Anda di halaman 1dari 11

Judul buku : Sandiwara Langit 2 Meniti di Atas Kabut

Pengarang : Abu Umar Basyier


Penerbit : Shafa Publika
Tahun terbit : Maret 2011
Tebal buku : 276 Halaman

SINOPSIS
Buku Meniti di Atas Kabut adalah novel islami non fiksi atau kisah nyata yang
menceritakan tentang tokoh utama yang bernama Abbas. Abbas dibesarkan di lingkungan
yang berkecukupan akan harta benda. Ayahnya adalah seorang pengusaha sukses yang
memiliki beberapa toko material, dealer sepeda motor dan toko pakaian. Abbas tinggal
bersama kedua orang tuanya dan ketiga kakaknya yaitu, Doni, Harun, dan Sari. Abbas
dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang minim akan pendidikan agama, bahkan ia tidak
pernah melihat kedua orang tuanya melaksanakan ibadah sholat. Ia dididik oleh kedua orang
tuanya dengan disiplin, keras, dan cermat.
Abbas dibesarkan disebuah kampung pinggiran di kota Jakarta. Kampung Abbas
bertetangga dengan kampung “M”, kampung M dikenal di wilayah kampung Abbas, sebagai
sarang bandar narkoba dan pengguna narkoba. Kenakalan kaum remaja dikampung tersebut
sangat berpengaruh terhadap pola hidup remaja di kampung Abbas. Kejadian yang pernah
dialami Abbas dimasa kecilnya itulah yang menjadi tolak balik kehidupan seorang Abbas.
Pemahaman tentang nilai – nilai materi yang selalu dijunjung tinggi dalam keluarganya
sebagai asas utama kebahagian luntur sudah. Rasa keingintahuannya yang besar terhadap
agama mulai menyeruak. Abbas dan ketiga kakaknya mulai bergabung bersama anak – anak
kampung untuk belajar mengaji dari seorang ustadz di mushola yang ada di desa Abbas.
Meskipun begitu adakalanya gejolak darah muda yang sedang dialami oleh Abbas bergelora,
ia juga kadang terlibat dengan aksi – aksi nakal yang dilakukan dengan teman – temannya.
Dalam pencarian jati dirinya saat itu, Abbas membutuhkan sosok yang bisa
memberikan petunjuk yang tidak ia dapat dari keluarga ataupun ligkungan sekitarnya.
Perjumpaannya dengan Ustadz Feri, teman dekatnya sewaktu kecil menjadi kesempatan bagi
Abbas untuk lebih mengenal ajaran agama Islam. Setelah kedua orang tuanya wafat, Abbas
sudah mampu mengajari membaca Al-qur’an anak – anak remaja di kampungnya. Rasa
hausnya terhadap ilmu – ilmu agama dipuaskan dengan mengikuti majelis – majelis yang ada
di Jakarta.
Abbas ditawari menikah dengan seorang gadis yang sempat lama mengenyam
Pendidikan di salah satu Pesantren di Jawa Tengah, selain itu gadis tersebut juga memakai
cadar. Hal ini membuatnya tidak percaya diri, karena menurutnya pemahaman agama gadis
tersebut lebih baik daripada dirinya. Namun, Abbas tidak menyia-nyiakan kesempatan itu,
dengan segenap kemampuanya ia berani melamar gadis yang diketahui bernama Azizah. Dan
ternyata Azizah menerima tawaran menikah dengan Abbas yang diketahui mempunyai
pemahaman agama yang masih dangkal. Setelah menikah dengan Azizah, Abbas banyak
belajar ilmu agama dari istrinya tersebut.
Bersama Azizah, Abbas membuat pengajian untuk ibu – ibu dan mengajar mengaji
para remaja dikampung mereka. Bersama Abbas, Azizah mengalami banyak hal, mulai dari
dipandang sebelah mata oleh orang disekitarnya karena penampilannya yang bercadar,
bahkan dibenci oleh kedua kakak iparnya Harun dan sari karena, dianggap sebagai wanita
yang tidak modern , hanya kakak iparnya yang bernama Doni lah yang baik terhadap Azizah.
Selain itu, Azizah juga dituduh menjadi penyebab dari meninggalnya Harun. Bersama
Azizah pula, Abbas tahu bagaimana ia harus menyikapi segala permasalahan yang ada di
dunia. Selain bertindak sebagai istri, Azizah juga bertindak sebagai guru mengaji bagi Abbas.
Di mata Abbas, Azizah adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Allah untuknya. Abbas
merasa bahagia dan sangat beruntung memiliki Azizah, karena Azizah adalah istri yang
muslimah.
Tapi kebersamaan dan kebahagiaan itu hanya berlangsung singkat, Allah memanggil
Azizah untuk menghadap kepada-Nya, ia menghembuskan nafas dengan Al-Qur’an berada
digenggamanya. Abbas merasa sangat kehilangan Azizah, seorang istri yang sangat
dicintainya.

TEMA
Kisah nyata perjalanan hidup seorang laki-laki yang dipenuhi dengan kisah-kisah
bahagia dan mengharukan dalam menghadapi setiap tantangan hidup.
ANALISIS INTRINSIK TOKOH DAN PENOKOHAN
1. Abbas
Tokoh Abbas ini adalah sebagai tokoh utama dalam novel “Meniti di Atas
Kabut”, kedudukan tokoh  Abbas digolongkan ke dalam tokoh protagonis. Ia
digambarkan sebagai anak laki-laki dari orang kaya di kampungnya yang hidup serba
berkecukupan dan mewah, namun memiliki hati yang cukup baik untuk menghargai
orang sekitarnya, serta penyabar dalam menghadapi cobaan hidup. Berikut kutipan
yang menggambarkan Abbas memiliki hati yang baik :
“aku hanya bisa berkata dengan ungkapan yang sesantun mungkin, menjelaskan
tentang prinsip kami, dan bahwa mencari rizki itu memang perlu hati-hati, agar halal
dan penuh berkah.” (Abu Umar Basyier. Meniti di Atas Kabut. Hlm 186).
Selain baik, Abbas juga digambarkan sebagai seorang yang penyedih. Berikut
adalah kutipan yang menggambarkan tokoh Abbas penyedih :
“aku menangis tersedu-sedu. Segera kusadari bahwa Azizah telah pergi
meninggalkanku. Ya Allah, secepat inikah? Azizah, isteriku, guru mengajiku. (Abu
Umar Basyier. Meniti di Atas Kabut. Hlm 270).

2. Azizah
Tokoh Azizah digolongkan sebagai tokoh utama dan sekaligus digolongkan ke
dalam tokoh protagonis. Azizah ini memiliki kepribadian yang sangat baik, wanita
berkerudung dan bercadar, Hal inilah yang membuat Abbas mempersunting Azizah
sebagai istrinya. Berikut kutipan yang menjelaskan Azizah sebagai istri yang
muslimah :
“shalat malam adalah kegemaran Azizah. Itu ibarat ‘candu’ bagi orang-orang
shalih,Mas…” (Abu Umar Basyier. Meniti di Atas Kabut. Hlm 161)
Setelah Abbas menikahi Azizah, banyak hal-hal yang ia ketahui dari diri
Azizah, satu diantaranya bahwa Azizah merupakan wanita yang penyedih. Berikut
adalah kutipan yang menggambarkan Azizah seorang yang penyedih :
“saat mendengar kabar itu, Azizah pun turut menangis. Itulah pertama kali aku
melihatnya menangis. . . .” (Abu Umar Basyier. Meniti di Atas Kabut. Hlm 159)
Azizah yang memiliki kepribadian yang hampir sempurna itu membuat Abbas
semakin cinta kepadanya, namun banyak keluarga Abbas yang tidak suka dengan
Azizah, sehingga dari sini tampak bahwa Azizah itu seorang yang penyabar ketika
harus berhadapan dengan keluarga Abbas yang selalu menghinanya, Berikut kutipan
yang menggambarkan Azizah seorang yang penyabar :
“gak usah terlalu dipikirkan, Mas, aku juga gak merasa dianaktirikan kok. Bagiku,
mereka semua baik-baik terhadapku. Kalau sekarang kurang akrab, mungkin belum
saatnya saja.” (Abu Umar Basyier. Meniti di Atas Kabut. Hlm  139).

3. Doni
Tokoh Doni ini digolongkan sebagai tokoh protagonis di novel ini. Doni ini
digambarkan sebagai kakak Abbas yang bertubuh kekar, besar, dan berotot .Berikut
kutipan di dalam novel yang menggambarkan tokoh Doni itu memiliki tubuh
yang atletis :
“saat itu pula abangku Doni yang bertubuh besar, kekar, dan berotot, dan hanya dia di
antara kami berempat yang memiliki nyali besar, berlari keluar rumah, menyambut
remaja nahas yang ternyata dia kenal sebagai salah seorang temannya dari kampung
‘M’.” (Abu Umar Basyier. Meniti di Atas Kabut. Hlm 39).
Selain dari hal yang telah kita ketahui dari teks di atas, Doni memiliki watak
yang bijaksana dalam menanggapi segala hal yang terjadi pada keluarga mereka,
seperti saat Harun membahas Azizah yang tidak mau bersalaman dengan karib
kerabatnya yang bukan muhrim baginya . Berikut kutipan yang menggambarkan
Doni memiliki sifat bijaksana :
“itu juga soal amalan run. Artinya, bukan mereka menganggap itu boleh, tapi karena
mereka tak mampu menolak untuk bersalaman. Kamu bisa Tanya mereka satu
persatu. Bila jujur, para ustadz itu, insyaallah akan menjawab bahwa hakikat
bersentuhan dengan pria yang bukan mahram, meskipun masuk dalam kategori
kerabat sekalipun, hukumnya haram dalam islam.” (Abu Umar Basyier. Meniti di
Atas Kabut. Hlm 144).

4. Harun
Tokoh Harun digolongkan ke dalam tokoh antagonis. Harun yang merupakan
kakak Abbas nomor dua setelah Doni ini memiliki watak yang sangat berbeda dengan
Doni maupun Abbas saudara kandungnya, dalam novel ini, Harun memiliki watak
yang bersifat pemarah. Berikut adalah kutipan yang menggambarkan bahwa
Harun bersifat pemarah :
“Oo ya, Bang. Aku pikir, sebaiknya abang gak usah ikut lah pengajian-pengajian si
Abbas dan si Azizah itu…” (Abu Umar Basyier. Meniti di Atas Kabut. Hlm 141) .
Sifat pemarah Harun itu sangat lah kuat, dia tidak suka melihat saudaranya
berubah ke dalam kebaikan dalam ajaran agama, karena dia merasa dalam kehidupan
mereka yang dulu keluarga tidak ada mengajarkan agama yang seperti itu, sehingga
perubahan yang terjadi pada saudaranya itu tidak didukungnya. Harun juga memiliki
sifat yang suka mempengaruhi orang lain, terutama dia suka mempengaruhi Doni,
agar tidak ikut-ikutan denga perubahan yang terjadi pada diri Abbas. Berikut kutipan
yang dapat menggambarkan Harun yang suka mempengaruhi orang lain :
“keluarga kita gak terbiasa dengan pemahaman Islam ekstrim seperti itu. Yang biasa-
biasa aja lah, yang kita dapat dulu dari guru-guru mengaji kita…” (Abu Umar
Basyier. Meniti di Atas Kabut. Hlm 141)

5. Sari
Tokoh Sari merupakan tokoh antagonis dalam novel ini. Perwatakan Sari
dalam novel ini adalah seseorang yang pemarah. Sifat pemarah Sari ini tak jarang
diberikannya kepada adiknya Abbas dan istrinya Azizah. Sari tidak menyukai
kepribadian Azizah yang begitu fanatiknya dengan ajaran agama Islam di mata Sari
sehingga, Sari tidak bisa menjaga emosinya ketika bertemu Abbas atau Azizah.
Berikut Kutipan yang menggambarkan Sari memiliki sifat pemarah :
“pakaian istrimu itu berlebihan, tak cocok diterapkan di negeri kita…” (Abu Umar
Basyier. Meniti di Atas Kabut. Hlm 136).
Sikap pemarah Sari yang itu tak hanya dilontarkannya kepada Azizah dan
Abbas, namun dia juga berani memarahi Doni yaitu abangnya yang paling tua karena
tidak menjalankan bisnis ayahnya dengan baik.

6. Monah
Tokoh Monah digolongkan sebagai tokoh tambahan dan sekaligus tokoh
antagonis. Dikatakan tokoh tambahan karena pemunculan tokoh Monah dalam novel
ini sangat sedikit, tidak terlalu dipentingkan, dan kehadirannya dimunculkan hanya
jika ada keterkaitan dengan tokoh utama. Monah merupakan istri dari Harun, saudara
Abbas nomor dua. Dalam novel ini Monah memiliki watak yang pemarah, Monah
tidak begitu suka dengan Azizah, karena bagi pandangan dia Azizah adalah biang
kerok yang menghanyutkan Abbas ke dalam kehidupan yang tidak modern, sehingga
Abbas tidak begitu menekuni kehidupan berbisnis padahal Abbas merupakan Sarjana
ekonomi. Berikut beberapa kutipan yang menjelaskan bahwa Monah itu
memiliki sifat yang pemarah :
“heh, perempuan sok alim. Kamu kan, yang tadi malam mendesak-desak bang Harun
pergi menjemput suamimu itu:” (Abu Umar Basyier. Meniti di Atas Kabut. Hlm 219).
Sifat pemarah yang dimiliki tokoh Monah itu tak jarang ia lontarkan kata-kata
kasar kepada tokoh Azizah yang penyabar dalam menghadapi situasi seperti itu.
Berikut kutipan yang menggambarkan Monah memiliki sifat yang kasar :
“buka saja jilbab dan cadar palsumu itu ….wanita lacur, gila….” (Abu Umar Basyier.
Meniti di Atas Kabut. Hlm 220).

7. Sarah
Tokoh Sarah digolongkan tokoh tambahan sekaligus tokoh protagonis. Tokoh
Sarah ini merupakan istri dari saudara Abbas yang paling tua yaitu Doni. Sari ini
merupakan anak yatim piatu yang membuat dia harus hidup mandiri dari sejak kecil
dan berkepribadian yang bersahaja. Karakter yang ada dalam tokoh Sarah ini adalah
baik hati. Berikut kutipan yang menggambarkan tokoh Sarah memiliki sifat baik
hati :
“…sarah sangat senang menyambut kedatangan kami. Seringkali kami ditahan untuk
tidak pulang dan menginap dirumahnya. (Abu Umar Basyier. Meniti di Atas Kabut.
Hlm 168).

8. Ustadz Ferry
Tokoh ustadz Ferry digolongkan sebagai tokoh tambahan sekaligus
merupakan tokoh protagonis. Dalam novel ini, tokoh Ustadz Ferry ini digambarkan
sebagai orang yang ahli agama, berkepribadian luhur dan merupakan teman kecil
Abbas. Tokoh Ustadz Ferry ini merupakan teman dan guru yang memotivasi Abbas
dalam menjalani kehidupan. Berikut adalah kutipan yang menggambarkan Ustadz
Ferry memiliki kepribadian luhur :
”kita hidup di dunia ini kan ibarat perantau, atau pengembara yang melintas
jalan….perantau, berarti tinggal sementara di negeri orang. Kita tinggal di dunia
hanya seperti perantau yang berniat berdiam sementara di satu tempat. Mencari, lalu
mengumpulkan perbekalan untuk dibawa ke kampung halamannya. Saat mencari
segala sesuatu ia tak boleh terpancang pada sesuatu tersebut, terlenakan olehnya untuk
kemudian enggan berpisah dengannya. Bila demikian, ia akan gagal membawa hasil
saat harus pulang ke kampung halaman.” (Abu Umar Basyier. Meniti di Atas Kabut.
Hlm 68).

9. Pak Jasmin
Pak Jasmin merupakan tokoh tambahan dan sekaligus sebagai tokoh
protagonis. Pak Jasmin merupakan ayah kandung dari isrinya Abbas yaitu Azizah.
Dalam novel ini, pak Jasmin digambarkan sebagai tokoh yang berperilaku baik,
bijaksana, dan tergolong orang yang mengenal ajaran agama, sosok orang tua yang
berumur kira-kira di atas 60 tahun. Berikut kutipan yang menggambarkan Pak
Jasmin memiliki sifat bijaksana :
“sebelum mempersunting seorang gadis, masing-masing harus saling melihat, apakah
ada kecocokan secara fisik. Itu anjuran dalam As-sunah. Ibaratnya, agar seseorang tak
membeli kucing dalam karung” (Abu Umar Basyier. Meniti di Atas Kabut. Hlm 109).

10. Bapak
Tokoh bapak merupakan tokoh tambahan dan sekaligus tokoh protagonis.
Tokoh bapak ini merupakan orang tua laki-laki dari Abbas, Doni, Harun, dan Sari.
Tokoh bapak ini merupakan seseorang yang memiliki karakter yang disiplin, ulet
dalam bekerja, garang, dan bijaksana serta tidak begitu mengenal agama. Berikut
kutipan yang menjelaskan karakteristik Tokoh Bapak memiliki sifat disiplin :
“di rumah, bapak mendidikku dengan disiplin keras,. . . .” (Abu Umar Basyier. Meniti
di Atas Kabut. Hlm 32).

11. Ibu
Tokoh Ibu tergolong tokoh tambahan dan protagonis. Tokoh ibu ini,
merupakan orang tua perempuan dari Abbas, Doni, Harun,dan Sari. Tokoh ibu ini
digambarkan sebagai orang yang berwatak disiplin dan hemat. Berikut kutipan yang
menggambarkan karakter dari ibu :
“setiap makan, aku tak boleh tambah. Itu aturan dalam rumah kami. Bukan karena
kekurangan nasi, tapi ibu ingin aku melakukan segala sesuatu dengan penghitungan
cermat.” (Abu Umar Basyier. Meniti di Atas Kabut. Hlm 18).
LATAR

Latar Tempat :
Latar tempat yang ada pada novel “Meniti di Atas Kabut” karya Abu Umar Basier ini
sangat banyak, latar tempat tersebut di antaranya adalah rumah Abbas, halaman rumah
Abbas, di tanah lapang, kampung “M” (kampung Makasar), Mushalla, warung Nenek, rumah
Nenek, rumah Pak Jasmin, ruang tamu rumah Pak Jasmin, di kamar, di Pondok Pesantren, di
warung, rumah Harun, rumah sakit, di mesjid, Jakarta, toko roti, kamar mandi, dan di atas
ranjang. 

Latar Waktu :
Latar waktu yang terdapat pada novel ini adalah pagi hari, sore hari, malam hari, dini
hari, hari libur, waktu zuhur, bulan Ramadhan, setengah jam, satu pekan, dua pekan, hari
Ahad, hari Sabtu, akhir pekan, pukul 9 malam, pukul 11 malam, tengah malam, dan waktu
maghrib.

Latar Suasana :
Latar suasana dalam novel ini sangat banyak, latar suasananya meliputi suasana
kesedihan, senang, mencekam, bahagia, menakutkan, marah, kedisiplinan, kepanikan, dan
kedamaian.

ALUR CERITA
Alur cerita dalam novel “Meniti di Atas Kabut” ini menggunakan alur maju, karena
penulis  menceritakan kehidupan Abbas sejak masih kecil, dimana ia belum mengerti arti
sebuah kehidupan sampai Abbas dewasa dan menikah, dimana ia sudah mendalami ajaran
agama dan menempuh lika-liku kehidupan.

SUDUT PANDANG
Dalam novel “Meniti di Atas Kabut” ini, sudut pandang yang digunakan oleh penulis
adalah sudut pandang orang pertama karena dalam novel ini menggunakan kata ganti aku
pada tokoh Abbas sebagai tokoh utama cerita.
GAYA BAHASA
Bahasa yang digunakan dalam novel “Meniti di Atas Kabut” ini adalah bahasa yang
sederhana, yaitu bahasa sehari-hari yang menarik dan mudah dimengerti. Diselingi dengan
bahasa arab yang diambil dari Al-Qur’an dan hadis-hadis, sehingga menguatkan kisah nyata
yang disajikan oleh penulis kepada pembaca.

AMANAT
1. Novel ini mengajarkan bagaimana cara menghadapi ujian yang Allah SWT berikan
dengan sabar dan bagaimana cara kita bersyukur terhadap segala nikmat yang telah
diberikan oleh-Nya.
2. Berpegang teguh pada ajaran agama dan selalu menerapkan nilai-nilai agama pada
kehidupan sehari-hari.
3. Jadilah manusia yang senantiasa taat kepada-Nya dalam kondisi apapun.
4. Mencari rezeki dengan cara yang halal dan jujur untuk mendapat ridho-Nya.
5. Sebaik-baik manusia adalah manusia yang banyak memberi manfaat bagi orang lain.
6. Bertutur kata santun dengan siapa saja dalam kehidupan sehari-hari
7. Menerima dengan apa adanya kekurangan dan kelebihan yang dimiliki pasangan.
Seseorang tidak mungkin memiliki nilai baik seutuhnya, nilai baik tersebut pasti akan
selalu berdampingan dengan nilai yang tidak baik.
8. Janganlah mudah menyerah dan bersedih hati, karena Allah SWT senantiasa ada
bersama kita.
9. Senantiasa mawas diri dan lebih berhati-hati karena, Allah SWT maha melihat setiap
perbuatan yang dilakukan.
10. Membangun sifat-sifat yang baik seperti bekerja keras, sabar, tawakkal dan pantang
menyerah dalam menjalani kehidupan.

KELEBIHAN NOVEL

Kelebihan novel “Meniti di Atas Kabut” yaitu, menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti sehingga pembacanya mudah memahami isi bacaannya dan kisah nyata yang
dikemas disajikan dengan alur cerita yang menarik dan tidak membosankan sehingga
pembaca ingin membaca buku ini hingga halaman terakhir dan mampu membawa para
pembacanya untuk masuk dan merasakan lebih dalam suasana yang digambarkan pada cerita-
cerita dinovel tersebut. Pesan moral yang disampaikan pun sangat baik sehingga memberikan
motivasi kepada pembaca dalam menjalani kehidupaan. Buku “Meniti di Atas Kabut” karya
Abu Umar Basyier disajikan dengan sampul berwarna putih dan jingga .
Di sampul depan bagian atas bertuliskan nama Pengarang “ Abu Umar Basyier” dengan
ukuran huruf agak besar dan dibawah nama Pengarang tersebut dituliskan “Penulis buku-buku Best
Seller” berwarna merah . Di bagian tengah bertuliskan “Sandiwara Langit 2 Meniti di Atas
Kabut”dengan ukuran huruf yang agak besar pada kata “kabut”, hurufnya berwarna merah dan timbul
jika diraba, ditambah tulisan “Kisah Nyata Penggugah Iman” serta tambahan hiasan bunga-bunga
kecil yang saling terangkai berwarna jingga semakin membuat sampul buku “Meniti di Atas
Kabut” ini menarik secara visual. Kisah dalam buku ini mempunyai karakter yang kuat,
penuh dialog-dialog yang filosofis, dan berisi kisah-kisah yang inspirasional, serta ditambah
ayat-ayat yang diambil dari Al-Qur’an dan hadis-hadis, sehingga menguatkan kisah nyata
yang disajikan oleh penulis kepada pembaca buku “Meniti di Atas Kabut”ini. Kertas yang
digunakan adalah kertas putih bukan kertas buram, huruf dan tinta yang digunakan tercetak
secara jelas, dan di setiap awal bab, dituliskan kalimat judul dengan hiasan seperti seolah-
olah diukir sehingga menambah keindahan dalam novel ini.
Di dalam novel ini, penulis mengungkapkan kisah nyata secara apik dan menarik,
dalam istilah atau bahasa arab yang dituliskan terdapat catatan kaki yang akan menjabarkan
arti istilah atau bahasa arab yang digunakan tersebut, sehingga memudahkan pembaca dalam
memahami isi bacaan tersebut.

KEKURANGAN NOVEL
Kelemahan pada novel ini yaitu ceritanya yang sudah sering dipakai yaitu, kisah
seseorang yang menjalani rumah tangga dan penggunaan istilah atau bahasa arab yang sering
dipakai, dalam satu halaman bisa terdapat 3 sampai 5 catatan kaki sehingga ketika membaca
istilah atau bahasa arab yang tidak dimengerti, pengguna harus membaca catatan kaki itu
untuk lebih memahami isi cerita yang disampaikan penulis.

BIOGRAFI SINGKAT PENULIS


Abu Umar Basyier lahir di Jakarta pada tanggal 23 November 1970. Beliau kini
bekerja sebagai Pengajar di SMU Boarding School Grabag, Magelang, Jawa Tengah. Selain
menjadi Pengajar, beliau juga menjadi seorang Penerjemah dan Penulis. Beliau sudah
memiliki istri dan lima orang anak, namun anak beliau yang pertama meninggal dunia di usia
dua tahun. Hobi beliau banyak sekali, diantaranya adalah membaca, menulis, melukis, hingga
memasak.
Abu Umar Basyier mengenyam pendidikan Sekolah Dasar di SDN 13 Jakarta Timur,
lalu melanjutkan pendidikannya di SMP 14 Jakarta Timur, dan beliau memilih menghabiskan
masa putih abu-abu di Pondok Pesantren TMI ( Tarbiyatul Mu’allimin Al-Islamiyyah),
Magelang, Jawa Tengah. Setelah selesai mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren TMI,
beliau melanjutkan menuntut ilmu di Mekkah, Saudi Arabia dengan Guru Ma’had Syaikh
Muhammad Shalih Utsaimin, Unaizah, dan Qasim selama enam bulan. Motto hidup beliau
adalah “Hidup hanya Sekali, hiduplah menjadi orang yang berarti”.

KESIMPULAN
Buku “Meniti di Atas Kabut” karya Abu Umar Basyier ini layak dibaca, karena di
dalamnya memuat banyak nilai-nilai kehidupan, nilai pendidikan, nilai moral dan agama
dengan pendekatan filosofis dan berdasarkan kisah nyata yang disajikan secara apik, dan
didalamnya pun terdapat pembahasan ayat – ayat kitab suci Al- Qur’an serta hadis-hadis yang
berkaitan dengan cerita dalam novel ini, sehingga pembaca akan merasa dan terbawa oleh
suasana dimana sebuah keluarga yang memegang teguh dan mengamalkan isi Al-Qur’an dan
hadis dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Buku ini layak dibaca oleh siapa saja, karena
berdasarkan kisah nyata yang inspirasional, novel ini memberikan kita banyak inspirasi
dalam menghadapi tantangan hidup, dan pesan yang dapat mudah ditangkap oleh pembaca.
Sebuah novel kisah nyata penggugah iman.

Anda mungkin juga menyukai