, bangun
sayang.” Kata Reta dengan menggenggam tangan Mayra yang masih belum tersadar. Namun,
akhirnya air mata Mayra perlahan menetes, jari-jarinya sedikit bergerak. Dan akhirnya ia
membuka matanya.

“Mayra udah maafin mama, Mayra sayang sama mama.” Ucap Mayra yang masih lemas.

Setelah beberapa hari di rumah sakit, Mayra dan keluarganya itu pulang ke rumahnya.
Mereka hidup bahagia dengan keluarga kecilnya itu. Mayra bersyukur, karena Tuhan telah
memberikan banyak pelajaran berharga di dalam hidupnya.

Profil penulis

Natasya Salsabila Pramudita, kelahiran 2004, duduk di bangku SMA kelas 10. Menulis
adalah hobinya. karyanya ada yang berhasil diterbitkan dalam buku antologi. Instagram:
@natasya.spd_

Anda mungkin juga menyukai