Anda di halaman 1dari 2

HarianDepok.

com – Suara Pembaca , Baru-baru ini kita dihebohkan oleh berita tentang nenek Asyani
dari kabupaten Situbondo yang harus menjalani proses persidangan lantaran diduga mencuri tujuh
batang kayu milik Perum Perhutani. Menurut nenek Asyani kayu jati yang dipermasalahkan tersebut
ditebang oleh almarhum suami Asyani sekitar lima tahun silam dari lahan mereka sendiri.

Dalam kasus nenek Asyani ini terdapat beberapa kejanggalan. Kayu jati yang diduga dicuri oleh nenek
Asyani itu berukuran kecil hanya sekitar 10 sampai 15 sentimeter, sedangkan kayu jati milik Perhutani
yang hilang berdiameter 100 sentimeter. Selain itu kasus itu dilaporkan pada bulan Juli 2014, dan nenek
Asyani ditahan mulai Desember 2014 sementara persidangan baru dibuka 3 bulan kemudian. Bayangkan
bagaimana keadaan nenek itu di dalam penjara, seharusnya aparat hukum mempunyai kebijaksanaan
terhadap nenek Asyani yang sudah berusia lanjut.

Mengapa kasus seperti ini bisa sampai terjadi?

Saat in nenek Asyani dalam penangguhan hukum, tetapi harus menjalani sidang berkali-kali di
Pengadilan Situbondo. Sungguh miris hati kita mendengar kasus nenek Asyani yang sudah tua tetapi
diperlakukan dengan tidak adil dimana dia ditahan sebelum diadakan persidangan seolah-olah dia
seorang kriminal yang berbahaya dan telah merugikan rakyat banyak. Ditambah lagi ancaman hukuman
5 tahun penjara dan penanganan kasus tersebut yang terkesan berlarut-larut tanpa penyelesaian.

Dari kasus ini kita bisa menilai bahwa hukum di negara kita belum mampu memberikan keadilan kepada
rakyat biasa yang tidak punya harta, posisi dan status yang tinggi. Hukum kita banyak membiarkan
kasus-kasus berat jika pelakunya mempunyai harta dan kekuasaan. Orang biasa yang melakukan
pelanggaran langsung dijebloskan kepenjara meskipun melakukan pelanggaran kecil. Sedangkan
pejabat-pejabat yang melakukan korupsi sampai milyaran bahkan trilyunan dapat berkeliaran dengan
bebas. Meskipun ada beberapa koruptor yang dipenjara, mereka masih menikmati fasilitas mewah
dipenjara bahkan lebih mewah dari orang biasa yang tinggal di luar penjara. Kasus ketidakadilan hukum
yang dialami nenek Asyani dan rakyat lainnya mencerminkan bahwa hukum di Indonesia itu tumpul ke
atas tetapi tajam ke bawah.

Adakah hukum yang bisa menegakkan keadilan tanpa pandang bulu?

Hukum Islamlah jawabannya karena hukum Islam berasal dari Allah Yang Maha Adil. Dalam hukum Islam
sekuat apapun upaya untuk mengintervensi hukum pasti gagal karena hukum Allah SWT tidak berubah
dan tidak akan pernah berubah, dan tidak boleh diubah apalagi hanya untuk kepenting orang-orang
tertentu yang mempunyai banyak harta dan kekuasaan.

Di mata hukum Islam, semua orang memiliki kedudukan yang setara; muslim atau non-muslim, pria atau
wanita, kaya atau miskin, berkedudukan tinggi atau rakyat biasa. Tidak ada diskriminasi, kekebalan
hukum, atau hak istimewa. Siapa saja yang melakukan tindakan kriminal dihukum sesuai dengan jenis
pelanggarannya. Hal ini pernah terjadi di jaman Rasulullah ketika seorang wanita bangsawan melakukan
pencurian dan para pembesar meminta agar hukuman wanita itu diperingan. Rasulullah saw murka
seraya bersabda:
“Sesungguhnya yang membinasakan orang2 sebelum kalian adalah tatkala ada orang yang terhormat
mencuri, mereka biarkan; jika orang lemah yang mencuri; mereka menegakkan had atas dirinya. Demi
Zat Yang jiwaku berada dalam genggamanNya. Seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri niscaya
akan aku potong tangannya. (HR al-Bukhari)

Hukum Islam juga tidak semata-mata membela penguasa. Sebagai contoh dimasa khalifah Ali Bin Abi
Thalib, beliau mengadukan seorang yahudi (non-muslim) yang mencuri baju perangnya. Walaupun pada
saat itu beliau mempunyai kedudukan paling tinggi bahkan lebih tinggi dari Qadhi atau hakim yang
menangani kasus tersebut dan juga lawannya adalah non-muslim, Qadhi tidak memenangkan beliau
karena tidak adanya saksi yang memadai. Mendengar keputusan Qadhi beliau tidak marah malah
menyerahkan baju perangnya kepada orang yahudi tersebut. Hal itu membuat si yahudi takjub kepada
hukum Islam dan akhirnya mengaku bahwa baju perang itu bukan miliknya melainkan milik amirul
mu’minin Ali Bin Abi Thalib.

Demikianlah kelebihan hukum Islam yang bersumber dari Allah SWT yang jelas lebih baik dibandingkan
hukum lain yang bersumber dari manusia hamba Allah yang tidak mungkin bisa menandingi Zat Yang
Maha Kuasa. Hanya dengan kembali kepada syariah Islam, manusia akan mendapatkan keadilan,
kemakmuran, kesejahteraan dan lain2nya sesuai dengan yang kita harapkan selama ini karena Allah
SWT, Zat Yang Paling Memahami apa yang paling baik bagi manusia. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Bayangkan kasus tersebut dilaporkan pada bulan Juli 2014, dan ia ditahan mulai Desember 2014.
Sementara persidangan baru dibuka 3 bulan kemudian.

Sungguh upaya yang sangat lama dalam penanganan kasus tersebut, bahkan terkesan berlarut-larut
tanpa penyelesaian. Wajar bila ada anggapan bahwa ini adalah tindakan kriminalisasi. Terlebih lagi
membiarkan perempuan tua dalam penjara selama itu dari sisi kemanusiaan tentu sulit untuk diterima.

Anda mungkin juga menyukai