Anda di halaman 1dari 16

RIKSA BAHASA

Jurnal Bahasa, Sastra Indonesia dan Pembelajarannya

Volume 3, No. 1, Maret 2017 ISSN 2460-9978

DAFTAR ISI
JENIS PERTANYAAN PENYIDIK DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA
ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM
Andika Dutha Bachari, Dadang Sudana, & Wawan Gunawan – SPs UPI ................................1

PENDIDKKAN KARAKTER LEWAT PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA


“AYAHKU PULANG” KARYA USMAR ISMAIL
Een Nurhasanah – Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA) .................................15

PEMBELAJARAN AKTIF, INOVATIF, LINGKUNGAN, KREATIF, EFEKTIF,


MENARIK UNTUK MEMAHAMI STRUKTUR DAN CIRI TEKS FIKSI
Hj. Lilis Mulyati – SMK Negeri 1 Sumedang ....................................................................... 24

ANALISIS KONTEKS, DAN PROSES PENCIPTAAN NYANYIAN LUSI NEGERI


DULAK KECAMATAN PULAU GOROM KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR
Abdul Karim Tawaulu – STKIP Gotong Royong Masohi SBT ..............................................32

GAYA BAHASA SASTRA SUFISTIK TERNATE


Muamar Abd. Halil – Universitas Khairun Ternate ................................................................45

MODEL PEMBELAJARAN SINEKTIK BERBASIS PERTANYAAN TINGKAT TINGGI


DALAM PEMBELAJARAN BERBICARA
Muhamad Arwani – STAI An-Nawawi Purworejo Jawa Tengah ...........................................55

KONTRIBUSI BAHASA SUNDA TERHADAP PEMERKAYAAN BAHASA


INDONESIA
Nandang R. Pamungkas – Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat ............................................... 68

PILIHAN KODE DALAM MASYARAKAT DWIBAHASA


Kajian Sosiolinguistik pada SMP-SMA Semesta Bilingual Boarding School, Semarang
Nike Aditya Putri – Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia SPs. UPI ........................................ 78

PERGESERAN IDEOLOGI GENDER DALAM ADAPTASI FILM KE KOMIK DAN


GAME PENDEKAR TONGKAT EMAS
Ratih Ika Wijayanti – Universitas Indonesia ...........................................................................83

MODEL EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS


NARASI
Resi Amalia – SMP Negeri 1 Sungai Aur ...............................................................................94

KAJIAN SEMIOTIKA NOVEL AKU DAN DUNIAKU KARYA HELEN KELLER


Rini Mairiza – SMP Negeri 4 Lembang Jaya Kab Solok Sumbar ....................................... 103
KAJIAN STRUKTUR, FUNGSI, DAN NILAI MORAL CERITA RAKYAT SEBAGAI
BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA
Siti Hijiriah – SMP Negeri 1 Labuhanhaji Timur Kab. Aceh Selatan .................................. 117

PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPOSISI DENGAN METODE TWO STAY TWO


STRAY
Sri Maryati – SMP Negeri 2 Sadaniang, Kab. Mempawah .................................................. 126

MODEL INDUKTIF KATA BERGAMBAR BERBASIS HYPNOTEACHING UNTUK


MENGATASI KESULITAN MEMBACA NYARING
Supriyatin – SMPN 2 Bengkayang, Kalimantan Barat ........................................................ 137

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI STUDI


LAPANGAN
Tanti Hartanti – SMA Negeri 2 Kota Tangerang Selatan ..................................................... 151
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

ANALISIS KONTEKS, DAN PROSES PENCIPTAAN NYANYIAN LUSI


NEGERI DULAK KECAMATAN PULAU GOROM KABUPATEN
SERAM BAGIAN TIMUR

Abdul Karim Tawaulu


STKIP Gotong Royong Masohi SBT
Pos-el: abbhilkarim@gmail.com

ABSTRAK

Analisis Konteks, dan Proses Penciptaan Nyanyian Lusi Negeri Dulak Kecamatan Pulau
Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis konteks
penuturan nyanyian Lusi, serta menggali fungsi dan nilai-nilai budayanya sehingga dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan sosial. Sumber data dalam penelitian ini adalah nyanyian Lusi yang
diperoleh dari juru dendang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif dengan berpatokan pada beberapa teknik penggalian data, yakni teknik wawancara,
observasi, pencatatan lapangan dan model trianggulasi. Data dianalisis berdasarkan teori Lord (teori
formula). Tema yang terkandung dalam nyanyian rakyat ini adalah tema sejarah. Proses berlangsung
secara lisan namun hanya dalam lingkungan klan atau marga Kelirey saja. Untuk pertunjukannya,
dilakukan pada momentum adat, keagamaan, ataupun dalam acara festival budaya. Dari proses
penciptaannya, penutur memeroleh teks dengan cara menghafal dan mengingat tuturan dari penutur
sebelumnya. Hasil analisis, secara umum nyanyian Lusi berfungsi sebagai sarana estetika, pendidikan,
dan sebagai wadah pengenang sejarah masa lalu negeri Dulak.

Kata kunci: sastra lisan, analisis konteks, proses penciptaan, nyanyian lusi

ABSTRACT

Context Analysis, and the Creation Process Lusi Song of Negeri Dulak, Gorom Island State, East
Seram District. The purpose of this study is to analyze the context of the narrative of singing Lusi, as
well as explore the functions and cultural values so that it can be utilized in social life. The source of
data in this study is the singing Lusi obtained from the singer. The method used in this study is
descriptive qualitative method with the data base on several techniques of data mining, ie interview
techniques, observation, field record and triangulation model. Data were analyzed based on Lord's
theory (formula theory). The theme contained in this folk song is a historical theme. The process
takes place verbally but only within the clan or Kelirey clan alone. For the show, performed on the
momentum of custom, religious, or in cultural festivals. From the process of its creation, speakers get
the text by memorizing and remembering the speech of the previous speaker. The results of the
analysis, in general, singing Lusi serves as a means of aesthetics, education, and as a container of
the past history of Dulak.

Keywords: oral literature, context analysis, creation process, lusi song

PENDAHULUAN dan sastra, yang kesemuanya itu menjadi


Nusantara adalah wilayah yang kaya potensi emas bangsa dari masa ke masa.
akan sumber daya. Bukan saja sumber daya Dengan karakter kepulauan membuat negeri
alam dan sumber daya manusia, namun juga ini menyimpan banyak sekali misteri
kaya akan sumber daya adat, budaya, tradisi, kesusastraan yang belum digali.

32
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

Kesusatraan yang dimaksud di sini adalah untuk meningkatkan kualitas dan hubungan
kesusastraan lisan yang menjadi ciri khas kekerabatan antarmasyarakat. Tradisi lisan
masyarakat tradisional. Sekalipun saat ini mempunyai peranan dan fungsi untuk
geliat perkembangan zaman makin kencang, menguatkan ketahanan budaya bangsa (Sari,
hal itu bukan berarti menghilangkan unsur 2011: 1).
tradisional, yang menjadi embrio lahirnya Dalam situasi tertentu tradisi dengan
masyarakat modern. Teknologi telah segala unsur pendukungnya menjadi bagian
berdialektika dengan gerak kehidupan erat dari situasi tersebut. Dalam kegiatan-
masyarakat, meskipun demikian masih kegiatan yang bernuansa adat, sastra lisan
terpelihara praktek kehidupan tradisional, masih mengambil peran di dalamnya, baik
bahkan pola tradisional itu hidup sekadar untuk pertunjukkan maupun
berbarengan dengan pola modern. sebagai syarat sah dari kegiatan tersebut. Di
Modernisasi merupakan siklus normal Maluku misalnya, kegiatan-kegiatan
dari perjalanan zaman, namun pergerakan seremonial adat seperti pengukuhan Raja
arus itu perlu diwanti-wanti agar tidak (kepala desa dalam terminologi umum),
menyebabkan bergesernya unsur dan wujud pengangkatan dan pengesahan pemangku
tradisional tersebut. Alvin dalam Sibarani adat, acara perkawinan, acara sasi, dan
(2012: 70) menyatakan hal itu sebagai acara adat lainnya sastra lisan menjadi
gelombang peradaban ketiga. Gelombang bagian terpenting di dalamnya. Biasanya
ketiga ini pengaruhnya tidak ditampilkan berbagai genre sastra lisan
menguntungkan bagi eksitensi budaya- seperti tarian rakyat, puisi rakyat, syair lisan
budaya lokal kita. Fenomena globalisasi (kapata) dan nyanyian rakyat. Genre sastra
menurut Sibarani menyeret dunia ke arah lisan yang dipertunjukan berhubungan
modernitas homogen pada umumnya dengan momen adat itu.
memerlihatkan pengaruh terhadap Salah satu aset sastra lisan yang
perubahan budaya dimiliki oleh masyarakat Maluku adalah
nyanyian Lusi. Nyanyian rakyat ini tumbuh
lokal Indonesia yang kemudian mengancam dan berkembang di kepulauan Gorom
kestabilan sistem budaya lokal Indonesia tepatnya di Negeri Dulak Kecamatan Pulau
termasuk di dalamnya tradisi lisan. Sejalan Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur
dengan Sibarani, Nashir dalam Sari (2011: (SBT). Nyanyian Lusi merupakan rangkaian
1) mengemukakan globalisasi telah syair-syair historis yang didendangkan dan
menimbulkan pergulatan antara nilai-nilai diikuti dengan tarian. Tarian dalam
budaya lokal dan global yang semakin nyanyain Lusi merupakan jasad utuh sebab
tinggi intensitasnya. Sistem nilai budaya tanpa tarian, nyanyian rakyat ini tak dapat
lokal yang selama ini digunakan sebagai didendangkan. Dalam setiap gerakan tarian
acuan atau panutan oleh masyarakat yang dilakukan mengandung makna, pesan
pendukungnya tidak jarang mengalami dan nilai. Artinya setiap gerakan yang
perubahan karena nilai-nilai budaya global dilakukan penari mencerminkan maksud
dengan kemajuan teknologi informasi yang dari isi nyanyian itu. Hal ini seperti yang
semakin mempercepat proses perubahan dikemukakan oleh Sedyawati (2015: 8)
tersebut bahwa sastra tidak dapat berdiri sendiri,
Tradisi lisan yang berkembang dalam melainkan dipadukan dengan berbagai
kehidupan masyarakat tradisional selama ini media ungkap yang lain seperti tari dan
dipelihara karena dinilai memiliki peranan musik.
penting dan strategis dalam kehidupan Nyanyian ini mengisahkan geneologis
bermasyarakat. Tradisi lisan sebagai salah lahirnya Pulau Gorom sampai terbentuknya
satu bentuk budaya lokal memiliki pemerintahan Raja di dalamnya. Dalam
hubungan batin dengan masyarakat kosmologi masyarakat negeri Dulak,
pemiliknya, diyakini dapat dimanfaatakan nyanyian ini menjadi saksi bagi eksistensi

33
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

sejarah pulau Gorom sehingga dalam 1) Bagaimana konteks penuturan nyanyian


prakteknya tidak dapat dipisahkan dari Lusi tersebut?
perjalanan kehidupan masyarakat. Mulai 2) Bagaimana proses penciptaan nyanyian
dari awal keberadaan mereka di pulau itu Lusi tersebut?
sampai terbentuknya pemerintahan negeri. 3) Apa fungsi nyanyian Lusi bagi
Nyanyian Lusi dapat dimasukkan ke dalam masyarakat Dulak?
kelompok nyanyian rakyat berkisah Sastra lisan merupakan cabang besar
(narrative song). dari kebudayaan lisan. Sastra lisan
Tak dapat dipastikan kelangsungan menunjuk pada suatu cara berpikir secara
genre sastra tersebut tetap ada untuk jangka lisan dengan logika dan sistem
waktu yang lama. Sementara zaman terus penyampaian informasi tersendiri. Budaya
berputar dan menghadirkan varian-varian lisan yang dimaksud berupa tradisi lisan.
budaya baru yang dapat menjadi ancaman Puisi rakyat, mantra, pantun, gurindam, dan
bagi ketahanan sastra lisan tersebut. Pada nyanyian rakyat. (Salleh, 1995: 24).
situasi yang lain kepekaan generasi muda Hutomo (1991: 9) memandang sastra lisan
terhadap kekayaan budaya pun kelihatan sebagai bagian dari folklor karena objek
mulai luntur. Penyebab yang dapat yang menjadi kajian dalam sastra lisan sama
dijadikan sebagai alasan logis adalah dengan objek dalam folklor. Lebih jauh
konsekuensi dari kehadiran budaya-budaya Hutomo menyatakan bahwa sastra lisan
baru tadi. Maka langkah yang dipandang justeru menjadi objek dari kajian bidang
efektif, yakni adanya upaya publikasi lewat studi ilmu folklor. Menurutnya, seorang
penelitian ilmiah. Langkah ini dilakukan yang ingin meneliti sastra lisan harus
semata-mata agar genre sastra lisan tidak memperlajari dan memahami ilmu folklor
hanya dijadikan pajangan dalam ide-ide dan ilmu tradisi lisan.
abstrak masyarakat pendukungnya. Sudah Finnegan dalam Pudentia (2008: 322),
saatnya dijadikan bahan kajian. secara global sastra lisan dapat dibedakan
Kekayaan kandungan isi sastra lisan atas sastra atau tradisi tertulis dan ini berarti
masyarakat Dulak ini belum tergali. Upaya bahwa berbeda dengan sastra tulis,
eksplorasi ini dimaksudkan untuk penyebaran, komposisi, maupun
menampilkannya ke permukaan agar pertunjukannya dilakukan dari mulut ke
nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan telinga, dan bukan melalui kata-kata yang
bacaan masyarakat luas. Konteks penuturan, tertulis atau tercetak.
pewarisan, fungsi, dan tema yang terdapat Sastra lisan adalah berbagai tuturan
di dalamnya penulis jadikan basis kajian verbal yang memiliki ciri-ciri sebagai karya
karena hal ini masih menjadi masalah. sastra pada umumnya yang meliputi prosa,
Penulis mencoba menariknya keluar dari puisi, nyanyian, dan drama lisan. Sebagai
bingkai kesakralan agar nyanyian ini tidak karya sastra menurut (Taum, 2011: 10)
semata-mata dimanfaatkan untuk kegiatan sastra lisan pun memenuhi ciri dulce et utile;
seremonial belaka. Penulis beranggapan jika indah dan bermanfaat. Penggunaan bahasa
langkah-langkah antisipatif semacam ini dan struktur dan pembaitannya indah (dulce)
tidak dilakukan, maka tidak menutup dan bermanfaat (utile) antara lain sebagai
kemungkinan sastra lisan ini akan punah. sarana pewarisan nilai, legitimasi
Dampak yang dirasakan pun sangat besar, kedudukan sosial-politik, atau sekadar
yakni masyarakat pendudungnya kehilangan melipur lara para pendengarnya.
identitas budaya, dan jati diri sebagai Sebagaimana folklor dan tradisi lisan,
bangsa berbudaya pun luntur. sastra lisan juga mempunyai ciri-ciri.
Dari pembahasan di atas, maka Rusyana dalam Taum (2011: 23)
rumusan masalah yang dapat dikemukakan mengemukakan ciri dasar sastra lisan yaitu,
adalah: (1) sastra lisan tergantung kepada penutur,
pendengar, ruang dan waktu; (2) antara

34
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

penutur dan pendengar terjadi kontak fisik; dipinjam oleh penggubah nyanyian
dan (3) bersifat anonim. profesional untuk diolah lebih lanjut
Berdasarkan pandangan di atas, Taum menjadi nyanyian pop atau klasik.
(2011: 24) merumuskan empat ciri sastra Walaupun demikian identitas folklornya
lisan, yaitu (1) sastra lisan adalah teks sastra masih dapat kita kenali karena masih ada
yang dituturkan secara lisan. Ciri ini varian folklornya yang berredar dalam
menunjukkan dua unsur sekaligus, yakni peredaran lisan (oral transmission).
nilai (value) dan cara (manner). Yang Brunvand dalam Danandjaja, (2007:
disebut sastra lisan adalah sebuah wacana 145) mengungkapkan nyanyian rakyat
yang bernilai sastra, memenuhi kualifikasi terbagi atas dua jenis, yaitu.
sebagai karya sastra yang memiliki kaidah- 1) Nyanyian rakyat tidak sesungguhnya
kaidah estetik dan puitik tersendiri dengan Dasar pembagian ini ada tidaknya
sifat-sifat dan sarana-sarana kesusastraan. lirik pada sebuah nyanyian. (a) nyanyian
Tuturan disampaikan secara lisan, baik lisan rakyat tanpa kata-kata (worldess folksong).
murni maupun dengan berbagai alat bantu Yakni suara yang dikeluarkan hanya meniru
seperti musik dan tarian; (2) sastra lisan suara biola. Nyanyian jenis ini bisa
hadir dalam berbagai bahasa daerah. Sastra digunakan untuk mengiringi suatu tarian
lisan pada umumnya masih dituturkan rakyat. Jenis nyanyian yang menirukan
dalam berbagai bahasa daerah di Nusantara; suara biola itu disebut chin music atau
(3) sastra lisan selalu hadir dalam versi- didling. Nyanyian yang digunkan untuk
versi dan varian-varian yang berbeda. Hal mengiringi tarian “Kecak” di Bali termasuk
ini muncul sebagai akibat cara dalam jenis nyanyian ini; (b) Nyanyian
penyebaran/pewarisannya yang dilakukan rakyat yang liriknya lebih menonjol dari
secara lisan, dari mulut ke telinga atau pada iramanya (near song). Nyanyian
disertai dengan contoh atau gerakan dan alat rakyat di Indonesia yang tergolong jenis
bantu pengingat; dan (4) sastra lisan nyanyian ini adalah seruan yang digunakan
bertahan secara tradisional dan disebarkan oleh penjaja makanan ketika berkeliling
dalam bentuk standar atau relatif tetap kampung;
dalam kurun waktu yang cukup lama, 2) Nyanyian rakyat yang sesungguhnya.
paling kurang dua generasi. Sastra lisan Yang termasuk dalam jenis nyanyian
memiliki konvensi dan poetiknya sendiri. ini adalah: (a) Nyanyian rakyat yang
Dalam ilmu sastra modern, peranan berfungsi (fungsional song). Nyanyian
konvensi dalam perwujudan sastra dan rakyat yang berfungsi adalah nyanyian
karya sastra sangat ditekankan. rakyat yang kata-kata atau lagunya
Sastra lisan menurut Brunvand dalam memegang peranan yang sama penting.
Danandjaja, (2002: 21) dapat dirincikan Disebut berfungsi karena baik lirik maupun
dalam enam kelompok, yaitu bahasa rakyat, lagunya cocok dengan irama dan aktivitas
ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, khusus dalam kehidupan manusia. Jenis
puisi rakyat, cerita rakyat, dan nyanyian nyanyian ini selanjutnya dapat dibagi lagi
rakyat. menjadi tiga subkategori, yakni (1)
Nyanyian rakyat. Menurut Brunvand nyanyian kelonan (lullaby), yakni nyanyian
dalam Danandjaja (2007: 141-142) yang mempunyai lagu dan irama yang halus,
nyanyian rakyat adalah salah satu genre tenang, berulang-ulang, dan ditambah
atau bentuk folklor yang terdiri atas kata- dengan kata-kata kasih sayang yang dapat
kata dan lagu, yang beredar secara lisan di membangkitkan rasa santai, sejahtera, dan
antara kolektif tertentu, berbentuk akhirnya menimbulkan rasa kantuk bagi
tradisional, serta banyak mempunyai varian. anak-anak yang mendengarnya. Contohnya
Nyanyian berasal dari bermacam-macam nyanyian “Nina Bobok”, (2) nyanyian kerja
sumber dan timbul dalam berbagai macam (working song), yakni nyanyian yang
media. Seringkali juga nyanyian rakyat ini mempunyai irama dan kata-kata yang

35
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

bersifat menggugah semangat dan memulai suatu permainan, untuk menekan


menimbulkan rasa gairah untuk bekerja. atau mengganggu orang lain.
(b) Nyanyian-nyanyian daerah dari Koentjaraningrat (1971: 52) mengemukakan
orang-orang yang mempunyai mata empat fungsi nyanyian rakyat: (1) fungsi
pencaharian tertentu. Nyanyian rakyat ini kreatif, (2) fungsi pembangkit semangat, (3)
beredar di antara para nelayan, petani, fungsi pemelihara sejarah, dan (4) fungsi
penggembala, tukang kayu, dan sebagainya. protes sosial.
(c) Nyanyian rakyat bersifat berkisah Proses Penciptaan. Taum (2011: 14)
(narrative song). Nyanyian rakyat yang menjelaskan bahwa dalam konteks proses
bersifat berkisah adalah nyanyian yang penciptaan dipentingkan aspek mimesis,
menceritakan suatu kisah. Nyanyian yang yakni representasi, meniru, meneladani, dan
termasuk kategori ini adalah balada (ballad) membayangkan kenyataan. Proses
dan epos (epic). penciptaan yang dimaksudkan bukan hanya
Nyanyian Lusi dikelompokkan ke sebuah pertunjukan melainkan di luar
dalam nyanyian berkisah (narrative song) pertunjukan, yang sangat bergantung pada
karena isi yang terkandung di dalamnya masyarakat sebagai pemilik dan sifat sebuah
semuanya bersifat kisahan, atau penceritaan genre yang diciptakan.
kisah sejarah terbentuknya pulau Gorom Lord (2000: 36) menyatakan bahwa
dengan pemerintahan Raja. proses penciptaan sastra lisan, penyanyi
Setiap sastra lisan mempunyai ciri-ciri atau penyair tidak menghafal formula tetapi
termasuk nyanyian rakyat. Ciri-ciri tersebut prosesnya seperti yang terjadi pada anak-
adalah (1) kata-kata atau lagu merupakan anak yang menghafal bahasa. Penyair,
dwitunggal yang tak terpisahkan, sehingga penyanyi atau penyaji yang merupakan
salah besar jika dalam pengumpulannya pengarang puisi lisan mempelajari cerita
tidak sekaligus mengumpulkan lagunya; (2) dengan mendengarkan nyanyian dari
nyanyian rakyat lebih luas peredarannya nyanyian lain dan dari kebiasaan
pada suatu komunitas daripada nyanyian menggunakan nyanyian sehingga menjadi
nontradisional. Selain beredar di antara bagian dari nyanyian itu.
komunitas buta huruf atau semibuta huruf, Konteks Penuturan. Konteks
nyanyian ini beredar juga di antara mereka penuturan adalah hal mengenai situasi atau
yang melek huruf; (3) bentuk nyanyian berkenaan dengan peristiwa komunikasi
rakyat sangat beragam dari yang sederhana antara penutur dan penerima tuturan, artinya
sampai yang cukup rumit; (4) umur ada hubungan interaksi komunikasi
nyanyian rakyat lebih panjang daripada antarkeduanya. Konteks penuturan ini
nyanyian pop. Banyak nyanyian rakyat berkenaan dengan lawan tutur, kesempatan
yang lebih tua dari nyanyian seriosa; (5) berutur, tujuan bertutur dan lingkungan
teks yang sama tidak selalu dinyanyikan sosial budaya yang mendukung terjadinya
sama oleh informan. Sebaliknya lagu yang peristiwa tuturan.
sama sering dipergunakan untuk Menurut Sibarani (2012: 323-330)
menyanyikan beberapa teks nyanyian rakyat dalam kajian tradisi lisan peranan konteks
yang berbeda-beda; (6) sifatnya mudah sangatlah penting. Sebuah teks sastra lisan
berubah, baik bentuk maupun isi; (7) akan berbeda makna, maksud, dan
sifatnya anonim; dan (8) penyebarannya fungsinya tergantung pada perbedaan
secara lisan sehingga bersifat tradisi lisan konteksnya. Pemilihan konteks penuturan
dan dapat menimbulkan varian-varian tergantung pada ragam ungkapan atau teks
(Danadjaja, 2007: 141). yang dikaji. Dalam cakupan tradisi lisan,
Hutomo (1991: 66) memaparkan ada empat konteks yang harus diperhatikan,
bahwa nyanyian rakyat berfungsi sebagai: yaitu:
(1) alat berlakunya norma-norma sosial, (2) (1) konteks budaya, (2) konteks sosial,
pengendali sosial, (3) penghiburan, (3) konteks situasi, dan (4) konteks ideologi.

36
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

masyarakat terhadap penuturan suatu teks.


(1) Konteks budaya dapat dilihat dari Pada akhirnya konteks ideologi juga
jawaban pertanyaan untuk tujuan budaya, berhubungan dengan tujuan penuturan teks.
apakah teks itu dituturkan. Dihadirkan teks Sibarani (2012, hlm. 328) menuturkan
pada konteks budaya yang berbeda akan bahwa ideologi dapat tercipta dengan
menghadirkan ragam yang berbeda. adanya pengaruh kekuasaan terhadap
Misalnya nyanyian yang dinyanyikan pada sejarah, politik, sistem masyarakat, nilai
saat menanam padi akan berbeda dengan sastra, dan nilai budaya yang membentuk
nyanyian yang dinyanyikan dalam konteks pandangan masyarakat sehingga suatu
adat; konsep sebagai kebenaran yang wajar.
(2) Konteks sosial berhubungan Malinowski dalam Badrun, (2003: 38)
dengan bagaimana masyarakat pemiliknya mengemukakan bahwa kata-kata dalam
terlibat dengan teks yang dituturkan. sebuah percakapan hanya dipahami jika
Konteks sosial dapat menggambarkan siapa dikaitkan dengan konteks situasi saja belum
saja yang terlibat dalam penuturan teks. cukup. Untuk memahami kata-kata yang
Kehadiran teks, penutur dan khalayak pada digunakan dalam percakapan juga harus
konteks sosial tertentu menggambarkan dibarengi dengan konteks budaya. Dalam
bagaimana kedudukan teks itu bagi pandangan Sibarani (2012: 323) disebutkan
masyarakat pendukungnya. Selain itu, konteks budaya mengacu pada tujuan
konteks sosial juga dapat membantu budaya yang menggunakan suatu teks.
pemahaman makan, maksud, dan fungsi Tujuan budaya dimaksud adalah peristiwa
teks itu; budaya yang melibatkan sastra lisan.
(3) Konteks situasi mengacu pada Halliday dalam Badrun (2003: 38)
waktu, tempat, dan cara penggunaan teks. konteks situasi sebagai tempat
Deskripsi konteks itu digunakan. Konteks berlangsungnya tuturan mempuyai tiga
situasi waktu berhubungan dengan unsur, yaitu pertama, medan atau tempat
pembagian waktu dalam sehari, pembagian yang menunjuk pada hal yang sedang
minggu dan bulan serta pembagian siklus dilakukan oleh pelibat yang di dalamnya
pertanian. Konteks situasi waktu juga menggunakan bahasa sebagai unsur pokok.
berhubungan dengan suasana seperti Kedua, pelibat menunjuk pada orang-orang
suasana suka, duka, mistis, atau suasana yang terlibat, yaitu bagaimana sifat,
lainnya. Konteks situasi tempat mengacu kedudukan, dan peran mereka. Ketiga,
pada pertanyaan di mana teks itu dituturkan. sarana merujuk pada bagian yang
Deskripsi konteks situasi tempat dapat diperankan bahasa, dan konteks budaya
menggambarkan lokasi tempat teks itu yakni lingkungan budaya suatu daerah
dituturkan, bahkan dapat juga digambarkan termasuk peristiwa dan norma yang melatari
bagaimana posisi keberadaan penutur dan penuturan. Suatu kata-kata atau bahasa akan
khalayaknya. Sibarani (2012, hlm. 326) lebih bermakna bila diucapkan sesuai
menjelaskan bahwa lokasi pelaksanaan atau dengan konteksnya.
pertunjukan tradisi lisan meliputi bentuk Fungsi. Hutomo (1991: 67-70)
pentas, tempat permainan, dan penonton memberikan konsep fungsi yaitu berkaitan
atau pelaku dan khalayak, permanen atau dengan saling ketergantungan, secara utuh
berpindah-pindah, dan sebagainya. Konteks dan berstruktur, antara unsur-unsur sastra
situasi mencakup segala informasi yang tulis atau lisan, baik di dalam diri sastra itu
berhubungan dengan tata cara penuturan sendiri, maupun dengan lingkungannya.
teks; Fungsi sastra lisan bagi masyarakat yaitu (a)
(5) Konteks ideologi mengacu pada sebagai sistem proyeksi; (b) untuk
kekuatan apa yang melatarbelakangi pengesahan kebudayaan; (c) sebagai alat
penuturan teks. Deskripsi konteks ideologi pemaksa berlakunya norma-norma sosial
digambarkan bagaimana pola pikir

37
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

dan sebagai alat pengendali sosial; dan (d) pencatatan lapangan. Teknik yang ada,
sebagai alat pendidikan. penulis gunakan untuk menggali konteks,
Menurut Amir (2013: 34-40), fungsi proses pewarisan, dan fungsi nyanyian Lusi.
sastra lisan adalah (a) sebagai bahan
hiburan, yakni sastra lisan mengandung HASIL DAN PEMBAHASAN
unsur-unsur estetis; (b) sebagai media Teks asli Larik Terjemahan
pembawa ilmu, yakni sastra lisan membuka
Le rurut bai Buih mengepul
peluang komunikasi sosial antarmasyarakat lora o bas 1 gundukan pasir
dan menjadi pengetahuan bagi masyarakat; jadi tei o belum jadi
(d) sebagai penyimpan kosa kata puitika, Jadi tei e Belum Jadi
2
yakni sastra lisan memuat kosa kata yang
estetis dan khas: (e) sebagai sarana atau Le bubut u Buih
media pendidikan, yakni karya sastra yang sara o bas menggelembung
3
jadi loko o gundukan pasir
berfungsi sebagai media sosialisasi nilai- sudah jadi
nilai. Jadi lok e Sudah jadi
Endraswara (2009: 175) 4
mengungkapkan bahwa tradisi memiliki Le kekatu Buih seperti
fungsi penting bagi keberlangsungan hidup. sara o le
5
kapas baru
Fungsi sastra lisan tak lepas dari nilai-nilai karang jadi hanyut karang
budaya yang mengelilinginya sehingga tei o belum jadi
kehadiran sastra lisan bagi masyarakat Jadi tei e 6 Belum Jadi
pendukungnya tidak sekadar sebagai sarana Le usar dotik Kapas hanyut
hiburan saja akan tetapi sebagai ka o karang berduyung-
7
perbendaharaan nilai. Kadang dalam jadi loko duyung, karang
melakukan komunikasi masyarakat sudah jadi
menggunakan sastra lisan sebagai media Jadi lok e 8 Sudah terbentuk
penyampaian gagasan, dan ide, sehingga Yoko soba Puji-pujian bagi
dalam tataran ini lubang-lubang komunikasi Goran le 9 Gorom di waktu
yang tersumbat akibat ego, konflik, bahkan falan boan o dulu
kepentingan politik dalam masyarakat dapat
Falan boan o Waktu dulu
didobrak. 10 sekali
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam So babanora
11
Sangat dipuji
penelitian ini adalah jenis penelitian o nura lean o keindahannya
kualitatif deskriptif yang memusatkan Ora lean o 12 Keindahannya
analisis pada data-data empiris. Dalam La boalomin Di dalamnya
menganalisis data, dilakukan analisis watu karang batu karang
penelitian lapangan, yaitu, menggunakan bau le barbar 13 berbentuk
lingkungan alamiah sebagai sumber data o kerbau
langsung, sifatnya deskriptif analitik, lebih mengapung
mengutamakan makna, dan lebih pada Barabar o 14 Mengapung
kedalaman penghayatan terhadap interaksi Bara kumboa Berlabuh di
antarkonsep yang sedang dikaji o boalomin o 15 dalam di
(Endraswara, 2008: 5). dalamnya
Untuk mendapatkan data yang akurat Boalomin e 16 Di dalamya
tentang nyanyian Lusi, penulis
Le dagi o Berjalan menuju
menggunakan teknik pengumpulan data muri gia Gia keringat
yang ditawarkan oleh Sugiono (2011: 383) 17
rengas o na menetes sekujur
berupa teknik wawancara, teknik observasi, hulis o tubuh
dan teknik triangulasi, dan teknik

38
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

Rengas o na Keringat Lusi ra kumu Rajawali dan


hulis e 18 menetes sekujur roti diu le elang keduanya
tubuh dimbang tana 35 terbang,
Le dagi o wa Kembali ra o menimbang
abeas uban o melangkah ke tanah
19
nadail o Abeas, debu Dimbang Menimbang
beterbangan tana ro o 36 tanah
Uban o Debu Roti dabara Keduanya
20
nadail e beterbangan Goran jadi ru membagi Gorom
Karang datar Karang datar di 37
jadi loko menjadi dua,
o le karang o Gia begitu maka jadilah
21
muri gia gia datarnya
datar o
Gia datar o 22 Gia datar
Analisis Konteks Penuturan. Yang
Le bas o Gundukan pasir dimaksud dengan konteks penuturan dalam
ruma derun di rumah Derun subpokok ini adalah, 1) konteks situasi, 2)
23 konteks sosial, dan 3) konteks budaya.
derun wotur Derun di ujung
ro o tanjung 1) Konteks situasi. Konteks situasi
Derun Wotur Derun di ujung meliputi (a) penutur; (b) waktu; (c) tujuan;
24
ro o tanjung (d) peserta; dan (e) peralatan yang
Le ali ali Kapitan Ali digunakan.
Ruma Derun Ruma Derun (a) Penutur: Berbicara tentang penutur
25
o ni kadas sut dengan celana dalam nyanyian Lusi tidak terlepas dari diri
o kulit ularnya sipenutur itu sendiri, baik dari segi usia,
Kadas sut e Celana kulit jenis kelamin atau pun profesi. Dari segi
26
ularnya
usia, nyanyian ini boleh dituturkan oleh
Le dilas Kilat
seran na menyambar
anak-anak, orang dewasa ataupun orang tua.
kama Ruma 27 menerangi Dari segi jenis kelamin, dapat dinyanyikan
Derun o le Rumah Derun oleh perempuan atau laki-laki. Dari segi
masa ola ola seperti siang hari profesi dapat dibagi menjadi dua bentuk
Masa ola ole Siang hari yakni profesi dalam bentuk pekerjaan dan
e 28 profesi dalam bentuk jabatan. Dari segi
Le dudung e Bunyi Guntur profesi yang pertama siapa saja boleh
la nasodan menggelegar di menyanyikan baik; petani, nelayan, buruh,
muri gia ro le 29 Gia berkali-kali ibu rumah tangga dan profesi lainnya.
nasarua rua Untuk profesi kedua, atau dari segi jabatan
o dan kedudukan, nyanyian ini hanya dapat
Nasa rua rua Berkali-kali dinyanyikan oleh pewaris aslinya. Artinya
e 30
baik perempuan atau laki-laki, anak-anak,
Lusi sa o le Seekor rajawali orang dewasa, atau orang tua, nelayan,
muri gia o di di sebelah gia, petani, atau lainnya yang penting
lusi ira lusi 31 rajawali itu berkedudukan sebagai pewaris sah atau
sa o kepunyaan orang
setidak-tidaknya masih mempunyai
di sana
hubungan darah (nasab) baik dari ayah atau
Lusi sa e 32 Seekor rajawali
ibu.
Komak sa Seekor talang
walu le Ruma lagi itu
(b) Waktu: Soal waktu, nyanyian ini
Derun o ni 33 kepunyaan orang dapat dipertunjukan kapan saja asal masih
komak ka di Ruma Derun berhubungan dengan tradisi masyarakat
komak sa o pendukungnya. Nyanyian ini dipertunjukan
Komak sa o 34 Seekor talang pada saat acara-acara adat seperti pelantikan
Raja (Kepala Desa), penjemputan dan

39
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

perjamuan tamu, dan acara adat lainnya. Murgiyanto, (2015: 12) menyatakan,
Namun seiring berjalannya waktu sekaligus gerakan tangan, kaki, dan seluruh anggota
sebagai bentuk eksplorasi seni budaya, tubuh yang dilakukan secara berulang-ulang
nyanyian ini dapat juga diikursertakan
dalam kegiatan festival khususnya festival
budaya.
(c) Tujuan: Tujuan nyanyian Lusi
terbagi dalam beberapa tujuan, yaitu
sebagai sarana hiburan, sebagai sarana
untuk mengingatkan sejarah masa lalu,
untuk menunjukkan ciri khas daerah, dan
sebagai penguatan akan budaya masyarakat
pendukungnya.
(d) Peralatan: Dalam melantunkan
nyanyian ini harus disertakan dengan tarian,
bahkan dapat dikatakan nyanyian ini tidak dalam tarian disesuaikan dengan nyanyain
dapat dilantunkan kalau tidak disertai yang dibawakan Dalam hal jumlah, penari
dengan tarian. Dalam melakukan tarian, biasanya dipilih dalam angka genap; bisa 12,
harus dilengkapi dengan beberapa peralatan 10, atau 8 orang.
pendukung seperti tifa atau rebana dan
kipas. 2) Konteks sosial . Selain pewaris,
Tifa atau rebana. Tifa atau rebana masyarakat juga diperlukan untuk
adalah alat musik pukul yang terbuat dari mengeksiskan sebuah kebudayaan. Tanpa
kayu dan kulit hewan, baik kambing, sapi masyarakat kebudayaan tidak akan
atau pun kulit rusa. Dari segi bentuknya tifa mendapat tempat. Dalam konteks
dan rebana berbeda, namun dalam masyarakat Dulak, nyanyian Lusi telah
keseharian masyarakat Maluku, kadang- menjadi perbendaaharaan sosial, maka
kadang rebana disebut tifa. Dalam hal dalam setiap pertunjukan selalu melibatkan
pertunjukan nyanyian Lusi, alat yang selalu masyarakat. Keterlibatan masyarakat ini
digunakan adalah rebana besar yang dipukul sebagai bagian dari rasa memiliki akan
oleh penyanyi sendiri. kebudayaan mereka.
Kipas.Kipas merupakan alat yang Keterlibatan masyarakat dalam setiap
digunakan oleh penari untuk meliukkan pertunjukan juga dimaksudkan untuk
tangannya ketika menari. Kipas yang menransfer nilai dan pesan yang terdapat di
digunakan tidak bertumpu pada jenisnya, dalam nyanyian ini kepada orang lain.
asal dapat digunakan. Dulu dalam beberapa Fungsi transformasi ini memiliki
pertunjukan, kipas yang digunakan adalah keuntungan atau nilai positif, yakni
kipas yang di dalamnya terdapat gambar terpublikasikannya nilai-nilai dan pesan
burung rajawali dan burung talang. yang dapat dijadikan pegangan dalam
(d) Peserta: Karena tarian merupakan kehidupan bersosial. Selain itu kekayaan
bagian tak terpisahkan dari nyanyian ini, lokal masyarakat Dulak juga diketahui oleh
maka di sana juga terlibat para peserta yang dunia luar. Mungkin yang selama ini masih
berperan sebagai penari. Tarian merupakan terkungkung dalam kelokalan masyarakat,
instrumen inti dari nyanyian Lusi karena dengan keterlibatan masyarakat maka dunia
seluruh gerakan dari para penari memiliki luar pun tahu kekayaan budaya mereka.
simbol, makna, pesan, sekaligus sebagai 3) Konteks budaya. Sastra lisan
penyampaian bahasa nonverbal. Gerakan- termasuk lingkup kebudayaan. Ada mata
gerakan setiap anggota tubuh adalah bahasa rantai yang saling berkelindan antara
nonverbal yang disampaikan oleh penari keberadaan sastra lisan dengan konteks
kepada para penonoton. Rusdjati dalam budayanya. Kehadiran nyanyian Lusi bagi

40
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

masyarakat pendukungnya, dalam hal ini dalam pertunjukan harus masyarakat asli
masyarakat Dulak, merupakan aset Dulak dan berjenis kelamin perempuan.
sekaligus saksi sejarah masa lampau. Analisis Proses Penciptaan. Ada dua
Keberadaannya bukan sekadar ekspresi seni cara yang dilakukan dalam mewariskan
melainkan lebih dari itu, yakni sebagai nyanyian Lusi kepada generasi berikutnya.
peneguhan eksistensi budaya lokal. Seluruh Yang pertama dilakukan dengan cara
lirik yang termaktub di dalam nyanyian Lusi spontan yakni penerima mendengar
merupakan narasi histori yang menjadi cikal langsung secara lisan pada saat nyanyian
bakal munculnya masyarakat Dulak saat ini. Lusi dituturkan, dipentaskan atau
Maka dalam kegiatan pertunjukannya tak dipertunjukkan. Dalam situasi ini
dapat dipisahkan dengan unsur-unsur dibutuhkan kemampuan mendengar dan
kebudayaan yang mengitarinya. daya ingat yang kuat oleh penerima. Yang
Nyanyian Lusi terkesan eksklusif kedua, dapat diwariskan dengan cara
(tertutup), karena hanya dinyanyikan oleh menulis atau dibuat dalam bentuk teks
pewaris sahnya. Tidak sembarangan orang tertulis. Dalam situasi ini penerima
dapat menyanyikannya sekalipun itu langsung mendatangi pewaris dan meminta
masyarakat asli Dulak. Dapat dikatakan ada pewaris untuk menuliskan nyanyian Lusi.
ruang sakral yang mengitarinya. Konteks Analisis Fungsi Nyanyian Lusi.
penuturan pun dibatasi oleh situasi tersebut, Nyanyian Lusi sebagai bentuk tradisi lisan
sehingga berbeda dengan nyanyian- tentu memiliki fungsi, baik bagi penuturnya,
nyanyian rakyat lain yang dapat dilantukan pendengar ataupun bagi masyarakat
dalam segala kondisi. pendukungnya. Bagi penuturnya, nyanyian
Dalam situasi penggunaannya, Lusi berfungsi sebagai proyeksi sejarah, dan
nyanyian Lusi melibatkan sejumlah peserta sebagai sarana hiburan. Pertama, sebagai
yakni para penari, penutur, pendengar serta proyeksi sejarah. Nyanyian Lusi dapat
suasana (setting) yang melatarinya. Untuk dikatakan sebagai nyanyian sejarah karena
menyanyikan lagu ini penyanyi harus sebagian besar kandungan maknanya
didukung oleh adanya ruang pementasan memuat gambaran sejarah masa lalu pulau
atau pertunjukan seperti acara pelantikan Gorom dan sejarah terbentuknya negeri
atau pengukuhan Raja (Kepala Desa), Dulak. Lirik nyanyian Lusi memuat fungsi
penyambutan dan perjamuan tamu istimewa. pengetahuan tentang nilai-nilai sejarah
Lagu ini juga dapat dipentaskan dalam kepada penuturnya, sehingga orang yang
kegiatan-kegiatan festival budaya. Sebuah menuturkannya seperti disuguhi sebuah
pementasan tidak akan berlangsung jika landscape masa lampau yang dialami nenek
tanpa didukung oleh alat musik tabuh yaitu moyangnya. Kedua, sebagai sarana hiburan.
tifa atau rebana. Pendeknya, tanpa tifa atau Setiap bentuk nyanyian rakyat yang
rebana nyanyian ini tidak dapat dilantunkan. berkembang di masyarakat tradisional
Penyanyi harus memiliki syarat-syarat memiliki fungsi hiburan kepada penutur
tertentu, salah satunya adalah pewaris sah atau pendendangnya. Lirik-lirik yang
atau orang yang memiliki hubungan darah dilantunkan disertai irama, nada dan bunyi
dengan pewaris baik laki-laki atau pun memberi efek estetik kepada pelantunnya.
perempuan. Dari hal usia, nyanyian ini Begitu pun dengan nyanyian Lusi.
dapat dinyanyikan oleh penyanyi dari segala Sekalipun fungsi hiburan dalam nyanyian
usia, hanya saja untuk menjaga unsur ini terlihat samar namun setidaknya dalam
kesakralan yang terdapat di dalamnya maka setiap pelantunan, penyanyi dapat
penyanyi harus berusia sepuh atau setidak- merasakan efek keindahan yang
tidaknya orang tua yang paham akan nilai ditimbulkan dalam tiap lirik nyanyian.
sejarah di dalamnya. Nyanyian ini dapat Fungsi hiburan disebut samar karena
melibatkan pendengar atau penonton dari nyanyian ini hanya untuk memenuhi
mana saja, sedangkan penari yang terlibat di seremonial momentum adat dan tradisi.

41
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

Artinya kehadiran nyanyian Lusi bukan lokal maupun kebudayaan yang datang dari
semata-mata difungsikan sebagai sarana luar.
hiburan seperti nyanyian-nyanyian rakyat Nyanyian Lusi sebagai sebuah produk
yang lain melainkan sebagai sarana budaya masyarakat pemiliknya, juga
eksistensi kedudukan penutur selaku mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan.
pewaris. Dalam nyanyian ini banyak nilai pendidikan
Bagi pendengar, nyanyian rakyat ini yang dapat dipetik, yaitu (1) sebagai
menyediakan sarana apresiasi seni dengan pengetahuan religi. Pendidikan religi
tujuan melepaskan kepenatan selama tercermin dalam beberapa teks yang
beraktivitas. Dalam setiap pementasannya, menggambarkan kekuasaan Tuhan.
nyanyian Lusi tidak sepi dari pendengar. Kalimat ”le kekatu sara o le karang jadi tei
Setiap penikmat yang datang pada o” adalah teks yang menceritakan tentang
pementasannya dapat digunakan sebagai proses terbentuknya pulau Gorom yang
sarana untuk menghibur diri. Fungsinya kejadiannya merupakan realitas
bagi masyarakat, nyanyian ini dapat kamahakuasaan Tuhan; (2) sebagai
berperan sebagai sarana memperkokoh pengetahuan sejarah. Pengetahuan sejarah
hubungan tali silaturahim, pengesahan terlihat pada simbol-simbol dalam
pranata-pranata sosial, dan sebagai alat keseluruhan teks dan juga pada konteks
pengesahan sebuah bangunan kebudayaan. penuturannya. Dengan bahasa daerah yang
Pertama, nyanyian Lusi dapat disebut mudah dimengerti, teks yang terdapat di
sebagai sarana pengokohan hubungan dalamnya berisi tentang sejarah masa
silaturahim karena antuasiasme masyarakat lampau pulau Gorom dan negeri Dulak.
dalam menontonnya dapat memberi ruang Sedangkan dalam konteks penutrurannya
terciptanya proses komunikasi yang ideal selalu berhubungan dengan kegiatan
antarsatu masyarakat dengan masyarakat seremonial adat; (3) sebagai pendidikan seni
lainnya. Jika dalam kondisi tertentu, dan budaya. Sebagai salah unsur seni lokal,
sebagian masyarakat terkooptasi dan larut nyanyian Lusi menampakkan nilai-nilai seni
dalam kemandegan komunikasi, maka budaya di dalamnya. Salah satu contohnya
dengan mendengar alur sejarah yang tarian yang diperagakan oleh para penari
terkandung dalam nyanyian Lusi, sumbatan- ketika dalam pertunjukan; (4) sebagai
sumbatan komunikasi tersebut dapat pengetahuan bahasa. Rangkaian kata-kata
terbuka. Kedua, keberadaan nyanyian Lusi yang membentuk nyanyian Lusi dapat
juga sebagai bentuk pengesahan bagi menjadikan nyanyian ini sebagai media
pranata-pranata sosial yang hidup dalam pembelajaran bahasa terutama bahasa
masyarakat Dulak. Masyarakat Dulak diikat daerah. Susunan kata-kata yang puitis,
oleh sebuah sistem adat yang kuat. Sistem struktur sintaksis, dan bunyi-bunyi bahasa
tersebut telah melembaga secara sistemik yang terdapat di dalamnya merupakan karya
dan dijadikan pedoman dalam menjalani terbaik nenek moyang negeri Dulak. Selain
kehidupan bersosial. Sistem pranata itu, bahasa daerah yang digunakan sebagai
tersebut berfungsi untuk menjaga keutuhan media utama nyanyian ini dapat
masyarakat, menjadi pengendali sosial merangsang generasi muda untuk
(social control), dan sebagai pedoman mempelajari bahasanya sekaligus menjaga
dalam bersikap atau bertingkah laku. Ketiga, dan melestarikannya; (5) sebagai
keberadaan nyanyian Lusi dapat menjadi pendidikan karakter. Karakter yang
pengesahan bagi bangunan kebudayaan dimaksud di sini adalah karakter kerja keras,
lokal masyarakat Dulak. Masyarakat sabar, dan karakter solidaritas. Karakter-
tradisional tentu memiliki bangunan karakter tersebut tercermin dalam beberapa
kebudayaan yang menjadi wadah untuk teks nyanyian Lusi salah satunya terdapat
menampung unsur-unsur kebudayaan yang pada teks ”le dagi o muri gia rengas o na
tumbuh dalam masyarakat, baik kebudayaan hulis” yang mengandung makna kerja keras

42
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

dan sabar dalam mendaki sebuah puncak tua atau kakek-nenek menuturkan kepada
sekalipun keringat menetes membasahi anak atau cucu secara lisan dan hanya
badan. melalui proses ingatan.
Berdasarkan hasil analisis yang
SIMPULAN mendalam, diketahui bahwa nyanyian ini
Dalam konteks penuturannya, memiliki beberapa fungsi. Pertama, sebagai
nyanyian Lusi dipengaruhi oleh konteks fungsi hiburan, kedua sebagai proyeksi
budaya dan konteks situasi. Konteks budaya sejarah, ketiga fungsi silaturahim,
merupakan konteks yang tidak dapat pengesahan pranata dan bangunan
dipisahkan dari nyanyian ini karena sangat kebudayaan lokal, keempat, sebagai alat
berhubungan erat dengan kebudayaan pendidikan, kelima sebagai sarana
masyarakat pendukungnya. Konteks situasi pengetahuan sejarah, dan keenam sebagai
merupakan konteks penyertaan, karena pengetahuan bahasa daerah.
dalam pertunjukannya selalu melibatkan
banyak orang, di antaranya penutur sendiri,
penari, dan masyarakat sebagai PUSTAKA RUJUKAN
penonton/penikmat. Dalam menuturkannya, Amir, A. 2013. Sastra Lisan Indonesia.
nyanyian ini diikat dengan seperangkat Yogyakarta: Andi.
aturan tidak tertulis, yakni penutur harus Badrun, A. 2003. Patu Mbojo: Struktur,
pewaris sah, dan disarankan berusia sepuh Konteks Pertunjukan, Proses
karena berhubungan dengan adat, serta Penciptaan, dan Fungsi. Jakarta: UI
harus berjenis kelamin perempuan. (Disertasi).
Dalam penuturannya, harus Badrun, A. 1989. Teori Puisi. Jakarta:
dinyanyikan dengan menggunakan alat Depdikbud
musik tabuh seperti rebana atau tifa. Alat Danandjaja, J. 2007. Folklor Indonesia:
musik ini merupakan syarat utama karena Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain.
selain untuk menimbulkan efek estetis, Jakarta: Grafiti.
tabuhan rebana atau tifa juga mendatangkan Endraswara, S. 2009. Metodologi Penelitian
efek sakral atau mistis. Di setiap Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi.
pertunjukan ada gerimis atau hujan yang Yogyakarta: Medpress.
turun. Endraswara, S. 2012. Metode Penelitian
Proses penciptaan nyanyian ini terjadi Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah
secara lisan dari mulut ke telinga antara Mada University Press.
penutur dengan pendengar (aundience). Kuntjaraningrat. 2002. Manusia dan
Proses penciptaan terjadi dalam dua Kebudayaan Indonesia. Jakarta:
kemungkinan, yakni secara spontan dan Djambatan.
secara struktur. Secara spontan, nyanyian Lord, B. A. 2000. The Singer Tales. USA:
ini berlangsung secara mendadak atau tanpa Harvard University Press.
persiapan terlebih dahulu dan melalui Nasir. 2016. Nilai-nilai Pendidikan dalam
kegiatan mengingat. Secara terstruktur, Nyanyian Rakyat Kau-Kaudara pada
proses penciptaan terjadi dengan cara Masyarakat Muna. Jurnal Humaniora,
direncanakan terlebih dahulu dan ada waktu 1 (16), hlm. 1-14.
persiapan terlebih dahulu sebelum Pudentia. 2008. Metodologi Kajian Tradisi
menuturkan. Bisa dengan cara menulis teks Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.
nyanyian. Rusyana, Y. 2008. Tradisi Lisan sebagai
Nyanyian ini diwariskan secara lisan Tumpuan Kreatifitas Seni. Bandung:
dan bersifat vertikal. Ada kemungkinan Sunan Ambu Press.
horizontal, namun yang terjadi hanya Salleh, M.H. 1995. Menyurat Pada
vertikal saja karena tidak semua orang dapat Dengung: Lipatan Lisan Pada Sastra
mewarisinya. Dalam mewarsikannya, orang

43
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017

Tertulis. Warta ATL (Edisi perdana). Jakarta: ATL dan Yayasan Pustaka
Jakarta: ATL. Obor.
Sari, D. 2011. Revitalisasi Tradisi Lisan Sibarani, R. 2012. Kearifan Lokal; Hakikat,
Kantola Masyarakat Muna Sulawesi Peran, dan Metode Tradisi Lisan.
Tenggara pada Era Globalisasi. Jakarta: ATL.
(Tesis). Program Pascasarjana Sugiono. 2011. Metode Penelitian
Universitas Udayana, Denpasar. Kombinasi (Mixed Method). Bandung:
Sedyawati, E. 2015. (Edisi revisi) Sastra Alfabeta.
dalam Kata, Suara, Gerak, dan Rupa.
Metodologi Kajian Tradisi Lisan..

44

Anda mungkin juga menyukai