Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Hernia adalah suatu protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui

defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia

abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan

muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004). Hernia adalah

suatu protusi abnormal organ, jaringan, atau bagian organ melalui struktur

yang secara normal berisi bagian lemah (Black, 2006).

Hernia inguinalis lateral merupakan penonjolan yang keluar dari rongga

peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari

pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis

inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis

eksternus ( Sjamsuhidayat, 2004). Hernia inguinalis lateral adalah hernia yang

melalui anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa

epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke rongga perut

melalui anulus inguinalis eksternus ( Mansjoer, 2002 ).

Hernia ditinjau dari letaknya dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu :

1. Hernia eksterna

Hernia yang menonjol namun tonjolan tersebut tampak dari luar

yaitu hernia inguinalis lateralis (indirek), hernia inguinalis medialis

(direk), hernia femoralis, hernia umbilikalis, hernia supra umbilikalis,

hernia sikatrikalis, dan lain – lain.

8
2. Hernia interna

Hernia yang tonjolannya tidak tampak dari luar, yaitu hernia

obturatorika, hernia diafragmatika, hernia foramen Winslowi dan hernia

ligamen treitz (Oswari, 2005).

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Gambar 2.1 Anatomi hernia Inguinal

Sumber : www.google.hidroxygenplus.blogspot.com

Kanalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh anulus inguinalis

internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia transpersalis dan

aponeurosis muskulo-tranversus abdominis. Di medial bawah, di atas

tuberkulum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus,bagian

terbuka dari aponeurosis muskulo-oblikus eksternus. Atapnya adalah

aponeurosis muskulo-oblikus eksternus, dan di dasarnya terdapat

9
ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma pada lelaki, dan ligamentum

rotundum pada perempuan. Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia

inguinalis lateralis, karena keluar dari peritonium melalui anulus inguinalis

internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian

hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang,

menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini

berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis

(Sjamsuhidayat, 2004).

2. Fisiologi

Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan

ke-8 kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan

testis tersebut akan menarik peritoneum kedaerah skrotum sehingga

terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis

peritonei.

Pada bayi yang sudah lahir, umumnya proses ini telah mengalami

obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut

namun dalam beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup. Karena

testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih

sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga

terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup

pada usia 2 bulan (Mansjoer, 2002).

10
C. Etiologi

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena

sebab yang didapat. Pada bayi dan anak, hernia inguinalis lateralis disebabkan

oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis

peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum. Insiden hernia

meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya

penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan berkurangnya

kekuatan jaringan penunjang. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah

adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga

perut, kelemahan otot dinding perut karena usia (Sjamsuhidayat, 2004).

Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan intraabdominal adalah

kehamilan, obesitas, peningkatan berat badan, dan tumor. Selain itu, batuk

kronis, pekerjaan mengangkat benda berat, mengejan pada saat defekasi, dan

mengejan pada saat miksi, misalnya hipertrofi prostat dapat pula

meningkatkan tekanan intra abdomen yang bisa menyebabkan hernia

(Mansjoer, 2002).

D. Patofisiologi

Aktivitas mengangkat benda berat, batuk kronis, dan mengejan pada saat

defekasi dapat memacu meningkatnya tekanan intraabdominal yang

menyebabkan defek pada dinding otot ligament inguinal akan melemah

sehingga akan terjadi penonjolan isi perut pada daerah lateral pembuluh

epigastrika inferior fenikulus spermatikus. Hal ini yang menyebabkan

terjadinya hernia. Mengangkat berat juga menyebabkan peningkatan tekanan,

11
seperti pada batuk dan cedera traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari

faktor ini ada disertai dengan kelemahan otot, maka individu akan mengalami

hernia. Bila isi kantung hernia dapat dipindahkan ke rongga abdomen dengan

manipulasi, hernia disebut redusibel ( Doenges, 2000)

Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang

akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi

hubungandengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan

peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate

akan timbul gejala ileus yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada

strangulasi nyeri yang timbul letih berat dan kontineu, daerah benjolan

menjadi merah (Syamsuhidajat 2004).

E. Manifestasi klinik

Beberapa pasien mengatakan hernia adalah turun berok, burut, atau

klingsir, atau mengatakan adanya benjolan di selangkangan atau kemaluan.

Benjolan bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan jika menangis

sambil mengejan, atau mengangkat beban yang berat dan bila posisi pasien

berdiri dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan

nyeri.

Keadaan umum pasien biasanya terlihat baik, saat benjolan tidak

Nampak dan saat pasien disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam

keadaan berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang

sudah tampak benjolan, harus diperiksa apakah benjolan tersebut dapat

dimasukkan kembali atau tidak. Pasien diminta berbaring bernapas dengan

12
mulut untuk mengurangi tekanan intra abdominal, lalu skrotum diangkat

perlahan-lahan. Diagnosa pasti hernia pada umumnya sudah dapat ditegakkan

dengan pemeriksaan klinis yang teliti. Keadaan cincin hernia juga perlu

diperiksa. Melalui skrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari

tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus sampai ke annulus

inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk.

Pasien diminta mengejan dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh

jari tangan. Bila massa tersebut menyentuh ujung jari maka itu dinamakan

hernia inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka

diagnosisnya adalah hernia inguinalis medialis (Mansjoer, 2002).

F. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medical

Hernia yang tidak terstrangulata atau inkarserata dapat secara

mekanis berkurang. Suatu penyokong dapat digunakan untuk

mempertahankan hernia berkurang. Penyokong ini adalah bantalan yang

diikatkan ditempatnya dengan sabuk. Bantalan ditempatkan di atas hernia

setelah hernia dikurangi dan dibiarkan ditempatnya untuk mencegah

hernia dari kekambuhan. Klien harus secara cermat memperhatikan kulit

di bawah penyokong untuk memanifestasikan kerusakan ( Ester, 2002).

2. Penatalaksanaan bedah

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia

inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis

ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomy,

13
hernioplastik, dan herniorafi. Pada herniotomy, dilakukan pembebasan

kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia

dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia

dijahit, ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada hernioplastik, dilakukan

tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat

dinding belakang kanalis inguinalis ( Sjamsuhidayat, 2004).

Herniorafi dilakukan dengan menggunakan insisi kecil secara

langsung di atas area yang lemah. Usus ini kemudian dikembalikan ke

rongga perineal, kantung hernia dibuang dan otot ditutup dengan kencang

di atas area tersebut. Laparoscopic Extraperitoneal (LEP) herniorafi

merupakan tehknik terbaru yang angka keberhasilannya lebih tinggi

dengan meminimalisasi kekambuhan, nyeri, dan periode recovery post

operasi lebih pendek (Black, 2006).

G. Komplikasi

Akibat dari hernia dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain :

1. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan isi kantung hernia sehingga

isi kantung hernia tidak dapat dikembalikan lagi, keadaan ini disebut

hernia inguinalis lateralis ireponibilis. Pada keadaan ini belum gangguan

penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan

ireponibilis, adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia

dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar

lebih sering menyebabkan ireponibilis daripada usus halus.

14
2. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat banyaknya usus yang

masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus di ikuti

dengan gangguan vascular ( proses strangulasi ). Keadaan ini di sebut

hernia inguinalis strangulata ( Mansjoer, 2002).

H. Pengkajian Fokus
Pengkajian merupakan dasar utama dan yang penting didalam

melakukan asuhan keperawatan baik saat pasien pertama kali masuk

rumah sakit ataupun selama pasien dirawat di rumah sakit.

1. Pengkajian demografi sangat berekaitan dengan masalah kesehatan

klien dengan hernia inguinalis meliputi :

a. Umur

Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Untuk hernia inguinalis

lateralis, insiden tertinggi pada anak muda. Insiden tinggi pula

terjadi pada klien dengan usia 50 – 60 tahun dan berangsur-angsur

menurun pada kelompok lansia (Black, 2006).

b. Jenis kelamin

Laki-laki lebih banyak menderita hernia inguinalis lateral daripada

perempuan. Hal ini disebabkan pada laki - laki saat perkembangan

janin terjadi penurunan testis dari rongga perut. Sehingga jika

saluran testis ini tidak menutup dengan sempurna, maka akan

menjadi jalan lewatnya hernia inguinalis (Oswari, 2005)

c. Pekerjaan

Pekerjaan mengangkat berat dalam jangka waktu yang lama dapat

melemahkan dinding perut (Oswari, 2005).

15
Aktivitas mengejan dan sering mengangkat beban berat, duduk,

mengemudi dalam waktu lama bisa memicu timbulnya hernia.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Keluhan utama klien post herniotomi adalah merasakan nyeri

daerah operasi diarea inguinal.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Latar belakang kehidupan klien sebelum masuk rumah sakit yang

menjadi faktor predisposisi seperti riwayat bekerja mengangkat

benda-benda berat, riwayat penyakit menular dan atau penyakit

keturunan, serta riwayat operasi sebelumnya pada daerah abdomen

atau operasi hernia yang pernah dialami klien sebelumnya.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Dimulai sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan

terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan

timbul, keadaan apa yang memperberat dan memperingan keluhan

pada pasien hernia inguinalis.

3. Pemeriksaaan fisik

a. Keadaan umum

Keadaan klien dengan hernia biasanya mengalami kelemahan, dan

periksa status gizinya serta tingkat kesadaran composmentis.

b. Tanda-tanda vital

16
Pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan vital sign. Biasanya

pada pasien dengan post herniotomy terjadi penurunan tekanan

darah, peningkatan suhu dan demam, pernapasan cepat dan

dangkal.

c. Inspeksi

Pada kondisi post operasi luka tertutup balutan steril untuk

mencegah masuknya mikroorganisme yang bisa menyebabkan

infeksi. Tanda infeksi perlu diperhatikan seperti ada lesi/

kemerahan pada luka insisi.Pada hernia inguinalis tampak adanya

benjolan di lipat paha. Benjolan tersebut bisa mengecil atau

menghilang pada waktu tidur dan bila menangis, mengejan, batuk,

mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul

kembali ( Sjamsuhidayat, 2004).

d. Perubahan pola fungsi

1) Sirkulasi

Gejala : riwayat masalah jantung, gagal jantung kongestif

(GJK), edema pulmonal, penyakit vaskular perifer, atau stasis

vaskular (peningkatan risiko pembentukan trombus).

2) Pernapasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

3) Integritas ego

17
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor

stress multiple, misalnya finansial, hubungan, gaya hidup.

Tanda : tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/ peka

rangsang, stimulasi simpatis.

4) Makanan / cairan

Gejala: insufisiensi pankreas/ diabetes mellitus (DM),

(predisposisi untuk /ketoasidosis), malnutrisi (termasuk

obesitas), membran mukosa yang kering (pembatasan

pemasukkan / periode puasa hipoglikemia pra operasi).

5) Aktivitas atau istirahat

Tanda : mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam

waktu lama, membutuhkan papan matras untuk tidur,

penurunan rentang gerak, tidak mampu melakukan aktivitas

seperti biasa, atrofi otot, gangguan dalam berjalan.

6) Keamanan

Gejala : alergi terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;

Defisiensi imun (peningkaan risiko infeksi sitemik dan

penundaan penyembuhan), Riwayat transfusi darah/ reaksi

transfusi.

7) Neurosensori

Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan tangan atau kaki,

penurunan reflek tendon dalam, nyeri tekan atau nyeri

abdomen.

18
Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

8) Kenyamanan

Gejala: nyeri seperti di tusuk-tusuk, fleksi pada kaki,

keterbatasan mobilisasi.

9) Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala: penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotik,

antihipertensi, kardiotonik glikosid, antidisritmia,

bronkodilator, diuretik, dekongestan, analgesik, antiinflamasi,

antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas,

atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko akan

kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan

anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

10) Pemeriksaan penunjang

a) Darah lengkap : peningkatan darah lengkap adalah indikasi

indikasi dari proses inflamasi, penurunan darah lengkap

dapat mengarah pada proses-proses viral (membutuhkan

evaluasi karena sistem imun mungkin tidak berfungsi).

b) Elektrolit : ketidakseimbangan akan mengganggu fungsi

organ, misalnya penurunan kalium akan mempengaruhi

kontraktilitas otot jantung, mengarah kepada penurunan

curah jantung.

c) Urinalisis : Munculnya sel darah merah atau bakteri yang

mengindikasikan infeksi.

19
d) Gas Darah Arteri : mengevaluasi status pernafasan terakhir.

e) Elektrokardiografi (EKG) : penemuan akan sesuatu yang

tidak normal membutuhkan prioritas perhatian untuk

memberikan anestesi ( Doenges, 2000).

20
I. Pathway Keperawatan

Batuk kronis, mengangkat benda berat,


mengejan pada saat defekasi,

peningkatan tekanan intra abdomen

defek pada dinding otot ligament


inguinal melemah

penonjolan isi perut di lateral pembuluh


epigastrika inferior fenikulus spermatikus

Hernia inguinalis

Herniorafi/ herniotomi
Resiko infeksi
Perdarahan Insisi bedah masuknya
mikroorganisme

Gangguan volume Proses


cairan
inflamasi

Spasme otot takut gerak


nyeri

Intoleransi
aktivitas
Gangguan rasa nyaman :
nyeri

( Doenges, 2000, Mansjoer, 2002)

21
J. Intervensi Dan Rasional

1. Gangguan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan

sekunder akibat perdarahan dan menurunnya intake. (Doenges, 2000)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam

keseimbangan kebutuhan cairan dapat dipertahankan dengan

kriteria hasil : Keseimbangan cairan menjadi adekuat,

ditunjukkan dengan tanda-tanda vital stabil, turgor kulit

normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urin yang

sesuai.

Intervensi :

a. Ukur dan catat intake dan output dan tinjau ulang catatan intra

operasi.

Rasional:dokumentasi yang akurat akan membantu dalam

mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan

penggantian.

b. Pantau tanda-tanda vital.

Rasional:hipertensi, takhikardi, peningkatan pernafasan,

mengidentifikasi kekurangan cairan.

c. Catat munculnya mual dan muntah.

Rasional : mual selama 12-24 jam post operasi umumnya

dihubungkan dengan anestesi. Mual berlebihan lebih

dari 3 hari mungkin dihubungkan dengan pilihan

narkotik pengontrol sakit atau terapi obat lain.

22
d. Pantau suhu kulit

e. Beri cairan parentral, produksi darah atau plasma sesuai petunjuk.

f. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium Hb, Ht (Doenges, 2000).

2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses inflamasi.

(Doenges, 2000)

Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang setelah perawatan 2X24 jam

dengan kriteria hasil : Skala nyeri 0-1, Klien tampak rileks.

Intervensi :

a. Kaji skala nyeri

Rasional : menentukan tingkat nyeri 1- 10, untuk menentukan

tindakan yang tepat.

b. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.

Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri.

c. Beri posisi tidur yang nyaman.

Rasional : untuk meningkatkan rasa nyaman.

d. Observasi tanda-tanda vital.

Rasional : identifikasi dini komplikasi nyeri.

e. Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.

Rasional : mengurangi nyeri (Doenges, 2000).

3. Resiko infeksi masuknya mikroorganisme berhubungan dengan adanya

luka operasi pada daerah inguinal (Doenges, 2000).

Tujuan : tidak terjadi infeksi setelah dilakukan perawatan 2X24 jam.

23
kriteria hasil : Luka operasi sembuh dengan baik, tanda-tanda vital

dalam batas normal

Intervensi :

a. Observasi tanda-tanda vital

Rasional : peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indikator

dini proses infeksi.

b. Kaji daerah operasi terhadap pembengkakan dan pengeluaran pus.

Rasional : Merupakan tanda-tanda infeksi.

c. Menjaga kebersihan di sekitar luka operasi

Rasional : mencegah kontaminasi silang oleh penyebaran

organisme infeksius.

d. Mengganti balutan pada luka operasi

Rasional : menjaga agar luka tetap bersih

e. Kolaborasi untuk pemberian terapi antibiotik.

Rasional : membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan

dan nyeri.

Tujuan : setelah dilakuka tindakan keperawatan 2 X 24 jam pasien

dapat meningkatkan dan melakukan aktifitas sesuai dengan

kemampuan tanpa rasa nyeri.

Krteria hasil : dapat mengidentifikasi faktor – faktor yang menurunkan

aktifitas, dapat melakukan aktifitas secara mendiri.

24
Intervensi :

a. Mengkaji respon pasien terhadap aktifitas

Rasional : mengetahui perubahan keadaan yang berkenaan dengan

kelemahan, keletihan, dalam aktifitas.

b. Menganjurkan untuk istirahat yang cukup

Rasional : mempercepat pemulihan tenaga untuk beraktifitas

c. Bantu dalam pemenuhan aktifitas sehari - hari

Rasional : memberikan rasa tenang dan aman dan meminimalkan

terjadinya resiko injuri.

d. Tingkatkan aktifitas secara bertahap

Rasional : meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan

koping emosional (Wartonah, 2006)

25

Anda mungkin juga menyukai