Anda di halaman 1dari 2

Rangkuman “Dari Sunyi ke Bunyi Kumpulan Esai Tentang Puisi” oleh Hartojo

Andangdjaja
Muhammad Ardhiajati Kusuma – 1706060481

Puisi menemukan artinya dalam kehidupan bersama pada wataknya yang impersonal.
Watak impersonal itu akan kita temukan apabila puisi bersumber pada sesuatu yang lebih tinggi
dari si penyair sebagai person. Penyair berperan sebagai instrument yang melahirkan puisi.
Selain menjadi ‘pencatat’ segala sesuatu yang berharga dalam masyarakat, puisi juga berperan
sebagai pengamat yang tajam terhadap berbagai kecenderungan dalam kehidupan bersama pada
zamannya. Puisi dapat mengawasi dengan tajam arah kecenderungan tertentu dan apa arti dan
tujuannya nanti. Yang dapat kita perhatikan dari sajak-sajak ciptaan Whitman, Yamin dan Blake
adalah kecenderungan-kecenderungan yang timbul karena kesadaran dalam masyarakat dan
zaman ketika sajak-sajak mereka dilahirkan.
Dalam puisi kita, sejak tahun dua puluhan hingga enam puluhan, selalu terdengar
mendahului zamannya. Pada tahun dua puluhan ada Muhammad Yamin, yang syair-syairnya
menyuarakan kesadaran kebangsaan. Sedangkan, Rustam Effendi, ia adalah penyair pertama
tentang kemerdekaan tanah air. Pada tahun empat puluhan, Chairil Anwar menulis sajaknya
“Siap Sedia”. Seperti judulnya, sajak itu mengumandangkan tentang suatu bangsa yang siap
sedia untuk merdeka. Kemudian Taufik Ismail menentang seorang tiran yang harus didengar
dengan puisi yang berisi tentang kejujuran dan keinginan untuk mengatakan ‘tidak’. Maka, dari
setiap periode dalam sejarah persajakan kita selalua ada suara profetik yang terdengar
mendahului zamannya.
Sajak-sajak religius Amir Hamzah bisa dinikmati oleh pembaca yang non-Islam, dan
sebaliknya, sajak-sajak religius Tatengkeng bisa pula dinikmati para pembaca yang non-Kristen.
Hal tersebut disebabkan karena dalam sajak-sajak religius kedua penyair itu diungkapkan citra
ketuhanan yang universal, yang bisa diterima setiap pembaca dari lingkungan religi manapun.
Religi adalah kebenaran yang bersumber pada Tuhan. Interpretasi puitik seseorang terhadap
religi merupakan usaha kreatifnya, dengan latar belakang kebenaran religi insaniahnya, untuk
mencoba mengungkapkan kebenaran religi tersebut dalam hidupnya sebagai manusia, dalam
bentuk puisi. Maka, puisi religius yang baik tidak pernah kehilangan kepribadiannya sebagai
puisi dan tetap dapat dimengerti oleh para pembaca walaupun berbeda latar belakang religinya.
Humor dalam persajakan kita, sama dengan humor pada umumnya, memiliki kemampuan
memandang sesuatu dengan tersenyum, dengan tawa, dapat memberikan keseimbangan pada
setiap pandangan yang berat sebelah, yang berlebih-lebihan ke satu arah. Ketika bahasa
Indonesia atau Melayu masih belum digunakan secara meluas ke daerah-daerah,banyak kita
temukan puisi-puisi, terutama pantun, yang memancarkan humor. Dengan adanya keinginan-
keinginan seperti kemampuan seorang penyair yang sajak-sajaknya berisikan humor murni tanpa
dibebani sinisme yang tak simpatik dan memiliki kedalaman metafisik, kita mengucapkan
harapan akan adanya keragaman dalam persajakan kita, termasuk juga adanya sajak-sajak
humoris yang lebih berkembang.
Maut, seperti juga hidup, telah banyak dibicarakan para penyair dalam sajak-sajak
mereka. Dalam sajak-sajak karya Marsman, Slauerhoff, dan Chairil Anwar, dapat dikatakan
bahwa maut adalah tema yang dominan mereka bawakan. Marsman dan Slauerhoff hidup dalam
zaman yang ditandai oleh bayangan kehancuran peradaban Eropa yang dibanggakan itu. Suasana
keruntuhan dan kehacuran itulah yang ada dalam sajak-sajak kedua penyair tersebut. Khususnya
Marsman yang berusaha untuk mendapatka tempat bagi vitalisme di bumi ini. Ada
kecenderungan dalam sajak-sajak Chairil Anwar yang mengungkapkan prarasa tentang akan
datangnya maut dalam hidupnya yang singkat, seakan ia tidak memiliki kesempatan hidup yang
banyak. Kita dapat melihat bahwa Chairil Anwar sama seperti Marsman, menjadi seorang
penggerak vitalisme di kalangan bangsanya.
Puisi yang mengungkapkan dunia kanak-kanak penuh dengan spontanitas dan kemurnian,
serta kualitas-kualitas mereka lainnya yang fitri banyak menarik perhatian penyair. Rilke,
Greshoff, Paul van Ostaijen, Slauerhoff dan Ed Hoornik adalah beberapa di antara banyak
penyair yang pernah menulis puisi kanak-kanak. Dua jenis puisi kanak-kanak yaitu, puisi yang
mengungkapkan dunia kanak-kanak yang lahir dari kesadaran penyair sebagai subyek yang
memandang dunia kanak-kanak sebagai objek di luar dirinya, dan puisi kanak-kanak yang lahir
dari ketidaksadaran si penyair yang memunculkan sang anak dalam dirinya secara langsung
dalam sajak.

Anda mungkin juga menyukai