DAFTAR ISI
JENIS PERTANYAAN PENYIDIK DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA
ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM
Andika Dutha Bachari, Dadang Sudana, & Wawan Gunawan – SPs UPI ................................1
ABSTRAK
Analisis Konteks, dan Proses Penciptaan Nyanyian Lusi Negeri Dulak Kecamatan Pulau
Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis konteks
penuturan nyanyian Lusi, serta menggali fungsi dan nilai-nilai budayanya sehingga dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan sosial. Sumber data dalam penelitian ini adalah nyanyian Lusi yang
diperoleh dari juru dendang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif dengan berpatokan pada beberapa teknik penggalian data, yakni teknik wawancara,
observasi, pencatatan lapangan dan model trianggulasi. Data dianalisis berdasarkan teori Lord (teori
formula). Tema yang terkandung dalam nyanyian rakyat ini adalah tema sejarah. Proses berlangsung
secara lisan namun hanya dalam lingkungan klan atau marga Kelirey saja. Untuk pertunjukannya,
dilakukan pada momentum adat, keagamaan, ataupun dalam acara festival budaya. Dari proses
penciptaannya, penutur memeroleh teks dengan cara menghafal dan mengingat tuturan dari penutur
sebelumnya. Hasil analisis, secara umum nyanyian Lusi berfungsi sebagai sarana estetika, pendidikan,
dan sebagai wadah pengenang sejarah masa lalu negeri Dulak.
Kata kunci: sastra lisan, analisis konteks, proses penciptaan, nyanyian lusi
ABSTRACT
Context Analysis, and the Creation Process Lusi Song of Negeri Dulak, Gorom Island State, East
Seram District. The purpose of this study is to analyze the context of the narrative of singing Lusi, as
well as explore the functions and cultural values so that it can be utilized in social life. The source of
data in this study is the singing Lusi obtained from the singer. The method used in this study is
descriptive qualitative method with the data base on several techniques of data mining, ie interview
techniques, observation, field record and triangulation model. Data were analyzed based on Lord's
theory (formula theory). The theme contained in this folk song is a historical theme. The process
takes place verbally but only within the clan or Kelirey clan alone. For the show, performed on the
momentum of custom, religious, or in cultural festivals. From the process of its creation, speakers get
the text by memorizing and remembering the speech of the previous speaker. The results of the
analysis, in general, singing Lusi serves as a means of aesthetics, education, and as a container of
the past history of Dulak.
32
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017
Kesusatraan yang dimaksud di sini adalah untuk meningkatkan kualitas dan hubungan
kesusastraan lisan yang menjadi ciri khas kekerabatan antarmasyarakat. Tradisi lisan
masyarakat tradisional. Sekalipun saat ini mempunyai peranan dan fungsi untuk
geliat perkembangan zaman makin kencang, menguatkan ketahanan budaya bangsa (Sari,
hal itu bukan berarti menghilangkan unsur 2011: 1).
tradisional, yang menjadi embrio lahirnya Dalam situasi tertentu tradisi dengan
masyarakat modern. Teknologi telah segala unsur pendukungnya menjadi bagian
berdialektika dengan gerak kehidupan erat dari situasi tersebut. Dalam kegiatan-
masyarakat, meskipun demikian masih kegiatan yang bernuansa adat, sastra lisan
terpelihara praktek kehidupan tradisional, masih mengambil peran di dalamnya, baik
bahkan pola tradisional itu hidup sekadar untuk pertunjukkan maupun
berbarengan dengan pola modern. sebagai syarat sah dari kegiatan tersebut. Di
Modernisasi merupakan siklus normal Maluku misalnya, kegiatan-kegiatan
dari perjalanan zaman, namun pergerakan seremonial adat seperti pengukuhan Raja
arus itu perlu diwanti-wanti agar tidak (kepala desa dalam terminologi umum),
menyebabkan bergesernya unsur dan wujud pengangkatan dan pengesahan pemangku
tradisional tersebut. Alvin dalam Sibarani adat, acara perkawinan, acara sasi, dan
(2012: 70) menyatakan hal itu sebagai acara adat lainnya sastra lisan menjadi
gelombang peradaban ketiga. Gelombang bagian terpenting di dalamnya. Biasanya
ketiga ini pengaruhnya tidak ditampilkan berbagai genre sastra lisan
menguntungkan bagi eksitensi budaya- seperti tarian rakyat, puisi rakyat, syair lisan
budaya lokal kita. Fenomena globalisasi (kapata) dan nyanyian rakyat. Genre sastra
menurut Sibarani menyeret dunia ke arah lisan yang dipertunjukan berhubungan
modernitas homogen pada umumnya dengan momen adat itu.
memerlihatkan pengaruh terhadap Salah satu aset sastra lisan yang
perubahan budaya dimiliki oleh masyarakat Maluku adalah
nyanyian Lusi. Nyanyian rakyat ini tumbuh
lokal Indonesia yang kemudian mengancam dan berkembang di kepulauan Gorom
kestabilan sistem budaya lokal Indonesia tepatnya di Negeri Dulak Kecamatan Pulau
termasuk di dalamnya tradisi lisan. Sejalan Gorom Kabupaten Seram Bagian Timur
dengan Sibarani, Nashir dalam Sari (2011: (SBT). Nyanyian Lusi merupakan rangkaian
1) mengemukakan globalisasi telah syair-syair historis yang didendangkan dan
menimbulkan pergulatan antara nilai-nilai diikuti dengan tarian. Tarian dalam
budaya lokal dan global yang semakin nyanyain Lusi merupakan jasad utuh sebab
tinggi intensitasnya. Sistem nilai budaya tanpa tarian, nyanyian rakyat ini tak dapat
lokal yang selama ini digunakan sebagai didendangkan. Dalam setiap gerakan tarian
acuan atau panutan oleh masyarakat yang dilakukan mengandung makna, pesan
pendukungnya tidak jarang mengalami dan nilai. Artinya setiap gerakan yang
perubahan karena nilai-nilai budaya global dilakukan penari mencerminkan maksud
dengan kemajuan teknologi informasi yang dari isi nyanyian itu. Hal ini seperti yang
semakin mempercepat proses perubahan dikemukakan oleh Sedyawati (2015: 8)
tersebut bahwa sastra tidak dapat berdiri sendiri,
Tradisi lisan yang berkembang dalam melainkan dipadukan dengan berbagai
kehidupan masyarakat tradisional selama ini media ungkap yang lain seperti tari dan
dipelihara karena dinilai memiliki peranan musik.
penting dan strategis dalam kehidupan Nyanyian ini mengisahkan geneologis
bermasyarakat. Tradisi lisan sebagai salah lahirnya Pulau Gorom sampai terbentuknya
satu bentuk budaya lokal memiliki pemerintahan Raja di dalamnya. Dalam
hubungan batin dengan masyarakat kosmologi masyarakat negeri Dulak,
pemiliknya, diyakini dapat dimanfaatakan nyanyian ini menjadi saksi bagi eksistensi
33
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017
34
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017
penutur dan pendengar terjadi kontak fisik; dipinjam oleh penggubah nyanyian
dan (3) bersifat anonim. profesional untuk diolah lebih lanjut
Berdasarkan pandangan di atas, Taum menjadi nyanyian pop atau klasik.
(2011: 24) merumuskan empat ciri sastra Walaupun demikian identitas folklornya
lisan, yaitu (1) sastra lisan adalah teks sastra masih dapat kita kenali karena masih ada
yang dituturkan secara lisan. Ciri ini varian folklornya yang berredar dalam
menunjukkan dua unsur sekaligus, yakni peredaran lisan (oral transmission).
nilai (value) dan cara (manner). Yang Brunvand dalam Danandjaja, (2007:
disebut sastra lisan adalah sebuah wacana 145) mengungkapkan nyanyian rakyat
yang bernilai sastra, memenuhi kualifikasi terbagi atas dua jenis, yaitu.
sebagai karya sastra yang memiliki kaidah- 1) Nyanyian rakyat tidak sesungguhnya
kaidah estetik dan puitik tersendiri dengan Dasar pembagian ini ada tidaknya
sifat-sifat dan sarana-sarana kesusastraan. lirik pada sebuah nyanyian. (a) nyanyian
Tuturan disampaikan secara lisan, baik lisan rakyat tanpa kata-kata (worldess folksong).
murni maupun dengan berbagai alat bantu Yakni suara yang dikeluarkan hanya meniru
seperti musik dan tarian; (2) sastra lisan suara biola. Nyanyian jenis ini bisa
hadir dalam berbagai bahasa daerah. Sastra digunakan untuk mengiringi suatu tarian
lisan pada umumnya masih dituturkan rakyat. Jenis nyanyian yang menirukan
dalam berbagai bahasa daerah di Nusantara; suara biola itu disebut chin music atau
(3) sastra lisan selalu hadir dalam versi- didling. Nyanyian yang digunkan untuk
versi dan varian-varian yang berbeda. Hal mengiringi tarian “Kecak” di Bali termasuk
ini muncul sebagai akibat cara dalam jenis nyanyian ini; (b) Nyanyian
penyebaran/pewarisannya yang dilakukan rakyat yang liriknya lebih menonjol dari
secara lisan, dari mulut ke telinga atau pada iramanya (near song). Nyanyian
disertai dengan contoh atau gerakan dan alat rakyat di Indonesia yang tergolong jenis
bantu pengingat; dan (4) sastra lisan nyanyian ini adalah seruan yang digunakan
bertahan secara tradisional dan disebarkan oleh penjaja makanan ketika berkeliling
dalam bentuk standar atau relatif tetap kampung;
dalam kurun waktu yang cukup lama, 2) Nyanyian rakyat yang sesungguhnya.
paling kurang dua generasi. Sastra lisan Yang termasuk dalam jenis nyanyian
memiliki konvensi dan poetiknya sendiri. ini adalah: (a) Nyanyian rakyat yang
Dalam ilmu sastra modern, peranan berfungsi (fungsional song). Nyanyian
konvensi dalam perwujudan sastra dan rakyat yang berfungsi adalah nyanyian
karya sastra sangat ditekankan. rakyat yang kata-kata atau lagunya
Sastra lisan menurut Brunvand dalam memegang peranan yang sama penting.
Danandjaja, (2002: 21) dapat dirincikan Disebut berfungsi karena baik lirik maupun
dalam enam kelompok, yaitu bahasa rakyat, lagunya cocok dengan irama dan aktivitas
ungkapan tradisional, pertanyaan tradisional, khusus dalam kehidupan manusia. Jenis
puisi rakyat, cerita rakyat, dan nyanyian nyanyian ini selanjutnya dapat dibagi lagi
rakyat. menjadi tiga subkategori, yakni (1)
Nyanyian rakyat. Menurut Brunvand nyanyian kelonan (lullaby), yakni nyanyian
dalam Danandjaja (2007: 141-142) yang mempunyai lagu dan irama yang halus,
nyanyian rakyat adalah salah satu genre tenang, berulang-ulang, dan ditambah
atau bentuk folklor yang terdiri atas kata- dengan kata-kata kasih sayang yang dapat
kata dan lagu, yang beredar secara lisan di membangkitkan rasa santai, sejahtera, dan
antara kolektif tertentu, berbentuk akhirnya menimbulkan rasa kantuk bagi
tradisional, serta banyak mempunyai varian. anak-anak yang mendengarnya. Contohnya
Nyanyian berasal dari bermacam-macam nyanyian “Nina Bobok”, (2) nyanyian kerja
sumber dan timbul dalam berbagai macam (working song), yakni nyanyian yang
media. Seringkali juga nyanyian rakyat ini mempunyai irama dan kata-kata yang
35
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017
36
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017
37
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017
dan sebagai alat pengendali sosial; dan (d) pencatatan lapangan. Teknik yang ada,
sebagai alat pendidikan. penulis gunakan untuk menggali konteks,
Menurut Amir (2013: 34-40), fungsi proses pewarisan, dan fungsi nyanyian Lusi.
sastra lisan adalah (a) sebagai bahan
hiburan, yakni sastra lisan mengandung HASIL DAN PEMBAHASAN
unsur-unsur estetis; (b) sebagai media Teks asli Larik Terjemahan
pembawa ilmu, yakni sastra lisan membuka
Le rurut bai Buih mengepul
peluang komunikasi sosial antarmasyarakat lora o bas 1 gundukan pasir
dan menjadi pengetahuan bagi masyarakat; jadi tei o belum jadi
(d) sebagai penyimpan kosa kata puitika, Jadi tei e Belum Jadi
2
yakni sastra lisan memuat kosa kata yang
estetis dan khas: (e) sebagai sarana atau Le bubut u Buih
media pendidikan, yakni karya sastra yang sara o bas menggelembung
3
jadi loko o gundukan pasir
berfungsi sebagai media sosialisasi nilai- sudah jadi
nilai. Jadi lok e Sudah jadi
Endraswara (2009: 175) 4
mengungkapkan bahwa tradisi memiliki Le kekatu Buih seperti
fungsi penting bagi keberlangsungan hidup. sara o le
5
kapas baru
Fungsi sastra lisan tak lepas dari nilai-nilai karang jadi hanyut karang
budaya yang mengelilinginya sehingga tei o belum jadi
kehadiran sastra lisan bagi masyarakat Jadi tei e 6 Belum Jadi
pendukungnya tidak sekadar sebagai sarana Le usar dotik Kapas hanyut
hiburan saja akan tetapi sebagai ka o karang berduyung-
7
perbendaharaan nilai. Kadang dalam jadi loko duyung, karang
melakukan komunikasi masyarakat sudah jadi
menggunakan sastra lisan sebagai media Jadi lok e 8 Sudah terbentuk
penyampaian gagasan, dan ide, sehingga Yoko soba Puji-pujian bagi
dalam tataran ini lubang-lubang komunikasi Goran le 9 Gorom di waktu
yang tersumbat akibat ego, konflik, bahkan falan boan o dulu
kepentingan politik dalam masyarakat dapat
Falan boan o Waktu dulu
didobrak. 10 sekali
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam So babanora
11
Sangat dipuji
penelitian ini adalah jenis penelitian o nura lean o keindahannya
kualitatif deskriptif yang memusatkan Ora lean o 12 Keindahannya
analisis pada data-data empiris. Dalam La boalomin Di dalamnya
menganalisis data, dilakukan analisis watu karang batu karang
penelitian lapangan, yaitu, menggunakan bau le barbar 13 berbentuk
lingkungan alamiah sebagai sumber data o kerbau
langsung, sifatnya deskriptif analitik, lebih mengapung
mengutamakan makna, dan lebih pada Barabar o 14 Mengapung
kedalaman penghayatan terhadap interaksi Bara kumboa Berlabuh di
antarkonsep yang sedang dikaji o boalomin o 15 dalam di
(Endraswara, 2008: 5). dalamnya
Untuk mendapatkan data yang akurat Boalomin e 16 Di dalamya
tentang nyanyian Lusi, penulis
Le dagi o Berjalan menuju
menggunakan teknik pengumpulan data muri gia Gia keringat
yang ditawarkan oleh Sugiono (2011: 383) 17
rengas o na menetes sekujur
berupa teknik wawancara, teknik observasi, hulis o tubuh
dan teknik triangulasi, dan teknik
38
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017
39
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017
perjamuan tamu, dan acara adat lainnya. Murgiyanto, (2015: 12) menyatakan,
Namun seiring berjalannya waktu sekaligus gerakan tangan, kaki, dan seluruh anggota
sebagai bentuk eksplorasi seni budaya, tubuh yang dilakukan secara berulang-ulang
nyanyian ini dapat juga diikursertakan
dalam kegiatan festival khususnya festival
budaya.
(c) Tujuan: Tujuan nyanyian Lusi
terbagi dalam beberapa tujuan, yaitu
sebagai sarana hiburan, sebagai sarana
untuk mengingatkan sejarah masa lalu,
untuk menunjukkan ciri khas daerah, dan
sebagai penguatan akan budaya masyarakat
pendukungnya.
(d) Peralatan: Dalam melantunkan
nyanyian ini harus disertakan dengan tarian,
bahkan dapat dikatakan nyanyian ini tidak dalam tarian disesuaikan dengan nyanyain
dapat dilantunkan kalau tidak disertai yang dibawakan Dalam hal jumlah, penari
dengan tarian. Dalam melakukan tarian, biasanya dipilih dalam angka genap; bisa 12,
harus dilengkapi dengan beberapa peralatan 10, atau 8 orang.
pendukung seperti tifa atau rebana dan
kipas. 2) Konteks sosial . Selain pewaris,
Tifa atau rebana. Tifa atau rebana masyarakat juga diperlukan untuk
adalah alat musik pukul yang terbuat dari mengeksiskan sebuah kebudayaan. Tanpa
kayu dan kulit hewan, baik kambing, sapi masyarakat kebudayaan tidak akan
atau pun kulit rusa. Dari segi bentuknya tifa mendapat tempat. Dalam konteks
dan rebana berbeda, namun dalam masyarakat Dulak, nyanyian Lusi telah
keseharian masyarakat Maluku, kadang- menjadi perbendaaharaan sosial, maka
kadang rebana disebut tifa. Dalam hal dalam setiap pertunjukan selalu melibatkan
pertunjukan nyanyian Lusi, alat yang selalu masyarakat. Keterlibatan masyarakat ini
digunakan adalah rebana besar yang dipukul sebagai bagian dari rasa memiliki akan
oleh penyanyi sendiri. kebudayaan mereka.
Kipas.Kipas merupakan alat yang Keterlibatan masyarakat dalam setiap
digunakan oleh penari untuk meliukkan pertunjukan juga dimaksudkan untuk
tangannya ketika menari. Kipas yang menransfer nilai dan pesan yang terdapat di
digunakan tidak bertumpu pada jenisnya, dalam nyanyian ini kepada orang lain.
asal dapat digunakan. Dulu dalam beberapa Fungsi transformasi ini memiliki
pertunjukan, kipas yang digunakan adalah keuntungan atau nilai positif, yakni
kipas yang di dalamnya terdapat gambar terpublikasikannya nilai-nilai dan pesan
burung rajawali dan burung talang. yang dapat dijadikan pegangan dalam
(d) Peserta: Karena tarian merupakan kehidupan bersosial. Selain itu kekayaan
bagian tak terpisahkan dari nyanyian ini, lokal masyarakat Dulak juga diketahui oleh
maka di sana juga terlibat para peserta yang dunia luar. Mungkin yang selama ini masih
berperan sebagai penari. Tarian merupakan terkungkung dalam kelokalan masyarakat,
instrumen inti dari nyanyian Lusi karena dengan keterlibatan masyarakat maka dunia
seluruh gerakan dari para penari memiliki luar pun tahu kekayaan budaya mereka.
simbol, makna, pesan, sekaligus sebagai 3) Konteks budaya. Sastra lisan
penyampaian bahasa nonverbal. Gerakan- termasuk lingkup kebudayaan. Ada mata
gerakan setiap anggota tubuh adalah bahasa rantai yang saling berkelindan antara
nonverbal yang disampaikan oleh penari keberadaan sastra lisan dengan konteks
kepada para penonoton. Rusdjati dalam budayanya. Kehadiran nyanyian Lusi bagi
40
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017
masyarakat pendukungnya, dalam hal ini dalam pertunjukan harus masyarakat asli
masyarakat Dulak, merupakan aset Dulak dan berjenis kelamin perempuan.
sekaligus saksi sejarah masa lampau. Analisis Proses Penciptaan. Ada dua
Keberadaannya bukan sekadar ekspresi seni cara yang dilakukan dalam mewariskan
melainkan lebih dari itu, yakni sebagai nyanyian Lusi kepada generasi berikutnya.
peneguhan eksistensi budaya lokal. Seluruh Yang pertama dilakukan dengan cara
lirik yang termaktub di dalam nyanyian Lusi spontan yakni penerima mendengar
merupakan narasi histori yang menjadi cikal langsung secara lisan pada saat nyanyian
bakal munculnya masyarakat Dulak saat ini. Lusi dituturkan, dipentaskan atau
Maka dalam kegiatan pertunjukannya tak dipertunjukkan. Dalam situasi ini
dapat dipisahkan dengan unsur-unsur dibutuhkan kemampuan mendengar dan
kebudayaan yang mengitarinya. daya ingat yang kuat oleh penerima. Yang
Nyanyian Lusi terkesan eksklusif kedua, dapat diwariskan dengan cara
(tertutup), karena hanya dinyanyikan oleh menulis atau dibuat dalam bentuk teks
pewaris sahnya. Tidak sembarangan orang tertulis. Dalam situasi ini penerima
dapat menyanyikannya sekalipun itu langsung mendatangi pewaris dan meminta
masyarakat asli Dulak. Dapat dikatakan ada pewaris untuk menuliskan nyanyian Lusi.
ruang sakral yang mengitarinya. Konteks Analisis Fungsi Nyanyian Lusi.
penuturan pun dibatasi oleh situasi tersebut, Nyanyian Lusi sebagai bentuk tradisi lisan
sehingga berbeda dengan nyanyian- tentu memiliki fungsi, baik bagi penuturnya,
nyanyian rakyat lain yang dapat dilantukan pendengar ataupun bagi masyarakat
dalam segala kondisi. pendukungnya. Bagi penuturnya, nyanyian
Dalam situasi penggunaannya, Lusi berfungsi sebagai proyeksi sejarah, dan
nyanyian Lusi melibatkan sejumlah peserta sebagai sarana hiburan. Pertama, sebagai
yakni para penari, penutur, pendengar serta proyeksi sejarah. Nyanyian Lusi dapat
suasana (setting) yang melatarinya. Untuk dikatakan sebagai nyanyian sejarah karena
menyanyikan lagu ini penyanyi harus sebagian besar kandungan maknanya
didukung oleh adanya ruang pementasan memuat gambaran sejarah masa lalu pulau
atau pertunjukan seperti acara pelantikan Gorom dan sejarah terbentuknya negeri
atau pengukuhan Raja (Kepala Desa), Dulak. Lirik nyanyian Lusi memuat fungsi
penyambutan dan perjamuan tamu istimewa. pengetahuan tentang nilai-nilai sejarah
Lagu ini juga dapat dipentaskan dalam kepada penuturnya, sehingga orang yang
kegiatan-kegiatan festival budaya. Sebuah menuturkannya seperti disuguhi sebuah
pementasan tidak akan berlangsung jika landscape masa lampau yang dialami nenek
tanpa didukung oleh alat musik tabuh yaitu moyangnya. Kedua, sebagai sarana hiburan.
tifa atau rebana. Pendeknya, tanpa tifa atau Setiap bentuk nyanyian rakyat yang
rebana nyanyian ini tidak dapat dilantunkan. berkembang di masyarakat tradisional
Penyanyi harus memiliki syarat-syarat memiliki fungsi hiburan kepada penutur
tertentu, salah satunya adalah pewaris sah atau pendendangnya. Lirik-lirik yang
atau orang yang memiliki hubungan darah dilantunkan disertai irama, nada dan bunyi
dengan pewaris baik laki-laki atau pun memberi efek estetik kepada pelantunnya.
perempuan. Dari hal usia, nyanyian ini Begitu pun dengan nyanyian Lusi.
dapat dinyanyikan oleh penyanyi dari segala Sekalipun fungsi hiburan dalam nyanyian
usia, hanya saja untuk menjaga unsur ini terlihat samar namun setidaknya dalam
kesakralan yang terdapat di dalamnya maka setiap pelantunan, penyanyi dapat
penyanyi harus berusia sepuh atau setidak- merasakan efek keindahan yang
tidaknya orang tua yang paham akan nilai ditimbulkan dalam tiap lirik nyanyian.
sejarah di dalamnya. Nyanyian ini dapat Fungsi hiburan disebut samar karena
melibatkan pendengar atau penonton dari nyanyian ini hanya untuk memenuhi
mana saja, sedangkan penari yang terlibat di seremonial momentum adat dan tradisi.
41
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017
Artinya kehadiran nyanyian Lusi bukan lokal maupun kebudayaan yang datang dari
semata-mata difungsikan sebagai sarana luar.
hiburan seperti nyanyian-nyanyian rakyat Nyanyian Lusi sebagai sebuah produk
yang lain melainkan sebagai sarana budaya masyarakat pemiliknya, juga
eksistensi kedudukan penutur selaku mempunyai fungsi sebagai alat pendidikan.
pewaris. Dalam nyanyian ini banyak nilai pendidikan
Bagi pendengar, nyanyian rakyat ini yang dapat dipetik, yaitu (1) sebagai
menyediakan sarana apresiasi seni dengan pengetahuan religi. Pendidikan religi
tujuan melepaskan kepenatan selama tercermin dalam beberapa teks yang
beraktivitas. Dalam setiap pementasannya, menggambarkan kekuasaan Tuhan.
nyanyian Lusi tidak sepi dari pendengar. Kalimat ”le kekatu sara o le karang jadi tei
Setiap penikmat yang datang pada o” adalah teks yang menceritakan tentang
pementasannya dapat digunakan sebagai proses terbentuknya pulau Gorom yang
sarana untuk menghibur diri. Fungsinya kejadiannya merupakan realitas
bagi masyarakat, nyanyian ini dapat kamahakuasaan Tuhan; (2) sebagai
berperan sebagai sarana memperkokoh pengetahuan sejarah. Pengetahuan sejarah
hubungan tali silaturahim, pengesahan terlihat pada simbol-simbol dalam
pranata-pranata sosial, dan sebagai alat keseluruhan teks dan juga pada konteks
pengesahan sebuah bangunan kebudayaan. penuturannya. Dengan bahasa daerah yang
Pertama, nyanyian Lusi dapat disebut mudah dimengerti, teks yang terdapat di
sebagai sarana pengokohan hubungan dalamnya berisi tentang sejarah masa
silaturahim karena antuasiasme masyarakat lampau pulau Gorom dan negeri Dulak.
dalam menontonnya dapat memberi ruang Sedangkan dalam konteks penutrurannya
terciptanya proses komunikasi yang ideal selalu berhubungan dengan kegiatan
antarsatu masyarakat dengan masyarakat seremonial adat; (3) sebagai pendidikan seni
lainnya. Jika dalam kondisi tertentu, dan budaya. Sebagai salah unsur seni lokal,
sebagian masyarakat terkooptasi dan larut nyanyian Lusi menampakkan nilai-nilai seni
dalam kemandegan komunikasi, maka budaya di dalamnya. Salah satu contohnya
dengan mendengar alur sejarah yang tarian yang diperagakan oleh para penari
terkandung dalam nyanyian Lusi, sumbatan- ketika dalam pertunjukan; (4) sebagai
sumbatan komunikasi tersebut dapat pengetahuan bahasa. Rangkaian kata-kata
terbuka. Kedua, keberadaan nyanyian Lusi yang membentuk nyanyian Lusi dapat
juga sebagai bentuk pengesahan bagi menjadikan nyanyian ini sebagai media
pranata-pranata sosial yang hidup dalam pembelajaran bahasa terutama bahasa
masyarakat Dulak. Masyarakat Dulak diikat daerah. Susunan kata-kata yang puitis,
oleh sebuah sistem adat yang kuat. Sistem struktur sintaksis, dan bunyi-bunyi bahasa
tersebut telah melembaga secara sistemik yang terdapat di dalamnya merupakan karya
dan dijadikan pedoman dalam menjalani terbaik nenek moyang negeri Dulak. Selain
kehidupan bersosial. Sistem pranata itu, bahasa daerah yang digunakan sebagai
tersebut berfungsi untuk menjaga keutuhan media utama nyanyian ini dapat
masyarakat, menjadi pengendali sosial merangsang generasi muda untuk
(social control), dan sebagai pedoman mempelajari bahasanya sekaligus menjaga
dalam bersikap atau bertingkah laku. Ketiga, dan melestarikannya; (5) sebagai
keberadaan nyanyian Lusi dapat menjadi pendidikan karakter. Karakter yang
pengesahan bagi bangunan kebudayaan dimaksud di sini adalah karakter kerja keras,
lokal masyarakat Dulak. Masyarakat sabar, dan karakter solidaritas. Karakter-
tradisional tentu memiliki bangunan karakter tersebut tercermin dalam beberapa
kebudayaan yang menjadi wadah untuk teks nyanyian Lusi salah satunya terdapat
menampung unsur-unsur kebudayaan yang pada teks ”le dagi o muri gia rengas o na
tumbuh dalam masyarakat, baik kebudayaan hulis” yang mengandung makna kerja keras
42
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017
dan sabar dalam mendaki sebuah puncak tua atau kakek-nenek menuturkan kepada
sekalipun keringat menetes membasahi anak atau cucu secara lisan dan hanya
badan. melalui proses ingatan.
Berdasarkan hasil analisis yang
SIMPULAN mendalam, diketahui bahwa nyanyian ini
Dalam konteks penuturannya, memiliki beberapa fungsi. Pertama, sebagai
nyanyian Lusi dipengaruhi oleh konteks fungsi hiburan, kedua sebagai proyeksi
budaya dan konteks situasi. Konteks budaya sejarah, ketiga fungsi silaturahim,
merupakan konteks yang tidak dapat pengesahan pranata dan bangunan
dipisahkan dari nyanyian ini karena sangat kebudayaan lokal, keempat, sebagai alat
berhubungan erat dengan kebudayaan pendidikan, kelima sebagai sarana
masyarakat pendukungnya. Konteks situasi pengetahuan sejarah, dan keenam sebagai
merupakan konteks penyertaan, karena pengetahuan bahasa daerah.
dalam pertunjukannya selalu melibatkan
banyak orang, di antaranya penutur sendiri,
penari, dan masyarakat sebagai PUSTAKA RUJUKAN
penonton/penikmat. Dalam menuturkannya, Amir, A. 2013. Sastra Lisan Indonesia.
nyanyian ini diikat dengan seperangkat Yogyakarta: Andi.
aturan tidak tertulis, yakni penutur harus Badrun, A. 2003. Patu Mbojo: Struktur,
pewaris sah, dan disarankan berusia sepuh Konteks Pertunjukan, Proses
karena berhubungan dengan adat, serta Penciptaan, dan Fungsi. Jakarta: UI
harus berjenis kelamin perempuan. (Disertasi).
Dalam penuturannya, harus Badrun, A. 1989. Teori Puisi. Jakarta:
dinyanyikan dengan menggunakan alat Depdikbud
musik tabuh seperti rebana atau tifa. Alat Danandjaja, J. 2007. Folklor Indonesia:
musik ini merupakan syarat utama karena Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain.
selain untuk menimbulkan efek estetis, Jakarta: Grafiti.
tabuhan rebana atau tifa juga mendatangkan Endraswara, S. 2009. Metodologi Penelitian
efek sakral atau mistis. Di setiap Folklor: Konsep, Teori, dan Aplikasi.
pertunjukan ada gerimis atau hujan yang Yogyakarta: Medpress.
turun. Endraswara, S. 2012. Metode Penelitian
Proses penciptaan nyanyian ini terjadi Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah
secara lisan dari mulut ke telinga antara Mada University Press.
penutur dengan pendengar (aundience). Kuntjaraningrat. 2002. Manusia dan
Proses penciptaan terjadi dalam dua Kebudayaan Indonesia. Jakarta:
kemungkinan, yakni secara spontan dan Djambatan.
secara struktur. Secara spontan, nyanyian Lord, B. A. 2000. The Singer Tales. USA:
ini berlangsung secara mendadak atau tanpa Harvard University Press.
persiapan terlebih dahulu dan melalui Nasir. 2016. Nilai-nilai Pendidikan dalam
kegiatan mengingat. Secara terstruktur, Nyanyian Rakyat Kau-Kaudara pada
proses penciptaan terjadi dengan cara Masyarakat Muna. Jurnal Humaniora,
direncanakan terlebih dahulu dan ada waktu 1 (16), hlm. 1-14.
persiapan terlebih dahulu sebelum Pudentia. 2008. Metodologi Kajian Tradisi
menuturkan. Bisa dengan cara menulis teks Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.
nyanyian. Rusyana, Y. 2008. Tradisi Lisan sebagai
Nyanyian ini diwariskan secara lisan Tumpuan Kreatifitas Seni. Bandung:
dan bersifat vertikal. Ada kemungkinan Sunan Ambu Press.
horizontal, namun yang terjadi hanya Salleh, M.H. 1995. Menyurat Pada
vertikal saja karena tidak semua orang dapat Dengung: Lipatan Lisan Pada Sastra
mewarisinya. Dalam mewarsikannya, orang
43
RIKSA BAHASA
Volume 3, No. 1, Maret 2017
Tertulis. Warta ATL (Edisi perdana). Jakarta: ATL dan Yayasan Pustaka
Jakarta: ATL. Obor.
Sari, D. 2011. Revitalisasi Tradisi Lisan Sibarani, R. 2012. Kearifan Lokal; Hakikat,
Kantola Masyarakat Muna Sulawesi Peran, dan Metode Tradisi Lisan.
Tenggara pada Era Globalisasi. Jakarta: ATL.
(Tesis). Program Pascasarjana Sugiono. 2011. Metode Penelitian
Universitas Udayana, Denpasar. Kombinasi (Mixed Method). Bandung:
Sedyawati, E. 2015. (Edisi revisi) Sastra Alfabeta.
dalam Kata, Suara, Gerak, dan Rupa.
Metodologi Kajian Tradisi Lisan..
44