Anda di halaman 1dari 12

MODUL PERKULIAHAN

KOMUNIKASI
DALAM KONTEKS
GLOBAL
Pokok Bahasan
1. Komunikasi Konteks Global
2. Komunikasi Multi Kultural

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

13
Ilmu Komunikasi Public Relations 42008 Dr. Inge Hutagalung, M.Si

Abstrak Kompetensi
Modul ini menjelaskan tentang Mampu memahami konteks komunikasi
komunikasi dalam konteks global dalam konteks global dengan
dan multi kultural pendekatan multi kultural
Pembahasan
Kemajuan yang dicapai dalam bidang teknologi distribusi dan pertumbuhan ekonomi
baru telah mempercepat laju globalisasi. Sebagaimana bidang yang lain, media massa
sebagai objek dan agen proses globalisasi juga terkena pengaruh dari fenomena globalisasi.
Salah satu pengaruh yang dirasakan oleh media massa adalah adanya kemajuan dalam
bidang teknlologi distribusi, dimana dengan teknologi ini media masa tidak lagi mengenal
hambatan wilayah dan waktu. Contoh dari kemajuan teknologi distribusi dapat dilihat dari
penemuan internet. Melalui internet situasi dunia dapat diketahui dalam waktu yang singkat
tanpa harus pergi ketempat dimana peristiwa terjadi.

Disisi lain perkembangan teknologi distribusi telah pula mendorong pertumbuhan


ekonomi baru dalam bentuk bermunculannya perusahaan maupun industri yang
memproduksi hardware komunikasi seperti CD, VCD, televisi, internet, maupun industri
software komunikasi, seperti microsoft, pemasaran, dan lainnya. Tak kalah penting
mengikuti perkembangan industri ini adalah tumbuhnya hubungan diplomatik dan
perdagangan antara negara produsen dengan negara yang akan dijadikan pasar baru bagi
produk hardware maupun software yang dihasilkan oleh negara produsen. Akibatnya
terbentuklah pola tanah jajahan ekonomi dalam bentuk penciptaan pasar-pasar baru diluar
negara produsen, dan terciptanya geopolitik yang tidak berimbang antara negara produsen
dan negara yang dijadikan pasar bagi produksi negara produsen. Tercatat adalah Amerika
Serikat yang merupakan negara pengekspor utama untuk produk teknologi komunikasi baik
hardware maupun software, hal ini terjadi karena Amerika dikenal sebagai negara yang
memiliki produksi berita serta hiburan populer yang paling maju dan memiliki teknologi serta
infrastruktur komunikasi yang paling canggih di dunia.

Kemajuan industri teknologi dalam bidang komunikasi telah pula meningkatkan


periklanan sebagai bagian dari komunikasi massa international, yaitu untuk menunjang
pemasaran dan penjualan produk keseluruh pasar yang tersebar di seluruh dunia.

Pada kenyataannya, pengaruh globalisasi pada media massa hanyalah menciptakan


ketergantungan negara berkembang pada negara maju terkait dengan produksi hardware
maupun software dalam bidang teknologi komunikasi, dan tidak menghasilkan pertumbuhan
ekonomi bagi negara berkembang, sebaliknya justru menguntungkan negara maju dan
menciptakan tumbuhnya pasar-pasar baru di negara berkembang.

2016 Komunikasi Organisasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Dr. Inge Hutagalung, M.Si http://www.mercubuana.ac.id
KEPEMILIKAN DAN PENGAWASAN MEDIA MULTINASIONAL

Perkembangan globalisasi terkait media massa ternyata tidak saja menciptakan


ketergantungan dibidang pengadaan produk perangkat teknologi komunikasi (hardware
maupun software), tetapi juga menciptakan ketergantungan dibidang pemberitaan media
massa.

Tercatat bahwa berita merupakan produk pertama yang diperjual belikan melalui
kantor berita internasional yang menjadi penyedia berbagai macam jenis berita.
Pertumbuhan kantor berita internasional pada abad ke 20 banyak dipengaruhi
perkembangan teknologi dan didorong oleh timbulnya perang, perdagangan, dan ekspansi
imperialisme dan industri. Kantor berita utama pada era pasca Perang Dunia II antara lain
adalah North American (UPI dan Associated Press), British (Reuters), French (APP) dan
Russian (Tass).

Selain Amerika, Eropa telah menjadi penghasil dan konsumen terbesar berita-berita
luar negeri. Lebih lanjut Peterson (1998) menyatakan bahwa paling tidak ada tiga buah
kantor berita televisi yang mengawali pemberitaan secara internasional yaitu Reuters, WTN
(World Television News), APTV (Associated Press Television News). Dengan adanya kantor
berita secara global mengakibatkan terjadinya kesamaan pada sistem media, penyebaran
informasi berita, maupun produksi siaran hiburan diseluruh dunia, baik melalui televisi, surat
kabar, film, buku maupun radio. Disisi lain, adanya kesamaan sistem menyebabkan
audience dapat melakukan pilihan terhadap media dari negara lain.

Dalam perkembangannya globalisasi dan konsentrasi perusahaan media besar


cenderung mengarah pada cartel forming, dimana sejumlah perusahaan raksasa
bekerjasama dan berkompetisi sedemikian rupa untuk menguasai ‟pasar informasi dan
hiburan‟ dunia, seperti yang dilakukan perusahaan raksasa Amerika Time Warner, Disney,
dan Viacom, dan empat buah perusahaan diluar Amerika yaitu Seagram, Bertelsmann,
Sony, dan News Corporation.

Terkait dengan adanya pengaruh globalisasi pada media massa (informasi dan
hiburan), maka perlu diperhatikan mengenai sejauh mana isi dari informasi dan hiburan
yang masuk dari luar sebuah negara dapat dikontrol. Mekanisme utama dalam pengawasan
tidak selalu berbentuk kebijakan atau hukum, ataupun kebijaksanaan ekonomi terkait
masalah import, akan tetapi pengawasan dapat dilakukan melalui pen-dubbing-an suara
ataupun terjemahan dalam bahasa sendiri. Disisi lain, pengawasan perlu diperhatikan
karena globalisasi dalam media disadari atau tidak, juga membawa dampak akan timbulnya
budaya yang homogen dan kebarat-baratan. Selain itu globalisasi juga berpotensi untuk

2016 Komunikasi Organisasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 Dr. Inge Hutagalung, M.Si http://www.mercubuana.ac.id
menurunkan tingkat komunikasi secara nasional dan meningkatkan arus komunikasi secara
dunia, tanpa kendala waktu dan batas wilayah.

KETERGANTUNGAN MEDIA INTERNATIONAL

Menurut teori ketergantungan, kondisi yang diperlukan dalam menyingkirkan


hubungan ketergantungan adalah dengan memiliki self-sufficiency (mampu memenuhi
kebutuhan sendiri) dalam kaitannya dengan informasi, ide, dan budaya. Sebuah analisis
berbagai bentuk komunikasi international mengajukan sebuah model dengan dua dimensi
yang merupakan faktor penentu utama pada tahap ketergantungan atau otonomi, yaitu
technology axis (hardware /perangkat keras versus software/perangkat lunak) dan
communication axis (produksi versus distribusi). Model tersebut menggambarkan rangkaian
dari sender (pengirim) kepada receiver (penerima) yang dimediasi oleh sistem produksi dan
distribusi berbasis teknologi. Model tersebut menggambarkan kondisi ketergantungan
proses komunikasi dari negara-negara berkembang pada teknologi komunikasi yang
diproduksi negara maju. Pada teori ketergantungan, media digambarkan sebagai bagian
dari sistem eksploitasi modal asing dan berfungsi untuk meningkatkan dan memperkukuh
keadaan ketergantungan negara berkembang kepada negara maju.

Pola media global dalam kaitannya dengan model centre-periphery dibuat


berdasarkan pada apakah bangsa-bangsa di dunia dapat diklasifikasikan menjadi
dominan/central ataukah dependen/tidak central, dengan arus utama dari central
kesekitarnya. Semakin central sebuah negara maka semakin independen dalam
pemberitaan, dan semakin tidak central bentuk suatu negara maka semakin tercipta
ketergantungan pada distribusi berita yang dilakukan oleh negara central.

Analisa mengenai ketergantungan media secara international ini, memperlihatkan


bahwa perkembangan media secara global hanya menciptakan ketergantungan negara
berkembang pada negara maju, dan menciptakan bentuk imperialisme baru terkait dengan
budaya dan media. Kedua bentuk imperialisme ini mengimplikasikan usaha terencana untuk
mendominasi, melakukan invasi cultural space (interval budaya) dari negara maju kepada
negara berkembang, dan suatu bentuk pemaksaan dalam hubungan komunikasi. Kenyataan
ini juga mengimplikasikan adanya pola ideologi dan budaya yang disampaikan dan
diinterpretasikan dalam kaitannya dengan nilai-nilai barat, seperti individualisme,
sekularisme, dan materialisme, disebarkan kepenjuru dunia melalui isi media.

2016 Komunikasi Organisasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 Dr. Inge Hutagalung, M.Si http://www.mercubuana.ac.id
EVALUASI ULANG GLOBALISASI

Pada umumnya proposisi yang muncul dari masalah imperialisme media cenderung
mengkonstruksikan komunikasi massa global sebagai proses cause and effect (penyebab
dan akibat), dimana media mentransmisikan ide-ide, makna, dan format budaya dari suatu
tempat ke tempat lain, dari pengirim ke penerima.

Tidak dapat dibantah bahwa media dapat membantu proses pertumbuhan budaya,
difusi, penemuan dan kreativitas, yang dapat melemahkan budaya yang sudah ada. Namun
berbagai teori modern mengemukakan pandangannya bahwa invasi media-budaya dapat
ditangkal atau didefinisi ulang berdasarkan budaya dan pengalaman lokal. Adalah Lull dan
Wallis yang menggunakan istilah transkulturalisasi untuk menjelaskan proses mediasi
interaksi budaya, di mana musik-musik Vietnam mampu melakukan tekanan pada warga
Amerika Utara dan menghasilkan budaya baru hybrid. Di samping daya tarik budaya media
global, perbedaan bahasa juga merupakan kendala nyata bagi subversi budaya.

Cara lain untuk menahan intervensi globalisasi media massa terkait dengan budaya
adalah melalui proses sirkulasi media, yaitu jika suatu content semakin difilter melalui sistem
media nasional maka semakin besar content dapat diseleksi dan diadaptasikan dengan
budaya nasional, sehingga intervensi budaya dapat diminimalisasi.

KONSEP NASIONAL DAN IDENTITAS BUDAYA

Diketahui bahwa internasionalisasi media cenderung mengantarkan sebuah negara


yang tidak central pada homogenisasi ataupun sinkronisasi budaya, dan mendorong
terciptanya suatu budaya yang mendunia, bersifat universal, dan tidak mengenal batas
wilayah. Hal ini tidak dapat diterima oleh sebagian besar negara yang menyatakan bahwa
budaya adalah bagian dari sistem belief suatu masyarakat yang erat hubungannya dengan
kebiasaan dan adat istiadat tertentu. Homogenisasi budaya juga dipandang sebagai
rintangan perkembangan budaya asli dari suatu negara, atau bahkan mengikis budaya lokal
maupun regional negara tersebut.

Untuk itu perlu dilakukan pengaturan dalam media global agar tidak menimbulkan
intervensi budaya maupun ketergantungan teknologi pada negara maju. Adapun organisasi
dunia yang berperan terkait pengaturan sistem dalam media global adalah:

- ITU (International Telecommunication Union), terdiri dari delegasi yang


dinominasikan oleh pemerintah nasional, berurusan dengan standar-standar teknis
telekomunikasi, alokasi spectrum, orbit-orbit satelit, dsb.

2016 Komunikasi Organisasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Dr. Inge Hutagalung, M.Si http://www.mercubuana.ac.id
- WTO (World Trade Organization) memiliki kekuatan besar dalam menangani
persoalan-persoalan ekonomi dan banyak berpengaruh terhadap media sejalan
dengan perkembangan bisnis media yang semakin besar dan semakin komersial.

- UNESCO, cabang UN yang berdiri pada tahun 1945 memiliki kompetensi besar pada
persoalan-persoalan budaya dan pendidikan, namun tidak memiliki kekuatan yang
besar dan fungsi media yang jelas.

- World Intellectual Property Organization (WIPO), berdiri pada tahun 1893, memiliki
tujuan untuk mengharmonikan legislasi dan prosedur relevan dan mengatasi
percekcokan antara pemilik kuasa, penulis, dan pengguna.

- International Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) merupakan


penambahan terbaru bagi pengaturan tubuh pemerintahan yang bertujuan untuk
merepresentasikan komunitas pengguna internet.

KOMUNIKASI DAN BUDAYA

Cara pandang alternatif atas komunikasi yaitu komunikasi dalam model „ritual‟:
komunikasi sebagai proses simbolik dimana realita diciptakan, dipelihara, diperbaiki, dan
diubah. Artinya, komunikasi adalah proses yang melaluinya kita menerima dan menafsirkan
realitas lalu membangun pandangan kita atas realitas dan dunia. Dengan demikian, budaya
dibangun, dipelihara dan dikembangkan, dan dipelihara melalui komunikasi. Tanpa
komunikasi budaya tidak akan berkembang dan runtuh. Komunikasi adalah jantung dari
budaya.Budaya sendiri, selain mempunyai komunikasi sebagai unsur yang paling umum dan
esensial, juga mempunyai atribut-atribut seperti: kolektif dan dimiliki bersama, memiliki
bentuk-bentuk ekspresi simbolik, memiliki tatanan, terpola secara sistematis, selalu bergerak
(dinamis) dan berubah.

Untuk mempelajari budaya, secara esensial kita bisa menemukan dan mengenali
budaya dari tiga tempat: dalam manusia (sebagai produsen dan pembaca teks-teks), dalam
benda-benda (yang berisi teks-teks seperti film, buku, dll), dan dalam perilaku-perilaku
manusia yang terpola (misalnya pola perilaku pekerja media atau penguna media).

Tema-Tema Teori Kultural-Media

 Kualitas. Munculnya kultur media telah merangsang adanya pemikiran ulang atas
budaya populer (pop culture). Disini muncul distingsi (pembedaan) antara budaya
populer vs budaya tinggi yang mana budaya populer sering dianggap tak bernilai/tak

2016 Komunikasi Organisasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 Dr. Inge Hutagalung, M.Si http://www.mercubuana.ac.id
berkualitas karena diproduksi secara massal untuk konsumsi massal. Persoalan
inilah, (dalam menilai produk budaya) yang disebut persoalan “kualitas”.

 Efek-Efek Teknologi Komunikasi. Munculnya teknologi komunikasi telah


mengubah cara kita berkomunikasi sehingga juga merubah pengalaman kultural kita
menjadi semakin beragam. Tapi, pengalaman kultural yang termediasi semacam ini
bisa saja merubah makna dari pengalaman kultural itu.

 Komoditifikasi. Adanya aspek-aspek ekonomi politik dari produksi budaya


terorganisir sebagaimana dilakukan media massa membuat kita memandang media
massa sebagai “industri kesadaran” yang merubah nilai-nilai budaya jadi komoditas
dan memperjualbelikannya.

 Globalisasi. Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan perluasan


pasar, media massa tidak hanya menampilkan budaya sendiri tetapi juga budaya lain.
Inilah yang dimaksud dengan globalisasi.

 Kebijakan Publik Mengenai Keberagaman Budaya. Kuatnya dominasi budaya


asing dalam isi media massa telah membuat banyak orang cemas akan
terhapuskannya keberagaman budaya. Untuk itu diperlukan adanya kebijakan publik
yang melindungi keberagaman budaya.

 Identitas kultural. Isu-isu mengenai identitas kultural muncul ketika kelompok


minoritas dikenali dengan jalan yang berbeda diluar lokasi-lokasi, agama atau etnis
yang ada.

 Gender dan subkultur. Subkultur yang berdasarkan orientasi seksual atau peran
gender menyediakan sejumlah contoh bagi kita..

 Ideologi dan Hegemoni. Teori kultural-media membahas bagaimana ideologi


mewujud dalam produksi kultual dan bagaiaman ideologi bisa dibaca dalam teks-teks
media dan mampu mempengaruhi khalayak.

MAHZAB FRANKFURT DAN TEORI KULTURAL KRITIS

Munculnya teori-teori kritis yang lebih radikal (dan populis) seperti hasil kerja Richard
Hoggart, Raymond Williams dan Stuart Hall telah mewakili suatu perhatian yang kritis dan
berbasis sosial atas munculnya budaya massa. Tujuan utama dari para pengkritik ini
mulanya adalah menyerang akar komersial dari penurunan kultural dan membela kelas
pekerja dari kemungkinan mereka dipersalahkan atas turunnya ‟kualitas‟ budaya. Di Amerika
Utara, pada masa yang bersamaan, muncul perdebatan yang membicarakan betapa
dangkalnya budaya massa. Denga demikian, para kritikus ini juga telah menyelamatkan

2016 Komunikasi Organisasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 Dr. Inge Hutagalung, M.Si http://www.mercubuana.ac.id
budaya massa dari stigma kualitas rendah, sekalipun jalur dari konsep asli budaya massa
telah diabaikan dengan kuat.

Istilah teori kritis, merujuk pada sekelompok pemikir neo-Marxis yang ada di
Frankfurt yang disebut Mahzab Frankfurt dengan tokoh-tokohnya seperti Adorno,
Horkheimer, Marcuse dan Benjamin. Pemikiran neo-Marxis, yang berkembang pada masa
pasca perang telah menyediakan seperangkat ide-ide bagi kita untuk lebih meluaskan
perkembangan ide-ide mengenai komunikasi massa dan karakter budaya massa.

Kelompok ini pada mulanya didirikan untuk menguji mengapa perubahan sosial
revolusioner seperti yang pernah diramalkan Karl Marx tidak pernah terjadi. Dalam
penjelasan atas kegagalan ini, mereka melihat kapasitas superstruktur untuk mampu
menumbangkan kekuatan-kekuatan/tenaga-tenaga perubahan ekonomi. Sejarah menjadi
meleset (tidak seperti yang diramalkan Marx) karena ideologi dari kelompok dominan telah
berhasil mengkondisikan basis ekonomi dengan menanamkan kesadaran palsu pada massa
kelas pekerja. Komoditi adalah instrumen utama dalam proses ini. Media menjadikan semua
produk kultural mereka sebagai komoditi yang bisa dibeli konsumer demi kepuasan
psikologis, hiburan dan dugaan-dugaan ilutif yang mengaburkan seperti apa struktur sosial
sesungguhnya dan subordinasi kita didalamnya.

Marcuse, memberikan gambaran “satu dimensi” pada konsumsi massal masyarakat


yang ditemukan pada perdagangan, periklanan, dan egaliterianisme palsu. Banyak ide-ide
dari kelompok ini yang diluncurkan pada tahun 1940-an oleh Adorno dan Horkheimer yang
mengandung serangan pesimis dan tajam atas budaya massa. Ide-ide ini mengkritik budaya
massa atas keseragamaannya, pemujaannya atas teknik, membosankan, eskapisme dan
produksi kebutuhan semu, reduksinya pada individu hanya sebagai pelanggan/pembeli dan
penghilangannya pada semua pilihan-pilihan ideologis.

IDEOLOGI DAN PERLAWANAN

Teori kultural media telah meluas dengan baik melebihi perhatiannya utama pada
dominasi ideologi, sekalipun studi atas ideologi tetap berperan sentral. Begitu juga
signifikansi budaya media terhadap pengalaman hidup kelompok-kelompok seperti pemuda,
kelas pekerja dan kelompok termarjinal lainnya. Adalah Mahzab Birmingham yang
mempelopori riset-riset dan teori dalam topik-topik ini yang tokoh utamanya adalah Stuart
Hall. Kelompok ini telah mempelopori pendekatan kajian budaya (cultural studies).

Stuart Hall menulis: beroposisi dengan cara memformulasikan hubungan antara ide-
ide dan tenaga-tenaga material yang berpola basis-suprastruktur yang mana basis diartikan
sebagai determinasi ekonomi dalam arti yang sederhana, pendekatan kajian budaya

2016 Komunikasi Organisasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Dr. Inge Hutagalung, M.Si http://www.mercubuana.ac.id
mengartikan budaya sebagai baik, makna-makna maupun nilai-nilai yang tumbuh secara
berbeda diantara kelas-kelas sosial dan kelompok-kelompok sosial berdasarkan kondisi
historis dan hubungan-hubungan yang telah terberikan bagi mereka, yang mana melaluinya
mereka coba menangani dan merespon kondisi-kondisi keberadaan mereka.

Pendekatan kritis yang diasosiasikan dengan Mahzab Birmingham juga bertanggung


jawab atas terjadinya pergeseran dari pertanyaan mengenai ideologi yang ditanamkan
dalam teks-teks media menjadi pertanyaan tentang bagaimana ideologi ini di‟baca‟ oleh
audiensnya. Hall mengusulkan satu model encoding-decoding wacana media yang mana
mengatakan teks media diposisikan antara pembuat yang membingkainya dengan
pemaknaan tertentu dan audiensnya yang menyandikannya dengan pemaknaan sesuai
situasi sosial dan bingkai interpretasi yang mereka miliki. Ide ini menyediakan rangsangan
yang bisa dipertimbangkan untuk memikirkan kembali teori-teori ideologi dan kesadaran
palsu, karena ada kondisi dimana penolakan terhadap ideologi dominan terjadi.

PENEBUSAN ATAS POPULER

Penebusan atas yang populer sangat bergantung pada teori decoding dari Hall yang
mengatakan bahwa satu produk budaya yang sama bisa dibaca/dimaknai dengan berbagai
cara dan artian sekalipun pemaknaan yang dominan atasnya tetap ada. Fiske mengartikan
teks media sebagai hasil dari pembacaan dan kenikmatan yang dilakukan khalayak. Fiske
mengartikan pluralitas pemaknaan dari satu teks sebagai poliseminya. Istilah
intertekstualitas sebagian merujuk pada salingketerhubungan pemaknaan-pemaknaan
melewati artefak-artefak media yang berbeda tetapi juga merujuk pada salingketerhubungan
pemaknaan-pemaknaan melewati media dan pengalaman-pengalaman budaya lainnya.

Jadi, bagi Fiske, budaya populer adalah apa yang populer. Diketahui dan diikuti oleh
orang banyak dan bergantung pada “kekuatan orang banyak” itu. Pada intinya, walaupun
orang-orang dalam satu kelas adalah telah disubordinasikan, mereka tetap mempunyai
kekuatan semiotik untuk membuat pemakanaan-pemaknaan sesuai keinginan mereka.

Terdapat persoalan kualitas dalam budaya populer, kualitas tidak lagi diartikan
sebagai suatu tingkat kenyamanan atas budaya tradisional melainkan bisa diartikan juga
sebagai kreatifitas, orijinalitas, atau keberagaman identitas budaya dan prinsip-prinsip moral
serta etis, tergantung sudut pandang mana yang dipilih. Sekalipun, bisa saja muncul
argumen bahwa kualitas dari suatu hal dapat dinilai dari seberapa laku ia dalam pasar yakni
bisa memuaskan dan menyenangkan orang.

2016 Komunikasi Organisasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Dr. Inge Hutagalung, M.Si http://www.mercubuana.ac.id
DAMPAK DARI KOMUNIKASI GLOBAL

Amerika merupakan negara pengekspor utama yang paling berpengaruh dalam


penyebarluasan content media massa, di mana negara-negara penerima content terancam
oleh apa yang dikatakan sebagai “amerikanisasi”. Penetrasi budaya yang dibawa oleh
Amerika ke negara-negara yang mengimpor foreign content berdampak negatif bagi
pertahanan identitas budaya suatu negara. Sebagai resistansi penetrasi budaya asing, perlu
adanya gatekeeping controls.

Globalisasi media massa juga berdampak negatif pada masyarakat di Indonesia.


Contoh nyata adalah kecenderungan lifestyle yang berorientasi kebarat-baratan dan
menganggap bahwa budaya orisinil Indonesia sebagai budaya primitif. Kecenderungan
berpikir bangsa Indonesia seperti ini merupakan dampak dari arus modernisasi yang dibawa
melalui komunikasi massa global. Perlahan tapi pasti, Indonesia mulai kehilangan jati diri
dengan berporos pada budaya dan gaya hidup barat. Tanpa disadari, telah terjadi
imperialisme budaya melalui media massa. Media massa digunakan sebagai alat
modernisasi yang paling menjanjikan bagi kapitalis barat dalam mengatasi cara berpikir
tradisional.

Semakin makmur suatu negara, semakin besar kesempatan untuk memperoleh


otonomi media. Namun yang terjadi di Indonesia, tayangan-tayangan lokal justru banyak
menampilkan kehidupan-kehidupan anak muda yang telah mengalami pergeseran budaya
dari timur ke barat. Bahkan adegan-adegan yang tadinya dianggap tabu untuk dipublikasi,
saat ini kerap muncul menghiasi layar televisi, baik dalam bentuk sinetron ataupun hiburan.
Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa media dan negara Indonesia masih dependen/tidak
central.

Dampak globalisasi media massa tidak hanya berpengaruh pada budaya bangsa
Indonesia, tetapi juga berdampak pada meningkatkan kekerasan dikalangan generasi muda
bangsa sebagai akibat dari peniruan adegan yang ditayangkan melalui program tertentu,
seperti yang terjadi pada program tayangan „Smack Down‟, ataupun film „Superman‟.

Indonesia, dengan populasi penduduknya berkisar pada angka 250 juta jiwa,
merupakan pangsa pasar „empuk‟ bagi pemasaran produk hardware maupun software
negara produsen. Hal mana tidak saja menimbulkan ketergantungan bangsa Indonesia
terhadap negara produsen, tetapi juga merangsang timbulnya pola hidup konsumtif
dikalangan masyarakat, seiring dengan keinginan untuk terus „mengejar‟ kemajuan teknologi
mutahir dari suatu produk tertentu, ataupun karena „keharusan‟ untuk mengikuti trend
teknologi jika tidak ingin kehilangan akses informasi dan hiburan. Contoh: saat sistem
penyiaran televisi memasuki era digitalisasi pada sekitar tahun 2017, maka mau tidak mau

2016 Komunikasi Organisasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Dr. Inge Hutagalung, M.Si http://www.mercubuana.ac.id
masyarakat di Indonesia harus menyesuaikan diri dengan pergantian sistem tersebut. Jika
tidak mereka tidak dapat mengakses siaran televisi.

Globalisasi menyebabkan komunikasi massa mempunyai sifat ganda ataupun sifat


gabungan, yaitu disatu sisi komunikasi massa bercirikan „suci‟ dikaitkan dengan kebenaran,
kepercayaan, kebebasan, dan kemajuan pengetahuan, namun disisi yang lain bersifat
materialistis-terkait keuntungan bagi produsen dan distributor.

Komunikasi massa secara global cenderung dianggap sebagai penyebab rusaknya


ataupun turunnya nilai suatu budaya, penunjang punahnya kontrol sosial dan solidaritas
dalam masyarakat. Namun disisi lain, komunikasi massa juga diakui memiliki kekuatan dan
kemampuan untuk memperkuat hubungan antar individu, kelompok, maupun bangsa, serta
berkemampuan menjayikan seperangkat nilai, ide, informasi dan persepsi yang sama
kepada setiap individu.

2016 Komunikasi Organisasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11 Dr. Inge Hutagalung, M.Si http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka

Arni Muhammad. Arni. 2002. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Pace, Wayne., Faules, Don.F. 2005. Komunikasi Organisasi. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Robbins, Stephen. 2002. Perilaku Organisasi. Jilid 2. Jakarta: PT Prenhallindo

2016 Komunikasi Organisasi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


12 Dr. Inge Hutagalung, M.Si http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai