Anda di halaman 1dari 21

BAB 3

MACAM-MACAM SISTEM PENDINGINAN

3.1. Pendahuluan
Pendinginan atau refrigerasi menurut The American Society Heating
Refrigerating and Air Conditioning Engineers (ASHRAE) adalah suatu ilmu untuk
menghasilkan dan menjaga temperatur berada di bawah temperatur sekeliling. Secara
tidak langsung definisi ini menyatakan bahwa perbedaan temperatur yang dibuat
harus mampu memberikan batas-batas temperatur tertentu.
Dalam perkembangannya telah banyak teknik atau cara yang dilakukan
untuk membuat perbedaan temperatur antara ruangan yang akan didinginkan dengan
udara di sekelilingnya, mulai dari cara yang sederhana seperti penggunaan es hingga
ke teknologi yang canggih seperti mesin-mesin pendingin yang dipakai di dunia
industri yang memerlukan temperatur rendah.
Menggunakan es untuk mendinginkan suatu produk yang akan disimpan agar
tidak cepat membusuk seperti; ikan, sayur-sayuran, buah-buahan, daging dan
sebagainya memang cukup sederhana dan investasinya relatif murah. Namun
demikian penggunaan es untuk pendiginan hanya bisa untuk kapasitas yang kecil.
Untuk keperluan yang berkapasitas besar, penggunaan es untuk mendinginkan tidak
lagi memadai. Pada saat ini teknologi pendinginan sudah sangat berkembang dengan
beragam bentuk dan jenisnya. Mulai dari untuk keperluan rumah tanggga hingga
kebutuhan duina industri.
Perbedaan tipe dari sistem pendinginan saat ini yang banyak adalah pada
perbedaan beberapa sifat fisik material yang digunakan untuk menghasilkan
temperatur rendah. Selanjutnya akan dibahas secara singkat beberapa teknik
pendinginan yang banyak digunakan.

3.2. Pendinginan dengan Es


Teknik pendinginan es adalah metode pendinginan yang sudah sejak lama
dikenal oleh masyarakat. Penggunaan es sebagai media pendinginan hingga saat ini
masih digunakan oleh masyarakat terutama untuk mendinginan produk dengan
kapasitas yang kecil.

1
Biasanya pendinginan es terdiri dari satu lemari yang dilengkapai dengan
tanki pada bagian atasnya untuk menyimpan potongan-potongan balok es seperti
terlihat pada gambar 3.1.

Aliran udara dingin


Aliran udara panas

Food

Food
Ruang penyimpan
produk
Food

Food

Gambar 3.1. sistem pendinginan langsung menggunakan es sebagai refrigeran

Rak-rak yang ada pada lemari (gambar 3.1.) digunakan untuk meletakan
makanan/produk yang berada di bawah ruang es. Udara dinginan dari ruang es akan
mengalir ke ruang pendingin dan mendinginkan makanan pada rak. Udara yang
sudah menjadi panas kembali dari bawah lemari ke atas lemari melalui samping dan
bagian belakang lemari. Udara panas tersebut mengalir di atas es. Udara kembali
menjadi dingin dan kembali turun ke ruang pendingin dan mendinginkan produk
yang ada di ruang tersebut.

Es batu Produk
b
k

c Produk
Tanki Es
k

d Produk
k
Pompa Produk
k
Ruang dingin

2
Gambar 3.2.Sistem pendinginan langsung menggunakan es sebagai
refrigeran

Pada pendinginan di atas dikenal sebagai pendinginan langsung, dalam


prakteknya dapat menghasilkan temperatur antara 5–10oC. Untuk mengatur
temperatur di dalam rak pendingin dilakukan dengan cara mengontrol aliran udara di
atas es dan udara udara dingin masuk ke dalam ruang penyimpanan produk. Jika
dibutuhkan pendinginan di bawah 0oC, dapat digunakan campuran es dan garam.
Temperatur di bawah nol dapat dengan mudah diperoleh dengan campuran es dan air
garam.
Untuk pemakaian teknik pendinginan menggunakan es dalam kapasitas
besar, maka sistem pendinginan langsung tidak cocok lagi digunakan. Maka
dikembangkan sistem pendinginan tidak langsung seperti pada gambar 3.2. Pada
sistem ini es diisolasi dari tempat penyimpanan, sedangkan yang mendinginkan
dibawa oleh media air garam yang mengalir ke dalam ruang penyimpanan produk.
Keuntungan menggunakan sistem pendinginan tak langsung dibandingkan
terhadap sistem langsung adalah sebagai berikut:
a. Kontrol pendinginan yang lebih baik dapat dilakukan
b. Dengan mengatur aliran air garam yang melalui katup a,b,c dan d maka
temperatur ruang A, B, C dan D akan dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
c. Tidak ada bahaya infeksi pada produk yang didinginkan, karena tidak terjadi
kontak langsung dengan es yang kotor.
Penggunaan sistem pendinginan es hingga saat ini yang masih banyak digunakan
masyarakat yaitu untuk mendinginkan ikan, dan daging.

3.3. Pendinginan Sistem Absorbsi


Pada pendinginan sistem absorbsi, proses pemampatan dilakukan dengan
menyerap panas refrigeran ke dalam cairan fluida kerja kedua. Jadi fluida kerja
kedua (absorben) tersebut berperan sebagai pembawa refigeran. Campuran yang

3
berupa larutan ini kemudian dipompakan dari bagian bertekanan rendah ke bagian
bertekanan tinggi. Fluida kerja yang banyak digunakan pada daur absorbsi adalah
campuran amonia-air dan lithium bromida-air.
Pada sistem amonia-air, amonia berperan sebagai refrigeran dan air berperan
sebagai absorben. Adapun pada sistem lithium bromida-air, lithium bromida
berperan sebagai absorben dan air berperan sebagai refrigeran. Sistem lithium
bromida hanya dapat diterapkan jika suhu pendinginan di atas 0oC. Umumnya
pendinginan sistem absorbsi banyak digunakan pada industri pembuatan es balok, es
crystal, sistem pendinginan AC Sentral Chiller, pendinginan gas nitrogen sebagai
bahan baku pupuk urea.

Sejarah mesin pendingin absorbsi dimulai pada abad ke-19 mendahului


jenis kompresi uap dan telah mengalami masa kejayaannya sendiri.  Siklus
pendinginan absorbsi mirip dengan siklus pendinginan kompresi uap.  Perbedaan
utama kedua siklus tersebut adalah gaya yang menyebabkan terjadinya perbedaan
tekanan antara tekanan penguapan dan tekanan kondensasi serta cara perpindahan
uap dari wilayah bertekanan rendah ke wilayah bertekanan tinggi.
Pada sistem pendingin kompresi uap digunakan kompresor, sedangkan
pada sistem pendingin absorbsi digunakan absorber dan generator.  Uap bertekanan
rendah diserap di absorber, tekanan ditingkatkan dengan pompa dan pemberian
panas di generator sehingga absorber dan generator dapat menggantikan fungsi
kompresor secara mutlak.  Untuk melakukan proses kompresi tersebut, sistem
pendingin kompresi uap memerlukan masukan kerja mekanik sedangkan sistem
pendingin absorbsi memerlukan masukan energi panas.  Oleh sebab itu, siklus
kompresi uap sering disebut sebagai siklus yang digerakkan dengan kerja (work-
operated) dan siklus absorbsi disebut sebagai siklus yang digerakkan dengan panas
(heat operated). 
Salah satu keunggulan sistim absorbsi adalah karena menggunakan panas
sebagai energi penggerak.  Panas sering disebut sebagai energi tingkat rendah (low
level energy) karena panas merupakan hasil akhir dari perubahan energi dan sering
kali tidak didaur ulang.  Pemberian panas dapat dilakukan dengan berbagai cara,
seperti menggunakan kolektor surya, biomassa, limbah, atau dengan boiler yang
menggunakan energi komersial.

4
1. Prinsip Kerja Siklus Absorbsi

Dasar siklus absorbsi disajikan pada gambar 3.3. Pada gambar


ditunjukkan adanya dua tingkat tekanan yang bekerja pada sistem, yaitu tekanan
rendah yang meliputi proses penguapan (di evaporator) dan penyerapan (di
absorber), dan tekanan tinggi yang meliputi proses pembentukan uap (di generator)
dan pengembunan (di kondensor).  Siklus absorbsi juga menggunakan dua jenis zat
yang umumnya berbeda, zat pertama disebut penyerap sedangkan yang kedua
disebut refrigeran.  Selanjutnya, efek pendinginan yang terjadi merupakan akibat
dari kombinasi proses pengembunan dan penguapan kedua zat pada kedua tingkat
tekanan tersebut.  Proses yang terjadi di evaporator dan kondensor sama dengan
pada siklus kompresi uap.

Kerja siklus secara keseluruhan adalah sebagai berikut:


Proses 1-2/1-3 : Larutan encer campuran zat penyerap dengan refrigeran (konsentrasi zat
penyerap rendah) masuk ke generator pada tekanan tinggi. Di generator panas dari
sumber bersuhu tinggi ditambahkan untuk menguapkan dan memisahkan refrigeran dari
zat penyerap, sehingga terdapat uap refrigeran dan larutan pekat zat penyerap.  Larutan
pekat campuran zat penyerap mengalir ke absorber dan uap refrigeran mengalir ke
kondensor.

Gambar 3.3. Bagan alir proses pendinginan absorbsi

5
Proses 2- : Larutan pekat campuran zat penyerap dengan refrigeran (konsentrasi zat
penyerap tinggi) kembali ke absorber melalui katup cekik.  Penggunaan
katup cekik bertujuan untuk mempertahankan perbedaan tekanan antara
generator dan absorber.
Proses 3-4: Di kondensor, uap refrigeran bertekanan dan bersuhu tinggi
diembunkan, panas dilepas ke lingkungan, dan terjadi perubahan fase
refrigeran dari uap ke cair.  Dari kondensor dihasilkan refrigeran cair
bertekanan tinggi dan bersuhu rendah.
Proses 4-5: Tekanan tinggi refrigeran cair diturunkan dengan menggunakan katup
cekik (katup ekspansi) dan dihasilkan refrigeran cair bertekanan dan
bersuhu rendah yang selanjutnya dialirkan ke evaporator.
Proses 5-6: Di evaporator, refrigeran cair mengambil panas dari lingkungan yang
akan didinginkan dan menguap sehingga terjadi uap refrigeran
bertekanan rendah.
Proses 6-8/7-8: Uap refrigeran dari evaporator diserap oleh larutan pekat zat
penyerap di absorber dan membentuk larutan encer zat penyerap.  Jika
proses penyerapan tersebut terjadi secara adiabatik, terjadi peningkatan
suhu campuran larutan yang pada gilirannya akan menyebabkan proses
penyerapan uap terhenti.  Agar proses penyerapan berlangsung terus-
menerus, absorber didinginkan dengan air yang mengambil dan
melepaskan panas tersebut ke lingkungan.
Proses 8-1:Pompa menerima larutan cair bertekanan rendah dari absorber,
meningkatkan tekanannya, dan mengalirkannya ke generator sehingga
proses berulang secara terus menerus.

2. Analisa Pendinginan Absorbsi

Siklus pendinginan absorbsi pada prinsipnya merupakan kombinasi dari 2


siklus, yaitu siklus tenaga dan siklus pendinginan, seperti disajikan pada Gambar 3.4.
Siklus tenaga menghasilkan kerja yang dibutuhkan untuk melakukan proses
pengempaan (kompresi) uap yang dihasilkan oleh evaporator.  Siklus tenaga
menerima panas qg pada suhu Ts, melepas energi W dalam bentuk kerja ke siklus

6
pendinginan, dan melepas sejumlah qa energi ke lingkungan dalam bentuk panas
pada suhu Ta.  Siklus refrigerasi menerima kerja sebesar W dan menggunakannya
untuk memompa sejumlah qe panas pada suhu pendinginan Tr kemudian melepaskan
sejumlah qc panas pada suhu lingkungan Ta.

Gambar 3.4. Siklus absorbsi sebagai kombinasi siklus


tenaga dan siklus pendinginan
Dari definisi COP, untuk siklus tenaga berlaku persamaan:

(3.1)

sedangkan untuk siklus pendinginan berlaku,

(3.2)

Koefisien penampilan (COP) siklus absorbsi ideal atau siklus pendinginan yang
digerakkan dengan panas didefinisikan sebagai :

(3.3)

Dengan memasukkan persamaan [3.2] dan [3.3] diperoleh koefisien penampilan ideal

(3.4)

7
Dari persamaan di atas dapat diambil beberapa kecenderungan, yaitu :
- COP meningkat jika Tg meningkat
- COP meningkat jika Te meningkat
- COP menurun jika Ta menurun
Dalam beberapa hal, penggunaan COP untuk melihat penampilan sistem
pendinginan absorbsi tidak menguntungkan karena nilainya sangat rendah
dibandingkan dengan COP sistem pendinginan kompresi uap.  Akan tetapi, hal ini
tidak mutlak menunjukkan bahwa penampilan kerja sistem absorbsi lebih rendah
dibandingkan sistem kompresi uap karena definisi keduanya sangat berbeda.  COP
sistem kompresi uap adalah perbandingan laju pendinginan terhadap tenaga dalam
bentuk kerja yang diberikan pada sistem, sedangkan pada sistem absorbsi adalah
perbandingan terhadap penambahan panas pada generator.  Secara umum, energi
dalam bentuk kerja lebih tinggi nilai dan harganya dibandingkan dalam bentuk
panas.
Contoh Soal 3.1 : 
Tentukan COP ideal sistem pendinginan absorbsi yang digerakkan dengan sumber
panas bersuhu 100 oC, suhu pendinginan 5 oC dan suhu lingkungan 30 oC.
Jawab :       COP = (5+273.15)(100-30) / (100+273.15)(30-5) = 2.09

Analisis terhadap siklus pendinginan absorbsi sederhana dapat dilakukan dengan


menggunakan Gambar 3.4 sebagai berikut:

a. Keseimbangan massa

Di absorber :

(3.7)

Di generator :

(3.8)
(3.9)
(3.10)
(3.11)

b. Keseimbangan energy

8
Energi masuk = energi keluar :

(3.12)

   dimana :

(3.13)

(3.14)

(3.15)

Gambar 3.5. Analisa proses pendinginan absorbsi

(3.16)

dimana :
h          : entalpi (kJ/kg)
m         : laju aliran massa (kg/det)
p          : tekanan (kPa)
q          : energi (kJ/kg)
v          : volume jenis larutan (m3/kg)
wp        : kerja pompa (kW/kg)
x          : konsentrasi penyerap (-)
hp        : efisiensi pompa (-)

9
huruf kecil 1-8 : sesuai dengan gambar 3.5:

a : absorber (penyerap), c : campuran


e        : evaporator                      g     : generator
k        : kondensor                       r     : refrigerant

Contoh soal 3.2:           

Suatu mesin pendingin jenis absorbsi air-LiBr bekerja dengan suhu di generator
100 oC, kondensor 40 oC, evaporator 10 oC, dan absorber 30 oC.  Kapasitas pompa
adalah 0,6 kg/det. 

Tentukan :
                   a. laju aliran refrigeran (air) yang melalui kondensor dan evaporator
                   b. energi masuk/keluar pada generator, kondensor, evaporator, dan
absorber.
                   c. COP sistem.
Jawab :
a.  Keadaan jenuh air murni terjadi di kondensor dan evaporator, sehingga  dengan
memasukkan suhu-suhu yang diketahui ke gambar 6-5, diperoleh tekanan uap jenuh
di :       

kondensor (Tk = 40 oC) = 7,38 kPa


evaporator (Te = 10 oC) = 1,23 kPa
Uap jenuh di kondensor keluar dari generator pada suhu 100 oC, sehingga
konsentrasi LiBr yang terkandung pada uap air setelah keluar dari generator adalah
perpotongan antara suhu larutan 100 oC dengan suhu jenuh 40 oC, yaitu 66,4 %.

Uap jenuh dari evaporator masuk ke absorber yang berada pada suhu 30 oC,
sehingga meninggalkan absorber dengan konsentrasi LiBr (dengan cara yang sama)
sebesar 50 %.  Dengan demikian, keseimbangan massa di generator, dapat
dituliskan:

Keseimbangan laju massa total :      m2 + m4 = m1 = mc = 0,6


Keseimbangan LiBr :                       m1x1 = m2x2
                                                       0,6(0,50) = m2 (0,664)
                                                       m2 = m3 = ma = 0,452 kg/det dan
                                                       m4 = mr = 0,148 kg/det

Sehingga, laju aliran massa refrigeran yang melalui kondensor dan evaporator
adalah m4 = m5 = m6 = m7 = mr = 0,148 kg/det, sedangkan laju aliran massa
penyerap adalah m2 = m3 = ma = 0,452 kg/det, dan mc = 0,6 kg/det.

b.       Entalpi larutan dapat dibaca dari gambar 6-6, yaitu :


          h1 = h8 = (pada T = 30 oC dan x1 = 0,50) = -168 kJ/kg

10
          h2 = h3 = (pada T = 100 oC dan x2 = 0,664) = -52 kJ/kg

          Entalpi air dan uap air pada keadaan jenuh dapat dibaca dari Tabel Uap pada
Lampiran, yaitu :
          h4 (uap jenuh pada T = 100 oC) = 2676,0 kJ/kg
          h5 = h6 = (cair jenuh pada T = 40 oC) = 167,5 kJ/kg
          h7 (uap jenuh pada T = 10 oC) = 2520,0 kJ/kg

          Sehingga laju pertukaran energi yang terjadi adalah :


          qg = m2h2 + m4h4 - m1h1 = 0,452(-52) + 0,148(2676,0) - 0,6(-168) = 473,3
kJ
          qk = mr(h4 - h5) = 0,148(2676,0 - 167,5) = 371,2 kJ
          qa = mrh7 + mah3 - mch8 = 0,148(2520,0) + 0,452(-52) - 0,6(-168) = 450,3
kJ/kg
          qe = mr(h7 - h6) = 0,148(2520,0 - 167,5) = 348,2 kJ/kg

c.       COP = qe / qg = (348,2) / (473,3) = 0,736


          COP ideal sistem dapat dihitung dengan menggunakan Ta rata-rata =
(30+40)/2 = 35 oC, yaitu :

3.17

3.  Kombinasi Refrigeran – Absorber pada Sistem Pendinginan Absorbsi

Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh kombinasi refrigeran


dengan zat penyerap untuk layak digunakan pada mesin pendingin absorbsi. 
Diantaranya adalah :
1. Zat penyerap harus mempunyai nilai afinitas (pertalian) yang kuat dengan
uap refrigeran, dan keduanya harus mempunyai daya larut yang baik pada
kisaran suhu kerja yang diinginkan.
2. Kedua cairan tersebut, baik masing-masing maupun hasil campurannya,
harus aman, stabil, dan tidak korosif.
3. Secara ideal, kemampuan penguapan zat penyerap harus lebih rendah dari
refrigeran sehingga refrigeran yang meninggalkan generator tidak
mengandung zat penyerap
4. Refrigeran harus mempunyai panas laten penguapan yang cukup tinggi
sehingga laju aliran refrigeran yang harus dicapai tidak terlalu tinggi
5. Tekanan kerja kedua zat harus cukup rendah (mendekati tekanan atmosfir)

11
untuk mengurangi berat alat dan menghindari kebocoran ke lingkungannya

Saat ini, terdapat dua kombinasi refrigeran-zat penyerap yang umum digunakan,
yaitu air-litium bromida (H2O-LiBr) dan amonia-air (NH3-H2O).  Pada kombinasi
pertama, air bertindak sebagai refrigeran dan litium bromida sebagai zat penyerap,
sedang pada kombinasi kedua, amonia bertindak sebagai refrigeran dan air sebagai
zat penyerap.

a. Sistem Litium Bromida–Air


Sistem litium bromida-air banyak digunakan untuk pengkondisian udara
dimana suhu evaporasi berada di atas 0oC.  Litium Bromida (LiBr) adalah suatu
kristal garam padat, yang dapat menyerap uap air.  Larutan cair yang terjadi
memberi tekanan uap yang merupakan fungsi suhu dan konsentrasi larutan.

b. Sistem Air–Amonia

Sistem amonia-air digunakan secara luas untuk mesin pendingin berskala


kecil (perumahan) maupun industri, yang mana suhu evaporasi yang dibutuhkan
mendekati atau di bawah 0 oC.  Sistem amonia-air mempunyai hampir seluruh
kriteria yang diperlukan di atas, kecuali bahwa zat-zat tersebut dapat bersifat
korosif terhadap tembaga dan alloynya, serta sifat amonia yang sedikit beracun
sehingga membatasi penggunaannya untuk pengkondisian udara.

Gambar 3.6. Pendingin absorbsi sistem amonia air

12
Kelemahan sistem amonia-air yang paling utama adalah air yang juga
mudah menguap sehingga amonia yang berfungsi sebagai refrigeran masih
mengandung uap air pada saat keluar dari generator dan masuk ke evaporator
melalui kondensor.  Keadaan ini dapat menyebabkan uap air meninggalkan panas
di evaporator dan meningkatkan suhunya sehingga menurunkan efek pendinginan. 
Untuk menghindari hal itu, mesin pendingin absorbsi dengan sistem amonia-air
umumnya dilengkapi dengan rectifier dan analyzer, seperti ditunjukkan pada
Gambar 6-7.  Amonia yang masih mengandung uap air dari generator melalui
rectifier, suatu mekanisma yang bekerja seperti kondenser akibat adanya arus balik
uap air dari analyzer.  Di sini, uap air yang mempunyai suhu jenuh yang lebih
tinggi diembunkan dan dikembalikan ke generator.  Selanjutnya amonia dan
sejumlah kecil uap air diteruskan ke analyzer, dimana uap air dan sebagian kecil
amonia diembunkan dan dikembalikan ke generator melalui rectifier, sedangkan
amonia diteruskan ke kondensor.   Analyzer pada prinsipnya adalah suatu kolom
distilasi, yang umumnya menggunakan air pendingin dari kondensor sebagai media
pendingin.
Untuk dapat menghitung penampilan panas di dalam siklus pendinginan
absorbsi maka diperlukan data entalpi tiap kombinasi refrigeran-zat penyerap yang
digunakan.  Diagram entalpi-konsentrasi sistem amonia-air (NH3-H2O) diberikan
pada Lampiran.  Perlu diperhatikan bahwa pada diagram tersebut konsentrasi yang
ditunjukkan adalah konsentrasi NH3 di dalam larutan NH3-H2O, meskipun dalam
hal ini amonia berfungsi sebagai refrigeran dan air sebagai zat penyerap.

4. Efek Termoelektrik

Jika arus dilewatkan melalui suatu termokopel maka akan terjadi 5 efek
sebagai berikut:
a. Efek Seebeck
Efek Seebeck yaitu efek yang mendefinisikan mekanisme pengukuran
suhu dengan termokopel (Gambar 3.7).  Jika dua konduktor A dan B yang
berbeda disambungkan dan kedua ujung sambungan tersebut diletakkan pada
suhu yang berbeda, maka akan dihasilkan gaya gerak listrik (GGL).  Sebaliknya,
jika GGL tersebut disediakan, maka akan terjadi suhu berbeda pada kedua ujung

13
tersebut.  Hubungan antara beda suhu dengan GGL tersebut adalah:

Gambar 3.7. Efek Termoelektrik

  3.18

dimana a adalah daya termoelektrik atau koefieisen Seebeck (V/K)

b. Efek Joulean

Efek Joulean yaitu efek pembentukan panas sebagai akibat dari arus yang
mengalir karena terbentuknya GGL pada efek Seebeck di atas.  Panas Joulean yang
terbentuk adalah sebesar:

3.19

dimana qj adalah panas joulean (W), I adalah arus (A) dan R adalah total tahanan
pada rangkaian (ohm). Efek Konduksi; yaitu jika salah satu ujung jembatan termokopel
tersebut dipertahankan pada suhu yang lebih tinggi dari ujung lainnya, maka akan terjadi
aliran panas dari ujung yang lebih panas ke ujung lebih dingin.  Efek ini bersifat tak-
mampu balik, dan besarnya adalah:

3.20
dimana U adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan.
c. Efek Peltier
Efek Peltier terjadi jika arus dilewatkan melalui termokopel yang pada mulanya
suhu kedua ujungnya adalah sama, maka sejumlah panas akan dilepas pada salah satu
ujungnya dan sejumlah lain panas akan diserap pada ujung lainnya sehingga terjadi

14
perbedaan suhu pada kedua ujung tersebut.  Perpindahan panas tersebut dipengaruhi
oleh arus yang mengalir, dengan hubungan seperti persamaan:

3.21

dimana f adalah koefisien Peltier (volt).  Efek Peltier ini menjadi dasar utama
system pendinginan efek termoelektrik.

d. Efek Thomson

Efek Thomson terjadi jika arus mengalir melalui konduktor termokopel


yang pada mulanya bersuhu seragam, maka panas Joulean akan menyebabkan
gradien suhu sepanjang termokopel tersebut, dengan hubungan:

(3.22)
dimana t adalah koefisien Thomson (V/K) dan dT/dx adalah gradien suhu yang
terjadi pada konduktor.
Secara termodinamik koefisien Seebeck (a), Peltier (f) dan Thomson (t) adalah
saling berhubungan.  Besaran a dan f sangat tergantung pada sifat kedua konduktor pada
termokopel tersebut sehingga harus dinyatakan dalam nilai beda (a = aA - aB dan f = fA -
fB).  Dengan demikian, hubungan ketiga koefisien tersebut dapat dinyatakan dengan dua
persamaan berikut:

(3.23)

(3.24)

Efek Peltier di atas dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendinginan dengan


memilih secara tepat dua konduktor berbeda yang akan digunakan.  Gambar 2
menunjukkan contoh skematik system pendingin termoelektrik.  Konduktor dipilih
sedemikian hingga daya termoelektrik ap positip dan an negatip.  Jembatan dingin
direkatkan dengan lempeng metal atau jenis permukaan pindah panas lainnya, yang
kemudian dipaparkan pada ruang atau benda yang akan didinginkan.  Sedangkan
jembatan panas direkatkan dengan permukaan pindah panas untuk dapat

15
melepaskan panas ke atmosfir atau media lain.
Pada kondisi tunak (steady), penyerapan dan pelepasan panas dapat dianggap
terjadi hanya pada jembatan tersebut, dan sifat lain bahan tetap.  Dengan demikian,
keseimbangan panas yang terjadi adalah:

(3.25)

(3.26)

Dari persamaan (3.26) diperoleh,

(3.27)

yang menunjukkan bahwa beda suhu (T1 – T0) maksimum terjadi sat efek
pendinginan q0 sama dengan nol.  Tenaga batre (w) yang diperlukan sebagai
kompensasi kehilangan daya karena efek Joulean dan counteract pembangkitan daya
oleh efek Seebeck, adalah:

(3.28)

Sehingga koefisien penampilan system pendingin tersebut menjadi:

(3.29)

Untuk system termoelektrik yang mampu balik secara sempurna, tanpa efek
Joulean dan konduksi, maka nilainya akan sama dengan COP siklus Carnot. Nilai
q0, (T1 – T0), dan COP dapat dimaksimalkan, dan nilainya diperoleh dengan
menurunkan masing-masing persamaan yang berkaitan terhadap I dan menyamakan
dengan nol, yaitu:

(3.30)

(3.31)

16
dimana disebut sebagai figure of merit.
 

(3.32)

Untuk COP maksimum, maka

(3.33)

Dan

(3.34)

Bahan yang digunakan sebagai elemen kopel sitem pendingin termoelektrik adalah
campuran bismuth, tellurium dan antimony sebagai elemen p, dan campuran
bismuth, tellurium dan selenium sebagai elemen n.  Nilai parameter elemen
termoelektrik tipikal adalah sebagai berikut:
Daya termoelektrik a = 0.00021 volt/K
Konduktivitas termal k = 0.015 W/cm.K
Resistivitas listrik r = 0.001 ohm.cm
Contact resistance listrik r = 0.00001 ~ 0.0001 ohm.cm2

Latihan
1. Jelaskan beda penggunaan larutan LiBr-H2O terhadap larutan H2O-NH3 pada
mesin pendingin absorbsi. Apakah penggunaan kedua larutan tersebut dapat
saling dipertukarkan?
2. Apakah masing-masing efek berikut berpengaruh positip (meningkatkan
kapasitas pendinginan) atau negatip (mengurangi kapasitas pendinginan)
terhadap system pendinginan termoelektrik, berikan penjelasan singkat terhadap
jawaban anda:

17
 Efek Joulean
 Efek Thomson
 Efek Peltier
 Efek Seebeck dan
 Efek Konduksi

Test Formatip
1. Jelaskan sistem pendinginan termoelektrik dan menurut anda di bidang apa dapat
diaplikasikan?
2. Jelaskan dengan ringkas perbedaan antara mesin pendingin jenis kompresi uap
dengan mesin pendingin jenis absorbsi dari segi a) komponen-komponen utama
dan fungsi dari masing-masing komponen tersebut, b) agen pendingin
(refrigeran) yang digunakan.
3. Sebuah pendingin absorpsi yg menggunakan LiBr-H2O, dirancang sedemikian
rupa sehingga panas yang diserap oleh evaporator (qe) = 138 kW pada suhu
5oC.  Dengan suhu absorber 35oC, hitunglah:
 Tentukan konsentrasi larutan yang melewati pompa menuju generator
 Jika laju aliran yang melalui pompa 0.60 kg / detik, hitunglah konsentrasi
keluar generator, apabila laju aliran dari generator ke absorber sebesar 0.54
kg/detik. 
 Tentukan suhu kondensor dan suhu generator yang diperlukan serta panas
yang dibuang dari kondensor dan panas yang diserap di generator. (Petunjuk:
hitung dahulu entalpi air keluar kondensor)
 Tentukan COP sistem pendingin tersebut
4. Sistem pendingin absorbsi dengan pasangan refrigeran dan absorber adalah air
dan larutan Li Br. Diagram sistem pendinginan adalah seperti gambar di bawah.
Tentukan:
 Diagram P-X-T (Tekanan, konsentrasi dan suhu)
 Massa aliran tiap titik
 Pindah panas tiap komponen sistem pendingin
 COP sistem pendingin
 Apa yang anda ketahui dengan sistem pendinginan absorbsi yang dilengkapi
dengan Heat Exchanger?

18
 Jelaskan terjadinya kristalisasi dalam sistem pendinginan absorbsi pasangan
Air dan LiBr

 
3.4. Pendinginan dengan Pemampatan Uap (Kompresi Uap)
Pendinginan dengan pemampatan uap dapat dilihat pada gambar 3.8. Pada
sistem pendinginan jenis pemanpatan uap ini biasanya digunakan fluida kerja freon.
Prinsip kerja sistem pendingin pemampatan uap ini adalah:
a. Fluida kerja mula-mula berada dalam tingkat keadaan jenuh atau sedikit kering
(superheated) dengan tekanan yang relatif rendah (tingkat keadaan 1).
b. Freon yang dalam kondisi jenuh ini lalu dimampatkan hingga tekanannya
meningkat (tingkat keadaan 2).
c. Pada kondensor panas pada freon dibuang ke udara lingkungan melalalui
mekanisme perpindahan panas, hingga freon dikondensasi menjadi cair jenuh atau
sedikit sub dingin (tingkat keadaan 3).
d. Untuk menurunkan tekanannya maka cairan jenuh ini diekspansikan secara
adiabatik melalui katup (throttling) (tingkat keadaan 4). Fluida kerja yang keluar
dari katup ekspansi ini biasanya berupa campuran dengan kualitas rendah. Pada
tekanan rendah tersebut, temperaturnya juga rendah. Temperatur fluida kerja yang
rendah ini yang digunakan sebagai penyerap panas dari dalam ruangan yang akan
didinginkan.
Panas yang diserap oleh fluida kerja dalam evaporator akan kembali menguap
sehingga menjadi kondisi seperti tingkat keadaan 1. Selanjutnya mengikuti lagi
proses seperti di atas.

19
Gambar 3.8. Sistem pendinginan kompresi uap

3.5. Pendinginan dengan Jet-Kukus


Pendinginan dengan jet-kukus atau vakum komersial sering digunakan untuk
menghasilkan air sejuk atau dalam pembuatan es kering. Pada sistem ini, nosel
penyedot digunakan untuk mempertahankan tekanan yang rendah dan sekaligus
mengganti proses kompresor.
Pada proses ini, suatu ruang/tangki penguapan hampa (flash chamber)
dipertahankan pada tekanan rendah. Cairan yang dimasukkan ke dalam ruangan
tersebut akan teruapkan sebagian dan sisanya akan mengalami pendinginan hingga
mencapai temperatur jenuhnya pada tekanan ruang penguapan hampa. Tekanan
ruang penguapan hampa tersebut diperoleh dengan menghubungkan tanki hampa
dengan sebuah nosel penyedot.
Sistem ini menggunakan prinsip bahwa air akan mendidih di bawah 100 oC
jika tekanan di atas permukaan air sama dengan tekanan atmosfir. Jika tekanan
berada di bawah tekanan atmosfir maka titik didih akan turun pula. Seperti contoh air
akan menguap pada 6oC jika tekanan permukaannya 5 cm Hg dan pada suhu 10 oC
pada tekanan 6,5 cmHg. Tekanan yang sangat rendah atau kevakuman yang tinggi
pada permukaan air dapat dijaga oleh proses throttling dari uap yang melalui suatu
jet atau nosel.

20
Gambar 3.9. Sistem pendinginan jet-kukus

Dalam berbagai aplikasi teknik pendingin masih lagi jenis sitem pendinginan
yang digunakan seperti; pendinginan evaporativ, pendinginan siklus udara,
pendinginan mamakai gas cair, pendinginan dengan es kering dan pendinginan
dengan pancairan gas (cryogenics). Untuk menambah wawasan tentang uraian
lengkap terhadap berbagai jenis sistem pendinginan di atas, dapat melihat dan
membaca buku Refrigerasi And Air Conditioning yang membahas tentang materi
tersebut.

Daftar Pustaka

Adly Havendri, (1993). Diktat Teknik Pendingin. Percetakan UNAND, Padang


Arora, C.P., (2000), Refrigerant and Air Conditioning, McGraw-Hill, New York
Bayazitoglu, Yildiz dan M. Necati Ozisik, (1988), Elements Of Heat Transfer,
McGraw-Hill, New York
Frank Kreith, (1985). Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas, Erlangga, Jakarta
Holman, J.P., (1993). Perpindahan Kalor, Erlangga, Jakarta
Incropera, M. (1992). Fundamentals Of Heat Transfer, McGraw-Hill, New York
Pita, E.G., 1981, Air Conditioning Principles and Systems – An Energy Approach,
John Wiley & Sons, Inc.
Stoecker, W.F., and Jones, J.W., 1987, Refrigeration and Air conditioning, 2nd ed.,
McGraw-Hill International Edition, Singapore

21

Anda mungkin juga menyukai