Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia yang merupakan aktor kreatif dari realitas sosial, sangat berperan
penuh dalam proses didalamnya. Tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan
norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya, yang kesemuanya
itu sebenarnya adalah tercakup dalam fakta sosial yaitu tindakan yang
menggambarkan struktur dan pranata sosial.
Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak diluar
batas kontrol struktur dan pranata sosial dari mana individu itu berasal. Manusia
juga secara aktif dan kreatif mengembangkan dirinya melalui respon-respon
terhadap stimulus dalam dinia pengetahuan. Karena itu, dalam proses sosial,
individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas
didalam dunia sosialnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan realitas sosial?
2. Mengapa konstruksi sosial dikatakan sebagai ilmu dan filsafat?
3. Tahap-tahap apa saja yang dilalui dalam proses melahirkan konstruksi sosial
media massa?
4. Mengapa realitas sosial dikatakan sebagai bentukan dari media massa?
5. Apakah bahasa merupakan realitas sosial iklan?
6. Nilai-nilai apa yang muncul akibat acuan konstruksi sosial media massa?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Konstruksi Sosial


Pada kenyataanya konstruksi sosial atas realitas berlangsung lamban,
membutuhkan waktu lama, bersifat spesial, dan berlangsung secara hierarki-
vertikal, diamana konstruksi sosial berlangsung dari pimpinan kepada
bawahannya, pimpinan kepada massanya, kyai epada santrinya, guru kepada
muridnya, orang tua kepada anak-anaknya, dan sebagainya.
Ketika masyarakat semakin modern, teori dan pendekatan konstruksi
sosial atas realitas Peter L. Berger dan Lukcmann ini memiliki kekurangan atau
tak mampu menjawab perubahan zaman, karena masyarakat transisi modern di
Amerika telah ahbis dan berubah menjadi masyarakat moden dan postmodern,
dengan demikian hubungan-hubungan sosial antara individu dengan
kelompoknya, pimpinan dengan kelompoknya, orang tua dengan anggota
keluarganya menjadi sekunder-rasional. Hubungan-hubungan sosial primer dan
semi sekunder hampir tak ada lagi dalam kehidupan masyarakat modern dan
postmodern. Dengan demikian, teori dan pendekatan kontruksi sosial atas
realitas Peter L. Berger dan Lukcmann menjadi tidak bermakna lagi. Susbtansi
teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas dari Berger dan Luckmann
adalah pada proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam
kehidupan sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semi sekunder. Basis
sosial teori dan pendekatan ini adalah transisi-modern di Amerika pada sekitar
tahun 1960-an, dimana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang
menarik untuk dibicarakan. Dengan demikian Berger dan Luckmann tidak
memasukan media massa sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh
dalam konstruksi sosial atas realitas1
Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan
Luckman telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media massa

1
Bungin, Burhan, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm187

2
menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subyektivasi, dan
internalisasi inilah yang kemudian dikenal sebagai “konstruksi sosial media
massa”. Substansi dari konstruksi sosial media massa ini adalah pada sirkulasi
informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan
sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga
membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung
sinis.

B. Realitas Sosial Media


Segala sesuatu pasti akan menghampiri masa transisi ( perubahan ),
sedangkan yang tidak akan berubah adalah perubahan itu sendiri. itulah
peribahasa klasik yang tetap relevan hingga masa dewasa saat ini. Tak terkecuali
dengan disiplin sosiologi yang tetap meneruskan keeksistensiannya dalam
pelbagai perubahan. Dan semua perubahan yang dialami oleh ilmu sosiologi itu
sendiri, didasari oleh tuntutan zaman yang semakin menunjukan taringnya dalam
menentukan integritas sebuah literatur sosial. Kecerdasan ideologi manusia
modern saat ini pun yang menjadi motivasi primer dalam pengembangan
kekompleksitasan institusi sosial.2
Realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi
sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya. George Simmel mengatakan bahwa
realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di luar individu, yang menurut kita realitas
itu “ada” dalam diri sendiri dan hukum yang menguasainya. Sementara itu, Max
Weber berpendapat bahwa realitas sosial sebagai perilaku sosial yang memiliki
makna subjektif, karena itu perilaku memiliki tujuan dan motivasi. Realitas
sosial adalah penungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh
sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian
secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan
pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.Saat ini,
berdasarkan realitas yang ada, sudah jelas bahwa kita berada pada gelombang
ketiga, dimana kita hidup di zaman yang ditopang oleh kemajuan teknologi

2
Ibid, hlm 191

3
informasi yang memicu terjadinya ledakan informasi. Ledakan informasi yang
terjadi membawa berubahan besar dalam kehidupan umat manusia. Kita telah
mengalami masa peralih dari masyarakat industri menjadi masyarakat
informasi Jacques Ellul (1980:1), menggambarkan realitas masyarakat adalah
masyarakat dengan sistem teknologi, yang baik atau masyarakat teknologi,
sedangkan menurut Goulet (1977:7), untuk mencapai masyarakat teknologi yang
baik, maka suatu masyarakat harus memiliki sistem teknologi yang baik. Maka
dari itu, fungsi teknologi adalah sebagai kunci utama perubahan di masyarakat.
Dalam dunia pertelevisian, sistem teknologi telah menguasai jalan pikiran
masyarakat. Televisi menguasai pikiran manusia dengan mengkonstruksi theater
of mind (teater dalam pikiran manusia) melalui gambaran realitas pada iklan-iklan
di televisi. Selain memiliki kemampuan untuk membangun theater of mind, media
juga memiliki copywriter dan visualiser yang memiliki kemampuan untuk
membangun realitas media tersebut. Dua pekerja tersebut membangun realitas
berdasarkan apa yang diinginkannya tentang suatu produk atau jasa yang akan
diiklankan. Padahal, seorang copywriter dan visualiser pun dipengaruhi oleh
klien, budaya, pengetahuan umum, dan berbagai aspek lainnya. Baudrillard
(Pilliang, 1998:228).

C. Tahap Konstruksi Media Massa (proses munculnya)


Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas redaksi
media massa, tugas itu didstribusikan pada desk editor yang ada disetiap media
massa. Setiap media massa memiliki desk yang brbeda-beda sesuai dengan
kebutuhan dan visi suatu media. Isu-isu penting setiap hari menjadi fokus media
massa, terutama yang berhubungan dengn tiga hal, yaitu kedudukan, harta, dan
perempuan.3
Dari konten konstruksi sosial media massa, proses kelahiran konstruksi
sosial media massa melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap menyiapkan materi konstruksi

3
Ibid, 202

4
Ada tiga hal penting dalam tahap atau proses persiapan materi konstruksi,
yaitu:
a) Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana
diketahui, saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak
dimiliki oleh kapitalis. Dalam arti, media massa digunakan oleh
kekuatan-kekuatan kapital untuk menjadikan media massa sebagai
mesin penciptaan uang dan penggandaan modal. Semua elemen media
massa, termasuk orang-orang media massa berpikir untuk melayani
kapitalisnya, ideologi mereka adalah membuat media massa laku di
masyarakat.
b) Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakan ini
adalah empati, simpati, dan berbagai partisipasi kepada masyarakat,
namun ujung-ujungnya adalah untuk “menjual berita” dan menaikkan
rating untuk kepentingan kapitalis.
Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan
kepada kepentingan umum dalam arti sesungguhnya sebenarnya adalah
visi setiap media massa, namun, akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah
menunjukkan jati dirinya, walaupun slogan-slogan tentang visi ini tetap
terdengar.

2. Tahap sebaran konstruksi


Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa.
Konsep konkret strategi sebaran media massa masing-masing berbeda,
namun prinsip utamanya adalah real-time. Media elektronik memiliki
konsep real-time yang berbeda dengan media cetak. Karena sifatnya yang
langsung (live), maka yang dimaksud dengan real-time oleh media
elektronik adalah seketika disiarkan, seketika itu juga pemberitaan sampai
ke pemirsa atau pendengar. Namun bagi varian-varian media cetak, yang
dimaksud dengan real-time terdiri dari beberapa konsep hari, minggu, atau
bulan, seperti harian, mingguan, dan bulanan. Walaupun media cetak
memiliki konsep real-time yang tertunda, namun konsep aktualitas menjadi

5
pertimbangan utama sehingga pembaca merasa tepat waktu memperoleh
berita tersebut.
3. Tahap pembentukan konstruksi
a. Tahap pembentukan konstruksi realitas
Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana pemberitaan telah
sampai pada pembaca dan pemirsanya, yaitu terjadi pembentukan konstruksi
di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung. Pertama, konstruksi
realitas pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang
terbentuk di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada
(tersaji) di media massa sebagai suatu realitas kebenaran.
Kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari
tahap pertama. Bahwa pilihan orang untuk menjadi pembaca dan pemirsa
media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya
dikonstruksi oleh media massa. Ketiga, menjadikan konsumsi media massa
sebagai pilihan konsumtif, di mana seseorang secara habit tergantung pada
media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa
dilepaskan.
b. Tahap pembentukan konstruksi citra
Konstruksi citra yang dimaksud bisa berupa bagaimana konstruksi
citra pada sebuah pemberitaan ataupun bagaimana konstruksi citra pada
sebuah iklan. Konstruksi citra pada sebuah pemberitaan biasanya disiapkan
oleh orang-orang yang bertugas di dalam redaksi media massa, mulai dari
wartawan, editor, dan pimpinan redaksi. Sedangkan konstruksi citra pada
sebuah iklan biasanya disiapkan oleh para pembuat iklan, misalnya
copywriter. Pembentukan konstruksi citra ialah bangunan yang diinginkan
oleh tahap-tahap konstruksi. Di mana bangunan konstruksi citra yang
dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model, yakni model
good news dan model bad news. Model good news adalah sebuah
konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai
pemberitaan yang baik. Sedangkan model bad news adalah sebuah

6
konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan atau memberi citra
buruk pada objek pemberitaan.
c. Tahap konfirmasi
Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca dan
pemirsa memberi argumentasi dan akunbilitas terhadap pilihannya untuk
terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu
sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap alasan-alasannya
konstruksi sosial. Sedangkan bagi pemirsa dan pembaca, tahapan ini juga
sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir
dalam proses konstruksi sosial.
Contohnya ialah iklan pada televisi. Tahap konstruksi iklan atas
realitas sosial adalah proses komunikasi antara pencipta iklan dengan
pemirsa televisi, dimana proses ini, iklan televisi mengkonstruksi image
pemirsa terhadap suatu produk. 4
Iklan televisi merupakan iklan yang paling enak ditonton, karena
pesan-pesannya menjadi hidup, dan realistis dalam artian karena
menyerupai film. Ditambah dengan media televisi yang notabene
merupakan media paling kuat untuk mempengaruhi orang lain. Sebuah
perusahaan memilih televisi sebagai medium iklan juga tak lepas dari
konstruksi sosial sebelumnya, bahwa iklan harus memilih saluran yang
tepat dan memiliki kemampuan konstruksi yang kuat. 5
Menjelaskan proses konstruksi iklan atas realitas sosial dalam iklan
televisi dimulai dari menjelaskan bagian-bagian fenomena iklan televisi,
seperti: tahap-tahap iklan televisi, agen dan biro iklan, kepentingan di
balik penayangan iklan televisi dan resource (ruang sosial) yang
melahirkan iklan televisi.
Iklan televisi lahir dari proses panjang penggarapan sebuah iklan.
Banyak kalngan tidak mengetahui kalau iklan televisi yang umumnya
berdurasi hanya beberapa detik itu, membutuhkan proses kerja yang sangat

4
Bungin Burhan, konstruksi sosial media massa (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 135
5
Bungin Burhan, konstruksi sosial media massa (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 132

7
rumit dan panjang. Untuk memahami tahapan konstruksi sosial iklan
televisi, maka harus diketahui lebih dahulu bagaimana ikla televisi tersebut
dibuat, sampai pada situasi iklan siap ditayangkan di televisi.
Secara sederhana, awal kelahiran sebuah iklan dimulai dimulai dari
perusahaan yang ingin mengiklankan produk tertentu, perusahaan ini
kemudian disebut dengan klien. Banyak kalangan dari perusahaan percaya
bahwa iklan adalah cara paling tepat memasarkan hasil produksi
perusahaan, karena iklan, terutama iklan televisi langsung ditonton oleh
masyarakat luas. Kepercayaan kalangan perusahaan tentang kehebatan
iklan ini mendekati apa yang dikatakan oleh Vestergaard dan Schroder
(1989: 152) dengan „ideologi periklanan‟, bahwa pengetahuan tentang
sebuah produk harus ditransfer ke masyarakat, karena pengetahuan itu
mendorong perilaku pembelian.
Iklan televisi merupakan iklan yang paling enak ditonton, karena
pesan-pesannya menjadi hidup, dan realistis. Pembenaran perusahaan
memilih televisi sebagai medium iklan juga tak lepas dari konstruksi sosial
sebelumnya, bahwa iklan harus memilih saluran yang tepat dan memiliki
kemampuan konstruksi yang kuat.
Disamping keberpihakan banyak perusahaan untuk memilih
televisi sebagai saluran iklan, namun medium ini memiliki banyak
kelemahan. Pertama, televisi terlalu mahal untuk iklan ukuran kecil yang
hanya bisa dilakukan oleh perusahaan kecil. Kedua, televisi memiliki jarak
jangkauan yang terbatas, sehingga iklan televisi juga sifatnya terbatas
hanya pada daerah-daerah jangkauan siaran stasiun tersebut. Ketiga,
umumnya televisi terbatas pada tempat dimana televisi ada. Keempat,
media televisi umumnya bersifat satu arah, dalam arti pemirsa menjadi
objek dari berbagai informasi televisi.

Dalam pada itu tahap konstruksi iklan atas realitas sosial terjadi melalui
lima tahap penting, seperti: (1) tahap menyiapkan materi konstruksi iklan; (2)

8
tahap sebaran konstruksi; (3) tahap pembentukan konstruksi; (4) tahap
konfirmasi; (5) tahap perilaku keputusan konsumen.
1. Tahap menyiapkan materi konstruksi
Menyiapkan materi konstruksi iklan amat penting dalam iklan televisi.
Klien, agen, bahkan rumah produksi dari beberapa ahli terlibat dalam
menyiapkan materi ini. Namun banyak kasus dalam pembuatan iklan yang
terkesan buru-buru, atau karena alasan dana, tidak melibatkan banyak pihak
dalam menyiapkan materi konstruksi iklan. Sehingga akhirnya, semua
keputusan ditentukam oleh kepentingan intern, atau paling tidak ditentukan
oleh pemesanan iklan (klien) itu sendiri.
Sebagaimana diketahui bahwa iklan adalah salah satu bentuk pelayanan
publik, dimana iklan selalu berhuungan langsung dengan masyarakat luas.
Sehubungan dengan itu, iklan sendiri membawa kepentingan yang beragam ke
masyarakat. Oleh karenanya sering terjadi iklan disikapi kurang responsif
terhadap nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat, sementara kalangan periklanan
berpendapat hal tersebut sudah dipenuhi.
a) Tokoh penting dalam kelahiran iklan televisi
Kelahiran iklan televisi ditentukan oleh banyak pihak, yaitu dari
kelompok klien, kelompok agen, kelompok rumah produksi, kelompok ahli.
Namun di antara mereka yang paling penting adalah tokoh-tokoh yang secara
langsung membidani lahirnya iklan televisi, mereka itu adalah copywritter, art
director, visualizer, typographer, produser televisi, manajer produksi.
Tugas copywritter untuk mengarang kalimat-kalimat iklan yang
semenarik mungkin. Tokoh ini adalah orang yang pandai mengubah
kalimat-kalimat penjualan menjadi gagasan-gagasan penjualan yang
persuasif, menciptakan tema atau kopi dasar kampanye serta menghidupkan
argumentasi penjualan dengan kata-kata sesedikit mungkin.
Art director adalah tokoh yang mengepalai sebuah studio. Tokoh ini
mengepalai tim profesional yang terdiri dari visualizer, tenaga layout dan
typographer. Art director bertugas untuk menjalankan aspek-aspek tugas
kreatif sebuah iklan televisi juga termasuk membeli aspek ini dalam pihak

9
lain, apabila dalam sebuah biro iklan belum memiliki fungsi pembelian ini.
Tokoh ini pula bertanggungjawab pada bagaimana sebuah iklan memiliki
nilai seni tinggi serta penuh dengan kreativitas, bernuansa ikon-ikon budaya
populer yang digemar masyarakat serta bernuansa kelas sosial atas. Dengan
demikian, iklan televisi menjadi sangat menarik, masuk akal, dan
mendorong penjualan.
Visualizer biasanya menjalankan tugas dengan membuat sketsa
gambar dalam berbagai versi, sampai suatu gagasan dasar iklan yang
disepakati terungkap dan bisa disempurnakan menjadib gambar contoh serta
tulisan tangan. Klien biasanya melihat sketsa-sketsa ini sebelum menyetujui
iklan yang dipesan. Karena itu sketsa dibuat dalam bentuk sederhana namun
harus indah. Sketsa yang disetujui oleh klien kemudian diserahkan kepada
artwork untuk mulai mengerjakan sebuah iklan terlengkap.
Seorang typographer adalah pakar huruf yang meguasai ratusan jenis
tata bentuk dan teks. Ia mengetahui benar bagaimana menggunakan setia
bentuk dan ukuran huruf untuk efek kreatif maupun sekedar agar tetap enak
dilihat.
Tokoh produser televisi memiliki tugas menciptakan gagasan
sasaran iklan televisi. Gagasan-gagasan itu ditampilkan dalam bentuk story
board yang menyerupai sederetan kartun dalam bingkai yang berbentuk dan
seukuran layar televisi atau segiempat biasa.
Tokoh terakhir adalah manajer produksi. Tugas utama tokoh ini
adalah mengorganisir keseluruhan kegiatan produksi iklan dalam biro,
berdasarkan jadwal tertentu sedemikian rupa sehingga iklan dapat
diserahkan ke media yang akan menyiarkan iklan tersebut tepat pada
waktunya. Manajer produksi berfungsi pula sebagai traffic controller pada
seluruh departemen dalam suatu biro iklan.
b) Perencanaan iklan televisi
Karya iklan televisi adalah karya tim dan bukan dikerjakan oleh satu
orang. Paling tidak satu iklan biasanya dibuat secara terpisah oleh

10
visualizer, yaitu perencana iklan dan copywritter sang penulis pesan dan
pencipta kopi platform.
Dalam perencanaan iklan televisi, biasanya orang iklan
menggunakan beberapa kerangka berfikir, namun Frank Jefkins (Jefkins,
1994:241) mengatakan bahwa, kerangka berfikir yang paling sering
digunakan adalah kerangka AIDCA, yaitu attention, interest, disere,
conviction, action. Formula ini diterapkan tidak saja dalam hal
merencanakan iklan televisi secara keseluruhan namun juga diterapkan pada
bagian-bagian tertentu dalam perencanaan iklan, seperti naskah (copy)
iklan, layout, tipografi, bahkan pada pemilihan media, dan posisi iklan itu
dalam suatu media publikasi.
Pencipta iklan juga selalu memperhatikan aspek ketertarikan
(interest), artinya iklan dapat membawa orang untuk tertarik pada aspek
kreativitas melalui kekuatan yang ditampilkan pada pewarnaan, gambar,
maupun kopi iklan. Formula ketertarikan ini akhirnyamembawa pemirsa
pada keinginan (desire)untuk mengenal lebih dekat produk yang diiklankan
itu. Pada bagian ini iklan biasanya dibawa untuk menciptakan keinginan
untuk membeli, memiliki, atau menikmati produk atau jasa yag diiklankan.
Namun pencipta iklan biasanya terus berusaha membawa keinginan-
keinginan pemirsa tersebut ke arah menciptakan iklan yang mampu
memunculkan keyakinan (conviction) bahwa memang layak produk itu
dimiliki, yaitu dengan menampilkan fakta-fakta, bukti-bukti serta kesaksian
orang yang pernah menggunakan produk atau jasa yang diiklankan
sebelumnya.
Hal-hal penting lain yang direncanakan pada tahap perencanaan
materi iklan ini adalah mengenai segmen ikan, latar dan konteks sosial,
bintang iklan, naskah (copy) iklan, pesan dan konstruksi image, saluran
media, target image, saluran media dan strategi tampilan serta budget, dan
lainnya.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Melalui Konstruksi Sosial Media Massa, Realitas Iklan Televisi dalam
Masyarakat Kapitalistik, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter
L. Berger dan Lukcmann telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena
media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subjectivasi,
dan internalisasi. Dengan demikian sifat-sifat dan kelebihan media massa telah
memperbaiki kelemahan proses konstruksi sosial atas realitas yang berjalan
lambat itu. Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi
informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan
sangat cepat dan sebarannya merata.
Posisi konstruksi sosial media massa adalah mengkoreksi kelemahan dan
melengkapi konstruksi sosial atas realitas, dengan menempatkan seluruh
kelebihan media massa dan efek media pada keunggulan konstruksi sosial media
massa atas konstruksi sosial relitas. Nilai perubahan sosial memiliki kaitan dengan
kapitalisme terutama yang menekankan gaya hidup modern serta menempatkan
nilai materi sebagai puncak nilai tertinggi.

B. Saran
Setelah kita membahas konstruksi sosial semoga kita semua dapat
memahaminya dengan seksama. Kepada para pembaca semoga dengan penjelasan
yang ada dalam makalah kami para pembaca akhirnya mengetahui realitas yang
terjadi akibat konstruksi sosial media massa, dengan harapan semoga realitas yang
ditimbulkan akibat media massa tidak akan menjerumuskan kita ke dalam jurang
khayalan dan dunia maya. Selain itu harapan kami adalah hindari penilaian yang
bersifat materi untuk mengikuti gaya hidup modern. Dan kami ucapkan terima
kasih atas partisipasi para pembaca, apabila makalah kami ini belum memenuhi
standar kebenaran maka kami harap para pembaca dapat memberikan kritik dan
saran untuk perbaikan makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2007. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.
Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

13

Anda mungkin juga menyukai