Anda di halaman 1dari 3

Nama : william dicky

Nim : 190905066
Matkul : antropologi media

1. Jelaskan bahwa media diproduksi oleh sistem ekonomi dan politik ! Dan Contohnya
2. Jelaskan bahwa media melahirkan budaya konsumtif ! Dan contohnya
3. Jelaskan media melahirkan pola berpikir masyarakat ! Dan contohnya
4. Jelaskan kajian yang pernah ditulis/diteliti berdasarkan perspektif antropologi media !

Jawaban :
1. Informasi yang cepat dan mampu menjangkau menjadi kebutuhan bagi masyarakat.
Media massa berperan penting dalam kehidupan sosial, politik dan ekonomi, disamping
itu juga harus sebagai ruang publik guna menyalurkan partisipasi masyarakat dalam
menegakkan sistem pemerintahan yang demokrasi. Ruang publik adalah bagian dari
kehidupan sosial, dimana setiap warga negara dapat saling berargumentasi tentang
berbagai masalah yang terkait dengan kehidupan publik dan kebaikan bersama. Namun
kini media tidak lagi berorientasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal
informasi dan hiburan yang sehat, melainkan lebih dominan pada profit ekonomi
kapitalis, kekuatan pasar secara kompetitif. Pada akhirnya masyarakat tidak
mendapatkan informasi yang ditampilkan secara both of side dan aktual. Pemberitaan
media dikemas sedemikian rupa dengan metode agenda setting. Hal ini menjadi
dilematis tersendiri bagi demokrasi media antara publik atau kepentingan kapitalis.
Sedangkan media digunakan oleh kepentingan pasar untuk dapat menghasilkan
keuntungan.
2. Perilaku konsumtif tidak hanya selalu membahas tentang menghabiskan nilai guna
barang atau jasa saya. Belakangan ini konsumsi ruang mulai ramai menjadi sebuah
gaya hidup masyarakat di era modern saat ini. Perkembangan media sosial diikuti
dengan perkembangan dunia fotografi menjadikan masyarakat berlomba- lomba untuk
dapat mengabadikan kegiatan yang mereka lalukan di suatu tempat. Meskipun
konsumsi ruang ini bukan hal yang baru terjadi karena sebelumnya para traveller sudah
banyak menjadikan konsumsi ruang ini sebagai sebuah gaya hidup. Mengabadikan
tempat-tempat tertentu dan menampilkan hal tersebut di dalam akun media sosial
pribadi tersebut menimbulkan nilai kepuasan tersendiri di banyak kalangan masyarakat
saat ini khususnya remaja. Hal ini banyak diungkapkan oleh narasumber yang
diwawancarai bagaimana mengungkapkan remaja saat ini lebih senang datang ke suatu
tempat dikarenakan tempat tersebut adalah tempat baru yang muncul di media sosial
dan mengakibatkan mereka harus ke tempat tersebut karena tidak mau dikatakan
ketinggalan zaman. Perkembangan inilah yang akhirnya banyak dijadikan banyak
tempat wisata baru mulai mendesain tempat mereka sedemikian rupa untuk menarik
minat masyarakat saat ini. Hal ini membuat suatu pergeseran baru dimana ketika dulu
orang bepergian jauh untuk dapat menikmati tempat tersebut, tetapi sekarang
masyarakat menjadikan konsumsi ruang menjadi sebuah keharusan yang harus mereka
kejar. Tatanan pola ini menjadikan suatu pergeseran tatanan social di masyarakat
dimana hal ini dapat menjadi bentuk kesenjangan sosial yang terjadi karena orang
selalu menampilkan sisi positif yang mereka tampilkan di dalam dunia media sosial.
Konsumsi ruang inilah yang dimaksud oleh Baudrillard tentang simulasi bagaimana
realita asli akan kalah oleh realita buatan. Dan bukan tidak mungkin tempat yang di
dalam foto itu menunjukkan keindahannya tapi pada kenyataan tidak seperti yang
dibayangkan karena perkembangan teknologi fotografi juga yang turut serta
mensimulasikan tempat sesuai apa yang diharapkan dari masyarakat tersebut.
3. Media sosial, dan platform lainnya kini menjadi sesuatu yang tak dapat dilepaskan dari
masyarakat. Hal tersebut disebabkan kemudahan memperoleh informasi tanpa harus
bersusah payah seperti zaman dahulu kala. Oleh karena itu, media sosial dapat
dikatakan sebagai salah satu penyebab pola pikir seseorang dapat berubah. Lalu,
bagaimana pola pikir seseorang bisa berubah karena hal ini? Pertama-tama, orang yang
mendapatkan sebuah informasi melalui media sosial akan menafsirkan berita tersebut.
Apakah hal itu masuk akal atau tidak sama sekali untuk dirinya. Jika masuk akal, maka
ia akan menerima, mengolah, dan bahkan meyakini informasi tersebut hingga akhirnya
mengubah pola pikirnya. Contohnya saja, YouTube. Media sosial ini sering digunakan
masyarakat untuk mengunggah dan mendapatkan pengetahuan. Nah, dari sinilah kita
seringkali mendapati konten-konten yang tujuannya menggiring opini publik. Bahkan dari
konten tersebut dapat mengubah pola pikir mereka yang tadinya tidak setuju menjadi
setuju dan sebaliknya.
4. Kajian budaya dan media dalam ranah efistimologi masih bersifat umum.Ia hidup dalam
belantara diantara ilmu pengetahuan humaniora lainnya.Namun kajian ini berupaya
menggabungkan teori-teori budaya dan media secara kritis. Membahas media dalam
perspektif budaya, adalah memahami cara-cara produksi budaya dalam pertarungan
ideologi. Sebagai kajian lintas disiplin dan bertolak dari perspektif ideologis, maka kajian
budaya dan media (cultural studies and media) secara kritis akan mengkaji
proses-proses budaya alternatif pada media dalam menghadapi arus budaya. Secara
lebih spesifik adalah untuk memahami apa yang menyebabkan budaya alternatif itu
tumbuh atau atas ketidak berdayaan dalam menerima arus budaya global, dari
kemajuan teknologi informasi.
Teori Kajian Budaya dan Media
Ada sejumlah besar karya dalam kajian budaya dan media yang teoretis dan tidak empiris. Teori
dipahami sebagai narasi yang bertujuan memilah-milah dan menguraikan ciri-ciri umum yang
mendeskripsikan, mendefinisikan dan menjelaskan kejadian-kejadian yang terus-menerus
muncul. Teori tidak bisa memotret dunia realitas secara akurat,teori hanyalah sebuah alat,
instrumen atau logika untuk mengatasi dunia realitas melalui mekanisme deskripsi, definisi,
prediksi dan kontrol. Konstruksi teori adalah usaha diskursif yang sadar-diri (self-reflexive) yang
bertujuan menafsirkan dan mengintervensi dunia realitas. Konstruksi teori melibatkan
pengkajian konsep dan argumen-argumen, seringkali juga pendefinisian-ulang dan mengkritik
hasil kerja sebelumnya, untuk mencari alat-alat baru yang digunakan untuk berpikir/memahami
dunia realitas. Hal ini mendapat tempat yang tinggi dalam kajian budaya dan media. Pengkajian
teoretis bisa dianggap sebagai peta-peta kultural yang menjadi panduan kita. Kajian budaya
dan media menolak klaim para empirisis bahwa pengetahuan hanyalah masalah
mengumpulkan fakta yang digunakan untuk mendeduksi atau menguji teori. Teori dipandang
sudah selalu implisit dalam penelitian empiris melalui pemilihan topik, fokus riset dan
konsep-konsep yang dipakai untuk mendiskusikan dan menafsirkannya. Dengan kata lain,
‘fakta’ tidaklah netral dan tidak ada tumpukan ‘fakta’ yang bisa menghasilkan kisah tentang
hidup kita tanpa teori. Bahkan, teori adalah kisah tentang kemanusiaan yang punya implikasi
untuk tindakan dan penilaian-penilaian tentang konsekuensi. Kajian budaya dan media ingin
memainkan peran demistifikasi, untuk menunjukkan karakter terkonstruksi teks-teks
kebudayaan yang terkomodifikasi media dan berbagai mitos dan ideologi yang tertanam di
dalamnya. Hal tersebut di harapan bisa melahirkan posisi-posisi subjek, dan subjek-subjek
sungguhan, yang mampu melawan subordinasi. Sebagai sebuah teori yang politis, kajian
budaya dan media berharap dapat mengorganisir kelompok-kelompok oposisi yang berserak
menjadi suatu aliansi politik kebudayaan. Meski demikian, Bennet (1992) mengatakan bahwa
kebanyakan politik tekstual yang dihasilkan kajian budaya (a) tidak berkaitan dengan banyak
orang dan (b) mengabaikan dimensi institusional kekuasaan kultural. Maka dari itu ia
mendorong kajian budaya dan media untuk mengadopsi pendekatan yang lebih pragmatis dan
bekerja dengan para produser industri kebudayaan dalam konstruksi dan penerepan kebijakan
kultural. Pekerjaan itu tidak akan menjadi populis tanpa terkomodifikasi oleh media.

Anda mungkin juga menyukai