Anda di halaman 1dari 30

MODUL PERKULIAHAN

Sosiologi
Komunikasi
[KONSTRUKSI SOSIAL
MEDIA MASSA : KRITIK
TERHADAP BERGERDAN
LUCKMAN]

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


[Ilmu [Ilmu komunikasi dan M.Nastain, S.Sos.I., M.IKom
Komunikasi] Multimedia]
12
C. KONSTRUKSI SOSIAL MEDIA MASSA : KRITIK TERHADAP
BERGERDAN LUCKMAN

1.Tahap Konstruksi Sosial Media Massa

Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian depan dalam bab ini, bahwa
Peter L. Berger dan Luckmann menjelaskan konstruksi Social Construction of
Reality, a Treatise in the Sociological of Knowledge" (1966). Teori dan
pendekatan sosial atas realitas melalui tiga proses sosial yaitu eksternalisasi
objektivasi, dan internalisasi konstruksi sosial atas realitas terjadi secara
simultan melalui tiga proses sosial,.
Tiga yaitu eksternalisasi,Objektivasi, dan internalisasi. Ketika masyarakat
semakin modern, teori dan pendekatan memiliki
kemandulan dan ketajaman atau dengan kata lain tak proses ini terjadi di
antara individu satu dengan individu lainnya dalam masyarakat.

Substansi teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Berger dan
Luckmann adalah pada proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui
bahasa dalam kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semi-
sekunder. Basis sosial teori dan pendekatan ini adalah masyarakat transisi-
modern di Amerika pada sekitar tahun 1960-an, di mana media massa belum
menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibicarakan. Dengan demikianm
teori konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann tidak
memasukkan media massa sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh
dalam konstruksi sosial atas realitas.

Pada kenyataannya konstruksi sosial atas realitas berlangsung


lamban, membutuhkan waktu lama, bersifat spasial, dan belangsung
secara hierarkis-vertikal, di mana konstruksi sosial berlangsung dari
pimpinan kepada bawahannya, pimpinan kepada massanya, kvai
kepada santrinya, guru kepada muridnya, orang tua kepada anak anak anak
remaja kepada anak-anak yang lebih muda dan sebagainya.
Ketika Masyarakat semakin modern, teori dan pendekatan kontruksi sosial
atas realitas Peter L.Berger dan Luckman ini memiliki kemandulan dan
ketajaman atau dengan kata lain tak mampu
menjawab perubahan zaman,karena masyarakat transisi- modern di Amerika
telah habis dan berubah menjadi masyarakat modern dan postmodern, dengan
demikian hubungan-hubungan social antara individu dengan kelompoknya ,
pimpinan dengan kelompoknya ,orang tua dengan anggota keluarganya
menjadi sekunder rasional, Hubungan-hubungan sosial primer dan semi-
sekunder hampir tak ada lagi dalam kehidupan masyarakat modem dan
postmodern Dengan demikian, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas
realitas Peter L. Berger dan Luckmann menjadi tak bermakna lagi.

Melalui Konstruksi Sosial Media Massa; Realitas Iklan Televisi dalam


Masyarakat Kapitalistik (2000), teori dan pendekatan konstruksi sosial atas
realitas Peter L. Berger dan Luckmann telah direvisi dengan melihat variabel
atau fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam proses
eksternalisasi, subjektivasi, dan internalisasi. Dengan demikian, sifat dan
kelebihan media massa telah memperbaiki kelemahan proses konstruksi sosial
atas realitas yang berjalan lambat itu, Substansi "teori konstruksi sosial media
massa" adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga
konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata.
Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung
apriori dan opini massa cenderung sinis.

Posisi "konstruksi sosial media massa" adalah mengoreksi substansi


kelemahan dan melengkapi "konstruksi sosial atas
realitas", dengan menempatkan seluruh kelebihan media massa dan
elek media pada keunggulan "konstruksi sosial media massa" atas
"konstruksi sosial atas realitas". Namun proses simultan yang
digambarkan di atas tidak bekerja secara tiba-tiba, namun terbentuk-
nya proses tersebut melalui beberapa tahap penting. Dari konten
konstruksi sosial media massa, proses kelahiran konstruksi sosial
media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut: (a) tahap me-
nyiapkan materi konstruksi (b) tahap sebaran konstruksi; (c) tahap
pembentukan konstruksi dan(d)tahapkonfirmasi.

Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi

Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas ada di


setiap media massa.Masing – masing media memiliki desk yang berbeda-beda
sesuai dengan kebutuhan dan visi suatu media .Isu-isu penting setiap hari
menjadi focus media massa, terutama yang Media Massa berhubungan tiga
hal, yaitu kedudukan (tahta), harta, dan perem-
puan. Fokus pada kedudukan termasuk juga adalah persoalan
jabatan, pejabat, dan kinerja birokrasi dan layanan publik. Sedang-
kan yang berhubungan dengan harta menyangkut persoalan ke-
kayaan, kemewahan materi, termasuk juga adalah persoalan korupsi
dan sebagainya. Masalah perempuan menyangkut aurat, wanita
cantik dan segala macam aktivitas mereka, terutama yang ber-
hubungan dengan kekuasaan dan harta.

Selain tiga hal itu ada juga fokus-fokus lain, seperti informasi
yang sifatnya menyentuh perasaan banyak orang yaitu persoalan-
persoalan sensivitas, sensualitas, maupun kengerian. Sensivitas
menyangkut persoalan-persoalan sensitif di masyarakat, seperti isu-
isu yang meresahkan masyarakat atau agama tertentu. Sensualitas,
yaitu yang berhubungan dengan seks, aurat, syahwat, maupun
aktivitas yang berhubungan dengan objek-objek itu, sampai dengan
masalah-masalah pornomedia.

Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial


yaitu:
(1) Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana diketahui,
saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis.
Dalam arti, media massa digunakan oleh kekuatan-kekuatan kapital untuk
menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan pelibatgandaan
modal. Dengan demikian, media massa tidak bedanya dengan super- market,
pabrik kertas, pabrik uranium, dan sebagainya. Semua elemen media massa,
termasuk orang orang media massa ber- pikir untuk melayani kapitalisnya,
ideologi mereka adalah membuat media massa yang laku di masyarakat.
(2) Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakan ini
adalah dalam bentuk empati, simpati dan berbagai partisipasi kepada
masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah juga untuk "menjual berita" dan
menaikan rating untuk kepentingan kapitalis,Kasus yang dapat dilihat dari
keberpihakan seperti ini adalah umpamanya, pemberitaan Tsunami yang
merlanda , Nias, dan sekitarnya dalam kemasan berita "Indonesia Menangis"
dan semacamnya yang terus menerus diekspone bahkan sampai pada sisi
yang telah meninggalkan hak-hak sumber berita Begitu pula fenomena reality
show se macam bedah rumah, rezeki nomplok dan sebagainya, acara
semacam API, KDI dan Indonesian Idol, yang mengekspos kesedihan dan air
mata, semacam acara derap hukum, criminal dan sebagainya, berbagai
sinetron yang mengumbar empati, simpati, maupun kontroversi.

(3) Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan kepada


kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah visi setiap
media massa, namun akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah menunjukkan jati
dirinya, namun slogan-slogan tentang visi ini tetap terdengar.

Jadi, dalam menyiapkan materi konstruksi, media massa memo. sisikan


diri pada tiga hal tersebut di atas, namun pada umumnya keberpihakan kepada
kepentingan kapitalis menjadi sangat dominan mengingat media massa adalah
mesin produksi kapitalis yang mau ataupun tidak harus menghasilkan
keuntungan. Dengan
demikian, apabila keberpihakan media massa pada masyarakat,
maka sudah tentu keberpihakan itu harus menghasilkan uang untuk
kantung kapitalis pula.
Tidak jarang dalam menyiapkan sebuah materi pemberitaan,
terjadi pertukaran kepentingan di antara pihak-pihak yang berke-
pentingan, seperti pihak-pihak yang berkepentingan dengan sebuah
pemberitaan, membeli halaman-halaman tertentu atau jam-jam
siaran tertentu dengan imbalan pertukaran, bukan saja uang dan
materi lain, akan tetapi bisa jadi sebuah blow up terhadap pencitraan
terhadap pihak-pihak yang membeli pemberitaan itu.

Pada kasus iklan, contoh-contoh pertukaran lebih jelas, karena


sistem pertukarannya juga jelas. Namun karena alasan etika dan kepentingan
berbagai pihak, maka aturan pertukaran itu sengaja disamarkan agar semua
pihak akan terlindungi.

b. Tahap Sebaran Konstruksi

Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi


masing media berbeda, namun prinsip utamanya adalah real-time Media
elektronik memiliki konsep real-time yang berbeda dengan media cetak. Karena
sifat-sifatnya yang langsung (live), maka yang dimaksud dengan real-time oleh
media elektronik adalah seketika disamarkan agar semua massa. Konsep
konkret strategi sebaran media massa masing-
disiarkan, seketika itu juga pemberitaan sampai ke pemirsa atau
pendengar. Namun bagi varian-varian media cetak, yang dimaksud
dengan real-time terdiri dari beberapa konsep hari, minggu atau
bulan, seperti terbitan harian, terbitan mingguan atau terbitan
beberapa mingguan, atau bulanan. Walaupun media cetak memiliki
konsep real-time yang sifatnya tertunda, namun konsep aktualitas menjadi
pertimbangan utama sehingga pembaca merasa tepat waktu memperoleh
berita tersebut.

Selain media elektronik dan media cetak, sebaran konstruksi


juga dapat menggunakan varian media lain, seperti Media Luar
Ruang, Media Langsung, dan Media Lainnya.
Pada umumnya, sebaran konstruksi sosial media massa meng-
gunakan model satu arah, di mana media menyodorkan informasi
sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain kecuali
mengonsumsi informasi itu. Model satu arah ini terutama terjadi
pada media cetak. Sedangkan media elektronik khususnya radio,
bisa dilakukan dua arah, walaupun agenda setting konstruksi masih
didominasi oleh media.

Pilihan-pilihan wilayah sebaran adalah strategi lain dalam


sebaran konstruksi media berdasarkan pada segmentasi. Jadi,
informasi tentang profil olahragawan tinju yang akan bertanding
minggu ini adalah milik segmentasi yang berbeda dengan informasi
informasi tentang kosmetika. Pilihan-pilihan sumber informasi juga
dapat dipilih berdasarkan pemetaan kekuasaan sosial sumber
informasi itu di masyarakatnya. Jadi, pilihan Gus Dur sebagai
sumber informasi konflik di tubuh PKB adalah berdasarkan pemetaan
kekuasaan sosial Gus Dur di PKB. Pilihan Menteri Pendidikan sebagai sumber
informasi kenaikan gaji guru adalah berdasarkan wilayah kekuasaan Menteri
Pendidikan dalam mengatur atur kesejahteraan guru, dan sebagainya.

Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah


semua informasi harus sampai pada pemirsa atau pembaca secepat
nya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang di pandang
penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.
c. Pembentukan Konstruksi Realitas

(1)Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas


Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana pemberitaan
telah sampai pada pembaca dan pemirsanya, yaitu terjadi pem
bentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang ber.
langsung secara generik. Pertama, Konstruksi realitas pembenaran dan
kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, dan ketiga, sebagai
pilihan konsumtif.
Tahap pertama adalah konstruksi pembenaran sebagai suatu
bentuk konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat yang
cenderung membenarkan apa saja yang ada (tersaji) di media massa
sebagai sebuah realitas kebenaran. Dengan kata lain, informasi
media massa sebagai otoritas sikap untuk membenarkan sebuah
kejadian. Ini adalah pembentukan konstruksi tahap pertama.
Tahap kedua adalah kesediaan dikonstruksi oleh media massa,
yaitu sikap generik dari tahap yang pertama. Bahwa pilihan sese-
orang untuk menjadi pembaca dan pemirsa media massa adalah
karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya dikonstruksi
oleh media massa.
Tahap ketiga adalah menjadikan konsumsi media massa sebagai
pilihan konsumtif, di mana seseorang secara lebih tergantung pada media
massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa
dilepaskan. Tanpa hari, tanpa menonton televisi, tanpa hari tanpa
membaca koran, tanpa hari tanpa mendengar radio, dan sebagainya.
Pada tingkat tertentu, seseorang merasa tak mampu beraktivitas apabila
ia belum membaca koran atau menonton televisi
(2) Pembentukan Konstruksi Citra
Pembentukan konstruksi citra adalah bangunan
yang diinginkan oleh tahap konstruksi. Di mana bangunan
konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua
model;(1) model good news dan (2) model bad news .Model good news
adalah pada hari itu. sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi
suatu pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. Pada model ini objek
pemberitaan dikonstruksi sebagai sesuatu yang memiliki citra baik
sehingga terkesan lebih baik dari sesungguhnya kebaikan yang ada pada
objek itu sendiri. Sedangkan model bad news adalah sebuah konstruksi
yang cenderung mengkonstruksi kejelekan atau cenderung memberi citra
buruk pada objek pemberitaan sehingga terkesan lebih jelek, lebih buruk,
lebih jahat dari sesungguhnya sifat jelek, buruk, dan jahat yang ada pada
objek pemberitaan itu sendiri. Setiap pemberitaan (disadari atau tidak oleh
media massa) memiliki tujuan-tujuan tertentu dalam model pencitraan di
atas. Jadi, umpamanya pada kasus pemberitaan kriminal, maka model
bad news menjadi tujuan akhir, di mana terbentuknya citra buruk sebagai
penjahat, koruptor, terdakwa, maupun buronan.
Namun pada kasus penyiaran dan pemberitaan iklan, cen-
derung model good news menjadi pilihan baik media maupun subjek-
objek iklan itu sendiri. Media bersedia menyiarkan iklan dengan
maksud utama mencitrakan kebaikan dari produk yang diiklankan
itu. Begitu juga pihak pemasang iklan bersedia membayar biaya
periklanan cukup mahal dengan maksud untuk mencitrakan suatu
citra yang baik kepada produk yang diiklankan itu. Sebagai ilustrasi
terhadap citra baik, maka penjelasan ini menggunakan iklan televisi
sebagai contoh pembentukan citra oleh media massa.
Proses konstruksi iklan atas realitas sosial dibentuk dalam
tahapan di mana iklan dirancang berdasarkan konsep dan logika
komunikasi, serta pemberian konsep dasar pemasaran dengan me.
merhatikan perilaku sosial masyarakat sebagai wacana kajian
Wacana kajian dimaksud berkembang melalui media interaksi
simbolis dan permainan semiotika' yang dikemas dalam wacana.

kreativitas, seni, sosial dan budaya popular yang spektakuler ,


sehingga menghasilkan sebuah tahap proses dalam koridor realitas
Realitas sosial yang dimaksud adalah sebuah konstruksi pengetahuan
dan/atau wacana dalam dunia kognitif yang hanya hidup dalam pikiran
individu dan simbol-simbol masyarakat Sosiolog sosial.namun sebenarnya
tidak ditemukan dalam dunia nyata, Refleksi realitas itu baru terlihat saat
individu mengidentikkan dirinya dengan lingkungan sosialnya, dalam
bentukbentuk yang lebih konkret terlihat di saat mereka menentukan
pilihan-pilihan mereka terhadap sebuah produk untuk dipakai. Koridor
realitas inilah yang dimaksud dengan realitas yang dicitrakan media,
artinya realitas citra itu hanya ada dalam media.Untuk media massa,
realitas citra media dikonstruksi orang oleh desk dan redaksi, namun
merupakan bagian dari rekonstruksi sosial masyarakatnya. Karena itu,
ketergantungan mereka yang hidupdalam realitas media adalah orang-
orang yang selalu memiliki kesadaran realitas ini, sebagaimana ia
menyadari dirinya sebagai bagian dari realitas itu sendiri.
Dalam kasus iklan televisi, copywriter dan visualiser dalam me-
nyiapkan naskah iklan (sebagaimana telah dijelaskan di depan) juga
mempertimbangkan target image yang ingin dicitrakan. Artinya,
pesan image yang diberikan pada sebuah produk harus memiliki
makna dan makna-makna ini memiliki klasifikasi segmen tertentu.
Dalam iklan televisi, target image merupakan tahapan dalam
konstruksi citra (image) yang telah dibicarakan di atas. Biasanya
copywriter berhenti pada tahapan-tahapan tersebut. Dalam konteks
yang lebih luas, target image menunjukkan eksistensi sebuah naskah
iklan dalam konteks pemasaran, karena itu biasanya amat signifikan
dengan media iklan yang mereka pilih.
Kebanyakan pencipta iklan percaya bahwa target citra ini me
miliki klasifikasi segmen yang dapat dibedakan dan hal ini berkaitan
erat dengan pesan dan konstruksi citra itu sendiri. Karenanya target
disampaikan ini berkaitan erat dengan pertanyaan sampai di mana iklan
itu ingin.
biasanya pesan iklan atau konstruksi iklan memiliki klasifikasi
Tingkatan perlanti , untuk menyampaikan informasi produk ; kedua ,
Relig pembenaran Tindakan ; empat, menyampaikan informasi untuk
menyampaikan informasi dan membangun citra (image); membentuk citra
(image), pembenaran dan persuasi Tindakan .citra (image) dilakukan
melalui tahap-tahap berikut ini
Dalam kenyataannya pada naskah iklan televisi, tahap-tahap #atas
hanya terbagi dalam dua tahap penting, yaitu pertama; tahap
menyampaikan informasi, dan kedua; tahap membangun citra imke),
pembenaran dan persuasi tindakan. Tahap-tahap itu dapat berdiri sendiri
atau merupakan rangkaian dalam satu naskah iklan.
Sebagai contohnya, pada umumnya naskah iklan televisi layanan
masyarakat atau Promo Ad berhenti pada tahap menyampaikan informasi
sedangkan naskah iklan konsumen pada umumnya lebih banyak sampai
pada tahap membangun citra pembenaran, siam persuasi tindakan.
Nakah iklan televisi lebih mudah dirancang untuk mencapai tahap
kedua karena karakter media televisi itu sendiri sangat kurang ekonomis
kalau dirancang tidak sampai tahap tersebut. Karena itu, alasan utama
iklan televisi tidak sampai pada tahap mengkonstruksi citra adalah
sekadar untuk menghindari anggaran iklan yang besar.
d. Tahap Konfirmasi
Konfirmasi adalah tahapan Ketika media massa maupun Pembaca
dan pemirsa memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya
untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi mentasi terhadap
alasan alasannya konstruksi sosial. Sedangkan bagi pemirsa dan
pembaca, tahapan ini juga sebagai bagian untuk Bagi media, tahapan ini
perlu sebagai bagian untuk memberi argitmenjelaskan mengapa ia terlibat
dan bersedia hadir dalam proses
Alasan-alasan yang sering digunakan dalam konfirmasi ini adalah
umpamanya; (a) kehidupan modern menghendaki pribadi yang selalu
berubah dan menjadi bagian dari produksi media massa Pribadi yang jauh
dari media massa akan menjadi pribadi yang selalu kehilangan informasi,
karena itu ia terlambat untuk merebut kesempatan dan terlambat berubah.
(b) Kedekatan dengan media massa adalah life style orang modern, di
mana orang modern menyukai popularitas, terutama sebagai subjek
media massa itu sendiri. (C) Media massa walaupun memiliki kemampuan
mengkonstruksi realitas media berdasarkan subjektivitas media, namun
kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang merupakan sumber
pengetahuan tanpa batas yang sewaktu-waktu dapat di sangat akses.

2. Realitas Media; Realitas yang Dikonstruksi oleh Media Massa


Realitas media adalah realitas yang dikonstruksi oleh media dalam dua
model; Pertama adalah model peta analog dan kedua adalah model refleksi
realitas. Model-model itu dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Model Peta Analog

Yaitu model di mana realitas sosial dikonstruksi oleh media berdasarkan


sebuah model analogi sebagaimana suatu realitas ilu terjadi secara rasional.
Sebuah contoh di bawah ini adalah konstruksi realitas media massa menurut
model ini yang dibangun oleh media masa untuk menganalogkan sebuah
kejadian jatuhnya pesawat terbang Adam Air KI 574 yang melakukan
penerbangan pada tanggal 1 januari 2007 dengan rute Surabaya-manado.

Ketika peristiwa itu terjadi, dan masyarakat menungg berita tentang nasib
penumpang dan pesawat tersebut, maka media memberitakan bahwa pesawat
Adam Air telah ditemukan di daerah pegunungan di Desa Rangoan ,
Kecamatan Matangngu , Kabupaten Polewali Mandar (Polman) Sulawesi Barat
. Menurut berita yang disiarkan oleh media televisi bahwa bangkai pesawat
yang hancur ditemukan warga sekitar dan apparat gabungan pada pukul 09.00
WIT. Pemberitaan ini juga diperkuat dengan siaran wawancara televisi. Jadi
,realitas peta analog adalah suatu konstruksi realitas yang dibangun
berdasarkan konstruksi sosial media massa , seperti wancara televisi
dengansalah satu Direksi Adam Air, bahwa pesawat beberapa saat kemudian
beritaitu dibantah setelah tim SAR tiba dI karena tidak terbukti ada pesawat
yang jatuh
Adam Air KD 574 yang berpenumpang 96 orang dan 6 orang
swak pesawat telah ditemukan jatuh di daerah tersebut di atas
Bahwa temuan lokasi jatuhnya pesawat nahas itu berdasarkan sinyal
satelit Singapura dan laporan warga masyarakat yang mengetahui
peristiwa jatuhnya pesawat. Dari data yang dilaporkan bahwa 93
orang meninggal dunia dan 9 orang belum diketahui nasibnya.
Media massa pun menyampaikan ucapan belasungkawa kepada ke-
luarga yang ditinggalkan dan penumpang yang meninggal, lengkap
dengan menayangkan nama-nama penumpang dan awak pesawat
yang meninggal. Masyarakat dan keluarga menjadi terharu dan
sedih. Maskapai Adam Air kemudian memfasilitasi anggota keluar
ga yang ingin menjemput korban di Makassar, bersamaan dengan
itu tim SAR Nasional pun mengarahkan semua kekuatan menuju
ke daerah jatuhnya pesawat yang diberitakan itu. Berita ini tersebar luasdan
terkonstruksi sebagai sebuah realitas ditemukannya pesawat Adam Air yang
beberapa hari lalu jatult Terkonstruksi pula pengetahuan tentang sebuah
peristiwa kece lakaan pesawat terbang yang sangat mengerikan dan sedang
terjadi. Konstruksi sosial media massa ini bertahan hampir satu hari, sampai
lokasi yang dikatakan sebagai tempat jatuhnya pesawat Adam Air di beriritakan
itu,

Jadi, realitas peta analog adalah suatu konstruksi realitas yang


dibangun berdasarkan konstruksi sosial media massa, seperti
sebuah analogi kejadian yang seharusnya terjadi, bersifat rasional, dan
dramatis. Realitas terkonstruksi itu begitu dahsyat (seperti
yang telah dijelaskan di depan) karena pemberitaan itu lebih cepat
diterima masyarakat luas, lebih luas jangkauan pemberitaannya,
sebaran merata, karena media massa dapat ditangkap oleh
masyarakat luas secara merata dan di mana-mana, membentuk opini
massa, karena merang-sang masyarakat untuk beropini atas
kejadian tersebut, massa cenderung terkonstruksi karena masyarakat
mudah terkonstruksi dengan pemberitaan-pemberitaan yang
sensitif, bahkan opini massa cenderung apriori sehingga mudah
menyalahkan berbagai pihak yang bertanggung jawab atas
musibah tersebut, serta opini massa cenderung sinis, karena peristiwa
bencana ini amat tragis dan sering kali terjadi dalam penerbangan
di Indonesia.

b. Model Refleksi Realitas


Yaitu, model yang merefleksikan suatu kehidupan yang terjadi dengan
merefleksikan suatu kehidupan yang pernah terjadi di dalam masyarakat.
Contohnya adalah sebagaiman cerita-cerita di bawah ini.

Pemandangan seram berkabut putih menyelimuti lereng Pegunungan


Himalaya. Dari jauh, sesekali terdengar suara lengkingan dan raungan hewan
dinosaurus. Tiba-tiba serombongan petualang merunduk menghindari terjangan
burung purba, salah satu jenis dinosaurus yang sangat ganas. Belum lagi
hilang ketakutan ...... tiba-tiba anggota rombongan lainnya berlari berteriak
histeris me meluk pimpinan rombongan karena di hadapannya telah berdiri
seekor dinosaurus jenis Tirex. Dinosaurus ini sangat mengerikan,taring dan gigi
sampingnya terlihat besar dan tajam ketika ia membuka mulutnya. Pimpinan
rombongan dengan cekatan meraih senjata berlaras panjang yang ada di
punggungnya. Tanpa bertanya lagi terdengar suara ......, dor, dor dor. Tiga
tembakan itu tepat mengenai jantung dinosaurus dan membuatnya lunglai, dan
beberapa saat kemudian, ........ boommmm, terdengar suara gemuruh .......,
roboh lah sang Tirex, Cerita dalam alinea ini adalah sepotong kisah
petualangan dalam film Dinosaurus, Jurassic Park yang termasyhur itu.

Pada kisah lain, pengalaman mengerikan dan aneh selalu hadir dalam
mimpi Dr. Aki Ross, ia menyaksikan sebuah planet merah menyala yang diisi
makhluk menyeramkan yang saling membantai. Sebuah pesawat ruang
angkasa yang ia kendarai tanpa bobot, ia menyaksikan reruntuhan kota New
York, monster transparan sampai arwah yang terenggut dari tubuh. Inilah
sebuah potongan cerita sebuah virtual dunia realitas media yang diambil dari
cerita film Final Fantasy: The Spirit Within.' Film yang disutradarai oleh
Hinorabu Sakaguchi itu mengisahkan tentang kehidupan bumi pada tahun
2065. Bumi pada waktu itu adalah sebuah tempat yang paling sesat bagi umat
manusia. Makhluk-makhluk asing ganas yang datang bersama meteor yang
jatuh 34 tahun sebelumnya telah menguasai setiap jengkal daratan. Manusia
terpaksa hidup di kota dengan cahaya pelindung yang digambarkan dalam film
itu sebagai sebuah kehidupan baru manusia. Film Jurassic Park dan Final
Fantasy: The Spirit Within yang dibuat dengan teknologi animasi computer
yang luar biasa kemampuannya sehingga dapat menghadirkan realitas hyper-
reality yang amat sangat realistic.

Kisah-kisah lain dalam film animasi seperi film-film Wold Disney, film-film
kartun Micky Mouse dan sebagainya adalah sebua hasil konstruksi dari
teknologi media yang mampu membangun sebuah realitas kehidupan, seakan-
akan memang benar terjadi. Seakan realitas itu benar ada dalam kehidupan di
sekeliling kita, bahkan seakan kita hidup bersama mereka.

Kedua contoh realitas media yang dikonstruksi melalui konstruksi sosial


media massa tersebut di atas adalah contoh-contoh menarik ketika Elegi
Gutenberg pertama kali menemukan mesin cetak pada tahun 1450 dan muncul
sejumlah surat kabar. Maka melalui tulisan, sesungguhnya pencitraan sudah
dapat dibangun melalui tipografi. Kemudian radio telegraf ditemukan oleh
Markis Guglielmo Marconi dan ia mendirikan perusahaan telegraf tanpa kawat
pada tahun 1897. Dunia secara terbatas mulai mengenal teknologi informasi
jarak jauh. Pada saat itu ketika masyarakat diperkenalkan dengan dunia
pencitraan yang mulai sempurna, kemudian telegraf dikembangkan oleh
Alexander Graham Bell menjadi telepon, maka itu sebuah pertanda pertama
akan lahümya teknologi informasi super cepat yang dinamakan radio oleh
Alexandersom (1914).

Teknologi radio ternyata tak mampu membentuk pencitraan yang lebih


baik seperti yang diharapkan banyak orang, kecuali melebihi kemampuan
pencitraan yang dibangun oleh pegmatii dam telepon. Sehingga kemudian
Famsworth pada tahun 1927 manamkan televisi, mala dunia pencitraan
materiali disempumzikan menjadi benar-benar sempurna. Naman pememm i
fidak bertahan lama, karena akhirnya teknologi digital telepon dapat di gabung
dengan televisi sehingga lahir komputer yang kemudian berkembang amat
sangat cepat. Kini telepon, radio, komputer dan televisi sudah dapat digabung
menjadi satu, memandai menologi yang disebut dengan Internet. Jadi, apa
sebenarnya yang perlu di khawatirkan dan media mana yang harus lebih
unggul, kerema ternyata masing-masing media itu saling mendukung dan
memiliki segmen yang berbeda-beda.

Saat ini perkembangan internet mulai merambah dan menem


patkan posisi yang kuat di deretan media massa yang lebih dahulu
ada. Ketika Internet mulai dikenal masyarakat sekitar sepuluh tahun
ini, sudah dapat diramalkan, media ini akan menjadi sangat populer
di kemudian hari. Hal itu pun terlihat ketika perangkat-perangkat
komputer baik hardware maupun soft terus berkembang, terus
disempurnakan setiap menit di pabrik-pabrik komputer, sejauh itu
pula sambutan masyarakat terhadap media ini amat sangat antusias.
Suatu penclitian yang dilakukan di Amerika, satu di antara
warga Amerika Serikat akan meninggalkan televisi jika mereka di
minta memilih antara Internet dan televisi. Menurut survei yang
diumumkan, Internet memang sudah mengalahkan televisi, "per
sentasenya menurut hasil survei itu, bahkan membesar sekitar 41%
bagi mereka yang menggunakan video dan audio melalui Internet",
ungkap Arbitron, Edison Media Reasearch Internet Study. Karena akses
Internet relatif baru, sangat mengagumkan bahwa satu di antara
úga warga Amerika Serikat dengan akses internet di rumah bersedia
meninggalkan televisi yang sudah lama dan lebih dulu ada, ujar
Bill Rose, wakil presiden dan general manager Arbitron Webcast
Ratings.

Melihat Internet terus berkembang, maka televisi


mengembang-kan teknologinya menjadi televisi interaktif. Di
Amerika, televisi interaktif menjadi media yang sangat menarik.
Beberapa perusahaan seperti TiVo dan Replay menggandeng
Microsoft dan America Online untuk membangun sistem televisi
interaktif, sehingga pe-mirsa televisi di rumah dapat mengirim e-
mail, memesan pizza, me-nyaksikan episode Beverly Hill yang lalu
dan sebagainya, hanya dengan menonton televisi.
D.Realitas Sosial bentukan media massa ;iklan televisi

Ketika kita ingin menggambarkan zaman ini, kata Jacques Eht (1980: 1),
maka gambaran yang terbaik untuk dijelaskan mengenai suatu realitas
masyarakat adalah masyarakat dengan sistem tek-nologi yang baik atau
masyarakat teknologi. Untuk mencapai masyarakat teknologi, maka suatu
masyarakat harus memiliki sistem teknologi yang baik (Goulet, 1977:7).
Dengan demikian, maka fungsi teknologi adalah kunci utama perubahan di
masyarakatTeknologi secara fungsional telah menguasai masyarakat,bahkan
pada fungsi yang substansial, seperti mengatur beberapa sistem norma di
masyarakat, umpamanya sistem lalu lintas di jalan raya, sistem komunikasi,
seni pertunjukan, dan sebagainya. Dalam dunia pertelevisian, sistem teknologi
telah menguasai jalan pikiran masyarakat, televisi menguasai pikiran-pikiran
manusia dengan cara membangun teater dalam pikiran manusia (theater of
mind), sebagaimana gambaran realitas dalam iklan televisi. Suatu contoh,ketika
iklan sampo Clear menggunakan iklan dengan gaya sepertiadegan dalam film
Matrix, di mana seorang pemuda bersampo Clear dapat menghindari tembakan
peluru dengan lekukan tubuh yang fleksibel, maka seluruh adegan dalam iklan
tersebut begitu mengagumkan pemirsa. Begitu pula ketika adegan petualangan
yang menakjubkan dalam iklan rokok Wismilak dan iklan rokok Jarum Super,
ataupun adegan dalam iklan rokok Bentoel Merah, bahkan seperti yang tampak
dalam iklan sampo Sunsilk Extramaild, yang menggambarkan sebuah realitas
di bawah air. Iklan-iklan itu begitu mengagumkan karena selain realistis,
adegan-adegan tersebut mampu membawa pemirsa kepada kesan dunia lain
yang maha dahsyat.

Pada iklan lain, sabun Surf umpamanya, atau sabun Rinse Gambaran
mengenai kemudahan dan kekuatan produk deterjen itu dalam iklan, tidak
selamanya dapat dibuktikan dalam dunia nyata Pengetahuan itu hanyalah
realitas yang dibangun oleh iklan televisi dalam media televisi untuk
menjelaskan betapa hebat sebuah produk sehingga penisa sampai kepada
kesimpulannya mengenai produk tersebut bahwa kali membelian menggunakan
deterjen tersebut akan memudahkan pekerjaan reis iklan televisi merupakan
gambaran terhadap sebuah dunia yang hanya ada dalam televisi. Realitas itu
dibangun berdasarkan pada gambaran realitas seorang copywriter dan
visualiser tentang dunia atau citra produk yang diinginkannya. Ketika televisi
dimatikan penggambaran realitas dalam media itu kemudian hidup dalam
pikiran manusia. Bahkan penggambaran itu mengalami distorsi yang mampu
menciptakan cerita realitas lain yang terus-menerus hidup dalam pikiran
tersebut.

Semua itu, selain kekuatan media mengkonstruksi theater of mind, dalam


dunia periklanan media, copywriter dan visualiser memiliki kemampuan
membangun realitas media tersebut. Keduanya adalah manusia kreatif yang
bekerja setiap hari untuk membangun berbagai realitas berdasarkan dunia apa
yang diinginkannya tentang suatu produk yang akan diiklankan. Sejauh
kemampuan mereka itu, di dalam membangun sebuah realitas, seorang
copywriter dan visualiser juga dipengaruhi oleh klien, lingkungan mereka,
budaya, pandangan terhadap produk, pengetahuan tentang dunia periklanan,
keahlian teknologi, dan lainnya. Penciptaan realitas tersebut menggunakan
satu model produksi yang oleh Baudrillard (Piliang, 1998: 228) disebutnya
dengan simulasi, yaitu penciptaan model-model nyata yang tanpa asal usul
atau realitas awal. Hal ini olehnya disebut (hiper-reality). Melalui model
simulasi, manusia dijebak di dalam satu ruang yang disadarinya sebagai nyata,
meskipun sesungguhnya semu, maya, atau khayalan belaka.

Ruang realitas semu itu merupakan satu ruang antitesis dari representasi,
atau seperti apa yang dikatakan oleh Derrida (1978) antitesis itu dapat disebut
dengan dekonstruksi terhadap representasi realitas itu sendiri (Nugroho, 1998:
123). Menurut Piliang (1998;228) ruang realitas semu itu dapat digambarkan
melalui analogi peta. Bila di dalam suatu ruang nyata, sebuah peta merupakan
representasi dari sebuah teritorial, maka di dalam model simulasi, petalah yang
mendahului teritorial. Realitas (teritorial) sosial, kebudayaan, atau politik, kini
dibangun berdasarkan model-model (peta) fantasi yang ditawarkan televisi,
iklan, bintang-bintang layar perak, sinetron, atau tokoh-tokoh dan tempat-
tempat, seperti Disneyland, Las Vegas, Stadion Wembley, bintang film seperti
Madonna, atau bintang sepak bola Maradona, atau tokoh kartun seperti Mickey
Mouse dan Doraemon yang menjadi model dalam berbagai citra nilai-nilai dan
makna-makna dalam kehidupan sosial, kebudayaan, atau politik.

Realitas yang dibangun oleh copywriter dan visualiser amat bias kepada
lingkungan mereka, termasuk pula simulasi objek realitas) untuk
menggambarkan realitas itu. Suatu contoh umpamanya, iklan si colek Omo,
serial si Putih dan si Merah, munculnya ide realitas itu dari legenda tentang
Bawang Putih yang baik dan Bawah Merah yang jahat. Nah, sabun Omo
meringankan penderitaan si Putih dengan mencuci lebih banyak dan lebih irit.
Simulasi meringankan penderitaan ini sebuah realitas yang realistis saat ini,
karena konsumen lebih suka produk ekonomis, Wacana simulasi adalah ruang
pengetahuan yang dikonstruksikan oleh iklan televisi, di mana manusia
mendiami suatu ruang realitas, di mana perbedaan antara yang nyata dan
fantasi, atau yang benar dengan yang palsu, menjadi sangat tipis. Manusia
hidup dalam dunia maya dan khayal. Televisi dan informasi lebih nyata dari
pengetahuan sejarah dan etika, namun sama-sama membentuk sikap manusia.

Para copywriter iklan televisi, kendati mengetahui tidak ada hubungan


antara iklan dengan keterpengaruhan pemirsa terhadap iklan tertentu, namun
dorongan kapitalisme untuk menjadikan ikan sebagai medium pencitraan
terhadap produk-produk kapitalisme lebih memengaruhi jalan pikiran copywriter
di saat mereka memulai pekerjaan mereka. Para copywriter lebih percaya,
bahwa iklan-iklan yang besar dengan kekuataan pencitraan yang kuat akan
lebih besar kekuatan memengaruhi pemirsa, apalagi kalau pencitraan itu
dilakukan melalui konstruksi realitas sosial, walaupun realitas itu sifatnya semu.
Hal ini adalah sebagian contoh dari upaya teknologi menciptakan theater of
mind dalam dunia kognitif masyarakat.

Pencitraan yang dikonstruksi ini amat penting dalam mengendalikan


kemauan copywriter atau produsen, karena pencitraan dilakukan oleh mereka.
Dan ketika pencitraan itu dimaknakan oleh pemirsa sebagaimana kemauan
copywriter, maka sesungguhnya terjadi kesadaran semu terhadap realitas
semu yang digambarkan dalam iklan sebagai suatu hiper-realitas (pseudo-
realistik).

Umumnya copywriter dan visualiser berharap, bahwa pencitraan


mereka dapat ditangkap sebagaimana yang dimaksud oleh mereka
apa adanya. Namun tidak mustahil, kadang pemirsa memberi pe-
maknaan yang berbeda, sesuai dengan lapisan (layer) pemirsa, jadi
sangat mungkin terjadi pemaknaan citra yang berbeda pula.
Pada kenyataannya tidak semua iklan televisi diciptakan untuk
maksud pencitraan, namun karya iklan televisi dianggap sempurna
apabila sampai pada tahap pembentukan sebuah citra, karena itu
produsen maupun copywriter berupaya agar iklan mereka sampai
pada pencitraan produk. Umumnya pencitraan dalam iklan televisi
disesuaikan dengan kedekatan jenis objek iklan yang diiklankan,
walaupun tidak jarang pencitraan dilakukan secara ganda, artinya
iklan menggunakan beberapa pencitraan terhadap satu objek iklan.

Pada beberapa iklan yang menonjol dalam pencitraan, diperoleh


beberapa kategorisasi penggunaan pencitraan dalam iklan televisi,
sebagai berikut:

Periana, Citra Perempuan. Seperti yang dijelaskan oleh Tomagola 1998:


333-334), citra perempuan ini tergambarkan sebagai citra pigum, citra pilar,
citra pinggan, dan citra pergaulan. Walaupun citra semacam ini ditemukan
dalam iklan-iklan media cetak. Namun citra perempuan yang dijelaskan oleh
Tomagola ini juga terdapat pada iklan televisi.

Dalam banyak iklan terjadi penekanan terhadap pentingnya perempuan


untuk selalu tampil memikat dengan mempertegas sifat kewanitaannya secara
biologis, seperti memiliki waktu menstruasi iklan-iklan pembalut wanita),
memiliki rambut hitam dan Panjang fumumnya iklan shampo), dan lainnya,
Pencitraan perempuan dengan citra pigura semacam ini ditekankan lagi
dengan menebar tural anomy bahwa umur perempuan, ketuaan perempuan
Seagai momok yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan peremitraan
perempuan,

Citra pilar dalam pencitraan perempuan, ketika perempuan digambarkan


sebagai tulang punggung utama keluarga. Perempuan sederajad dengan laki-
laki, namun karena fitrahnya berbeda dengan laki-laki, maka perempuan
digambarkan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap rumah tangga.
Secara lebih luas, perempuan memiliki tanggung jawab terhadap persoalan
domestik. Ruang domestik perempuan digambarkan dengan tiga hal utama: (1)
'keapikan' fisik dari rumah suaminya (iklan Super Pell); (2) pengelola sumber
daya rumah tangga, sebagai istri dan ibu yang baik dan bijaksana (iklan
Pepsodent dan iklan susu Dancow); dan (3) ibu sebagai guru dan sumber
legitimasi bagi anak-anaknya (iklan Dancow Madu) Perempuan dalam iklan
televisi juga digambarkan memiliki citra pinggan, yaitu perempuan tidak bisa
melepaskan diri dari dapur karena dapur adalah dunia perempuan (iklan
Indomie, iklan Salam Mie). Terakhir pencitraan perempuan dengan memberi
kesan bahwa perempuan memiliki citra pergaulan. Citra ini ditandai dengan
pergulatan perempuan untuk masuk ke dalam kelas-kelas tertentu yang lebih
tinggi di masyarakatnya, perempuan dilambangkan sebagai makhluk yang
anggun, menawan (iklan Sabun Lux, dan iklan sabun Giv)

Pencitraan perempuan seperti di atas tidak sekadar dilihat sebagai objek,


namun juga dilihat sebagai subjek pergulatan perempuan dalam menempatkan
dirinya dalam realitas sosial walaupun tidak jarang perempuan lupa bahwa
mereka telah masuk dalam dunia hiper-realitik (pseudo-reality), yaitu sebuah
dunia yang hanya ada dalam media yaitu dunia realitas yang dikonstruksi oleh
media iklan televisi. Kedua, Citra Maskulin. Iklan juga mempertontonkan
kejantanan otot laki-laki, ketangkasan, keperkasaan keberanian menantang
bahaya keuletan, keteguhan hati, bagian-bagian tertentu dari kekuatan daya
tarik laki-laki sebagai bagian dari citra maskulin. Pencitraan Maskulin
digambarkan sebagai kekuatan otot lelaki yang menjadi dambaan wanita (iklan
Extra Joss), atau dicitakan sebagai makhluk yang tangkas, berani menantang
maut (iklan shampo Clear iklan rokok Wismilak dan iklan rokok Djarum Supe)
Mereka adalah lelaki berwibawa, macho, dan sensitif (iklan rokok Marlboro,
iklan rokok Bentoel Merah).

Citra maskulin adalah stereotip laki-laki dalam realitas sosial nyata. Untuk
menggambarkan realitas tersebut, maka iklan mereproduksinya ke dalam
realitas media, tanpa memandang bahwa yang digambarkan itu sesuatu yang
real atau sekadar mereproduksi realitas itu dalam realitas media yang penuh
dengan kepalsuan.

Ketiga, Citra Kemewahan dan Eksklusif. Kemewahan dan eksklusif adalah


realitas yang diidamkan oleh banyak orang dalam kehidupan masyarakat.
Banyak orang bekerja keras, berjuang hidup untuk memperoleh realitas
kemewahan dan eksklusif, karena itu iklan televisi mereproduksi realitas ini ke
dalam realitas iklan dengan maksud memberi simbol-simbol kemewahan ke
dalam objek iklan televisi. Karena di saat pemirsa merefleksikan kemewahan ke
dalam pilihan-pilihan mereka, maka secara tidak disadari, citra iklan telah
memindahkan simbol-simbol itu ke dalam pilihan-pilihan mereka. Realitas
semacam ini paling tidak dapat dilihat pada berbagai iklan mobil (Toyota, BMW,
Opel Blazer, Honda) atau berbagai iklan properti.

Keempat, Citra Kelas Sosial. Individu juga mendambakan hidup dalam


kelas sosial yang lebih baik, kelas yang dihormati banyak orang. Dalam
realitas sosial nyata, selain kemewahan, rasa ingin masuk ke dalam kelas
sosial yang lebih baik, merupakan realitas yang didambakan banyak orang.
Individu remaja dan perempuan, lebih menyukai pencitraan ini. Dalam
pencitraan kelas sosial dalam iklan televisi, kehidupan kelas sosial atas
menjadi acuan dan digambarkan sebagai kehidupan yang bergengsi, modern,
identic dengan kehidupan diskotik, pesta pora dan penuh dengan hiruk pikuk
musik (iklan Rokok Pall Mall), atau kelompok masyarakat yang dekat dengan
supermarket, belanja di Mall dan makan di McDonald's (iklan McDonald's).
Kelima, Citra Kenikmatan. Kenikmatan adalah bagian terbesar dari dunia
kemewahan dan kelas sosial yang tinggi, karena itu kenikmatan adalah simbol
sosial yang tinggi. Dalam iklan televisi, kenikmatan dapat memindahkan
seseorang dari kelas sosial tertentu ke kelas sosial yang ada di atasnya. Lihat
saja iklan rokok Longbeach (beberapa waktu lalu), seorang tukang potong
rumput dapat melihat dirinya sebagai seorang yang sedang berlibur di pantai
dengan bermain ski air, sebuah aktivitas yang umumnya dilakukan oleh orang
yang berduit.

Kenikmatan dalam realitas kehidupan sosial sehari-hari adalah


bagian kehidupan yang amat didambakan banyak orang, tanpa
memandang kelas sosial mereka. Dalam iklan televisi kenikmatan
adalah realitas yang menembus jarak sosial. Namun di saat kenik-
matan itu dapat memindahkan seseorang dari kelas sosial tertentu
ke kelas sosial di atasnya, maka hal itu adalah sebuah hiper-realitik
(prsendo reality) yang diciptakan untuk tujuan pecitraan terhadap produk yang
diiklankan

Keenam, Citra Manfaat. Umumnya orang mempertimbangkan faktor


manfaat sebagai hal utama dalam sikap memilih, karena itu manfaat
menjadi 'nilai' dalam keputusan seseorang. Umpamanya untuk
memperkuat keputusan pembelian, maka perlu memasukkan citra
manfaat dalam sebuah iklan, seperti iklan TV Media, iklan Antangin
JRG, dan iklan Susu Andec. Citra manfaat ini penting untuk masuk-
an terhadap keputusan membeli atau tidak sebuah produk. Namun
citra manfaat juga dapat memberi penilaian yang lebih positif
terhadap suatu produk sehingga dapat menciptakan kebutuhan
orang terhadap objek iklan, padahal sebelumnya ia tidak membutuhkan objek
iklan tersebut, Penciptaan kebutuhan ini penting dalam iklan, karena kebutuhan
adalah awal tindakan seseorang untuk membuat keputusan pembelian, dan
keputusan pembelian dimulai dari pengetahuan seseorang tentang produk yang
di ketahuinya. Tujuh, Citra Persahabatan. Iklan televisi juga melakukan
pencitraan terhadap persahabatan sebagaimana yang tergambarkan pada iklan
AXE Alaska, iklan bedak Harum Sari, dan iklan Rexona). Citra persahabatan
ditampilkan pada sebuah iklan, sebagai jalan keluar terhadap banyaknya
problem rendah diri yang terjadi di kalangan remaja (umumnya remaja
perempuan), terutama yang bersumber dari diri remaja itu sendiri. Di sisi lain
dorongan ingin memperbanyak persahabatan selalu terhalang oleh persoalan
'intern' remaja dan perempuan. Jadi, citra persahabatan dalam iklan menjadi
amat strategis untuk solusi pemirsa.

Kedelapan, Citra Seksisme dan Seksualitas. Kata 'pas susunya' (iklan


kopi Torabika), atau kata-kata; 'Puuaaaaas Rasanya... mau lagi? ehe, ehe'
(iklan JRG Sidomuncul), atau juga kata-kata "Ta'uuu... (iklan
Obat Kuat Macho), atau mungkin kata-kata; 'dingin-dingin empuk
(iklan permen Pindi Mint), dan perempuan yang menabrak tiang
listrik (iklan pasta gigi Close-Up). Semua iklan yang disebutkan ini
memberi kesan yang jelas-jelas mempertontonkan kecenderungan
seksisme di masyarakat. Bahkan seksisme yang dipertunjukkan itu, kearah
anggapan yang merendahkan wanita.

Dalam realitas sosial sehari-hari, seksisme dan seksualitas, me-


rupakan hal yang amat menarik dibicarakan, karena hal ini menjadi
bagian kehidupan individu yang disembunyikan atau bahkan tabu
diungkapkan, namun menjadi bagian yang dominan dalam ke-
hidupan 'panggung belakang' individu. Dalam banyak tradisi
masyarakat persoalan seksualitas tabu untuk ditampilkan dalam
'panggung depan' atau ruang publik. Kondisi ini menjadikan
seksisme dan seksualitas menarik tampil 'sedikit-sedikit ke ruang
publik.

Ketika iklan televisi berani muncul dengan citra seksualitas,


maka ia menjadi daya tarik yang luar biasa, karena selain 'berani' menembus
tradisi, citra seksualitas dalam ruang publik dianggap
sebagai 'hiburan' yang menyegarkan. Selain itu, dianggap pula citra
ini dapat menggugah kembali pengalaman pribadi pemirsa yang
indah di waktu yang lampau atau menyiapkan menghadapi pengalaman akan
datang yang didambakan.

Dalam hal pencitraan iklan televisi, pada umumnya sebuah


iklan jarang tampil dengan citra tunggal, terbanyak iklan televisi
tampil dengan citra ganda. Maksudnya, iklan televisi melakukan
pencitraan ganda pada produk, seperti selain mengkonstruksi citra
kelas sosial, iklan itu juga mengkonstruksi citra kemewahan.
Contohnya iklan mobil BMW. Pada iklan itu ada citra kelas sosial
dan citra kemewahan. Kedua citra itu terlihat pada upaya copywriter
dan visualiser mengangkat realitas kelas sosial dan kemewahan, di
mana cerita animasi dan pesan verbal iklan tersebut yang menam-
pakkan kondisi mobil yang berkelas dan mewah, penuh daya tarik
modern. Sehingga menimbulkan kesan, bahwa kemewahan itu
hanya dapat dimiliki oleh individu dari kelas sosial atas.

Tanpa disadari citra dalam iklan televisi telah menjadi bagian


dari kesadaran palsu yang sengaja dikonstruksi oleh copywriter dan
visualiser untuk memberi kesan yang kuat terhadap produk yang
diiklankan. Namun tanpa disadari, mereka telah membawa pemirsa
ke dalam dunia yang semakin tidak jelas. Menurut Yong-Sang, para
copywriter dan visualiser sering secara sengaja menciptakan gambaran
yang palsu (pseudo-reality) dalam iklan. Iklan-iklan berisikan
manipulasi fotografi, pencahayaan, dan taktik-taktik rekayasa lain
yang memunculkan suatu pengalaman yang seolah-olah dialami
sendiri atau yang disebut dengan a vicorius experience (Suharko,
Ibrahim, 1998: 325).

Sengaja ataupun tidak, citra dalam iklan televisi telah menjadi


bagian terpenting dari sebuah iklan televisi itu. Citra ini pula adalah
bagian penting yang dikonstruksi oleh iklan televisi. Namun sejauh
mana konstruksi itu berhasil, amat bergantung pada banyak faktor,
terutama adalah faktor konstruksi sosial itu sendiri, yaitu bagaimana
upaya seorang copywriter mengkonstruksi kesadaran individu serta membentuk
pengetahuan tentang realitas baru dan membawanya
ke dalam dunia hiper-realitas, sedangkan pemirsa tetap merasakan
bahwa realitas itu dialami dalam dunia rasionalnya.

E. BAHASA SEBAGAI REALITAS SOSIAL IKLAN

Ferdinan de Sausure menunjukkan hakikat bahasa adalah


sistem tanda. Sistem ini terdiri dari penanda (bunyi yang kita dengar,
tuturkan atau huruf-huruf yang kita baca dan tulis serta tertanda
atau makna (Fridolin, 1993; 28, Sudjiman dan Zoest, 1992:9). Tidak
ada kaitan langsung, ataupun hukum alam yang mengatur hubung-
an antara sistem tanda ini (bahasa) dengan realitas konkret objektif
(acuan). Jadi, misalnya tidak ada kaitannya mengapa 'pria' disebut
'pria' atau 'lelaki', 'man', 'lanang'atau 'bajingan'. Hubungan itu ber-
sifat sewenang-wenang atau konvensional. Makna tidak dibentuk
atau ditentukan oleh hakikat benda yang diacu, tetapi oleh perbeda-
an di antara satuan penanda atau tertanda dengan sesamanya

Sistem tanda bahasa ini digunakan secara maksimal dalam iklan


televisi. Iklan televisi yang umumnya berdurasi dalam ukuran detik
memanfaatkan sistem tanda untuk memperjelas makna citra yang
dikonstruksikan. Sehingga apa yang ada dalam berbagai makna
iklan sesungguhnya adalah realitas bahasa itu sendiri. Vestergaard
dan Schroder menjelaskan, dalam bahasa komunikasi ada pesan
verbal dan pesan visual. Pesan verbal berhubungan dengan situasi
saat berkomunikasi dan situasi ini ditentukan oleh konteks sosial
kedua pihak (addresser dan addressee) yang melakukan komunikasi.
Sedangkan dalam pesan visual hubungan kedua belah pihak
sepenuhnya tidak ditentukan situasi, namun bagaimana addressee
menafsirkan teks dan gambar. Dalam komunikasi verbal, interaksi
simbolis selalu menggunakan ikon indeks, dan simbol (Vestergaard
dan Schroder, 1985: 14, 16, 36).

Iklan televisi menggunakan kedua pesan (verbal dan visual)


ini untuk mengkonstruksi makna dan pencitraannya. Sehingga
ketika di televisi hadir iklan layanan masyarakat dengan mengguna
kan kata-kata: 'Inga-inga', sebenarnya tidak sekadar kata-kata itu
yang menjadi kekuatan konstruksi, walaupun di akhir kata-kata itu
ada kata 'ting' sebagai faktor yang memperkuat ingatan pemirsa kata-kata
tersebut, namun sebenarnya kata-kata 'Inga-
mga itu telah diperkuat oleh visualisasi orang yang menyebut
kata-kata 'Inga-inga' itu dengan perilaku yang lucu dan
menggelikan Ketika di waktu lain, iklan tersebut muncul di media
radio, maka kekuatan bahasa visual tetap saja muncul dalam
ingatan pendengar yang pernah menonton iklan tersebut di
televisi, inilah sebuah realitas bahasa dalam iklan televisi.

Realitas bahasa dalam iklan televisi juga bisa dalam bentuk


lain. Ketika iklan rokok Marlboro menggunakan gambar hutan
Sherwood dan alam pedesaan serta kehidupan Cowboy dengan
penonjolan laki-laki Cowboy yang macho sebagai latar iklan,
kemudian muncul suara 'Come to Marlboro Country', maka telah
terjadi penggunaan bahasa secara total. Ikon budaya modern telah
tergambarkan dalam pe-nampilan iklan tersebut dengan
menggunakan tanda budaya Barat sebagai basis budaya modern.
Kedekatan eksistensi budaya modern dengan selera modern
merupakan indeks budaya yang juga ikut dipertunjukkan dalam
iklan tersebut. Semua itu (kemodernan) adalah simbol-simbol lelaki
muda, berwibawa, dan macho. Visuali-sasi iklan tersebut diperkuat
dengan pesan verbal; inilah 'kepribadian Marlboro'.

Tembentukan realitas bahasa ini tidak terlepas dari peran


pemirsa yamg secara dialektika berhubungan dengan lingkungan-
a. Dengan kata lain, telah terjadi internalisasi atas realitas sosial
sesungguhnya. Dalam hubungannya dengan hal ini, Herbert Mead
mengatakan, self (diri) menjalani internalisasi atau interpretasi atas
realitas struktur yang lebih luas. Selfbenar-benar merupakan inter-
malisasi seseorang atas apa yang telah digeneralisir orang lain, atau
kebiasaan-kebiasaan sosial komunitas yang lebih luas. Ia merupakan
produk dialektika antara saya' atau impulsif dari diri', dan 'aku",
atau sisi sosial manusia. Karena itu, setiap diri seseorang terdiri
dari biologis dan psikologis 'saya', dan sosiologis 'aku' (Paloma,
1992: 260). Sebagaimana dikemukakan dalam konsep Totemisme
(Hned, 1994: 122), suatu masyarakat dapat mengidentifikasikan diri
mereka dengan benda (totem) dan benda itu akhirnya menjadi
rujukannya.

Hoed (1994: 128) mengatakan, proses identifikasi diri melalui


signifikasi, mampu membawa seseorang pada nilai kebendaan (totem) tertentu.
Contoh, Barthes (Hoed, 1994; 128) mengatakan,
'anggur' sebagai totem ke-Perancis-an. Begitu pula merek-merek
Bally, Mercedes-Benz, BMW, McDonald's dan semacamnya,
merupakan totem kelas sosial atas.

Di dalam masyarakat, suatu kelas sosial dapat diidentifikasikan


sebagai tanda kebendaan kelas sosial tertentu, yang oleh Saussure
(Sudjiman dan Zoes, 1992: 3) dikatakan, setiap tanda selalu diikuti
dengan maksud tertentu yang digunakan dengan sadar oleh ke-
lompok yang menggunakan tanda-tanda itu, dan makna tanda-
tanda itu ditangkap secara sadar oleh kelompok yang menerima
pesan makna itu. Sebaliknya, tanda-tanda itu tanpa disadari juga
ditangkap oleh penerima pesan lainnya dengan makna yang
berbeda dengan kelompok yang mengirimkan pesan tadi. Sehubungan
dengan itu, tanda pengganti 'objek' secara signifikan tidak mesti
ada atau benar-benar ada di suatu tempat pada saat tanda meng
gantikannya (Malik dan Ibrahim, 1997: 180-181).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan penciptaan


realitas dilakukan dengan menggunakan bahasa (verbal maupun
visual) atau tanda bahasa (simbol). Ketika akan menciptakan realitas
benda (barang), maka bahasa dapat digunakan untuk penggambar
an' realitas itu, namun di saat akan menciptakan citra realitas
terhadap suatu benda, maka bahasa saja tidak cukup untuk tujuan
tersebut, sehingga digunakan tanda bahasa sebagai alat peng-
gambaran citra tersebut.

Sebagai bagian dari dunia komunikasi, maka iklan mengguna


kan bahasa sebagai alat utama untuk melakukan penggambaran
tentang sebuah realitas. Demikian pentingnya bahasa sebagai alat
iklan, maka di dalam iklan bahasa digunakan untuk semua ke-
pentingan iklan, termasuk apa yang dikatakan oleh Umberto Eco
dengan kebohongan atau teori dusta itu.

Bahasa juga dipahami sebagai wacana di mana iklan dilihat


sebagai seni. Artinya, iklan merupakan seni bagaimana orang meng
gunakan bahasa untuk menawarkan sesuatu. Karena itu, ada dua
unsur penting iklan; pertama, iklan itu berbisnis dan kedua, iklan itu
seni. Sebagai alat bisnis, maka iklan menjual sesuatu dan sebagal
seni, maka iklan itu sebuah karya kreativitas yang menjadi cermin

suatu masyarakat di mana iklan itu berada. Bagi iklan yang me-
nonjolkan seni, akan sangat bermanfaat bagi nuansa pengembangan
seni masyarakat dan bagus bagi kesetaraan gender.
Jadi, di dalam iklan, bahasa digunakan dengan dua tujuan,
pertama, sebagai media komunikasi dan kedua, bahasa digunakan
untuk menciptakan sebuah realitas. Sebagai media komunikasi,
maka iklan bersifat informatif sedangkan sebagai wacana penciptaan
realitas, maka iklan adalah sebuah seni di mana orang menggunakan
bahasa untuk menciptakan dunia yang diinginkannya, termasuk
menciptakan wacana itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai