Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN COMBUSTIO


DI RUANG ICU/ICCU RSUD ULIN BANJARMASIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Keperawatan Kritis


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:

MUHAMMAD FAISAL
NIM.11194691910045

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
202
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN COMBUSTIO
DI RUANG ICU/ICCU RSUD ULIN BANJARMASIN

Tanggal : 08 Juli 2020

Muhammad Faisal,S.Kep
NIM.11194691910045

Banjarmasin, Juli 2020


Mengetahui,
Preseptor Akademik,

(M.Riduansyah.Ns.,M.Kep)
NIK.1166072017105
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN


COMBUSTIO DI RUANG ICU/ICCU RSUD ULIN
BANJARMASIN
NAMA : Muhammad Faisal,S.Kep
NIM : 11194691910045

Banjarmasin, 08 Juli 2020

Menyetujui,

Program Studi Profesi Ners


Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia
Preseptor Akademik (CT)

(M.Riduansyah. Ns.,M.Kep)
NIK. 1166072017105

Mengetahui,

Ketua Jurusan Keperawatan


Universitas Sari Mulia

Mohammad Basid, S.Kep., Ns., MM


NIK. 1166102012053
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN COMBUSTIO

A. Anatomi Fisiologi Combustio


Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan (Effendi,
2014)

1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit, yang terdiri dari :
a) Stratum korneum, yaitu sel yang telah mati, selnya tipis, datar, tidak
mempunyai inti sel dan mengandung zat keratin.
b) Stratum lusidum, yaitu sel bentuk pipih, mempunyai batas tegas, tetapi
tidak ada inti. Lapisan ini terdapat pada telapak kaki. Dalam lapisan ini
terlihat seperti pita yang bening, batas-batas sudah tidak begitu terlihat.
c) Stratum glanulosum, sel ini berisi inti dan glanulosum.
d) Zona germinalis, terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua
lapisan epitel yang tidak tegas.
e) Sel berduri, yaitu sel dengan fibril halus yang menyambung sel satu
dengan yang lainnya, sehingga setiap sel seakan-akan tampak berduri.
f) Sel basale, sel ini secara terus-menerus memproduksi sel epidermis baru.
Sel ini disusun dengan teratur, berurutan dan rapat sehingga membentuk
lapisan pertama atau lapisan dua sel pertama dari sel basal yang posisinya
diatas papilla dermis (Susanto dan Ari, 2013).

2. Dermis
Dermis terletak dibawah lapisan epidermis. Dermis merupakan jaringan ikat
longgar dan terdiri atas sel-sel fibrinoplas yang mengeluarkan protein kolagen dan
elastin. Serabut-serabut kolagen dan elastin tersusun secara acak, dan
menyebabkan dermis terenggang dan memiliki daya tahan. Seluruh dermis
terdapat pembuluh darah, saraf sensorik dan simpatis, pembuluh limfe, folikel
rambut, serta kelenjar keringat dan sebasea. Pada dermis terdapat sel mast yang
berfungsi mengeluarkan histamin selama cidera atau peradangan dan makrofag
yang memililki fungsi memfagositosis sel-sel mati dan mikroorganisme (Corwin,
2009). Dermis terdiri dari dua lapisan; lapisan atas yaitu pars papilaris (stratum
papilaris), dan bagian bawah yaitu pars retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar
yang tersusun atas serabut - serabut; serabut kolagen, serabut elastic, dan
serabut retikulus (Susanto dan Ari, 2013).

3. Subkutan
Subkutan mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang berada di
bawahnya. Lapisan subkutan mengandung jumlah sel lemak yang beragam,
bergantung pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi banyak pembuluh
darah dan ujung saraf (Sloane, 2013). Sel lemak berbentuk bulat dengan intinya
berdesakan kepinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini
disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada setiap tempat dan
jumlah antara laki-laki dan perempuan. Fungsi penikulus adipose adalah sebagai
shok breaker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit,
isolator panas atau untuk mempertahankan suhu. Di bawah subkutan terdapat
selaput otot dan lapisan berikutnya yaitu otot (Susanto dan Ari, 2013).

B. Definisi Combustio
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet
(Brunner & Suddarth, 2011). Luka bakar juga merupakan kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan sumber panas seperti api,
air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajar, 2014). Luka bakar
merupakan suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur
panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar
dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan
kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi
jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak
jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan
jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan
yang terjadi. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis,
maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak
dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi
kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta, 2014).

C. Etiologi Combustio
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh
atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti
solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka
yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan,
yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang
disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil.
Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari
uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap
panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan
percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. sumber sinar matahari, terapi radiasi.

D. Faktor Predisposisi
1. Kecelakaan kerja
2. Pemakaian kosmetik berbahan kimia berbahaya
3. Kelalaian saat bekerja
4. Akibat berjemur

E. Klasifikasi Combustio
1. Berdasarkan penyebab:
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu  rendah (frost bite)
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar:
a. Luka bakar derajat I (super ficial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat
pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan,
terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis
yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang
berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya
sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai
eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat. Luka
derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.

b. Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)


Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka
berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit
normal, nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada
dua jenis, yaitu:
1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian
superficial dari dermis, apendises kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh. Luka
sembuh dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih
utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit
yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan.

c. Luka bakar derajat III ( Full Thickness)


Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan
lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada
pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan
epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena
tidak ada proses epitelisasi spontan.

3. Berdasarkan  tingkat  keseriusan luka


a. Luka bakar ringan/ minor
1) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
2)  Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
1) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar
derajat III kurang dari 10 %
2) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c.   Luka bakar berat (major burn)
1) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di
atas usia 50 tahun
2) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir
pertama
3) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
5) Luka bakar listrik tegangan tinggi
6) Disertai trauma lainnya
7) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.

4. Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar


Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
a. Wallace Rule of Nine (Adult)
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
b. Rule of Nine (Child)
1) Kepala dan leher : 14%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 16% : 32%
Total : 100%
c. Rule of Nine (Infant)
1) Kepala dan leher : 18%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 14% : 28%
Total : 100%
Gambar ilustrasi Rule of Nine

d. Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan
diagram Lund dan Browder sebagai berikut :
F. Fase Combustio/Luka Bakar
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase
akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.

3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.

G. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein
atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi
destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami
kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning
agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar
yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas
kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang
intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan
melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut
nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah
jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam.
Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang
dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan menurun
secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat
mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar,
respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan
bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar,
hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat
terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan
cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah
mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas
koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu
protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar. Kasus luka bakar
dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan
meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi
renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi
sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas
dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan
mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan
gagal ginjal. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-
faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen
serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien
luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan
ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan
hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.
H. Pathway
1.
4. Bahan 3. Air panas 1. Radiasi 2. Listrik/pe
Kimia tir

Biologis LUKA BAKAR

Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit /luka

Kerusakan mukosa Keracunan gas CO


Penguapan meningkat Masalah Keperawatan:
Resiko infeksi
Oedema laring CO mengikat Hb Nyeri akut
Peningkatan pembuluh darah
kapiler
Obstruksi jalan nafas Hb tidak mampu
mengikat O2
Ektravasasi cairan (H2O,
Gagal nafas Elektrolit, protein)
Hipoxia otak
MK: Tekanan onkotik menurun.
 Ketidakefektifan Tekanan hidrostatik
pola napas meningkat

Cairan intravaskuler
menurun

Hipovolemia dan Masalah Keperawatan:


 Kekurangan volume cairan
hemokonsentrasi
I. Manifestasi Klinis

Kedalaman dan Bagian Kulit Gejala Penampilan Perjalanan


Penyebab Luka Yang terkena Luka Kesembuhan
Bakar

Derajat Satu Epidermis  Kesemutan  Memerah;  Kesembuhan


 Tersengat  Hiperestesi menjadi lengkap dalam
matahari a (super putih jika waktu satu
 Terkena Api sensitive) ditekan minggu
dengan  Rasa nyeri  Minimal atau  Pengelupasan
intensitas mereda jika tanpa edema kulit
rendah didinginkan

Derajat Dua Epidermis dan  Nyeri  Melepuh;  Kesembuhan


 Tersiram air Bagian Dermis  Hiperestesi dasar luka luka dalam
mendidih a berbintik– waktu 2–3
 Terbakar  Sensitif bintik merah, minggu
oleh nyala terhadap epidermis  Pembentukan
api udara yang retak, parut dan
dingin permukaan depigmentasi
luka basah  Infeksi dapat
 Edema mengubahnya
menjadi derajat
tiga

Derajat Tiga Epidermis,  Tidak  Kering ;luka  Pembentukan


 Terbakar api Keseluruhan terasa nyeri bakar eskar
 Terkena Dermis dan  Syok berwarna  Diperlukan
cairan kadang–  Hematuri putih seperti pencangkokan
mendidih kadang dan badan kulit  Pembentukan
dalam waktu jaringan kemungkin atau parut &
yang lama subkutan an berwarna hilangnya
 Tersengat hemolisis gosong. kontur serta
arus listrik  Kulit dengan fungsi kulit.
bagian kulit  Hilangnya jari
yang tampak tangan atau
 edema ekstermitas
J. Perubahan Fisiologis Pada Combustio
Tingkatan hipovolemik Tingkatan diuretic

Perubahan ( s/d 48-72 jam pertama) (12 jam – 18/24 jam pertama)

Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari

Pergeseran Vaskuler ke Hemokonsen Interstitial ke Hemodilusi.


cairan insterstitial. trasi oedem vaskuler.
ekstraseluler. pada lokasi
luka bakar.

Fungsi renal. Aliran darah renal Oliguri. Peningkatan Diuresis.


berkurang karena aliran darah
desakan darah renal karena
turun dan CO desakan darah
berkurang. meningkat.

Kadar Na+ direabsorbsi Defisit Kehilangan Na+ Defisit


sodium/ oleh ginjal, tapi sodium. melalui diuresis sodium.
natrium. kehilangan Na+ (normal kembali
melalui eksudat setelah 1
dan tertahan minggu).
dalam cairan
oedem.

Kadar K+ dilepas Hiperkalemi K+ bergerak Hipokalemi.


potassium. sebagai akibat kembali ke
cidera jaringan dalam sel, K+
sel-sel darah terbuang
+
merah, K melalui diuresis
berkurang (mulai 4-5 hari
ekskresi karena setelah luka
fungsi renal bakar).
berkurang.

Kadar Kehilangan Hipoproteine Kehilangan Hipoproteine


protein. protein ke dalam mia. protein waktu mia.
jaringan akibat berlangsung
kenaikan terus
permeabilitas. katabolisme.

Keseimbang Katabolisme Keseimbang Katabolisme Keseimbanga


an nitrogen. jaringan, an nitrogen jaringan, n nitrogen
kehilangan negatif. kehilangan negatif.
protein dalam protein,
jaringan, lebih immobilitas.
banyak
kehilangan dari
masukan.

Keseimbang Metabolisme Asidosis Kehilangan Asidosis


an asam anaerob karena metabolik. sodium metabolik.
basa. perfusi jarinagn bicarbonas
berkurang melalui diuresis,
peningkatan hipermetabolism
asam dari produk e disertai
akhir, fungsi renal peningkatan
berkurang produk akhir
(menyebabkan metabolisme.
retensi produk
akhir tertahan),
kehilangan
bikarbonas
serum.
Respon Terjadi karena Aliran darah Terjadi karena Stres karena
stres. trauma, renal sifat cidera luka.
peningkatan berkurang. berlangsung
produksi cortison. lama dan
terancam
psikologi
pribadi.
Eritrosit Terjadi karena Luka bakar Tidak terjadi Hemokonsen
panas, pecah termal. pada hari-hari trasi.
menjadi fragil. pertama.
Lambung. Curling ulcer Rangsangan Akut dilatasi dan Peningkatan
(ulkus pada central di paralise usus. jumlah
gaster), hipotalamus cortison.
perdarahan dan
lambung, nyeri. peingkatan
jumlah
cortison.

Jantung. MDF meningkat Disfungsi Peningkatan zat CO menurun.


2x lipat, jantung. MDF (miokard
merupakan depresant
glikoprotein yang factor) sampai
toxic yang 26 unit,
dihasilkan oleh bertanggung
kulit yang jawab terhadap
terbakar. syok septic.

K. Penatalaksanaan Luka Bakar


Pengobatan luka bakar diberikan berdasarkan luas dan beratnya luka bakar serta
pertimbangan penyebabnya. Resusitasi cairan penting dalam menangani
kehilangan cairan intravascular. Oksigen diberikan melalui masker atau ventilasi
buatan. Luka bakarnya sendiri dapat di tutupi balutan steril basah atau kering.
Penambahan obat topikal dapat juga diindikasikan. Luka bakar berat memerlukan
debridement luka dan transplantasi kulit.
a) Pernafasan:
1) Udara panas  mukosa rusak  oedem obstruksi.
2) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin  iritasi
bronkhokontriksi obstruksi gagal nafas
b) Sirkulasi
gangguan permeabilitas kapiler  cairan dari intravaskuler pindah ke
ekstravaskuler  hipovolemi relatif  syok  ATN (acute tubular necrosis)
 gagal ginjal.
a. Circulation
1) Nilai frekuensi nadi dan karakternya
2) Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit.
3) Perawatan local
Untuk luka bakar derajat I dan II biasa dilakukan perawatan lokal
yaitu dengan pemberian obat topical seperti salep antiseptic
contoh golongan: silver sulfadiazine, moist exposure burn
ointment, ataupun yodium providon.

b. Airway Management
1) Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu pada
pasien tidak sadar (HTCL) / Jaw thrust. Bila sumbatan oleh karena
secret lakukan suction.
2) Lindungi jalan napas dengan nasofaringeal airway.
3) Pembedahan (krikotiroidotomi) bila indikasi trauma inhalasi /gagal
intubasi.
c. Breathing/Pernapasan
1) Berikan supplement O2.
2) Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding thoraks.
3) Pantau oksimetri nadi dan observasi.

Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar biasa menggunakan
rumus yang direkomendasikan oleh Envans, yaitu:

Luas luka dalam persen x BB(kg) = mL NaCl /24 jam


Luas luka dalam persen x BB (kg) = mL Plasma/24 jam
2000 cc gluksosa 5%/24 jam

Dewasa : Baxter ( RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. )


Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal
( RL : Dextran = 17 : 3 ) 2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½  diberikan 8 jam pertama
½  diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua :
Dewasa: Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc)  1 cc/mnt.
Anak: Diberi sesuai kebutuhan faal.
1. Monitor urine dan CVP.
2. Topikal dan tutup luka
a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
b. Tulle (sofratulle): gauze dilapisi antibiotic topical.
c. Silver sulfa diazin tebal.
d. Tutup kassa tebal.
e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
3. Obat – obatan:
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d. Antasida : kalau perlu

L. Proses Penyembuhan Luka


Krisanty (2009) mengatakan bahwa proses penyembuhan luka bakar terdiri
dari 3 fase meliputi fase inflamasi, fase fibioblastik, dan fase maturasi. Adapun
proses penyembuhannya antara lain :
1. Fase inflamasi Fase terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Pada
fase ini terjadi perubahan vascular dan proliferase seluler.Daerah luka
mengalamiagregasi trombosit dan mengeluarkar serotonin serta mulai timbul
epitalisasi.
2. Fase Fibi Oblastik Fase yang dimulai pada hari ke 4 sampai 20 pasca luka bakar
Pada fase ini timbul abrobast yang membentuk kolagen yang tampak secara
klinis sebagai jaringan granulasi yang berwarna kemerahan.
3. Fase Maturasi Proses pematangan kolagen dan terjadi penurunan aktivitas
seluler dan vaskuler. Hasil ini berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari satu
tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda inflamasi untuk akhir dari
fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri
atau gatal.

M. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
a. Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang
banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera.
b. Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
c. Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
d. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
e. Elektrolit serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
f. Glukosa serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
g. Albumin serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
h. BUN/Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
i. Alkali fosfatase: peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial/ gangguan pompa natrium.
j. Kultur luka: data dasar dan diulang secara periodik.
k. Urine Lengkap: Warna hitam kemerahan pada urine sehubungan dengan
mioglobin.
2. Rontgen: Foto Thorax, dll (mengetahui adanya edema paru dll)
3. Scan Paru : dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
4. EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia,
terutama pada luka bakar listrik.
5. CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar
lebih dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak.

N. Komplikasi Combustio
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal.
2. Sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya
pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang
melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas
distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome. Akibat kegagalan respirasi terjadi jika
derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling. Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus
merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung
dapat mengakibatkan nausea. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder
akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai
oleh darah occulta (samar) dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus
yang berdarah, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik
yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya
biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi,
penurunan; haluaran urine, curah jantung, tekanan vena sentral, perubahan
tekanan darah dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6. Gagal ginjal akut. Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan
resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin
terdeteksi dalam urine.

O. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


1. PENGKAJIAN
a. Data biografi
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal
MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu
informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi
hebatnya luka bakar akan tetapi  anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa
diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian
(Lukman.F dan Sorensen K.C). Data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan
memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar, agama dan pendidikan
menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah
nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf.
Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time,
quality (p,q,r,s,t). Sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien
mengalami luka bakar dan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah
sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru
berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.

c. Riwayat penyakit sekarang


Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama
menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian.  Apabila dirawat meliputi
beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola
bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari  /  bulan ), fase rehabilitatif
(menjelang klien pulang)
d. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien
sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien
mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau
penyalahgunaan obat dan alcohol
e. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai
masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
f. Riwayat psiko social
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body
image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami
gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan
perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan
aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. B1 (Breathing)
Kaji RR, pola nafas, SPO2
b. B2 (Brian)
Umumnya tidak ada masalah dari nervus 1 sampai 12, kaji GCS
c. B3 (Blood)
Kaji TD, Nadi, EKG, Hb dan Leulosit
d. B4 (Bladder)
Umumnya tidak ada masalah pada system perkemihan, kaji Urine-output
e. B5 (Bowel)
Kaji nyeri PQRST secara terus menerus
f. B6 (Bone)
Kaji luas luka dan kedalaman luka, apakah terdapat bula pada luka dan
warna Akral, dan CRT
g. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut
setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan
luas luka bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi
adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta
bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok dan terbakarnya bulu hidung
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena
intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan
sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
h. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke
paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
i. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri
pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
j. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakan
tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi
sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
k. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
l. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila suplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri
yang hebat (syok neurogenik)
m. Pemeriksaan kulit
1) Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode
yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder”
2) Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu
luka bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti
telah diuraikan dimuka.
3) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan
perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan
berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah,
leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada
yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan
jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan
sirkulasi ke daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan
jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian terhadap jalan nafas (airway)
dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation) sangat
diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan
terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan menurunnya tajam
penglihatan.

Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa

Kepala leher 18% 14% 9%

Ekstrimitas atas
18% 18% 18 %
(kanan dan kiri)

Badan depan 18% 18% 18%

Badan belakang 18% 18% 18%

Ektrimitas bawah
27% 31% 30%
(kanan dan kiri)

Genetalia 1% 1% 1%

3. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui
rute abnormal luka.
2. Resiko Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding dada,
keletihan otot-otot pernafasan, hiperventilasi.

4. Perencanaan Keperawatan
SLKI SIKI
SDKI

Kekurangan Kekurangan intek cairan Manajemen Hipovolemia


volume cairan 1. Obeservasi
berhubungan  Periksa tanda dan gejala
dengan Hipovolemia ( Mis. Frekuensi
kehilangan cairan nadi meningkat, nadi terasa
melalui rute lemah, tekanan darah
abnormal luka. menurun, tekanan darah nadi
menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urine
menurun, hemotkrit
menikat ,haus dan lemah)
 Monitor intake dan output
cairan
2. Teraupetik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi modified
trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral
3. Edukasi
- Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan
IV isotonic ( mis. Cairan
NaCL, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis (Mis. Glukosa
2.5%, NaCL 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. Albumin,
plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk
dara
Nyeri akut Tingkat Nyeri : Manajemen nyeri
berhubungan 1. Tdak ada nyeri 1. Observasi
dengan agen 2. Frekuensi nafas normal a) Lokasi , karakteristik, durasi,
cidera biologis 3. Tekanan darah normal frekuensi, kualitas, intensitas
4. Tidak mengerang dan nyeri
menangis b) Identifikasi skala nyeri
5. Tidak ada ekspresi nyeri c) Identifikasi respon nyeri nono
wajah verbal
d) Identifkasi faktor yang
memperberat dan
mempengaruhi nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
g) Identifkasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
i) Monitor efek samping
penggunaan analgesic
2. Terapeutik
a) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis,
TENS, Hypnosis, akupresur,
terapi, musik, biofeedback,
terapi, pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/ dingin, terapi
bermain)
b) Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c) Fasilitas istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
srategi meredakan nyeri
3. Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
b) Jelaskan srategi meredakan
nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
e) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
a)
b) Kolaborasi pemberian
analgesic, jika perlu
Resiko Penyembuhan luka : Pengecekan luka
Kerusakan Sekunder 1. Periksa kulit dan selaput lendir
integritas kulit 1. ukuran luka berkurang dengan adanya kemerahan,
berhubungan 2. pandangan luka kehilangan ekstrem, edema atau
dengan lesi pada dewasa
kulit 2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Amati warna, kehangatan,
bengkak pulsasi, tekstur, edema
dan ulserasi pada ektremitas
4. Monitor kulit untuk adanya lecet
5. Monitor kulit adanya kekeringan
yang berlebihan dan kelembaban
6. Monitor kulit dan selaput lendir
terhadap area perubahan warna,
memar dan pecah
Ketidakefektifan Pola napas membaik Pemantauan respirasi
pola nafas 1. Observasi
berhubungan - Monitor frekuensi, irama,
dengan kedalaman dan upaya napas
deformitas - Monitor pola napas (seperti
dinding dada, Bradipnea, takipnea,
keletihan otot- hiperventilasi, kussmaul,
otot pernafasan, sheynestokes, dan biot
hiperventilasi - Monitor kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya produkasi
sputum
- Monitor adanya sumbatan
jalan napas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasi; x ray toraks
2. Teraupetik
- Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
3. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Infromasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Manajemen jalan nafas
1. Observasi
- Monitor pola napas
(frekuensi , kedalaman,
usaha, napas)
- Monitor bunyi napas
tambahan ( mis. Gurgling,
mengi, weezing, rongki
kering)
- Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
2. Teraupetik
- Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head –tilt dan
chin – lift (jaw-thrust jika
curiga trauma cervical)
- Posisiskan semi-fowler atau
fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
- Lakukan pengisapan lendir
kurang dai 15 detik
- Lakukan hiperoksigenerasi
sebelum
- Pegisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda
padat dengan fprsepMcGill
- Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektora,
mukolitik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat. (2013). Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II. Jakarta :
Salemba Mahardika.

Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. (2015). Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,


editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Amin & Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Jogjakarata : Percetakan Mediaction Publishing Jogjakarta

Brunner, Suddarth. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doengoes, M.E., (2010), Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, EGC, Jakarta.

Elizabeth J. Corwin. (2016). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Aditya Media

Erick Chandowo. (2014). Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3. Available.on


http://www.academia.edu/7710988/LAPORAN_PENDAHULUAN_LUKA_BAKA
R_3 diakses tanggal 05 April 2020

Huddak & Gallo. (2012). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.

Lukman Abdul. (2016). Askep Luka Bakar Combustio. Available.on


https://www.academia.edu/8542579/Askep_Luka_Bakar_Combustio_,diakses
tanggal 05 April 2020

Mansjoer,dkk. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius

Moenadjat Y. (2012). Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Nanda International. (2013).Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC- NOC Jilid 1 & 2. Jakarta: EGC

Nanda International. (2018).Aplikasi Asuhan Keperawata Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC- NOC Jilid 1 & 2. Jakarta: EGC

Sjamsudiningrat, R & Jong. (2015). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai