SEKSUALITAS CYBER:
SEX SEBAGAI KESENANGAN DAN KOMODITAS
Puji Rianto
Program Studi Komunikasi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
p.rianto1976@gmail.com
Abstract
This paper wants to explore further how sexuality is present in the cyber world.
Although the construction of human sexuality age as the man himself, the construction
or representation will be largely determined by the social context. Different characters
from the cyber world where political authority and the gatekeeper do not contribute
significantly will influence the construction of sexuality. The study found that sex is
understood as a pleasure and commodities. Various reports of sexual offenders describe
how the pleasure of sexual intercourse highly revered. Along with the cult of sexuality
as pleasure is sex as a commodity, which is manifested in the form of an offer or
advertisement to sell sexual services they provide.
Abstrak
Tulisan ini ingin mengeksplorasi lebih jauh bagaimana seksualitas hadir dalam dunia
cyber. Meskipun konstruksi seksualitas manusia seumuran manusia itu sendiri, tapi
konstruksi atau representasinya akan sangat ditentukan oleh konteks sosialnya.
Karakter-karakter yang berbeda dari dunia cyber dimana otoritas politik dan gatekeeper
tidak berperan secara signifikan akan mempengaruhi konstruksi atas seksualitas.
Studi ini menemukan bahwa seks lebih dipahami sebagai sebuah kesenangan dan
komoditas. Berbagai reportasi pelaku seksual menggambarkan bagaimana kesenangan
akan hubungan seksual dipuja sedemikian rupa. Seiring pemujaan seksualitas sebagai
kesenangan itu, adalah seks sebagai komoditas, yang diwujudkan dalam bentuk berbagai
penawaran atau iklan untuk menjual layanan seks yang mereka sediakan.
Keywords: Sex, Sexuality, Cyber,
163
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 45. Nomor 2. Desember 2015
kecil dan akhirnya individual. Karakteristik- many-to-many (or n-way), sedangkan yang
karakteristik media di era pascainformasi ini kedua biasanya lebih bersifat one-to-many.
memungkinkan hal semacam itu terjadi. Menurut Lievrouw dan Livingston (2006: 5),
Kemunculan media-dalam hal ini pergeseran media baru yang lebih bersifat
internet-telah memberikan suatu isu multiple inilah yang mempunyai implikasi
penting bukan hanya kebutuhan-kebutuhan penting dalam manajemen kekuasaan,
informasi yang sangat individual sebagaimana kepercayaan dan partisipasi dalam
dikemukakan Negroponte. Namun lebih hubungan-hubungan sosial, dan kontrol dan
daripada itu, kemunculan internet telah difusi informasi.
mengubah pola komunikasi massa yang telah Media baru atau cyber telah menciptakan
begitu dominan selama bertahun-tahun banyak pergeseran dalam kehidupan
sejak ditemukan mesin cetak Gutenberg. manusia, dan, seperti telah disinggung di
Salah satu bagian pentingnya bahwa di era awal, seks menjadi salah satunya. Seksualitas
internet informasi bisa mengalir jauh lebih dalam dunia cyber telah menabrak begitu
bebas karena gatekeeper yang biasa dijumpai banyak dinding ketabuan yang dalam dunia
dalam komunikasi massa tak lagi relevan. nyata begitu kuat dijaga dan dipelihara.
Jika komunikasi massa mensyaratkan model Internet kiranya telah mendapati tuduhan
komunikasi one to many, maka media baru luar biasa sebagai media penyebar nilai-
jauh lebih beragam. Media baru membuat nilai liberalisasi seks dan pornografi. Sifat
komunikasi bisa mengalir dari one to many, radikal media baru telah memberinya
many to many, many to one, dan sebagainya. peluang bagi munculnya praktik-praktik
Perubahan pola komunikasi semacam yang secara moral bertentangan dalam dunia
inilah yang pada akhirnya menciptakan nyata. Maka, dalam dunia baru, dunia cyber,
perubahan-perubahan kehidupan manusia, kita mendapati bukan hanya semangat
yang salah satu diantaranya dalam hal spiritualitas (Zaleski, 1999), tapi juga praktik-
seksualitas. Seperti dikemukakan oleh praktik yang dikonstruksikan sebagai
Lievrouw dan Livingston, kondisi sosial anti moral. Pornografi, homoseksualitas,
yang membentuk teknologi komunikasi pornografi anak, kekerasan, sadisme, dan
dibedakan atas dua, yakni rekombinasi dan seterusnya tumbuh dalam ruang media baru
metafora jaringan. Rekombinasi merujuk tersebut. Dalam dunia cyber, seksualitas,
pada kelanjutan hibridisasi diantara tampaknya, mendapatkan energi yang jauh
teknologi media yang sudah eksis dan inovasi lebih kuat dibandingkan pada dunia nyata.
dalam jaringan institusional dan teknik yang Berpijak pada argumentasi di atas,
saling berhubungan satu dengan yang lain tulisan ini ingin mengeksplorasi lebih jauh
(interconnected) (2006: 4). Rekombinasi bagaimana seksualitas hadir dalam dunia
itu mewujud dalam dua bentuk, yakni cyber. Asumsinya, meskipun konstruksi
konvergen dan divergen yang kesemuanya seksualitas manusia seumuran manusia
bisa diobservasi dalam bentuk-bentuk itu sendiri, tapi konstruksinya akan sangat
perkembangan media baru seperti bentuk- ditentukan oleh konteks sosialnya. Oleh
bentuk pesan, praktik sosial dan institusi karena itu, karakter-karakter yang berbeda
budaya/ekonomi. Sebagai sebuah produk dari dunia cyber dimana otoritas politik dan
dari siklus kehidupan manusia, media gatekeeper tidak berperan secara signifikan
baru akan berada dalam situasi yang selalu maka konstruksi atas seksualitas akan sangat
terbarukan. berbeda dengan dunia nyata. Hipotesis yang
Metafora jaringan digambarkan Castells diajukan dalam tulisan ini bahwa dunia cyber
sebagai “network of networks” (Lievrouw telah memperkuat konstruksi seks sebagai
dan Livingston, 2006: 5). Dalam suatu kesenangan pada satu sisi dan komoditas di
jaringan, keberadaan media baru berbeda sisi lain. Melalui berbagai kombinasi cara
dengan media massa. Pada yang pertama, (periklanan, reportase, dan pengalaman
komunikasi lebih bersifat one-to-one dan langsung), seksualitas sebagai kesenangan
164
Puji Rianto, Seksualitas Cyber: Sex sebagai Kesenangan dan Komoditas
dan komoditas mendapatkan energi yang sama dengan masyarakat lainnya. Misalnya
luar biasa dalam ruang cyber. praktik-praktik pelacuran dalam suatu
masyarakat mendapatkan tantangan dan
METODE kutukan, tapi dalam masyarakat lainnya
praktik-praktik semacam itu dibiarkan atau
Untuk menjawab pertanyaan dan secara bahkan dianjurkan. Hal ini terjadi karena
bersamaan membuktikan hipotesis di atas, masing-masing masyarakat mempunyai
studi ini akan mengkaji situs-situs yang konstruksinya sendiri atas seksualitas dan
dikhususkan untuk pembaca dewasa. Situs- pelacuran.
situs ini masuk ke dalam ‘sensor’ pemerintah Merujuk Weeks (1981), Suriadireja
karena mengandung unsur pornografi dan mengemukakan bahwa konstruksi seks pada
perjudian. Namun, beberapa situs masih bisa dasarnya dibentuk oleh sistem kekeluargaan,
diakses. Dari situs yang bisa diakses inilah, perubahan sosial dan ekonomi, perubahan
kemudian dicari forum-forum khusus untuk aturan-aturan sosial, politik, dan gerakan
dewasa. Dalam forum dewasa itu, bisanya, perlawanan. Dengan kata lain, menurut
ada beragam subforum seperti gambar, cerita Suriadireja setiap masyarakat dengan nilai-
dewasa, obrolan dengan anggota lain tentang nilai budayanya masing-masing mempunyai
seks dan topik dewasa lainnya ataupun konsepsi dan konfigurasinya sendiri tentang
subforum yang secara khusus menuliskan seksualitas (Purwadi Suriadireja, “Seksualitas
pengalaman khalayak terkait dengan dunia dan Ritual di Gunung Kemukus”. http://
seksualitas. ejournal.unud.ac.id/abstrak/kemukus.pdf,
Analisis dilakukan secara kualitatif hal. 3
dengan melihat konstruksi atas seksualitas Sejarah seksualitas merefleksikan suatu
yang dibedakan dalam dua bagian besar, perjalanan penuh konstruksi dan karenanya
yakni seks sebagai kesenangan dan seks melibatkan pertarungan kekuasaan yang tak
sebagai komoditas. Analisis kualitatif ini pernah henti. Oleh karena itu, pembacaaan
akan dipaparkan secara deskriptif dengan kita atas sejarah seksualitas akan sangat
mempertajam analisisnya pada konteks ditentukan oleh rezim-rezim yang berkuasa,
teoritik. Dengan begitu, akan didapatkan yang menang dan yang kalah. Pada masa
suatu data dan analisis yang kaya dan Yunani dan Romawi, ketelanjangan tidak
mendalam. pernah dipersoalkan sebagai sesuatu yang
vulgar atau dosa. Pada masa Romawi
HASIL DAN PEMBAHASAN ketelanjangan merupakan bagian yang legal
Pada umumnya, hubungan seksual dari kehidupan. Baru memasuki abad 18,
sering diasosiasikan dengan pemuasan entitas seks mulai dinormalkan, diregulasi,
dorongan biologis yang mendatangkan dan dibuat tidak vulgar (Kadir, 2007: 8).
rasa nikmat dan kesenangan. Di lain pihak, Di sisi lain seksualitas itu sendiri
seksualitas dihubungkan pula dengan daya mengandung dualisme. Pada satu sisi, seks
hidup, yaitu pentransformasian energi dalam dilihat sebagai sesuatu yang liar dan negatif
suatu kegiatan seksual-genital. Seksualitas dalam memperbudak tubuh dan libido
sering pula dihubungkan dengan kegiatan- semata. Pandangan seks sebagai libidinal
kegiatan yang diberi bentuk ‘kultural’ dan parsial ini menggiring manusia pada
dengan seperangkat nilai-nilai yang perbudakan tubuh dan nafsu. Sementara di
melatarbelakanginya dalam suatu interaksi sisi lain, seks dipahami sebagai suatu stimulus
sosial sehingga hubungan seksualitas dapat spiritual dimana ia demikian dinikmati,
merefleksikan nilai-nilai atau norma-norma sakral dan tabu yang menegangkan (Kadir,
yang berlaku dalam suatu masyarakat. 2007: 16). Menurut Kadir, entitas seksualitas
Akibatnya konsepsi seksualitas dalam yang mendua ini tidak bisa dilepaskan dari
suatu masyarakat mungkin tidak akan perspektif fungsi, yaitu sebagai kenikmatan
bernuansa biologis dan sebagai fungsi
165
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 45. Nomor 2. Desember 2015
prokreasi bernuansa sosial (Kadir, 2007: 17). (perempuan) dalam masyarakat kapitalis.
Sebagaimana pula dikemukakan Abram- Dalam hal ini, Nurhadi menulis bahwa tubuh
son dan Pinkerton (2002: 4), “kadang kala menjadi titik sentral dari mesin produksi,
diargumentasikan bahwa satu-satunya fung- promosi, dan konsumsi kapitalisme. Di sini,
si seksualitas adalah reproduksi. Sebagai tubuh diproduksi sebagai komoditas dengan
akibatnya, ekspresi-ekpresi seksualitas yang mengeksplorasi segala potensi hasrat dan
tidak diorientasikan untuk tujuan semacam libidonya untuk dipertukarkan sebagai
itu dianggap sebagai haram, tidak bermoral, komoditas (video girl). Selain itu menurut
atau tidak logis (illogical).” Meskipun de- Nurhadi, tubuh juga dijadikan sebagai
mikian menurut Abramson dan Pinkerton metakomoditi yaitu komoditi untuk menjual
(2002: 5), pandangan bahwa seksualitas se- komoditi lain, melalui peran sentralnya dalam
mata ditujukan untuk tujuan reproduksi sistem promosi kapitalisme (cover girl);
terlalu simplistis. Sebaliknya, kesenangan sistem distribusi, yaitu sebagai pendamping
(pleasure) menjadi kekuatan motivasional di komoditas (promo girl); dan juga menjadi
balik prokreasi. sasaran utama dari konsumsi, yakni dengan
Dalam masyarakat kapitalis, seksualitas menciptakan berbagai kebutuhan yang
bukan hanya persoalan reproduksi dan berkaitan dengan tubuh (perfect girl). Begitu
kesenangan, tapi juga komoditas. Dari sentralnya peran tubuh di dalam masyarakat
sudut pandang feminin, ideologi seksualitas kapitalisme, menurut Nurhadi, sehingga
meminjam Janice Winship (2011: 368), bersamanya berkembang pesat sains dan
bahkan bagi perempuan mengandung unsur teknologi mutakhir tentang penyempurnaan
yang berlawanan dan kontradiksi, sekalipun tubuh (body building, operasi plastik)
terkandung dalam relasi patriarkhal: aktif/ (Nurhadi, 2006).
pasif; heteroseksual/narsistik; bergantung Dalam duna cyber, seks atau seksualitas
pada laki-laki/tidak bergantung pada dan juga pelacuran menjadi bagian kehidu-
laki-laki; fetisistik; masturbasi. Menurut pan manusia yang tak terpisahkan. Kon-
Winship, hal ini secara tegas dipisahkan struksinyalah yang mengalami perubahan
dari ‘keibuan’ dan ‘kerumahtanggaan’, yang atau perbedaan dari suatu masyarakat ke
tidak memungkinkan masuknya seksualitas masyarakat lain, dari suatu waktu ke waktu
sekalipun didasarkan pada seksualitas lainnya. Semuanya dipengaruhi oleh konteks
reproduktif. sosial dan budaya yang melingkupinya. Oleh
Seksualitas sebagai komoditas dan juga karena itu ada suatu masyarakat dengan
kesenangan dapat dilihat dalam praktik- penuh dendam menghujat seks dan pela-
praktik pelacuran, yang setua umur manusia. curan, sedangkan lainnya membiarkan atau
Sebagaimana dikemukakan Kartono (1988), bahkan menganjurkannya. Semuanya dipe-
pelacuran atau yang sering disebut dengan ngaruhi oleh konteks sosial budayanya, dan
prostitusi atau pemuas nafsu seks, merupakan juga tentu saja relasi kekuasaan yang ber-
jenis pekerjaan yang setua umur manusia main dalam proses konstruksi itu. Namun,
itu sendiri (Bekti Istiyanto, 2008). Menurut kedekatannya dengan kehidupan manusia
Monto dan Julka (2009), “Prostitution is the tidak pernah bisa dijauhkan apalagi dilepas-
exchange of something of value, usually money kan.
or drugs, for the sexual use of a person’s body”. Dalam dunia saiber dimana individu
Pada akhirnya, menurut Monto dan Julka, jauh lebih merdeka dan berkuasa atas
melalui komodifikasi seksualitas, kita bisa dirinya dalam akses dan produksi pesan
mengasosiasikan antara frekuensi kunjungan media, konstruksi atas seksualitas jauh lebih
ke tempat prostitusi dengan penerimaan seks terbuka karena individu-individu ‘pemuja’
sebagai komoditas. kesenangan seksualitas mendapatkan
Dalam konteks yang lebih luas, ruangnya. Sementara di sisi lain otoritas moral
komodifikasi seksualitas sebenarnya tidak mempunyai perangkat yang memadai
mencerminkan komodifikasi atas tubuh untuk menghentikan kelompok-kelompok
166
Puji Rianto, Seksualitas Cyber: Sex sebagai Kesenangan dan Komoditas
167
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 45. Nomor 2. Desember 2015
yang mereka ungkapan dalam serangkaian brur kan jadi lebih seru tuh sensasinya)
FR yang mereka tuliskan. Keberhasilan ini ATT : Super GFE & Manja & ramah
akan menjadi suatu poin penting untuk udah kaya pacar sendiri
meneguhkan diri mereka sebagai “suhu” Kedua, periklanan seks. Dalam
dalam dunia yang mereka ungkapkan masyarakat dimana hipokretisme mengge-
sebagai “dunia perlendiran.” Konstruksi jala begitu kuat seperti di Indonesia, tum-
seks dan keriuhan kesenangan di dalamnya bukan-tumbukan moral akan dilihat secara
adalah hasil dokumentasi paling canggih ambigu, dan biasanya kesusilaan akan jauh
dari seseorang yang memosisikan dirinya mendapatkan perhatian. Setidaknya, da-
sebagai seorang jurnalis dalam menuliskan lam praktik di jalanan, kelompok-kelompok
pengalaman-pengalaman mereka sendiri seperti Front Pembela Islam (FPI) akan jauh
ketika melakukan aktivitas seksual. Suatu lebih lantang berteriak soal pakaian wanita,
kesenangan yang mendapatkan pemujaannya pelacuran, dan juga hubungan-hubungan
dalam taraf yang mungkin mendekati apa seks ‘menyimpang’. Namun, dalam pelang-
yang diungkapkan oleh Roland Barthes garan-pelanggaran politik dan hukum se-
sebagai ‘plaisir’. perti korupsi misalnya, mereka jauh lebih
Radikalisasi Pelacuran toleran. Akibatnya, represi politik baik mela-
Laporan-laporan lapangan dalam bentuk lui lobi dan lebih-lebih kekerasan jauh lebih
FR semacam itu bagaimanapun pada akhirnya kuat untuk kasus-kasus yang berhubungan
mentransformasi sedemikian rupa pelacuran dengan kesusilaan. Dalam situasi semacam
di dunia nyata. Pertama, dalam dunia nyata ini kita tidak akan pernah menemukan prak-
pengetahuan akan pelacuran didapatkan dari tik-praktik pelacuran terbuka setidaknya
liputan media massa yang sangat dangkal dan jika dibandingkan dengan Barat. Sebaliknya
permukaan atau dari kekuatan pemasaran pelacuran akan berada dalam kondisi yang
mulut ke mulut. Kita mengetahui kompleks terepresi terus-menerus.
pelacuran Doly di Surabaya yang kini sudah Dalam dunia cyber, menariknya, represi
tutup ataupun Sunan Kuning di Semarang, semacam itu tidak bisa dilakukan secara
Kawasan Baturaden dan sebagainya karena ketat. Penyebabnya karakteristik dunia
liputan media massa atau dari orang-orang cyber itu sendiri yang membuatnya hampir
yang pernah cerita. Namun cerita-cerita tak tersentuh pemegang otoritas politik
itu hanya sekilas dan tidak memberikan dan moral sehingga pelacuran dalam dunia
informasi mendalam. Di sisi lain laporan cyber berlangsung jauh lebih terbuka.
dari pelaku ketika kita berhadapan muka Ini ditunjukkan oleh menguatnya ‘iklan-
tidak sejelas dan sedetil mungkin dalam dua iklan’ seksual yang menjajakan tubuh dan
cyber. Situasi psikologis komunikasi tatap keperawanan. Dunia cyber memberikan
muka akan menghalanginya untuk bercerita ruang sangat besar bagi transaksi seksual
pelaku bercerita lebih detail. Ini sangat yang lebih luas, pada satu sisi, dan pada
berbeda dibandingkan dengan model-model saat bersamaan pemujaan akan kenikmatan
liputan FR underground service. Liputan- hubungan seksual di sisi lain. Maraknya isu
liputan itu lebih detail dan memberikan pelacuran artis kiranya tidak bisa lepaskan
banyak informasi termasuk kualifikasi yang dari kemunculan dunia cyber ini.
diharapkan dari si pekerja seksual. Sebagai Munculnya berbagai ‘iklan’ yang
contoh, di akhr FR biasanya dicantumkan dimediasi pihak kedua atau langsung oleh si
informasi dan penilaian berikut. pelaku menjadi ciri khas lainnya dari wajah
seksualitas dalam dunia cyber. Periklanan
SERVICE:
FK : 8,5 (Menggairahkan ) seks ini menceminkan lebih jauh bagaimana
BJ : 8 (Sangat telaten & mantap) seksualitas tidak lagi sebagai kesenangan, tapi
FJ : 7 (Semua gaya ok, NO ANAL, juga komoditas. Karenanya si pemilik tubuh
GB, CIM, CIF walaupun masih perlu dan perantara mengeksploitasi seksualitas
diajarin hehe. namanya juga anak baru demi keuntungan material. Iklan di bawah
168
kesenangan, tapi juga komoditas. Karenanya si pemilik tubuh dan perantara
mengeksploitasi seksualitas demi keuntungan
Puji material.Cyber:
Rianto, Seksualitas IklanSexdisebagai
bawahKesenangan
ini yang saya
dan Komoditas
ambil dari thread underground service menjadi contoh yang saya maksud.
Thanks
Iklan dari
ini yang saya ambil di atas menawarkan
thread sebuah di
underground layanan kepadaterbatas
kalangan anggota komunitas seorang
melalui kekuatan
service gadis
menjadi contoh
yang yang saya jasa
menyediakan maksud. pemasaran
layanan escort. Meskipunmulut ke ini
iklan mulut.
tidak Ada norma-
memberikan
Iklan di atas tentang penjualan norma baik kesusilaan ataupun hukum
gambaran fisik gadis kecuali usia,
keperawanan seorang gadis. Kita tidak bisa tapi orang
yang bisa
masih meraba tampilan
harus diikuti dari dunia
dalam harga nyata
yang
membayangkan sehingga iklan semacam itu tidak akan
diberikan.iklan
Selainsemacam ini muncul
itu, ungkapan tawaran hanya jika ia menyukai si pria mencerminkan
dalam media massa. Paling banter dalam mungkin muncul. Namun dalam dunia cyber,
kaidah-kaidah moral itu dijungkirbalikkan. 13
kehidupan nyata, iklan-iklan itu beredar
169
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 45. Nomor 2. Desember 2015
170