Anda di halaman 1dari 12

GLOBAL MEDIA, NEOLIBERALISME, DAN IMPERIALISME

Oleh:

Tesa Oktaviani D1E022095

Zaskia Fasha Armelia D1E022105

Michelle Nasywa Salsabila D1E022109

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BENGKULU
BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Secara konvensional, era sejarah saat ini secara umum dicirikan sebagai era
globalisasi, revolusi teknologi, dan demokratisasi. Dalam ketiga bidang ini, media dan
komunikasi memainkan peran sentral dan mungkin menentukan. Globalisasi ekonomi dan
budaya tidak akan mungkin terjadi tanpa sistem media komersial global yang memfasilitasi
pasar global dan mempromosikan nilai-nilai konsumen. Inti dari revolusi teknologi adalah
perkembangan radikal dalam komunikasi digital dan ilmu komputer. Argumen bahwa masa
lalu yang tragis dari negara-negara polisi dan kediktatoran tidak mungkin terulang kembali
adalah bahwa teknologi komunikasi baru dan pasar global melemahkan atau bahkan
menghilangkan kemampuan “pemimpin maksimalis” untuk memerintah dengan impunitas.
gagasan globalisasi yang biasa digunakan untuk menggambarkan suatu kekuatan alami dan
tak terhindarkan, yang seolah-olah merupakan telos kapitalisme, menyesatkan dan
mengandung muatan ideologis.

Neoliberalisme dan imperialisme saling terkait dengan sistem media global.


Neoliberalisme adalah keyakinan akan kemampuan pasar dalam menggunakan teknologi baru
untuk menyelesaikan permasalahan sosial dengan jauh lebih baik dibandingkan dengan
kemampuan pemerintah Sistem media komersial global terkait erat dengan perekonomian
kapitalis global neoliberal, dan periklanan merupakan pengeluaran bisnis yang dikeluarkan
oleh perusahaan-perusahaan terbesar dalam perekonomian. Sistem media komersial adalah
jalur transmisi yang diperlukan bagi dunia usaha untuk memasarkan produk mereka ke
seluruh dunia Memang benar, globalisasi yang kita kenal tidak akan ada tanpa adanya
globalisasi Sistem media global yang sedang berkembang mempunyai implikasi budaya dan
politik yang signifikan, khususnya yang berkaitan dengan demokrasi politik, imperialisme,
dan sifat perlawanan sosialis di tahun-tahun mendatang.

Hubungan sistem media global dengan persoalan imperialisme sangatlah kompleks.


Pada tahun 1970-an, sebagian besar negara Dunia Ketiga melakukan mobilisasi melalui
UNESCO untuk melawan imperialisme budaya negara-negara Barat. Neoliberalisme adalah
bentuk imperialisme baru yang menggunakan pasar untuk mendominasi negara lain Sistem
media global juga terkait dengan pembentukan dan perluasan pasar barang dan jasa global
dan regional, yang sering kali dijual oleh perusahaan multinasional terbesar.

Menurut Robert W. McChesney, media global, neoliberalisme, dan imperialisme


saling terkait. Dalam artikelnya, Robert McChesney menggambarkan media global sebagai
bagian dari neoliberalisme, yang merupakan tahap terbaru dari perjuangan kelas di bawah
kapitalisme. Dia menekankan bahwa sistem media global bukanlah hasil dari pasar bebas
atau hukum alam, tetapi merupakan konsekuensi dari kebijakan negara yang penting. Robert
McChesney juga menyoroti esensi budaya dan politik yang signifikan dari sistem media
global yang sedang berkembang, terutama terkait dengan demokrasi politik, imperialisme,
dan sifat perlawanan sosialis di masa mendatang.
Robert McChesney juga menekankan bahwa kombinasi neoliberalisme dan budaya
media korporat cenderung mendorong depolitisasi yang mendalam. Dia menekankan bahwa
sistem media global memiliki dampak politik-ekonomi yang signifikan, dan bahwa
pemahaman yang akurat tentang apa yang terjadi diperlukan untuk mengorganisir secara
efektif demi keadilan sosial dan nilai-nilai demokratis.

Dalam artikelnya, Robert McChesney juga menyoroti bahwa globalisasi ekonomi dan
budaya tidak mungkin terjadi tanpa sistem media komersial global untuk mempromosikan
pasar global dan mendorong nilai-nilai konsumen. Dia juga menekankan bahwa esensi
revolusi teknologi adalah perkembangan radikal dalam komunikasi digital dan komputasi.

Robert W. McChesney menjelaskan dampak ekspansi modal industri media global


dengan menyoroti implikasi ekonomi dan politik dari konsentrasi kepemilikan media dan
komodifikasi konten media. Ia berpendapat bahwa konsentrasi kepemilikan media telah
menimbulkan konsekuensi seperti pengutamaan kepentingan bisnis dibandingkan
kepentingan publik, dominasi beberapa pemain besar di pasar media global, dan potensi
media untuk berfungsi sebagai alat untuk menyebarkan kesadaran palsu. atau hegemoni
Selain itu, McChesney menekankan peran media dalam melegitimasi kelas dominan dan
potensi konten media menjadi seragam, stereotip, dan berorientasi pada keuntungan akibat
komersialisasi.

Robert McChesney menggarisbawahi pengaruh signifikan faktor ekonomi dan politik


terhadap lanskap media global dan potensi konsekuensinya terhadap wacana demokrasi dan
keragaman budaya. Robert McChesney berpendapat bahwa pasar media global didominasi
oleh segelintir pemain besar yang mengontrol saluran komunikasi dan monopoli ini
menimbulkan ancaman terhadap budaya demokrasi.

Robert W. McChesney telah mengusulkan beberapa solusi terhadap permasalahan


industri media global. Salah satu usulan utamanya adalah memecah konsentrasi kepemilikan
media dan mempromosikan media yang lebih beragam dan independen. Selain itu, Robert
McChesney mendukung kebijakan yang akan meningkatkan literasi media dan keterampilan
berpikir kritis di kalangan masyarakat, sehingga masyarakat dapat lebih memahami dan
menavigasi lanskap media yang kompleks.

Secara keseluruhan, solusi Robert McChesney bertujuan untuk mendorong


lingkungan media yang lebih demokratis dan beragam yang melayani kepentingan publik
dibandingkan kepentingan perusahaan.
BAB II

PEMBAHASAN

MEDIA SEBAGAI TEKNOLOGI, INSTITUSI, DAN KEBUDAYAAN

Istilah “media'' merupakan perpanjangan dari “medium'' sarana teknologi yang


digunakan untuk mengirim dan menerima pesan, dan isu terkait tentang bagaimana pesan
disimpan dan didistribusikan melintasi ruang dan waktu.

Media teknologi terpenting dalam sejarah manusia meliputi media cetak (kertas dan
seluler), penyiaran (radio dan televisi), telekomunikasi, dan Internet.

Secara historis, media komunikasi telah menjadi bagian integral dari kebangkitan dan
kejatuhan kerajaan, diplomasi, peperangan, penyebaran norma bahasa dan budaya, dan
proses yang sekarang biasa kita sebut sebagai globalisasi dan modernisasi.

Pada abad ke-21, jaringan digital dan media sosial melalui Internet global telah
memungkinkan beragam individu, kelompok, organisasi, dan gerakan untuk memproduksi
dan mendistribusikan konten media di seluruh dunia.

Hal ini mempengaruhi pemahaman kita tentang media, karena di era komunikasi,
perbedaan antara produser media dan pemirsa konsumen, serta antara produser dan
distributor konten media profesional dan amatir.

MEDIA GLOBAL

Globalisasi dan media saling mempengaruhi dan memberikan dampak tersendiri


terhadap masyarakat, budaya, dan sistem politik tertentu. Pemrograman di media berbeda-
beda antar negara di dunia dan mempunyai pengaruh positif dan negatif tersendiri.

SEJARAH MEDIA GLOBAL

Radio dan televisi merupakan salah satu saluran paling awal yang sering digunakan
untuk menyebarkan pesan. Guglielmo Marconi termasuk orang yang paling sukses setelah ia
menemukan transmisi sinyal nirkabel tahun 1901 dari Inggris ke Newfoundland. Kemudian
penemu Amerika Philo Farnsworth dan imigran Rusia Vladimir Zworykin bekerja sama dan
berhasil menciptakan transmisi gambar televisi dari London ke New York.
MEDIA GLOBAL HARI INI

Bahwa sistem koneksi pada umumnya dan media pada khususnya biasanya
merupakan bahan penting sepanjang proses globalisasi telah menjadi asumsi yang sering
diakui dalam ilmu interpersonal tertentu (Thompson, 1995). Sifat teknologi komunikasi baru
yang terdeteritorialisasi menghasilkan kiat-kiat idealis sebelumnya mengenai kemenangan
“desa global” Anda (McLuhan, 1964), serta jawaban dalam terhadap kompleksitas
infrastruktur komunikasi global yang semakin meningkat, konsep-konsep yang berkaitan
dengan kebangkitan “jaringan” Anda. masyarakat" (Castells, 1996) diadopsi. Teknologi
televisi satelit telah memungkinkan distribusi berita secara simultan di wilayah negara
bagian, dan media nasional seperti CNN telah "menjadi simbol dunia di mana tempat dan
waktu berarti semakin sedikit" (Hjarvard, 2001: 18 ). Penyedia informasi transnasional
biasanya dianggap menawarkan bentuk-bentuk baru dan codec yang ditujukan untuk praktik
jurnalistik, sehingga memicu melonggarnya identitas nasional, seiring dengan argumen yang
diajukan mengenai munculnya “ruang publik global” (misalnya gadget guy. Volkmer, 2003 ).
Oleh karena itu, media tertentu tampaknya merupakan elemen penting dari pengaturan waktu
dan ruang hidup, salah satu dari banyak fitur globalisasi yang menonjol (Harvey, 1989), dan
juga dianggap sebagai barang dagangan sekaligus kontributor signifikan terhadap fluiditas
globalisasi (Chalaby, 2003 ).

MEDIA MASSA INTERNASIONAL SEBELUM SATELIT

Sejak awal, sinyal radio disiarkan secara internasional. Sejak pertengahan tahun 1920,
Inggris Raya, Jerman dan Belanda menggunakan radio gelombang pendek untuk terhubung
dengan berbagai koloni mereka di Afrika, Asia dan Timur Tengah serta Amerika Utara
(Kanada) dan Pasifik Selatan (Australia). Gelombang pendek merupakan transmisi yang
paling disukai untuk jarak jauh karena frekuensi tinggi mudah menghindari ionosfer dan
dapat menghasilkan gelombang langit yang dapat merambat ke tempat yang jauh lebih jauh.

SATELIT DAN MEDIA MASSA GLOBAL

Pada mulanya, satelit mengubah televisi kabel yang semula hanya berfungsi sebagai
penyambung sinyal jarak jauh, menjadi penyedia program asli. Satelit dimulai pada tahun
1957 dengan peluncuran Sputnik Uni Soviet sebagai satelit buatan pertama di dunia. Setelah
itu, Amerika Serikat menempatkan satelit kedua, AT&T's Telstar I pada tahun 1962.
Kemudian, Kongres mendirikan Communication Satelite Corporation (COMSAT) untuk
mengoordinasikan kepemilikan dan pengoperasian sistem satelit komunikasi Amerika.
Kepemimpinan AS dalam satelit global dipastikan ketika COMSAT dinyatakan sebagai agen
pengelola sistem INTELSAT. Peran INTELSAT sebagai fasilitator komunikasi massa global
dimulai secara perlahan namun mulai berkembang di masa depan. Pada tahun 1973
COMSAT menyerahkan kendali atas INTELSAT dan kemudian menjadi konsorsium
independen yang terdiri dari negara-negara anggota.
DEFINISI NEOLIBERALISME

teori praktik ekonomi politik yang mengusulkan bahwa kesejahteraan manusia dapat
ditingkatkan dengan membebaskan kebebasan dan keterampilan kewirausahaan individu
dalam kerangka kelembagaan yang bercirikan hak milik pribadi yang kuat, pasar bebas, dan
perdagangan bebas. (Harvey, 2005, hal. 2).

PEMBANGUNAN NEOLIBERALISME

Neoliberalisme saat ini telah diterapkan menjadi kebijakan politik dan ekonomi
Negara kita (Indonesia), namun kita perlu memahami Bagaimana bagaimana neoliberalisme
beroperasi. Sebagai "itu dominan ceramah", kebijakan yang berwatak neoliberal diyakini
bagikan “agama baru” dan diamalkan secara sistemik dan structural melalui mekanisme
kebijakan baik ditingkat lokal, nasional maupun global.

PANDANGAN LIBERALISME DAN NEOLIBERALISME

Teori liberalisme sebenarnya sudah ada jauh sebelum masa Perang Dunia I yang
banyak dikemukakan oleh para filosof seperti John Locke dan Immanuel Kant. Namun teori
tersebut semakin berkembang ketika Perang Dunia I. Perdebatan pertama antara realisme dan
liberalisme di menangkan oleh kaum realis. Kemunculan liberalisme pada masa kini
didukung dengan adanya proses modernisasi yang dapat menimbulkan banyak kemajuan
pada banyak bidang dalam kehidupan sehingga berpengaruh pada terjaminnya kebebasan
individu.

Kaum liberalisme memandang manusia dari sisi positif. Asumsi dasar teori
liberalisme berasal dari pandangan positif tentang sifat manusia, keyakinan bahwa hubungan
internasional dapat bersifat kooperatif daripada konfliktual dan percaya adanya kemajuan.

Pandangan liberalisme mengenai sistem internasional adalah sebagai area


perlombaan. Setiap negara membutuhkan kerjasama dengan negara lain untuk memenuhi
kebutuhannya atau yang dikenal sebagai national interest. Meskpiun manusia mempunya sifat
egois seperti yang dikatakan kaum realis, tetapi suatu negara tidak bisa memenuhi kebutuhan
mereka sendiri.

Seiring berkembangnya waktu, tahun 1950 hingga 1970-an, liberalisme mengalami


pembaruan-pembaruan, terutama mengenai isu-isu yang menyangkut perdagangan, investasi
global, perkembangan komunikasi dan hubungan interasional pada umumnya. Kemudian
para teoritis mulai memformulasikan teori liberalisme menjadi alternatif yang dianggap lebih
ilmiah, yaitu neoliberalisme. Neoliberalisme merupakan rombakan dari ide-ide kaum liberalis
lama dengan menambahkan proposisi yang baru, akan tetapi tidak menghilangkan proposisi
yang lama. Perbedaan antara liberalisme dan neoliberalisme terlihat dari pandangan
neoliberalisme yang lebih realistis memandang bahwa konflik dan peperangan pasti akan
terjadi dalam dinamika hubungan internasional, maka dari itu neoliberal juga menyatakan
tetap dibutuhkan kerjasama untuk menghindari konflik. Selain itu, neoliberalisme juga
memfokuskan teorinya pada aspek-aspek politik ekonomi, lingkungan, dan isu-isu terkait
dengan hak asasi manusia.

GLOBALISASI DAN IMPERIALISME

Pada tahun 2002, majalah New York Times dengan terkenal menyerahkan seluruh
halaman depannya pada kata-kata 'Kerajaan Amerika'. Pergeseran dari globalisasi ke
imperialisme mempunyai pengaruh khusus dalam ilmu-ilmu sosial. Bagi mereka yang
mempelajari komunikasi internasional, pada tahun 1990an globalisasi menggantikan
imperialisme budaya sebagai istilah yang paling banyak digunakan dalam perdebatan di sub-
bidang tersebut.

Gagasan tentang “globalisasi” menunjukkan adanya interkoneksi dan saling


ketergantungan di seluruh wilayah global yang terjadi dengan cara yang kurang tepat sasaran’
. Namun hal ini masih menyisakan pertanyaan mengenai peran niat, strategi, dan pemenuhan
kepentingan dalam sistem global, baik dari dunia usaha, negara, maupun lembaga
internasional. Konsep imperium dan imperialisme yang diterima dengan baik mungkin
mencerminkan perasaan bahwa istilah 'globalisasi' oleh para ahli teori sosial menghindari
pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Hal ini tidak berarti bahwa globalisasi adalah istilah
yang mubazir.

Tentu saja, ada banyak analisis yang buruk mengenai imperialisme juga, namun karya
David Harvey baru-baru ini menunjukkan bahwa konsep ini masih memiliki potensi untuk
memahami dunia kontemporer, asalkan digunakan dengan cara yang peka terhadap
perubahan sejarah, dan pada teori sosial. Jadi dalam bab ini kami berpendapat bahwa, jika
ditangani dengan benar, imperialisme dapat menjadi konsep yang berguna untuk memahami
hubungan antara ekonomi, politik, dan budaya media di zaman kita. Penggunaan istilah
‘imperialisme’ dalam kaitannya dengan analisis kritis terhadap media kemungkinan besar
akan disalahartikan oleh banyak pihak karena menganut konsep imperialisme budaya. Pada
bagian berikutnya, saya secara singkat membedakan argumen saya dari para pendukung ‘tesis
imperialisme budaya’.

Kami tidak menganjurkan kembalinya teori media yang cenderung diberi label
‘imperialisme budaya’. Sebaliknya, kami menguraikan pandangan kami bahwa pendekatan
terhadap media yang menggunakan istilah imperialisme budaya pada umumnya tidak
memberikan sarana konseptual yang memadai untuk memikirkan hubungan antara ekonomi,
politik, dan budaya. Pada bagian ketiga kami kemudian melanjutkan dengan argumen bahwa
syarat penting untuk memahami hubungan politik, ekonomi dan budaya pada masa sekarang
adalah analisis teoretis dan historis terhadap neoliberalisme, dan kami menguraikan apa yang
menurut kami merupakan penggunaan istilah ini yang paling menjanjikan. Berdasarkan karya
Harvey, kami melihat neoliberalisme sebagai restrukturisasi strategi untuk menghadapi
masalah akumulasi berlebihan yang berulang yang melanda kapitalisme, demi kepentingan
perusahaan dan individu yang paling berkuasa dan kaya, dan jauh dari manfaat sosial.

Disini menunjukkan bahwa hubungan baru antara kekuatan negara dan keuangan
yang didukung oleh neoliberalisme kini semakin terikat pada tata kelola produksi dan
konsumsi simbol global. Bagian kelima memberikan elemen kunci lebih lanjut dalam
membenarkan dua klaim utama yang diuraikan di atas, dan sekali lagi karya terbaru David
Harvey adalah sebuah sumber. Konsep Harvey tentang akumulasi melalui perampasan dalam
bukunya The New Imperialism membantu memberikan penjelasan mengapa neoliberalisme
melakukan ‘perubahan budaya’ tersendiri. Dengan kata lain, hal ini membantu menjelaskan
mengapa terdapat peningkatan penekanan pada informasi, pengetahuan dan budaya dalam
wacana neoliberal.

Singkatnya, bentuk-bentuk kreativitas dan pengetahuan yang sebelumnya tidak


dianggap sebagai sesuatu yang dapat dimiliki dimasukkan ke dalam sistem kekayaan
intelektual, menjadikannya tersedia untuk investasi modal dan menghasilkan keuntungan, dan
membantu menghindari masalah akumulasi berlebihan yang terus-menerus terjadi.
Menghantui kapitalisme.
CONTOH KASUS

-IMPERIALISME

Melihat tujuan perdagangan bebas dan konsep teori ekonomi internasional, perdagangan
bebas i imencapai i itujuan iekonomi iyang iefisien idan ikemakmuran iyang isetara.
iMengingat iteori ikeunggulan ikomparatif ioleh iEli iHecksher i(1879–1952) idan iBertil
iOhlin i(1899–1979), iperdagangan iinternasional imenurunkan iharga isuatu iproduk irelatif
iterhadap iharga iproduk iyang isama, inamun ihal iini iharus imenjadi ijelas. iNamun
ikenyataannya, ibeberapa inegara imaju imenginginkan iperdagangan ibebas. i

Jika iproduktivitas inegara-negara itersebut i itinggi idan ikualitas iproduknya itinggi, imaka
iterwujudnya iperdagangan ibebas iakan imembawa ikemakmuran ibagi inegara-negara
itersebut. iSebaliknya, ikekurangan iproduk inegara iberkembang idapat idiatasi idengan
iproduk inegara imaju. iProduk idari inegara imaju imemiliki ibeberapa ikeunggulan i
idibandingkan iproduk idari inegara iberkembang. iTerutama idalam ikualitas iproduksi dan
jaringan penjualan.

Contoh sederhana yang sering kita lihat adalah banyaknya buah impor di sebuah pusat
perbelanjaan. Buah impor memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan buah dalam
negeri, serta jaringan distribusi yang jauh lebih luas dan terkoordinasi dibandingkan buah
dalam negeri. Yang membuat penulis semakin prihatin adalah rendahnya keterikatan
masyarakat terhadap produk produksi dalam negeri. Ketentuan perdagangan tersebut
merupakan ketidakseimbangan kemampuan produk antara negara berkembang dan negara
maju.

Namun demikian, struktur biaya produksi yang tidak menguntungkan pekerja akan
menimbulkan kesenjangan sosial baru. Ini sebenarnya tak lain hanyalah imperialisme
ekonomi dari negara maju ke negara miskin.

-GLOBAL MEDIA

Contoh kasus Ted Tuner pada "TIME" yang juga menguasai bisnis TV, information
technology dengan mengakuisisi AOL - American On-Line). Contoh lainnya adalah reaksi
nyata dari Surya Paloh ketika RUU penyiaran mengatur kepemilikan silang media. Bagi
Surya Paloh, regulasi tersebut justru dilihat sebagai penghambat demokrasi, padahal pada
negara-negara paling liberal (negara bagian Amerika) pun sistem kepemilikan silang itu
sangat dibatasi dan menjadi konsensus publik.

Regulasi globalisasi media seharusnya mampu menemukan ruang publik yang lebih
luas dan bertambah luas. Artinya regulasi media juga menciptakan ruang demokrasi dengan
mendorong dan menstimulasi media komunitas (community media) yang membawa aspirasi
original masyarakat komunitas tersebut. Dalam RUU penyiaran, hal itu memang diatur tapi
masalahnya lembaga penyiaran komunitas yang diatur dalam RUU tersebut tidak secara
eksplisit mampu dengan mandiri, swasembada, self-regulatory menjadi alat penguatan
masyarakat (lihat RUU penyiaran ps 18). Kemampuan masyarakat untuk menyediakan
informasi alternatif di samping terpaan arus informasi yang begitu dahsyat membawa dampak
penting bagi pendidikan dan pemberdayaan masyarakat sebagai civil society.

Neoliberalisme dan liberalisme globalisasi terkait erat dengan perubahan sosial,


ekonomi, dan politik yang mencakup berbagai aspek masyarakat dan global. Berikut adalah
beberapa masalah akibat neoliberalisme dan liberalisme globalisasi:

 Pengaruh pada buruh: Neoliberalisme berfokus pada stabilitas perekonomian dan


membujuk pemerintah untuk mempekerjakan masyarakat untuk menekan angka
kemiskinan. Hal ini menyebabkan banyak buruh mendapatkan upah yang sangat rendah,
dan hak-hak buruh sering diperjuangkan.
 Kesejahteraan rakyat: Sejak awal, neoliberalisme dianggap sebagai cara untuk mencapai
kesejahteraan rakyat dan perkembangan ekonomi negara. Namun, kenyataannya
sebaliknya, karena negara-negara mengalami kembali kekuasaan tertinggi untuk menarik
perhatian investor asing, dengan iming-iming banyak buruh yang bisa dibayar dengan
upah sangat rendah.
 Perubahan pemerintahan: Neoliberalisme menganggap bahwa otoritas tertinggi harus
berasal dari negara/pemerintahan, dan pada tingkat global, otoritas berpusat pada suatu
individu, bukan negara/pemerintahan.
 Globalisasi ekonomi: Neoliberalisme mendorong globalisasi ekonomi, yang
meningkatkan perdagangan bebas dan hubungan antar pelaku ekonomi di berbagai
negara. Hal ini mengarah pada kembali kekuasaan tertinggi dan melampaui jangkauan
global.
 Kerentanan lingkungan: Neoliberalisme dan globalisasi juga menyebabkan kerentanan
lingkungan, yang mengancam peradaban manusia dan kelestarian lingkungan hidup.
KESIMPULAN

Istilah "media'' merupakan perpanjangan dari "medium'' sarana teknologi yang


digunakan untuk mengirim dan menerima pesan, dan isu terkait tentang bagaimana pesan
disimpan dan didistribusikan melintasi ruang dan waktu. Secara historis, media komunikasi
telah menjadi bagian integral dari kebangkitan dan kejatuhan kerajaan, diplomasi,peperangan,
penyebaran norma bahasa dan budaya, dan proses yang sekarang biasa kita sebut sebagai
globalisasi dan modernisasi.

Globalisasi dan media saling mempengaruhi dan memberikan dampak tersendiri


terhadap masyarakat, budaya, dan sistem politik tertentu. Gelombang pendek merupakan
transmisi yang paling disukai untuk jarak jauh karena frekuensi tinggi mudah menghindari
ionosfer dan dapat menghasilkan gelombang langit yang dapat merambat ke tempat yang jauh
lebih jauh.

Pada mulanya, satelit mengubah televisi kabel yang semula hanya berfungsi sebagai
penyambung sinyal jarak jauh, menjadi penyedia program asli. Pada tahun 1973 COMSAT
menyerahkan kendali atas INTELSAT dan kemudian menjadi konsorsium independen yang
terdiri dari negara-negara anggota.
DAFTAR PUSTAKA

Hill, D., & Kumar, R. (Eds.). (2012). Neoliberalisme global dan pendidikan serta
konsekuensinya (Vol.3). Routledge.

Eunson B, (2008). Comunicating in the 21 Century. 2nd ed. Australia: John Wiley.

Bell, S. (1997), 'Globalization, Neolibralism, and the Transformation of the Australian State,'
dalam Australian Joumal of Political Science 32 (3).

Wahono, Francis & Wibowo, I. (editor), Neoliberalisme, Cindelaras, Yogyakarta, 2003.

McChesney, Robert(2001). ’Global Media, Neoliberalismeand Imperealisme’.

Rianto, Puji. 2004. “Globalisasi, Liberalisasi Ekonomi, dan Krisis Demokrasi”. Jurnal
Sosial Politik (JSP) UGM Vol.4 No. 2.

Abolfazlhoni, (2013). Importance of Communication.

Greer, C. (Ed.). (2019). Crime and media: A reader. Routledge.

Hesmondhalgh, David, and Jason Toynbee, eds. The media and social theory. Routledge,
2008.

Machin, David, dan Theo Van Leeuwen. Wacana media global: Pengantar kritis. Routledge,
2007.

Isgiyarta, Jaka. 2004. DAMPAK AFTA DAN NAFTA TERHADAP IMPERIALISME


EKONOMI GLOBAL. Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis, Vol 1, No 1, 32-33.

Anda mungkin juga menyukai