Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) sudah menjadi masalah kesehatan secara

global pada masyarakat, karena prevalensi dari Diabetes Mellitus terus

mengalami peningkatan, baik pada negara maju maupun pada negara yang

sedang berkembang. Diabetes Mellitus merupakan sekelompok penyakit

metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula

darah/hiperglikemia akibat jumlah dan atau fungsi insulin terganggu (Rianty

dkk, 2017).

Diabetes Melitus adalah kelainan metabolisme dimana kemampuan

tubuh untuk memanfaatkan glukosa, lemak dan protein terganggu karena

defisiensi insulin atau resistensi insulin. (Supit Julia, 2018). Diabetes Melitus

lebih dikenal dengan sebutan silent killer menurut WHO diabetes merupakan

penyakit tidak menular yang menyerang organ sehingga menimbulkan

komplikasi seperti kebutaan, serangan jantung, stroke, gagal ginjal dan

amputasi kaki (Depkes RI, 2014 dalam Zai dkk, 2019)

Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) di

tahun 2017, penderita diabetes melitus berjumlah 425 juta jiwa dan pada

tahun 2045 diperkirakan akan meningkat sekitar 48% dengan jumlah 625 juta

jiwa penderita diabetes melitus. Diperkirakan peningkatan prevalensi 151 juta

jiwa penderita diabetes melitus di Asia Tenggara di tahun 2045 dari 82 juta

jiwa penderita diabetes melitus di tahun 2017 (IDF, 2017 dalam Zai dkk

1
2019).

Hasil survei Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2015,

jumlah penderita diabetes melitus di dunia sekitar 415 juta jiwa dari kenaikan

4 kali lipat dari 108 juta di tahun 1980an dan diprediksi jumlahnya akan

meningkat sekitar 642 juta pada tahun 2040 sedangkan di Indonesia pada

tahun 2017 menempati peringkat ke enam dunia untuk prevalensi diabetes

tertinggi di dunia dan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia.

(WHO, 2017)

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi penyakit

diabetes melitus di Indonesia sebesar 8,5%. Dari data tersebut, terdapat 15

provinsi mempunyai prevalensi penyakit diabetes melitus di atas prevalensi

Nasional, salah satunya yaitu di Sulawesi Tenggara yaitu 2,9%. Dari Data

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2018 menunjukkan

penyakit diabetes mellitus berada pada peringkat ke-7 dari 10 besar penyakit

tertinggi di Sulawesi Tenggara. (Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Tenggara, 2018). Dengan demikian, penyakit Diabetes Melitus di Provinsi

Sulawesi Tenggara perlu mendapatkan perhatian serius, khususnya di Kota

Kendari.

Hal ini dibuktikan dari data Dinas Kesehatan Kota Kendari yang

menunjukan bahwa penyakit diabetes melitus pada tahun 2016 yaitu sebesar

2.983 kasus, pada tahun 2017 yaitu sebesar 2.436 kasus dan pada tahun 2018

yaitu sebesar 3.710 kasus (Dinkes Kota Kendari, 2018). Dan hasil

pengambilan data awal Di RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

2
diketahui bahwa jumlah pasien readmisi diabetes melitus pada tahun 2017

berjumlah 2.681 pasien, 2018 berjumlah 2.245 pasien, tahun 2019 periode

Januari – Juni berjumlah 1.009 pasien. (Rekam Medik RSU Bahteramas,

2019).

Diabetes melitus tidak dapat disembuhkan secara total. Sebab,

manusia juga membutuhkan kadar gula darah yang cukup untuk metabolisme

(Kirwanto, 2014 dalam Istiqomah, 2019). Oleh karena itu, banyak pasien

diabetes melitus yang melakukan kunjungan berulang (readmisi) di Rumah

Sakit. Menurut Krantz et al (2006) readmisi yaitu melakukan kunjungan

ulang di rumah sakit atau melakukan pendaftaran kembali di rumah sakit.

Menurut Iskandar (2014) readmisi adalah suatu tindakan atau kejadian

seorang pasien dirawat kembali yang sebelumnya telah mendapatkan layanan

rawat inap di rumah sakit. Sedangkan menurut KBBI readmisi adalah

melakukan kunjungan atau pendaftaran kembali di Rumah sakit. Beberapa

faktor yang dapat menyebabkan readmisi pasien meliputi : usia, jenis

kelamin, kepemilikan asuransi kesehatan, tingkat pendidikan pasien,

komplikasi medis, riwayat hospitalisasi, partisipasi keluarga pasien, tingkat

keparahan penyakit, pernah dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD), length

of stay (LOS), kepatuhan (follow up). (Schalci dkk, 2009 dalam Romalina dkk

2017).

Dari beberapa faktor tersebut, pengetahuan sangat penting dalam

pencegahan readmisi. Notoatmodjo (2007) dalam Alfiani, dkk 2017

mengatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

3
sangat penting untuk terbentuknya tindakan atau perilaku seseorang. Perilaku

yang didasari oleh pengetahuan dan sikap positif, akan berlangsung langgeng.

Pengetahuan penderita mengenai manajemen diabetes mellitus merupakan

sarana yang membantu penderita menjalankan penanganan diabetes selama

hidupnya. Selain itu, kepatuhan diet dan peran keluarga sangat penting untuk

diperhatikan.

Kepatuhan diet merupakan salah satu faktor untuk menstabilkan

kadar gula dalam darah menjadi normal sehingga tidak akan terjadi

kunjungan berulang (readmisi). Ketidakpatuhan pasien dalam melakukan

tatalaksana diabetes akan memberikan dampak negatif yang sangat besar

meliputi peningkatan biaya kesehatan dikarenakan pasien melakukan

kunjungan berulang (readmisi) dan komplikasi diabetes. (Soegondo, 2008

dalam Aini et al, 2011).

Sementara itu, Keluarga juga mempunyai pengaruh terhadap sikap

dan penerimaan pasien Diabetes Melitus. Pasien Diabetes Melitus akan

bersikap positif untuk mempelajari pengelolaan diabetes melitus apabila

keluarga memberikan dukungan dan ikut berpartisipasi dalam mendukung

pengontrolan gula darah pasien Diabetes Melitus. Sebaliknya apabila

keluarga tidak mendukung, acuh tak acuh bahkan menolak pemberian

pendidikan kesehatan mengenai pengelolaan Diabetes Mellitus, maka pasien

Diabetes Mellitus akan bersikap negatif terhadap pengelolaan diabetes

tersebut (Soegondo, 2006).

Sejalan dengan pene;itian Khoirul Puspita Sari, 2018 bahwa ada

4
hubungan antara pengetahuan dan dukungan keluarga terhadap readmisi pada

pasien diabetes mellitus. Sementara itu, dalam penelitian yang berjudul

Dietary Complience and its Asociation with Glicemic among Poorly

Controlled Tipe 2 Diabetic Outpatints In Hospital University Sains Malaysia

menunjukan hubungan yang signifikan antara kepatuhan diet dan control

glikemik yang diukur dengan FBS (fasting blood sugar). (Tan et al, 2011).

Studi pendahuluan pada 10 responden didapatkan bahwa 7 dari 10

responden mengatakan melakukan kunjungan berulang di RSU Bahteramas

dalam rentan waktu 30 hari (readmisi) dengan keluhan diabetes mellitus. Dari

hasil wawancara didapatkan bahwa responden mengatakan memiliki

pengetahuan yang kurang tentang manajemen diabetes mellitus dan tidak

mematuhi diet yang dianjurkan. Keluarga juga kurang membantu mereka

dalam memanajemen diabetes mellitus.

Melihat uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai

“Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Readmisi Pasien Diabetes

Melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:”

1. Apakah ada hubungan pengetahuan dengan readmisi pasien diabetes melitus

di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara?

2. Apakah ada hubungan kepatuhan diet dengan readmisi pasien diabetes

melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara?

5
3. Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan readmisi pasien diabetes

melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan readmisi

pasien diabetes melitus di Poli Penyakit Dalam RSU Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan readmisi pasien

diabetes melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

b. Untuk mengetahui hubungan kepatuhan diet dengan readmisi pasien

diabetes melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

c. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan readmisi pasien

diabetes melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi profesi keperawatan, Dapat memberikan informasi serta

gambaran bagi perawat mengenai readmisi pasien diabetes melitus

untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.

b. Bagi institusi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

informasi tambahan bagi peserta didik dalam materi tentang Diabetes

Melitus

6
2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak rumah sakit untuk

memberikan informasi kepada pasien.

b. Bagi Perawat

Diharapkan dapat memberi informasi dan saran bagi perawat

yang bertugas di rumah sakit untuk memberikan informasi kepada

pasien diabetes melitus terkait readmisi.

c. Bagi Pasien Diabetes Melitus

Diharapkan dapat memberi informasi dan menambah

pengetahuan penderita diabetes melitus dalam mencegah kekambuhan

berulang hiperglikemia.

d. Bagi Peneliti

Menjadi sarana dalam menimba ilmu dan pengalaman dalam

melakukan riset ilmu keperawatan

7
E. Kebaruan Penelitian

Tabel 1.1
Kebaruan Penelitian

No Nama Judul Metode Variabel Hasil Penelitian


. Peneliti Penelitian Penelitian Penelitia
n
1. Rika Hubungan Penelitian Variabel Dari penelitian
Meldi Pengetahuan menggunakan Indepen
Agustin Dan Perilaku rancangan den : ini, kami
a dkk Pasien deskriptif Pengeta
(2019) Tentang dengan metode huan menemukan
Penatalaksan cross sectional. dan
aan Diabetes Teknik perilaku adanya
Melitus Di samplingyang
Banjar Baru digunakan Variabel hubungan yang
Kalimantan adalah tekhnik depende
Selatan random n: signifikan
sampling. Diabetes
Melitus (p<0.001) antara

pengetahuan dan

perilaku tentang

penatalaksanaan

DM pada

pasien diabetes
2. Anni Hubungan Metode: Variabel Hasil
Rosiana Pengetahuan, Penelitian ini Indepen penelitian :
Masitho Sikap, Dan adalah den : Pasien DM yang
h Status korelasi. Pengeta mempunyai
(2019) Ekonomi Desain yang huan, pengetahuan
Dengan digunakan sikap baik tentang
Perilaku Diet dalam dan diit sebesar
Pada Pasien penelitian ini status 43,8%. Pasien
DM Rawat adalah cross ekonomi DM yang
Jalan Di Rsi sectional memiliki sikap
Jepara Variabel mendukung diit
depende sebesar 46,2%.
n: Sebagian besar
Perilku pasien DM
diet mempunyai

8
pasien pendapatan
DM lebih dari Rp.
1.600.000,- atau
lebih dari upah
minimum
kabupaten
(UMK)
sebanyak 52
orang (65%).
3. Kunary Hubungan Penelitian ini Variabel ada hubungan
anti dkk Tingkat merupakan Indepen
(2018) Pengetahuan penelitian den : tingkat
Tentang analitik Penegeta
Diabetes dengan huan pengetahuan
Melitus pendekatan
Dengan cross Variabel tentang DM
Perilaku sectional. depende
Mengontrol Analisa data n: dengan perilaku
Gula Darah menggunakan Perilaku
Pada Pasien uji chi square. Mengont mengontrol gula
Diabetes rol Gula
Melitus Darah darah pada
Rawat Jalan Pada
di RSUD Dr. Pasien pasien DM
Moewardi Diabetes
Surakarta Melitus rawat jalan di

RSUD Dr.

Moewardi

Surakarta.
4. Oktavia Hubungan Desain Variabel ada hubungan
kepatuhan penelitian Indepen
Ike diet pada menggunakan den : antara kepatuhan
pasien cross sectional kepatuha
Alvionit diabetes n diet diet dengan
mellitus
a dkk dengan kadar Variabel kadar gula
gula darah di depende
(2019) Rumah Sakit n : kadar darah.
panti Waluya gula
Sawahan darah di Direkomendasik
malang
an bagi

9
penderita

diabetes melitus

untuk

meningkatkan

dan menjaga

gaya hidup

dengan

mengontrol diet

maupun gula

darah.
5. Fatma Dukungan Metode: Variabel Adanya
kelurga Desain indepen
Nuraisy dengan penelitian ini den : hubungan
kualitas adalah analitik Dukung
ah dkk hidup pasien cross sectional an dukungan
DM dengan jumlah kelurga.
(2017) sampel 150 Variabel keluarga dengan
pasien DM depende
n: kualitas hidup
pasien
DM pasien DM II.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

10
A. Tinjauan Teoritis

1. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus

a. Pengertian

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi

insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan

komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular dan neuropat. (Yuliana

elin, 2009).

Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik terjadinya peningkatan kadar gula darah yang

tinggi (hiperglikemia) yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin,

resistensi insulin atau keduanya yang berlangsung lama (kronik) dan

dapat menyebabkan kerusakan gangguan fungsi, kegagalan berbagai

organ terutama mata, organ ginjal, saraf jantung dan pembuluh darah

lainnya. (Smeltzer & Bare, 2008).

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik akibat

pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat

memanfaatkan insulin yang diproduksi secara efektif, dan menyebabkan

konsentrasi glukosa dalam darah meningkat (American Diabetes

Association, 2009 dalam Pardede tami andriani dkk, 2017)

Jadi, diabetes melitus adalah gangguan metabolisme karbohidrat,

protein dan lemak yang ditandai dengan polifagi, polidipsi dan poliuri.

11
b. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi DM menurut Perkeni 2015 adalah sebagai berikut :

1) Diabetes melitus (DM) tipe 1

DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di

pankreas. kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin

yang terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara

lain autoimun dan idiopatik.

2) Diabetes melitus (DM) tipe 2

Penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi

insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja

secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di

dalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada

penderita DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi

insulin absolut.

3) Diabetes melitus tipe lain

Penyebab DM tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat

disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja

insulin, penyakit eksokrin pankreas, obat zat kimia, infeksi,

kelainan imunologi, dan sindrom genetik lain yang berakibat

dengan DM.

4) Diabetes melitus gestasional adalah keadaan hiperglikemia yang

terdiagnosis selama kehamilan dan belum pernah terdiagnosis

sebelumnya.

12
c. Etiologi

1) DM tipe I

Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan

penghancuran sel-sel beta pancreas yang disebabkan oleh:

a) Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri,

tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik

kearah terjadinya diabetes tipe 1

b) Faktor imunologi (autoimun)

c) Faktor lingkungan :virus atau toksin tertentu dapat memicu

proses autoimun yang menimbulkan ekstruksi sel beta.

2) DM tipe II

Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi

insulin. Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya

diabetes tipe II: usia, obesitas, riwayat dan keluarga. (Sudoyo Aru

dkk, 2009).

d. Manifestasi Klinis

Menurut Wicak (2009) gejala umum yang dapat

ditimbulkan oleh penyakit diabetes melitus diantaranya:

1) Pengeluaran urin (Poliuria)

Poliuria adalah keadaan yang terjadi dimana volume air

kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria

timbul dari gejala diabetes melitus dikarenakan kadar gula dalam

tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup lagi untuk

13
mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin.

Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan

urin yang dikeluarkan mengandung glukosa.

2) Timbul rasa haus (Polidipsia)

Polidipsia adalah rasa haus yang berlebihan yang timbul

karena kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon

untuk meningkatkan asupan cairan.

3) Timbul rasa lapar (Polifagia)

Pasien dengan diabetes melitus akan merasa cepat lapar, hal

ini disebabkan karena glukosa dalam tubuh semakin habis ,

sedangkan glukosa yang ada pada dalam darah cukup tinggi.

4) Berkeringat banyak

Glukosa yang tidak dapat terurai akan dikeluarkan oleh tubuh

melalui keringat sehingga yang terjadi pada pasien diabetes melitus

akan mudah berkeringat banyak.

5) Lesu

Pasien diabetes melitus akan mudah merasakan lesu. Hal

ini karena diebabkan pada glukosa dalam tubuh sudah banyak di

buang oleh tubuh melalui keringan atu urin, sehingga tubuh merasa

lesu dan mudah lelah.

6) Penyusutan berat badan

14
Penyusutan berat badan terjadi pada pasien diabetes melitus

disebabkan karena tubuh terpaksa mengambil dan membakar

lemak sebagai cadangan energi.

e. Patofisiologi

Diabetes melitus merupakan kumpulan gejala yang kronik dan

bersifat sistematik dengan karakteristik peningkatan gula darah atau

glukosa atau hiperglikemia yang disebabkan menurunnya sekresi atau

aktifitas dari insulin sehingga mengakibatkan terhambatnya

metabolisme karbohidrat, protein dan lemak glukosa secara normal

bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah dan sangat dibutuhkan

untuk kebutuhan sel dan jaringan. Glukosa dibentuk dihati dari makanan

yang dikonsumsi. Makanan yang masuk sebagian digunakan untuk

kebutuhan energi dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk glikogen di

hati dan jaringan lainnya dengan bantuan insulin. Insulin merupakan

hormon yang diprodusi oleh sel beta pulau langerhans pankreas yang

kemudian produksinya masuk dalam darah dengan jumlah sedikit

kemudian meningkat jika terdapat makanan yang masuk. Pada orang

dewasa rata-rata diproduksi 40 sampai 50 unit, untuk mempertahankan

gula darah tetap stabil antara 70 – 120 mg/dL (Tarwoto, 2012).

Insulin disekresi oleh sel beta, satu diantaranya empat sel pulau

langerhans pankreas. Insulin merupakan hormon anabolik, hormon yang

dapat membantu memindahkan glukosa dari darah ke otot, hati dan sel

lemak. Pada Diabetes Melitus terjadi berkurangnya insulin atau tidak

15
adanya insulin berakibat pada gangguan tiga metabolisme yaitu

menurunnya penggunaan glukosa, peningkatan mobilisasi lemak dan

meningkatnya penggunaan protein. Pada DM tipe II masalah utama

adalah berhubungan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Resistensi insulin menunjukan penurunana sensitivitas jaringan pada

insulin. Normalnya insulin meningkat reseptor khusus pada permukaan

sel dan mengawali rangkaian reaksi meliputi metabolisme glukosa. Pada

DM tipe II, reaksi intraseluler dikurangi, sehingga menyebabkan

efektivitas insulin menurun dalam menstimulasi penyebaran glukosa

oleh jaringan dan pada pengaturan pembebasan oleh hati. Mekanisme

pasti yang menjadi penyebab utama resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada DM tipe II tidak diketahui, meskipun faktor genetik

berperan utama (Tarwoto, 2012).

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah penumpukan

glukosa dalam darah, peningkatan sejumlah insulin harus disekresi

dalam mengatur kadar glukosa darah dalam batas normal atau sedikit

lebih tinggi kadarnya. Namun, jika sel beta tidak dapat menjaga dengan

meningkatkan kebutuhan insulin, mengakibatkan kadar glukosa

meningkat, dan DM tipe II berkembang (Tarwoto, 2012).

Pada Diabetes Melitus sel-sel membutuhkan insulin untuk

membawa glukosa hanya sekitar 24% untuk energi, kecuali jaringan

saraf, eritrosit dan sel-sel usus, hati dan tubulus ginjal tidak

membutuhkan insulin untuk transport glukosa. Sel-sel lain seperti,

16
jaringan adipose otot jantung membutuhkan insulin untuk transport

glukosa. Tidak adekuatnya jumlah insulin, banyak glukosa tidak dapat

digunakan. Dengan tidak adekuatnya insulin maka gula darah menjadi

tinggi (hiperglikemia), karena hati tidak dapat menyimpan glukosa

menjadi glikogen. Supaya terjadi keseimbangan agar gula darah kembali

menjadi normal maka tubuh mengeluarkan glukosa melalui ginjal,

sehingga banyak glukosa berada dalam urin (glukosuria), disis lain

pengeluaran glukosa melalui urin menyebabkan diuretik osmotik dan

meningkatnya julah air yang dikeluarkan, hal ini beresiko terjadi defisit

volume cairan (Tarwoto, 2010).

Diabetes melitus tipe I lebih berat dibandingkan pada tipe II,

mobilisasi yang dipecah untuk energi terjadi jika cadangan glukosa tidak

ada. Hasil metabolisme lemak adalah keton. Keton akan terkumpul

dalam dara h dikeluarkan lewat ginjal dan pada derajat keton dan dapat

diukur dari darah dan urin. Jika kadarnya tinggi, indikasi diabetes

melitus tidak terkontrol. Keton mengganggu keseimbangan asam basa

tubuh dengan memproduksi ion hidrogen sehingga pH menjadi turun

dan asidosis metabolik dapat terjadi. Pada saat keton dikeluarkan,

sodium juga ikut keluar sehingga sodium menjadi rendah dan

berkembang menjadi asidosis. Sekresi keton juga mengakibatkan

tekanan osmotik sehingga meningkatkan kehilangan cairan. Jika lemak

sebagai sumber energi utama, maka lipid tubuh dapat meningkat, risiko

atherosklerosis juga meningkat. Meskipun gangguan sekresi insulin

17
dikarakteristikan pada DM tipe II, terdapat sediaan insulin yang cukup,

untuk mencegah terpecahnya lemak dan terkumpulnya produksi ketone

tubuh. Karena itu tipe DKA (Daibetik Ketoacidosis) tidak terjadi pada

DM tipe II. Tidak terkontrolnya DM tipe II dapat saja, terjadi

menyebabkan masalah akut seperti HHNS (Hyperglycemic Hypersmolar

Nonketotic Syndrome). Meningkatnya penggunaan protein, kuranganya

insulin berpengaruh pada pembuangan protein. Pada keadaan normal

insulin berfungsi menstimulasi sintesis protein, jika terjadi

ketidakseimbangan, asam amino dikonversi menjadi glukosa di hati

sehingga kadar glukosa menjadi tinggi (Tarwoto, 2012)

f. Pemeriksaan Penunjang

1) Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2

kali pemeriksaan:’

a) Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

b) Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl (7,8 mmol/L

c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian

sesudah mengonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial

(pp) > 200 mg/dl)

2) Tes laboratorium DM

Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes

diagnostik, tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi

komplikasi.

3) Tes saring

18
Tes – tes saring pada DM adalah :

a) GDP, GDS

b) Tes Glukosa Urin : tes konvensional (metode reduksi/benedict)

dan tes carik celup (metode glukose oxidase/hexokinase).

4) Tes diagnostik

Tes – tes diagnostik pada DM adalah : GDP, GDS, G2PP

(Glukosa Darah 2 jam Post Prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO.

5) Tes monitoring terapi

Tes – tes monitoring terapi DM adalah :

a) GDP : plasma vena, darah kapiler

b) GD2 PP : plasma vena

c) A1c : darah venna, darah kapiler

6) Tes untuk mendeteksi komplikasi

Tes- tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :

a) Mikroalbuminuria : urin

b) Ureum Kreatinin, Asam Urat

c) Kolesterol total : plasma vena (puasa)

d) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)

e) Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)

f) Trigliserida : plasma vena (puasa) (Amin Huda Nurafif & Hardi

Kusuma, 2015).

g. Penatalaksanaan

19
Penatalaksanaan DM terbagi menjadi 4 pilar yaitu edukasi, latihan

jasmani, terapi nutrisi dan intervensi farmakologis :

1) Edukasi

Edukasi dilakukan dengan tujuan promosi hidup sehat dan

untuk meningkatkan pengetahuan serta motivasi bagi penderita

diabetes melitus, hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya

pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari

pengelolaan DM secara holistik (PERKENI, 2011).

2) Terapi Nutrisi Medis

Terapi nutrisi merupakan pemberian prinsip pengaturan

makan pada penderita DM meliputi jadwal makan, jenis makanan

dan jumlah makanan. Pengaturan makan ini bertujuan untuk

membantu mengontrol kadar gula darah (PERKENI, 2011). Terapi

ini merupakan langkah awal dari penatalaksanaan DM (Ermawati &

Candra 2013)

3) Latihan Jasmani

Latihan jasmani dilakukan secara teratur yang bersifat aerobik

seperti jalan kaki dan jogging (3-4 kali seminggu selama kurang

lebih 30 menit). Kegiatan jasmani yang sehari-hari dapat dilakukan

seperti berjalan kaki, menggunakan tangga dan berkebun. Kegiatan

ini dilakukan untuk menjaga kebugaran serta meningkatkan

sensitivitas insulin (PERKENI, 2011). Latihan jasmani secara

rutin juga dapat mengontrol kadar gula dalam darah,

20
mengurangi resiko penyakit kardiovaskular serta menurunkan

berat badan (ADA, 2015).

4) Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis ini diberikan ketika latihan jasmani dan

pengaturan makan tidak menurunkan kadar gula darah. Terapi

farmakologis ini terdiri dari suntikan dan obat oral. Obat

hipoglikemi oral (OHO) terbagi menjadi 4 berdasarkan cara kerjanya

(PERKENI, 2011) :

a) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):

i) Sulfonilurea

Obat golongan ini bekerja dengan cara

meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,

meningkatkan sensitivitas jaringan terhadap insulin dan

mengurangi sekresi glukagon (Priyanto, 2010). Tidak

dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang pada

berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal

dan hati untuk menghindari hipoglikemia yang

berkepanjangan (PERKENI, 2011). Obat primer yang

digunakan saat ini adalah tolbutamide dan derivate

kedua, glyburide,glipizide, dan glimepiride (Harvey &

Champe, 2009).

ii) Analog metiglinide

21
Glinid adalah obat yang cara kerjanya seperti

dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada

peningkatan sekresi insulin pada fase pertama.

Golongan obat ini terdiri dari 2 macam yaitu Repaglinid

(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat

fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah

pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat

melalui hati (PERKENI, 2011).

Farmakokinetik dan mekanisme otot pada obat ini

adalah jenis obat ini diabsorbsi dengan baik per oral

setelah 30 menit sebelum makan (Harvey & Champe,

2009). Jumlah insulin yang dikeluarkan proporsional

dengan intake glukosa dalam tubuh. Oleh karena itu,

kemungkinan terjadi hipoglikemia lebih kecil dibanding

sulfonilurea (Priyanto, 2010)

b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin

i) Tiazolidindion

Tiazolidindion berikatan pada Peroxisome

Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), yaitu

suatu reseptor inti di sel lemak dan sel otot. Golongan ini

bekerja menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,

sehingga dapat meningkatkan ambilan glukosa di

22
jaringan perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan

untuk pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena

dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada

gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan

tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati

secara berkala (PERKENI, 2011). Obat ini

direkomendasikan sebagai alternatif lini kedua untuk

pasien atau penderita yang gagal atau memiliki

kontraindikasi terhadap terapi metformin. Efek

samping obat ini dapat menyebabkan nyeri kepala dan

anemia. Perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral

dan obat ini dapat menjadi hamil karena obat ini dapat

menurunkan konsentrasi plasma kontrasepsi mengandung

estrogen (Harvey & Champe, 2009).

c) Penghambat glukoneogenesis

i) Metformin (Golongan Biguanid)

Obat ini dapat menurunkan resistensi insulin.

Mekanisme kerja dari obat ini adalah reduksi keluaran

(output) glukosa hepatik, sebagian besar dengan

menghambat glukoneogenesis hepatik (kelebihan glukosa

yang dihasilkan oleh hepar merupakan sumber utama

penyebab meningkatnya kadar gula dalam darah saat

bangun pada pagi hari). Terutama dipakai pada penyandang

23
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5

mg/dL) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan

hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis,

renjatan, gagal jantung). Metformin juga memberikan efek

samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat

diberikan pada saat atau sesudah makan (PERKENI, 2011).

d) Penghambat absorpsi glukosa

i) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan cara mengurangi absorpsi

glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek samping

menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose

tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia (PERKENI,

2011). Efek samping utama adalah diare, kembung, dan

kram abdomen (Harvey & Champe, 2009).

ii) DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) adalah suatu

hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus.

Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan

yang masuk ke dalam saluran pencernaan.GLP-1 adalah

perangsang kuat pelepasan insulin dan sekaligus sebagai

penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,secara

cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidylpeptidase-4

24
(DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang

tidak aktif.Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2,

sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1

bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM

tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai

denganpemberian obat yang menghambat kinerja enzim

DPP-4(penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli

atauanalognya (analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai

obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu

menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam

konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu

merangsang pelepasan insulin serta menghambat pelepasan

glukagon (PERKENI, 2011). Penyesuaian dosis

direkomendasikan untuk pasien dengan disfungsi ginjal

(Harvey & Champe, 2009)

h. Komplikasi DM

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang

dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain :

1) Komplikasi metabolik akut

Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus

terdapat tiga macam yang berhubungan dengan gangguan

keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek, diantaranya

a) Hipoglikemia

25
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul

sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena

pengobatan yang kurang tepat (Smeltzer & Bare, 2008).

b) Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan

kadar glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam

tubuh sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan

metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan

ketosis (Soewondo, 2006).

c) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)

Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang

ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa

serum lebih dari 600 mg/dl (Price & Wilson, 2006).

2) Komplikasi metabolik kronik

Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price

& Wilson (2006) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil

(mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar

(makrovaskuler) diantaranya:

a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)

yaitu:

i) Kerusakan retina mata (Retinopati)

26
Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu

mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan

pembuluh darah kecil (Pandelaki, 2009).

ii) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)

Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan

albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit)

minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan.

Nefropati diabetik merupakan penyebab utama terjadinya

gagal ginjal terminal.

iii) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)

Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling

sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada DM

mengacau pada sekelompok penyakit yang menyerang

semua tipe saraf (Subekti, 2009).

b) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah besar pada

pasien diabetes yaitu stroke dan risiko jantung koroner.

i) Penyakit jantung koroner

Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM

disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard

yang terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau

disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction)

(Widiastuti, 2012).

27
ii) Penyakit serebrovaskuler

Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan

pasien non-DM untuk terkena penyakit serebrovaskuler.

Gejala yang ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi

akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau vertigo,

gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo (Smeltzer

& Bare, 2008).

i. Pencegahan

Menurut Herlambang (2013) dalam Istiqomah (2019) tindakan

yang perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya DM adalah melakukan

modifikasi gaya hidup. Secara terperinci upaya pencegaha yang perlu

dilakuka adalah :

1) Pencegahan Primer

Pencegahan ini bertujuan untuk mencegah seseorang terserang

penyakit DM. Hal yang perlu dilakukan meliputi :

a) Membiasakan makan dengan pola makan gizi seimbang. Gizi

seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung

zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan

kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip

keanekaragaman, aktifitas fisik, kebersihan dan berat badan (BB)

ideal.

28
b) Mempertahankan berat badan dalam batas normal. Untuk dapat

mempertahankan berat badan dalam batas normal, maka

pengukuran berat badan harus dilakukan secara berkala.

c) Kegiatan yang perlu dilakukan untuk menjaga berat badan dalam

batas normal adalah berolahraga. Olahraga teratur bisa

membakar kalori dalam tubuh.

2) Pencegahan Sekunder

Pencegahan ini bertujuan mendeteksi DM secara dini,

mencegah penyakit tidak menjadi lebih parah dan mencegah

timbulnya komplikasi. Hal yang perlu dilakukan :

a) Tetap melakukan pencegahan primer

b) Pengendalian gula darah agar tidak terjadi komplikasi Diabetes

melitus

c) Mengatasi gula darah dengan obat-obatan dan oral

3) Pencegahan Tersier

Pencegahan ini bertujuan mencegah kecacatan lebih lanjut dari

komplikasi yang sudah terjadi, seperti pemeriksaan pembuluh darah

pada mata (pemeriksaan funduskopi tiap 6-12 bulan), pemeriksaan

otak, ginjal serta tungkai.

2. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

29
hidung, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu pengideraan

sampai menghasilkan pengetahuan tersebut saat dipengaruhi intensitas

perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui indera pendegaran (telinga), dan indera

penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2005 dalam Pujiastuti, 2016).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indra

penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan rasa. Tingkat

pengetahuan di dalam Domain Kognitif mencakup enam tingkatan

(Notoatmodjo, 2012).

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini

adalah pengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Oleh sebab itu “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, mengidentifikasi,

menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dimana

30
dapat menginterpretasikan secara benar. Orang yang telah paham

terhadap onjek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan

contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainay terhadap

suatu objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untukmenggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi

riil( sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau

penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisa (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi

atau suatu objek kedalam kompknen-komponen tetapi masih

didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu

sama lain.

5) Sintesis (Syntesis)

Sintesisi yang dimaksud menunjukan pada suatu kemampuan

untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam

suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi

yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

31
justifikasi atau penialain terhadap suatu materi atau objek.

Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

b. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

1) Faktor Internal

a) Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi

misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga

meningkatkan kualitas hidup. Menurut Yb Mantra yang dikutip

Notoatmodjo (2003) pendidikan dapat mempengaruhi seseorang

teramsuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama

dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam

pembangunan serta makin tinggi pendidikan seseorang makin

mudah menerima informasi.

b) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikuti Nursalam (2008) pekerjaan

adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

c) Umur

Menurut Elisabeth Bh yang dikutip Nursalam (2008) usia

adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Hurlock (1998)

semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

32
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

2) Faktor Eksternal

a) Faktor Lingkungan

Menurut Ann. Mariner lingkungan merupakan suatu

kondisiyang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang

dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang

atau kelompok.

b) Sosial Budaya

System social budaya yang ada pada masyarakat

dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi

(Pudjiastuti, 2016).

c. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan yang dikuti dari Notoatmodjo,

2003, adalah sebagai berikut :

1) Cara coba salah (Trial dan Error)

2) Cara kekuasaan atau otoritas

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

3. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan Diet

a. Kepatuhan

Kepatuhan merupakan perubahan perilaku seseorang dari

mulanya tidak mentaati peraturan menjadi mentaati peraturan

(Notoatmodjo, 2007). Kepatuhan adalah suatu respon seseorang

dalam melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang dianjurkan

33
oleh dokter dan tenaga kesehatan pada pasien DM (Mona, 2012).

Perilaku yang dianjurkan yaitu polamakan dan ketepatan makan

pasien DM. Diet DM harus memperhatikan 3 J yaitu jumlah makanan,

jenis makanan dan jadwal makan agar kadar gula darah tetap

terkontrol (Novian, 2013). Mematuhi serangkaian diet merupakan

aspek yang paling berpengaruh dalam penatalaksanaan diet pasien

Diabetes mellitus.

b. Diet Diabetes Melitus

Pada dasarnya penyusunan program diit diabetes mellitus adalah:

1) Penghitungan jumlah kalori perhari sesuai kebutuhan setiap

penderita

2) Mengarah ke berat badan normal

3) Menunjang pertumbuhan

4) Mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal

5) Mencegah atau memperlambat berkembangnya komplikasi

vaskuler

6) Sesuai dengan kemampuan daya beli setiap penderita

7) Komposisi sesuai dengan pola makan penderita sehari-hari.

Standar komposisi makanan yang dianjurkan adalah karbohidrat

60-70%, protein 10-15%, dan lemak 20-25%, jumlah kandungan

kolesterol kurang dari 300 mg/hari, berasal dari sumber asam lemak

tidak jenuh, kandungan serat sekitar 25 gram/hari, kasus – kasus

diabetes dengan hipertensi sebaiknya membatasi konsumsi garam.

34
Menurut Arisman (2004), penentuan jumlah kalori yang dibutuhkan

dihitung berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) yang ditentukan

dengan rumus IMT = berat badan (kg) dibagi tinggi badan (m) 2.

Klasifikasi IMT sebagai berikut

1) 17,0-18,4 = kurus

2) 18,5-25,0 = normal

3) 25,1-27,0 = gemuk

Penentuan gizi penderita dilaksanakan dengan menghitung

Percentage Of Relative Body Weigh (BBR) atau berat badan relatif

dengan rumus :

BB
BBR = x 100 %
TB−100

Dalam praktek, sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan

dalam sehari pada penderita DM yang bekerja biasa menurut

Darmono, (2007) adalah :

1) Kurus : BB X 40 – 50 kalori sehari.

2) Normal : BB X 30 kalori sehari.

3) Gemuk : berat badan (kg) dikalikan 20 kalori

c. Tujuan Diet Diabetes Mellitus

Menurut Smelzer dan Bare (2001), diet dan pengendalian berat

badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes.

35
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk

mencapai tujuan berikut ini :

1) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin,

mineral)

2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai

3) Memenuhi kebutuhan energi

4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan

mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui

cara-cara yang aman dan praktis

5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat

Bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu

mengendalikan kadar glukosa darah, upaya mempertahankan

konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam-

jam makan yang berbeda merupakan hal penting. Di samping itu,

konsistensi interval waktu diantara jam makan dengan mengkonsumsi

camilan (jika diperlukan), akan membantu mencegah reaksi

hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan kadar glukosa darah. Bagi

pasien-pasien obesitas (khususnya pasien diabetes tipe II), penurunan

berat badan merupakan kunci dalam penanganan diabetes. Secara

umum penurunan berat badan bagi individu obesitas menjadi faktor

utama untuk mencegah timbulnya penyakit diabetes. Obesitas akan

disertai peningkatan resistensi terhadap insulin dan merupakan salah

satu faktor utama yang menyertai diabetes tipe II. Sebagian besar

36
penderita diabetes tipe II dan memerlukan insulin atau obat oral untuk

mengendalikan kadar glukosa darahnya mungkin dapat mengurangi

signifikan atau bahkan menghapus sama sekali kebutuhan terapi

melalui penurunan berat badan. Bahkan penurunan berat yang hanya

10% dari total berat badan dapat memperbaiki kadar glukosa darah

secara signifikan. Untuk pasien-pasien diabetes yang obesitas dan

tidak menggunakan insulin, konsistensi dalam hal volume makanan

atau penentuan jam makan tidak begitu menentukan. Sebaliknya, fokus

utamanya terletak pada penurunan keseluruhan jumah kalori yang

dimakan. Namun demikian, pasien tidak boleh terlambat untuk makan.

Pengaturan jarak waktu makan di sepanjang hari akan membuat

pankreas dapat melakukan fungsinya dengan lebih teratur.

Kepatuhan jangka panjang terhadap perencanaan makan

merupakan salah satu aspek yang paling menimbulkan tantangan

dalam penatalaksanaan diabetes. Bagi pasien obesitas, tindakan

membatasi kalori yang moderat mungkin lebih realistis. Bagi pasien

yang berat badannya sudah turun, upaya mempertahankan berat badan

sering lebih sulit dikerjakan. Untuk membantu pasien ini dalam

mengikutsertakan kebiasaan diet yang baru dalam terapi perilaku,

dukungan kelompok dan penyuluhan gizi yang berkelanjutan sangat

dianjurkan.

Bagi semua penderita diabetes, perencanaan makan harus

mempertimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan tertentu,

37
gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan latar belakang

etnik serta budayanya. Bagi pasien yang mendapatkan terapi intensif,

penentuan jam makan dan banyaknya makanan mungkin lebih

fleksibel dengan cara mengatur perubahan kebiasaan makan serta

latihan.

d. Syarat-syarat Diet Diabetes Mellitus

Menurut Almatsier (2009), syarat-syarat diet diabetes mellitus adalah :

1) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan

normal. Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan

kebutuhan untuk metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kg BB

normal, ditambah kebutuhan untuk aktivitas fisik dan keadaan

khusus. Makanan dibagi dalam tiga porsi besar, yaitu makan pagi

(20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi kecil untuk

makanan selingan.

2) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15% dari kebutuhan energy

total. Protein dapat diperoleh dari berbagai macam sereal (roti,

sereal, nasi, pasta, tepung terigu) atau yang berasal dari hewani

(daging, ikan, telur, dan hasil peternakan). Protein hewani relative

cenderung kaya akan lemak dan kalori serta tidak mengandung

karbohidrat, sehingga hal ini perlu diperhitungkan saat

merencanakan makan.

3) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energy

total, dalam bentuk < 10% dari kebutuhan energi total berasal dari

38
lemak jenuh, 10% dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya

dari lemak tidak jenuh tunggal. Asupan kolesterol makanan

dibatasi, yaitu ≤ 300 mg hari. Lemak jenuh (hewani) antara lain

terdapat dalam daging berlemak, susu full cream, mentega, dan

lemak babi. Jenis makanan tersebut dapat menyebabkan masalah

dalam sirkulasi darah. Sangat penting mengkonsumsi jenis

makanan tersebut bagi setiap orang.Lemak tak jenuh agak lebih

baik dibandingkan lemak jenuh, yang terdapat dalam dua bentuk,

yakni Lemak tak jenuh ganda, ditemukan dalam beberapa produk,

seperti minyak bunga matahari, minyak sayuran murni, minyak

jagung, dan margarin bunga matahari, dan lemak tak jenuh tunggal,

antara lain ditemukan dalam minyak zaitun dan minyak lokal. Jenis

lemak ini dapat dipakai sebagai pengganti lemak jenuh maupun

lemak tak jenuh.

4) Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total,

yaitu 60-70%. Contohnya adalah roti, kentang, pasta, nasi, sereal,

dan buah. Kandungan gula makanan tersebut sangat rendah dan

merupakan sumber energi yang baik. Karena itu pilihlah makanan

tersebut sebagai menu harian.

5) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak

diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. Bila

kadar glukosa darah sudah terkendali, diperbolehkan

mengkonsumsi gula murni sampai 5% dari kebutuhan energi total.

39
Contohnya adalah gula, permen dan coklat, bolu manis, biscuit

manis dan puding, minuman soda. Makanan tersebut harus

dihindari karena kadar gula akan masuk ke dalam aliran darah

dengan cepat, sehingga dapat menyebabkan kenaikan gula darah

secara tiba-tiba. Untuk itu, dapat menggunakan pemanis buatan,

seperti sakarin, aspartame, dan acelsufame, ke dalam makanan dan

minuman sebagai pengganti gula. Boleh saja memakai sedikit gula

dalam adonan bolu, tetapi jangan dalam makan utama.

6) Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas. Gula alternative

adalah bahan pemanis selain sukrosa. Ada dua jenis gula

alternative yaitu yang bergizii dan yang tidak bergizi. Gula

alternatiff adalah fruktosa, gula alkohol berupa sorbitol, manitol

dan silitol, sedangkan gula alternatif tak bergizi berupa aspartam

dan sakarin. Penggunaann gula alternatif hendaknya dalam jumlah

terbatas. Fruktosa dalam jumlah 20% dari kebutuhan energi total

dapat meningkatkan kolesterol dan LDL.

7) Asupan serat dianjurkan 25 g/hari dengan mengutamakan serat

larut air yang terdapat di dalam sayur dan buah. Menu seimbangg

rata-rata memenuhi kebutuhan serat sehari. Maksud penambahan

isi serat dalam makanan tidak berarti makan nasi dan yang lainnya,

melainkan harus mengkonsumsi 30 gram serat setiap harinya.

Sangat penting untuk membuat usus bekerja baik. Beberapa jenis

serat yang dapat larut dapat membantu mengontrol kadar darah

40
agar normal dan menjaga tingkat kolesterol darah agar turun.

Makanan, seperti buncis matang, bubur kacang hijau, bubur

gandum, sereal gandum lainnya, maupun kue gandum semuanya

kaya akan serat dapat larut. Sedangkan sereal berkadar serat tinggi,

roti, sayuran dan buah-buahan tanpa kulit, pasta, tepung terigu, dan

beras merupakan makanan dengan serat yang tak dapat larut.

8) Asupan Garam. Pasien diabetes mellitus dengan tekanan normal

diperbolehkan mengkonsumsi natrium daam bentuk garam dapur

seperti sehat, yaitu 3000 mg/hari. Apabila mengalami hipertensi,

asupan garam harus dikurangi. Terlalu banyak garam tidak bagi

bagi siapa pun dan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.

Cobalah untuk memakai hanya sedikit garam saat memasak dan

jangan tambahkan sedikit pun saat makan. Berbagai

bumbu,rempah-rempah, dan lada dapat digunakan secukupnya

untuk menambah rasa dalam makanan.

9) Cukup vitamin dan mineral. Apabila asupan dari makanan cukup,

penambahan vitamin dan mineral dalam bentuk suplemen tidak

diperlukan. Bila makan-makanan yang seimbang, maka tidak

memerlukan tambahan vitamin atau mineral. Sebagian ahli

berpendapat bahwa kekurangan elemen, seperti khromium dan

selenium berperan dalam serangan komplikasi diabetes.

Namun,tidak ada cara untuk mengukur jumlah dalam makanan

maupun kadar yang diperlukan tubuh. Tampaknya sangat baik bila

41
makan makanan yang bervariasi untuk menjamin kecukupan

vitamin dan mineral serta gizi lainnya.

Tabel 2.1 Jenis Diet Diabetes Mellitus menurut kandungan energi,

protein, lemak dan karbohidrat

(Sumber : Almatsier, 2006)

Jenis Diet Energi kkal Protein g Lemak g Karbohidrat g


I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51,5 36,5 235
IV 1700 55,5 36,5 275
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
VII 2300 73 59 369
VIII 2500 80 62 396
Keterangan :

1) Jenis diet I s/d III diberikan pada penderita yang gemuk

2) Jenis diet IV s/d V diberikan pada penderita diabetes normal tanpa

komplikasi

3) Jenis diet VI s/d VIII diberikan kepada penderita kurus, diabetes

remaja (Juvenile diabetes) atau diabetes dengan komplikasi.

e. Pengaturan Diet Diabetes Mellitus

Pengaturan diet diabetes mellitus, perlu mengetahui kebutuhan

kalori sehari. Selain membantu dalam kebutuhan kalori, ahli gizi / diet

juga menyarankan variasi makanan sesuai dengan daftar bahan

42
makanan penukar. Porsi makanan hendaknya tersebar sepanjang hari,

yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam serta kudapan di

antara waktu makan. Menurut Almatsier (2009), jumlah dan jenis

makanan yang dianjurkan makan 3 kali sehari yang terdiri dari

komposisi yang berimbang.

Tabel 2.2 Contoh Menu Diet Diabetes Melitus (kkal)

(Sumber : Almatsier, 2006)

Waktu Bahan Penukar Takaran Menu


Makanan
Pagi Nasi 1½ 1 gelas Nasi
Telur ayam 1 1 butir Telur dadar
Tempe 1 2 ptg sedang Sop Oyong +
Sayuran A 2S tomat
Minyak 2 1 sdm
Pukul Buah 1 1 ptg sdg Pepaya
10.00
Siang Nasi 2 1 ½ gelas Nasi
Ikan 1 1 ptg sdg Pepes ikan
Tempe 1 1 Tempe goreng
Sayuran B 1 ¼ buah sdh Lalapan kcg +kol
Buah 1 1 bh Nanas
Minyak 2 1 ½ gelas
Pukul Buah 1 Pisang
16.00
Malam Nasi 1 1 bh Nasi
Ayam tanpa 1 1 ptg sedang Ayam bakar bb
kulit 1 kecap
Tahu 1 1 bh bs Tahu Bacem
Sayuran B 1 gelas Stup buncis +
wortel
Buah 1 1 ptg sedang Papaya
Minyak 2 1 sdm

f. Kepatuhan Diet Diabetes Mellitus

43
Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu

aturan dalam dan perilaku yang disarankan. Pasien yang patuh akan

mempunyai kontrol glikemik yang lebih baik, dengan kontrol glikemik

yang baik dan terus menerus akan dapat mencegah komplikasi akut

dan mengurangi resiko komplikasi jangka panjang. Perbaikan kontrol

glikemik berhubungan dengan penurunan kejadian retinopati, nefropati

dan neuropati. Sebaliknya bagi pasien yang tidak patuh akan

mempengaruhi kontrol glikemiknya menjadi kurang baik bahkan tidak

terkontrol, hal ini akan mengakibatkan komplikasi yang mungkin

timbul tidak dapat dicegah (Bilous, 2002).

4. Tinjauan Umum Tentang Dukungan Keluarga

a. Keluarga

1) Pengertian Keluarga

Depkes (2010) mendefinisikan keluarga sebagai suatu sistem

sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang dihubungkan

karena hubungan darah, hubungan perkawinan, hubungan adopsi

dan tinggal bersama untuk menciptakan satu budaya tertentu.

Menurut Bailon dan Maglaya (1978) dalam Friedman dkk

(2010), keluarga adalah dua tau lebih individu yang hidup dalam

satu rumah tangga karena pertalian darah, ikatan perkawinan dan

adopsi. Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan,

mencegah, atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan keluarga

itu sendiri, hampir setiap kesehatan mulai dari awal sampai ke

44
penyelesaian akan dipengaruhi oleh keluarga. Keluarga

mempunyai peran utama dalam perawatan kesehatan seluruh

anggota keluarga dan individu sendiri yang mengusahakan

tercapainya tingkat kesehatan yang diinginkan.

2) Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga secara umum didefinisikan sebagai hasil

akhir atau akibat dari struktur keluarga. Adapun sebuah keluarga

mempunyai fungsi antara lain :

a) Fungsi Afektif (The Affective Function)

Fungsi ini berkaitan dengan fungsi internal keluarga yang

merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna

untuk pemenuhan kebutuhan psikososial keluarga. Keluarga

harus memenuhi kebutuhan kasih sayang anggota keluarganya

karena respon kasih sayang satu anggota keluarga ke anggota

keluarga lainnya memberikan dasar penghargaan terhadap

kehidupan keluarga.

b) Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (Socialization and

Social Placement Function)

Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu

sepanjang kehidupannya, sebagai respon terhadap situasi yang

terpola dari lingkungan sosial. Fungsi ini dapat dicapai melalui

interaksi dan hubungan yang harmonis sesama anggota

keluarga. Sehingga masing-masing anggota keluarga mampu

45
menerima suatu tugas dan peran dalam keluarga.

c) Fungsi Reproduksi (The Reproduction Fungtion)

Keluarga berfungsi untuk menjaga kelangsungan

keturunan dan menambah sumber daya manusia.

d) Fungsi Ekonomi (The Economic Fungtion)

Merupakan fungsi keluarga untuk menyediakan sumber-

sumber ekonomi yang memadai dan megalokasikan sumber-

sumber dana atau keuangan yang cukup, maka keluarga tidak

mengunjungi lansia

e) Fungsi perawatan kesehatan (The Health Care Fungtion)

Fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan dengan

melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu keluarga

mempunyai tugas untuk memelihara kesehatan anggota

keluarganya agar tetap memiliki produktivitas dalam

menjalankan perannya masing-masing. (Friedman, 2010).

Adapun tugas kesehatan keluarga menurut Friedman (2010),

yaitu :

i) Mengenal masalah atau gangguan kesehatan keluarga

ii) Mengambil keputusan tindakan kesehatan yang tepat bagi

keluarga

iii) Merawat anggota keluarga yang sakit

iv) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin

kesehatan keluarga

46
v) Menggunakan fasilitas kesehatan

3) Tugas Keluarga

Ada 8 (delapan) tugas pokok keluarga, yaitu :

a) Pemeliharaan fisik keluarga dan anggota-anggotanya

b) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga

c) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan

kedudukannya masing-masing

d) Sosialisasi antar anggota keluarganya

e) Pengaturan jumlah anggota keluarga

f) Pemeliharaan ketertiban anggota-anggota keluarga

g) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang

lebih luas.

h) Membangkitkan dorongkan dan semangat para anggota

keluarganya (Padila, 2012).

b. Dukungan Keluarga

1) Definisi Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan proses yang menjalin

hubungan antar keluarga melalui sikap, tindakan dan penerimaan

keluarga yang terjadiselama masa hidup (Friedman, 2010).

Dukungan keluarga dapat berupadukungan dari internal dan juga

berupa dukungan eksternal dari keluarga inti. Dukungan yang

dapat diberikan keluarga dapat berupadukungan emosional,

dukungan penghargaan, dukungan informasional dan dukungan

47
instrumental (House da Kan, 1985 dalam Friedman, 2010).

2) Dimensi Keluarga

Dimensi dukungan keluarga menurut Sarafino (2004),

Hensarling (2009) adalah :

a) Dimensi Emosional/Empati

Dukungan ini melibatkan perasaan empati dan perhatian

terhadap seseorag sehingga membuatnya merasa lebih baik,

merasa dihargai dan merasa dimiliki. Dukungan ini

menunjukkan adanya pengertian dan perhatian dari anggota

keluarga terhadap anggota keluarga yang menderita DM.

komunikasi dan interaksi antara anggota keluarga harus terjalin

karena diperlukan untuk memahami situasi anggota keluarga

yang lain.

b) Dimensi Penghargaan

Dukungan ini membuat seseorang merasa berharga,

kompeten dan dihargai karena keluarga memberikan penguatan

yang positif kepada anggota keluarga yang menderita penyakit.

Dukungan ini muncul dari penerimaan dan penghargaan

seseorang terhadap keberadaan seseorang yang dapat menerima

kelebihan dan kekurangan orang lain dan diri sendiri.

Dapat dikatakan bahwa adanya dukungan penghargaan

kepada anggota keluarga yang menderita DM dapat

memberikan motivasi, semangat dan peningkatan harga diri

48
karena dianggap masih berguna dan berarti untuk keluarga,

sehingga penderita DM diharapkan dapat membentuk perilaku

yang sehat dalam hal untuk meningkatkan status kesehatannya.

c) Dimensi Instrumental

Dukungan yang bersifat nyata, dimana dukungan yang

berupa bantuan langsung. Dukungan instrumental keluarga

merupakan suatu dukungan atau bantuan penuh keluarga dalam

bentuk memberikan bantuan tenaga, dana maupun

menyediakan waktu untuk malayani dan mendengarkan

keluarga yang sakit dalam mengungkapkan perasaan yang

dialaminya (Bomar, 2004).

d) Dimensi Informasi

Dukungan berupa percakapan atau umpan balik tentang

bagaimana melakukan sesuatu, misalnya saat seseorang

engalami kesulitan dalam pengambilan keputusan, akan

menerima saran – saran atau umpan balik tentang ide – ide dari

keluarganya. Dimensi ini dapat membantu pasien dalam

manajmen penyakitnya.

3) Pengukuran Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga terkait dengan kesehatan dan

kesejahteraan dimana lingkungan keluarga menjadi tempat individu

belajar. Dukungan keluarga terdiri atas dukungan orang tua ke

anak, anak ke orang tua, antar pasangan, saudara ke saudara, cucu

49
ke kakek/nenek. Hensarling (2009), mengembangkan suatu skala

pengukuran dukungan keluarga dengan nama “Hensarling Diabetes

Family Support Scale (HDFSS), diamana skala ini menunjukan

validitas isi untuk pengukuran persepsi pasien terhadap dukungan

yang diberikan oleh keluarga. Hensarling juga merekomendasikan

penggunaan skala ini untuk mengukur dukungan keluarga pada

pasien DM.

HDFSS mengukur dukungan keluarga yang dirasakan oleh

pasien DM, secara konsep didefinisikan sebagai cara pasien

melihat dukungan dari keluarganya. HDFSS terdiri atas 29

pertanyaan dengan alternative jawaban : 4 : selalu, 3 : sering, 2 :

jarang, 1 : tidak pernah.

B. Tinjauan Empiris

1. Rika Meldi Agustina, 2019

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuan hubungan

pengetahuan dan perilaku tentang penatalaksanaan manajemen diabetes

melitus. Penelitian menggunakan rancangan deskriptif dengan metode

cross sectional. Teknik samplingyang digunakan adalah tekhnik random

sampling. Dari penelitian ini, kami menemukan adanya hubungan yang

signifikan (p<0.001) antara pengetahuan dan perilaku tentang

penatalaksanaan DM pada pasien diabetes .

2. Anni Rosiana Masithoh, 2019

50
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan status

ekonomi dengan perilaku diet pada Pasien DM Rawat Jalan di RSI Jepara.

Metode: Penelitian ini adalah korelasi. Desain yang digunakan dalam

penelitian ini adalah cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah

pasien DM yang sedang berobat di Poli rawat jalan penyakit dalam RSI

Sultan Hadlirin Jepara yaitu sebanyak 398 orang. Sampel ditentukan

dengan rumus slovin dipeoleh sebanyak 80 orang. Teknik pengambilan

sampel yang digunakan adalah accidental sampling, Dalam penelitian ini

menggunakan uji Chi square. Hasil penelitian : Pasien DM yang

mempunyai pengetahuan baik tentang diet sebesar 43,8%. Pasien DM

yang memiliki sikap mendukung diit sebesar 46,2%. Sebagian besar

pasien DM mempunyai pendapatan lebih dari Rp. 1.600.000,- atau

lebih dari upah minimum kabupaten (UMK) sebanyak 52 orang (65%).

Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku diit bagi penderita DM

(p value = 0,040 < 0,05). Ada hubungan antara sikap dengan perilaku diit

bagi penderita DM (p value = 0,040 < 0,05). Tidak ada hubungan antara

status ekonomi dengan perilaku diit bagi penderita DM (p value = 0.288 >

0,05). Faktor yang paling dominan dalam hubungan dengan perilaku diit

bagi penderita DM adalah sikap sebesar 68,35 %,. Simpulan : Ada

hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku diit bagi penderita DM.

Tidak ada hubungan status ekonomi terhadap perilaku diit bagi penderita

DM.

3. Kunaryanti dkk, 2018

51
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

tingkat pengetahuan tentang DM dengan perilaku mengontrol gula

darah pada pasien DM Rawat Jalan di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross

sectional. Analisa data menggunakan uji chi square. Teknik pengambilan

sampel secara quota sampling. Hasil uji bivariat membuktikan pengetahuan

tentang DM berhubungan dengan perilaku mengontrol gula darah

(p=0,000)<0,05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan

tingkat pengetahuan tentang DM dengan perilaku mengontrol gula darah

pada pasien DM rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

4. David MSmith et al

Tujuan: Untuk menentukan faktor-faktor klinis dan berpusat pada

pasien yang memprediksi penerimaan kembali rumah sakit non-elektif.

Hasil: Dari 1378 pasien yang pulang, 23,3% diterima kembali. Setelah

mengendalikan status rumah sakit dan intervensi, risiko penerimaan kembali

meningkat jika pasien memiliki lebih banyak rawat inap dan kunjungan

ruang gawat darurat dalam 6 bulan sebelumnya, melakukan kunjungan

dalam rentan waktu 30 hari, nitrogen urea darah yang lebih tinggi, fungsi

kesehatan mental yang lebih rendah, diagnosis COPD, dan peningkatan

kepuasan dengan akses ke perawatan darurat dinilai berdasarkan indeks

rawat inap. Kesimpulan: Kedua faktor klinis dan berpusat pada pasien yang

dapat diidentifikasi pada saat pulang berhubungan dengan penerimaan

kembali yang non-elektif. Faktor-faktor ini mengidentifikasi pasien berisiko

52
tinggi dan memberikan panduan untuk intervensi di masa depan. Hubungan

langkah-langkah kepuasan pasien untuk penerimaan kembali perlu studi

lebih lanjut.

5. Daniel J. Rubin

Faktor risiko untuk penerimaan kembali dalam populasi ini termasuk

status sosial ekonomi yang lebih rendah, ras / etnis minoritas, beban

komorbiditas, asuransi publik, penerimaan darurat atau darurat, dan riwayat

rawat inap sebelumnya. Pasien rawat inap dengan diabetes mungkin

berisiko lebih tinggi untuk masuk kembali daripada mereka yang tidak

menderita diabetes. Cara potensial untuk mengurangi risiko penerimaan

kembali adalah pendidikan rawat inap, perawatan khusus, instruksi

pemulangan yang lebih baik, koordinasi perawatan, dan dukungan pasca-

pemulangan. Diperlukan lebih banyak penelitian untuk menguji efek

intervensi ini pada tingkat penerimaan kembali pasien dengan diabetes.

6. Oktavia Ike Ayunita dkk, 2019

Diet rendah kalori pada penderita diabetes melitus tipe 2 sangat

penting untuk dilakukan. Namun banyak penderita diabetes melitus yang

tidak melakukan diet dengan konsisten. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan kepatuhan diet pada pasien diabetes melitus tipe 2

dengan kadar gula darah di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang.

Desain penelitian menggunakan cross sectional. Populasi penelitian adalah

semua pasien diabetes melitus tipe 2 yang sedang rawat jalan di poli pada

bulan Juni 2019. Sampel penelitian didapatkan 33 responden dengan teknik

53
sampling simple random sampling. Instrumen penelitian dengan kuesioner

kepatuhan diet dan glucosemeter pada variabel dependen. Pengujian

penelitian menggunakan uji statistik fisher. Hasil uji statistik menunjukan

kepatuhan diet pada pasien diabetes melitus tipe 2 kategori tidak patuh

(51.5%) dengan kadar gula darah yang tidak normal. Hasil uji statistik

menunjukan nilai probabilitias p-value (0,000) artinya ada hubungan antara

kepatuhan diet dengan kadar gula darah. Direkomendasikan bagi penderita

diabetes melitus untuk meningkatkan dan menjaga gaya hidup dengan

mengontrol diet maupun gula darah.

7. Fatma Nuraisyah dkk, 2017

Latar belakang: Diabetes melitus merupakan salah satu masalah

kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan mutu

sumber daya manusia. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu hidup

penderita DM tipe II melalui dukungan keluarga. Dengan adanya dukungan

dari keluarga dapat memotivasi penderita untuk hidup optimis sehingga

dapat meningkatkan kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara dukungan keluarga ditinjau dari empat dimensi

(emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi) dengan kualitas

hidup pasien DM tipe 2 di Puskesmas Panjatan II Kabupaten Kulon Progo.

Metode: Desain penelitian ini adalah analitik cross sectional dengan jumlah

sampel 150 pasien DM tipe 2. Analisa data menggunakan koefisien korelasi

pearson, uji t-independen, dan regresi linear sederhana.

54
Hasil: Adanya hubungan dukungan keluarga (p value: 0, 00) dan komplikasi

(p value: 0, 02) dengan kualitas hidup pasien DM II. Adanya hubungan

dukungan keluarga ditinjau dari dimensi emosional (p value: 0, 00), dimensi

penghargaan (p value: 0, 00), dimensi instrumental (p value: 0, 00) dengan

kualitas hidup pasien DM II.

Kesimpulan: adanya hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup

pasien DM II.

BAB III

KERANGKA KONSEP

55
A. Dasar Pikir Penelitian

Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau

relatif dari kerja dan atau sekresi insulin yang bersifat kronis dengan ciri khas

polifagi, poliuri dan polidpsi yang menyebabkan hiperglikemia atau

peningkatan kadar gula darah diatas nilai normal. Diabetes melitus adalah

penyakit yang menahun atau kronis dan tidak mudah untuk disembuhkan

sehingga banyak diantara pasien diabetes melitus yang readmisi atau

menjalani perawatan berulang. Keberadaan beberapa faktor sangat

berpengaruh dengan kejadian readmisi pasien diabetes melitus.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan readmisi pasien diabetes

melitus adalah : usia, jenis kelamin, kepemilikan asuransi kesehatan, tingkat

pendidikan pasien, komplikasi medis, riwayat hospitalisasi, partisipasi

keluarga pasien, tingkat keparahan penyakit, pernah dirawat di Instalasi Gawat

Darurat (IGD), length of stay (LOS), kepatuhan follow up). Tingkat

pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan pasien diabetes melitus,

pasien yang memiliki pengetahuan yang cukup baik akan lebih cepat sembuh

dan dapat mencegah kekambuhan (readmisi) karena pasien dapat mengontrol

kadar gula darahnya.

Sementara itu, kepatuhan diet juga berkontribusi terhadap readmisi

karena pasien yang tidak patuh terhadap diet akan mengalami kekambuhan.

Dukungan keluarga juga sangat penting karena dapat membantu anggota

keluarganya yang sakit dalam memanajemen penyakit yang dialami.

56
B. Bagan Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel dependen

Pengetahuan

Readmisi

Diabetes
Kepatuhan Diet
Melitus

Dukungan Keluarga

Keterangan :

: variabel bebas

: variabel terikat

: hubungan yang diteliti

Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian

C. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas

(Independent) dan variabel terikat (Dependent).

1. Variabel Bebas (Independent)

57
Variabel Independen (bebas) adalah merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel dependen (Terikat) (Sugiyono, 2016). Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah pengetahuan, kepatuhan diet dan peran keluarga.

2. Variabel Terikat (Dependent)

Variabel Dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah readmisi diabetes melitus.

D. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana caranya mengukur suatu variabel.

1. Readmisi Diabetes Melitus

Readmisi yang dimaksud disini adalah pasien diabetes yang

melakukan kunjungan berulang atau melakukan pendaftaran kembali di

rumah sakit

Kriteria obyektif:

Readmisi : Pasien diabetes mellitus yang melakukan kunjungan

berulang di rumah sakit.

Tidak Readmisi: Pasien yang baru melakukan kunjungan pertama di rumah

sakit

2. Pengetahuan

58
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan

tentang penatalaksanaan diabetes melitus. Berdasarkan kuesioner di

berikan pertanyaan dan di ukur dengan menggunakan skala gutman yakni

jawabanya diberi skor (1) dan jawaban tidak diberi skor (0).

Skor tertinggi : 20 × 1 = 20 (100 %)

Skor terendah : 20 × 0 = 0 (0 %)

Kemudian diukur dengan rumus Sugiono (2016)

R
Dimana I =
K

Keterangan :

I = Interval kelas

R = Range (kisaran nilai tertinggi dan terendah )

= (100 % - 0 %) = 100%

K = Jumlah kategori = 2 (baik dan kurang)

R 100 %
Jadi, untuk I = = = 50 %
K 2

Data variabel penelitian data ordinal.

Baik : Jika total jawaban responden memiliki nilai > 50 %

Kurang : Jika total jawaban responden memiliki nilai ≤ 50%

3. Kepatuhan diet

Kepatuhan diet yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tepat

dalam menngkonsumsi makanan sesuai kalori yang dibutuhkan penderita

diabetes mellitus.

59
Pengukuran dilakukan berdasarkan 18 pertanyaan yang diajukan

dengan memberi skor pada pertanyaan di kuesioner, dengan menggunakan

skala Likert, apabila jawaban selalu diberi skor 4, sering diberi skor 3,

jarang diberi skor 2 dan bila jawaban tidak pernah diberi skor 1.

Penilaian kriteria berdasarkan kelas interval dan hal ini menggunakan

rumus strugers I=R/K.

Keterangan :

I = Interval kriteria yang digunakan

R = Range (kisaran nilai tertinggi dan terendah )

= 18 × 4 = 72 (100%) – 18 × 1 = 18 (25 %)

= 100 % - 25 % = 75 %

K = Kategori dalam kriteria objektif yang peneliti tentukan berjumlah

dua yaitu cukup dan kurang.

Maka nilai I yaitu 75%/2 = 37,5%.

Data variabel penelitian data ordinal

Kriteria objektif :

Patuh : bila jawaban responden > 62,5%

Tidak Patuh : bila jawaban responden ≤ 62,5%

60
4. Dukungan Keluarga

Dukungan yang diberikan keluarga kepada pasien DM yang meliputi

4 dimensi, yaitu dimensi emosional, penghargaan, instrumental dan

informasi. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner. Data diambil dengan 29 pertanyaan dengan alternative

jawaban menggunakan skala likkert. Nilai setiap pernyataan yaitu 4: selalu,

3:sering, 2: jarang dan 1: tidak pernah (Sumber : Hensarling Diabetes

Family Support Scalle (HDFSS) Nursing Outcome Classification, Fatimah

2016).

Penilaian kriteria berdasarkan kelas interval dan hal ini menggunakan

rumus strugers I=R/K.

Keterangan :

I = Interval kriteria yang digunakan

R = Range (kisaran nilai tertinggi dan terendah )

= 25 × 4 = 100 (100%) – 25 × 1 = 25 (25 %)

= 100 % - 25 % = 75 %

K = Kategori dalam kriteria objektif yang peneliti tentukan berjumlah

dua yaitu cukup dan kurang.

Maka nilai I yaitu 75%/2 = 37,5%.

Data variabel penelitian data ordinal

Kriteria objektif :

61
Cukup : bila jawaban responden > 62,5%

Kurang : bila jawaban responden ≤ 62,5%

E. Hipotesis Penelitian

Merupakan jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Biasanya

hipotesis ini dirumuskan dalam bentuk hubungn antara fariabel bebas dan

terikat. Hipotesis ini merupakan pertanyaan yang harus dibuktikan

(Notoatmodjo,2012).

1. Pengetahuan

Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan dengan readmisi pasien diabetes

melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Ha : Ada hubungan pengetahuan dengan readmisi pasien diabetes

melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

2. Kepatuhan Diet

Ho : Tidak ada hubungan kepatuhan diet dengan readmisi pasien diabetes

melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Ha : Ada hubungan kepatuhan diet dengan readmisi pasien diabetes

melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

3. Dukungan Keluarga

Ho : Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan readmisi pasien

diabetes melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan readmisi pasien diabetes

melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

62
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif atau survei analitik

yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa

hubungan antara variabel independent dan dependent (Notoatmodjo.S,

2012).

2. Rancangan Penelitian

Desain penelitian dengan rancangan cross sectional dimana variabel

independent dan variabel dependent diukur pada satu waktu secara

bersamaan (Notoatmodjo.S, 2012). Variabel independen dalam penelitian

ini adalah pengetahuan, kepatuhan diet dan dukungan keluarga dan

variabel dependent adalah readmisi pasien diabetes melitus.

Gambaran desain Cross Sectional sebagai berikut :

Populasi

Sampel

Var. Dependen + Var. Dependen -

Var Var Var Var

Independen Independen Independen Independen


+ +

Gambar 2. Rancangan Penelitian Cross Sectional

63
B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada Bulan Agustus 2020

2. Lokasi Peneltian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Poli Penyakit Dalam, Ruang

Perawatan dan Poli Geriatri RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi

Tenggara

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo S, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh pasien Readmisi Diabetes Mellitus di Poli Penyakit Dalam RSU

Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2019 Periode (Oktober -

Desember) berjumlah 316 orang.

2. Sampel

Sampel adalah subjek dari populasi yang dipilih dengan cara

tertentu hingga mewakili populasi (Notoatmodjo S, 2010). Sampel dalam

penelitian adalah readmisi pasien diabetes melitus.

N
n= 2 ( Soekidjo Notoatmojo, 2012)
1+ N (d )

keterangan :

n = besar sampel

64
N = besar populasi

d² = tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan = 0,1

N
n= 2
1+ N (d )

n= 216

58
1+ 216 (0,01)
1+ 58(0,01)

= 68,35 (69 Sampel).

3. Tekhnik Penarikan Sampel

Pada penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan tekhnik

Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan berdasarkan

pengundian populasi atau tekhnik undian berdasarkan kriteria sampel

yang telah ditentukan peneliti.

Kriteria Sampel :

a) Kriteria inklusi

1) Kesadaran penuh (Compos mentis)

2) Bisa membaca dan menulis

3) Pasien diabetes melitus

b) Kriteria eksklusi

1) Tidak kooperatif

2) Tidak bersedia menjadi responden

65
D. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan kuesioner, dimana responden mengisi kuesioner sendiri atau

dibantu. Kuesioner yang digunakan terdiri dari kuesioner pengetahuan,

kepatuhan diet dan dukungan keluarga.

E. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Pengetahuan

Uji validitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan Corrected

Item-Total Corelation dengan nilai signifikan 0,3. Dari uji validitas

didapatkan hasiljumlah pernyataan yang valid ada 15 dari 20 pernyataan

yaitu pernyataan 1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19.

Sedangkan hasil uji reliabilitasdidapatkan nilai alpha 0,84 yang berarti

reliabel.

2. Kepatuhan Diet

Kuesioner kepatuhan diet DM telah di uji validitas oleh peneliti

sebelumnya yaitu Permatasari (2014) . berdasarkan hasil uji coba

instrument yang dilakukan didapatkan hasil kuesioener kepatuhan diet

sudah valid dan reliabel. Uji validitas didapatkan nilai : 0,465. Sedangkan

hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus alpha, didapatkan nilai

crobanchalpha 0,926 jauh di atas nilai 0,80 (p<0,05).

3. Dukungan Keluarga

Hasil uji validitas dan reliabilitas dukungan keluarga yang dilakukan

oleh Yusra (2010) yang dilakukan kepada 30 responden dari 120

66
responden dengan degree of freedom 30-2=28 (r table 0,361), pada

kuesioner dukungan keluarga terdapat 4 item yang tidak valid yaitu nomor

12 (dimensi penghargaan), nomor 13 dan 17 (dimensi emosional) serta

nomor 26 (dimensi instrumental). Keempat pertanyaan tersebut tidak

dimasukan kedalam instrument, sehingga pernyataan valid dan reliabel

adalah 25 item dengan nilai validitas (r 0,395-0,856) dan nilai reliabelnya

(Alpha Cronbach 0,940), total skor responden terendah 28 dan tertinggi

100.

F. Sumber dan Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Dalam penelitian ini data yang diperoleh dengan data primer yaitu

pengumpulannya dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah

disediakan.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari

objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang di

peroleh dari laporan tahunan RSU Bahteramas. Data sekunder ini

merupakan sumber informasi pendukung dalam penelitian.

G. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer.

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk

memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data

67
mentah dengan menggunakan rumus tertentu sehingga menghasilkan

informasi yang diperlukan. Pengolahan data dilakukan dengan cara :

a. Coding adalah melakukan pengkodean data agar tidak terjadi

kekeliruan dalam melakukan tabulasi data.

b. Editing adalah menyeleksi data yang telah didapat dari hasil

wawancara untuk mendapatkan data yang akurat.

c. Scoring adalah proses penjumlahan untuk memperoleh total skor setiap

butir pertanyaan.

d. Tabulating adalah penyusunan data sedemikian rupa sehingga

memudahkan dalam penjumlahan data dan disajikan dalam bentuk

tulisan

e. Entry adalah memasukkan data yang sudah dilakukan editing dan

coding kedalam komputer.

2. Analisis data

a. Analisis Univariat

Untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dan presentase dari

tiap variabel yang diteliti. Data-data yang sudah diolah, disajikan

dalam bentuk tabel.

Rumus

Keterangan :

X = Presentasi hasil yang dicapai

68
ƒ = frekuensi variabel yang diteliti

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat sejauh mana hubungan

variabel independen, terhadap variabel dependent.

1) Uji Chi Square


Tabel 2 : Tabel kontingensi

Frekuensi
Sampel Jumlah sampel
Objek 1 Objek 2
Sampel a A B a+b
Sampel b C D c+d
Jumlah a+c b+d a+b = c+d

Dengan memperhatikan koneksi diatas, oleh karena itu dalam analisis

ini uji Statistik yang digunakan uji chi Square (sugiono 2008)

Keterangan =

X2 = nilai chi Square

a,b,c,d = nilai pengamatan pada petak-petak pada tabel kontingensi 2x2

n = Jumlah sampel

Setelah itu nilai x2 hitung di bandingkan dengan nilai x2 tabel pada taraf

signifikan 95% (a=0,05) dengan tingkat kepercayaan 95% pengambilan

keputusan dilakukan sebagai berikut :

Penilaian :

69
a) Apabila x2hitung ≥ x2tabel , maka Ho ditolak dan Ha diterima,

artinya ada hubungan antara variable independen dengan

variabel dependen

b) Apabila x2hitung ≤ x2tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak,

artinya tidak ada hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen.

3. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan setelah data diolah dan disajikan dalam

bentuk tabel dan dipresentasikan disertai dengan penjelasan (dinarasikan)

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi dari

Prodi Keperawatan STIKES Mandala Waluya. Setelah mendapat persetujuan

dari Prodi Keperawatan STIKES Mandala Waluya dan Kepala Rumah Sakit,

kemudian peneliti ke lokasi penelitian dan melakukan penelitian dengan

menekankan masalah etika yang meliputi :

1. Informed Consent (Lembar persetujuan menjadi responden)

Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti.

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta dampak

yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika

responden bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan

tersebut, dan jika responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Anonymity (tanpa nama)

70
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan

namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberikan

nomor kode pada masing-masing lembar tersebut.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi keluarga dijamin oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai

hasil riset.

71
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis

Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara sejak

tanggal 21 November 2012 pindah dari lokasi dari di Jalan Dr.Ratulangi

No. 151 Kelurahan Kemaraya Kecamatan Mandonga ke Jalan Kapt. Piere

Tendean No. 40 Buruga. Lokasi ini sangat strategis karena mudah

dijangkau dengan kenderaan umum ddengan batas berikut :

a. Sebelah Utara : Jalan Kapt. Piere Tendean

b. Sebelah Timur : Perumahan Penduduk Kelurahan Baruga

c. Sebelah Selatan : Perumahan Penduduk Kelurahan Baruga

d. Sebelah Barat : Balai Pertanian Provinsi

2. Lingkungan Fisik

RSU Bahteramas berdiri diatas tanah seluas 17,5 Ha. Luas seluruh

bangunan adalah 53,269 m2, luas bangunan yang teralisasi sampai dengan

akhir tahun 2012 adalah 35,410 m2.. Pengelompokkan ruangan

berdasarkan fungsinya sehingga menjadi empat kelompok, yaitu kelompok

kegiatan pelayanan rumah sakit, kelompok kegiatan penunjang medis,

72
kelompok kegiatan penunjang non medis, dan kelompok kegiatan

administrasi

3. Status

RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara di bangun secara

bertahap yang du mulai padda tahun 1969/1970 dengan sebutan “Perluasan

Rumah Sakit Kendari” adalah milik pemerintah Provinsi Sulawesi

Tenggara dengan klasifikasi atau type C berdasarkan SK Menkes

No.51/Menkes/II/1979, tanggal 22 Februari tahun 1979, dengan susunan

struktur organisasi berdasarkan SK Gubernur 1998, RSU Provinsi

Tenggara meningkat menjadi Type B Non pendidikan berdasarkan SK

Menkes No.1482/Menkes/SK/XII/1998 dan di tetapkan dengan Perda No.3

1999 tanggal 8 Mei 1999. Kedudukan rumah Sakit secara teknis berada di

bawah Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, dan secara taktis

operasional berada di bawah dan di bertanggungjawab kepada Gubernur.

Sejak tanggal 18 Januari 2005, RSU Provinsi Sulawesi Tenggara

telah terakreditas untuk 5 pelayanan dasar yaitu: Administrasi, Manajemen,

Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan, dan

Rekam Medis sesuai dengan SK Dirjen Yanmed No.HK.00.06.3.5.139

(Data Sekunder, 2009)

4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

73
Sampai dengan akhir tahun 2009 fasilitas/sarana pelayanan

kesehatan yang ada di RSU Provinsi Sulawesi Tenggara adalah :

a. Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan

1.) Poliklinik Penyakit Dalam

2.) Poliklinik Kesehatan anak

3.) Poliklinik Bedah

4.) Poliklinik THT

5.) Poliklinik Mata

6.) Poliklinik Kulit dan Kelamin

7.) Poliklinik Gigi dan Mulut

8.) Poliklinik Neurologi

9.) Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan

10.) Poliklinik Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

11.) Poliklinik Gizi

12.) Poliklinik Rehabilirasi Medik

13.) Poliklinik Orthopedy

14.) Poliklinik Gawat Darurat

b. Pelayan kesehatan Rawat Inap

1) Penyakit Dalam

2) Kesehatan anak

3) Bedah

4) THT

5) Mata

74
6) Kulit dan Kelamin

7) Gigi dan Mulut

8) Neurologi

9) Kebidanan dan Penyakit Kandungan

10) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

11) Penyakit Paru

12) Perawatan Intensif

13) Perawatan Bayi/Perinatologi

c. Pelayanan Penunjang Medik

1.) Patologi Klinik

2.) Patologi Anatomi

3.) Radiologi

4.) Farmasi/apotek

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2020 yang bertujuan

untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian readmisi

pasien diabetes melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.

1. Karakteristik responden

a. Jenis Kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin seperti terlihat

pada tabel di bawah :

Tabel 2 : Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di RSU


Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2020

No Jenis Kelamin N %

75
1 Laki – laki 46 66,7
2 Perempuan 23 33,3
Jumlah 69 100
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 69 responden, terdapat 46

responden (66,7%) berjenis kelamin laki-laki, sedangkan perempuan

berjumlah 23 responden (33,3%).

b. Tingkat Pendidikan

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan seperti

terlihat pada tabel di bawah :

Tabel 3: Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan di


RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2020

No Tingkat Pendidikan N %
1 SD/Sederajat 20 29
2 SMP/Sederajat 17 24,6
3 SMA/Sederajat 20 29
4 Sarjana 12 17,4
Jumlah 69 100
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 69 responden, terbanyak

adalah berpendidikan SD 20 responden (29%) dan SMA yaitu 20

responden (29%), SMP 17 responden (24,6%) dan sisanya adalah

berpendidikan Sarjana yaitu sebanyak 12 responden (17,4%)

c. Umur

Distribusi responden berdasarkan umur seperti terlihat pada

tabel di bawah :

Tabel 4 : Distribusi Responden Menurut Umur di RSU


Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2020

76
No Umur N %
1 37 – 43 Tahun 8 11,5
2 44 – 50 Tahun 20 28,9
3 51 – 57 Tahun 22 31,8
4 58 – 64 Tahun 15 21,7
5 65 – 71 Tahun 4 5,7
Jumlah 69 100
Sumber : Data Primer 2020
Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 69 responden, terbanyak

adalah berumur 51-57 tahun yaitu sebanyak 22 responden (31,8%),

umur 44-50 tahun sebanyak 20 responden (28,9%), umur 58-64 tahun

sebanyak sisanya 15 responden (21,7%), umur 37-43 tahun sebanyak

8 responden (11,5%) dan terendah adalah berumur 65-71 tahun yaitu

sebanyak 4 responden (5,7%).

2. Analisis Univariat

a. Distribusi Responden Berdasarkan Readmisi

Distribusi responden berdasarkan readmisi, diketahui bahwa

lebih banyak yang readmisi untuk lebih jelasnya seperti terlihat

pada tabel di bawah:

Tabel 5 : Distribusi Responden Berdasarkan Readmisi di RSU


Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2020

No Readmisi N %
1 Readmisi 40 58
2 Tidak Readmisi 29 42
Total 69 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 69 responden terdapat 40

responden (58%) yang readmisi dan 29 responden (42%) yang

tidak readmisi.

b. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan

77
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan, diketahui

bahwa lebih banyak yang kurang untuk lebih jelasnya seperti

terlihat pada tabel di bawah:

Tabel 6 : Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di


RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2020

No Pengetahuan N %
1 Baik 30 43,5
2 Kurang 39 56,5
Total 69 100
Sumber : Data Primer 2020

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 69 responden terdapat 30

responden (43,5%) yang pengetahuannya baik dan 39 responden

(56,5%) yang pengetahuannya kurang.

c. Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Diet

Distribusi responden berdasarkan kepatuhan diet, diketahui

bahwa lebih banyak yang tidak patuh untuk lebih jelasnya seperti

terlihat pada tabel di bawah:

Tabel 7 : Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Diet


di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2020

No Kepatuhan Diet n %
1 Patuh 15 21,7
2 Tidak Patuh 54 78,3
Total 69 100
Sumber : Data Primer 2020
Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 69 responden terdapat 15

responden (21,7%) yang patuh diet dan 54 responden (78,3%)

yang tidak patuh terhadap diet.

d. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga

78
Distribusi responden berdasarkan dukungan keluarga,

diketahui bahwa lebih banyak yang kurang untuk lebih jelasnya

seperti terlihat pada tabel di bawah:

Tabel 8 : Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan


Keluarga di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2020

No Dukungan Keluarga N %
1 Cukup 13 18,8
2 Kurang 56 81,2
Total 69 100

Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 32 responden terdapat 13

responden (18,8%) yang dukungan keluarga cukup dan 56

responden (81,2%) yang dukungan keluarga kurang.

3. Analisis Bivariat

a. Hubungan Pengetahuan Dengan Readmisi Pasien Diabetes

Melitus

Hubungan Pengetahuan Dengan Readmisi Paisien Diabetes

Melitus Tahun 2020 seperti terlihat pada tabel di bawah :

Tabel 9 : Hubungan Pengetahuan Dengan Readmisi

Pasien Diabetes Melitus di RSU Bahteramas Provinsi

Sulawesi Tenggara Tahun 2020

Readmisi
Total
Pengetahuan Readmisi Tidak Readmisi
n % N % N %
Baik 9 30 21 70 30 100
Kurang 31 79,5 8 20,5 39 100
Total 40 57,9 29 42,1 69 100

79
Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 69 responden terdapat 30

responden yang pengetahuannya baik dan 39 responden yang

pengetahuannya kurang. Dari 30 responden yang pengetahuannya

baik terdapat 9 responden (30%) yang mengalami readmisi dan 21

responden (70%) tidak readmisi. Selanjutnya dari 39 responden

yang pengetahuannya kurang terdapat 31 responden (79,5%) yang

mengalami readmisi dan 8 responden (20,5%) tidak mengalami

readmisi.

b. Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Readmisi Pasien Diabetes

Melitus

Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Readmisi Pasien Diabetes

Melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun

2020 seperti terlihat pada tabel di bawah :

Tabel 10 : Hubungan Kepatuhan Diet Dengan Readmisi Pasien


Diabetes Melitus di RSU Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2020
Readmisi
Kepatuhan Total
Readmisi Tidak Readmisi
Diet
n % n % n %
Patuh 5 33,3 10 66,7 15 100
Tidak Patuh 35 64,8 19 35,2 54 100
Total 40 57,9 29 42,1 69 100

Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 69 responden terdapat 15

responden yang patuh terhadap diet dan 54 responden yang tidak

patuh. Dari 15 responden yang patuh terhadap diet terdapat 5

responden (33,3%) yang mengalami readmisi dan 10 responden

(66,7%) yang tidak readmisi. Selanjutnya dari 54 responden yang

80
yang tidak patuh terhadap diet terdapat 35 responden (64,8%) yang

mengalami readmisi dan 19 responden (35,2%) yang tidak readmisi.

c. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Readmisi Pasien

Diabetes Melitus

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Readmisi Pasien

Diabetes Melitus di RSU Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara

Tahun 2020 seperti terlihat pada tabel di bawah :

Tabel 11 : Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Readmisi


Pasien Diabetes Melitus di RSU Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2020
Readmisi
Dukungan Total
Readmisi Tidak Readmisi
Keluarga
n % n % n %
Cukup 4 30,8 9 69,2 13 100
Kurang 36 64,3 20 35,7 56 100
Total 13 72,5 19 27,5 69 100

Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 69 responden terdapat 13

responden yang persepsi dukungan keluarga cukup dan 56

responden yang persepsi dukungan keluarga kurang. Dari 13

responden yang dengan persepsi dukungan keluarga cukup terdapat

4 responden (30,8%) yang mengalami readmisi dan 9 responden

(69,2%) yang tidak mengalami readmisi. Selanjutnya dari 56

responden dengan persepsi dukungan keluarga kurang terdapat 36

responden (64,3%) yang mengalami readmisi dan 20 responden

(35,7%) yang tidak mengalami readmisi.

81
C. PEMBAHASAN

1. Pengetahuan Dengan Kejadian Readmisi Pasien Diabetes Melitus

2. Kepatuhan Diet Dengan Kejadian Readmisi Pasien Diabetes Melitus

3. Dukungan Keluarga Dengan Kejadian Readmisi Pasien Diabetes

Melitus

82

Anda mungkin juga menyukai