Struktur Organisasi Muhammadiyah Dan Amal Usaha
Struktur Organisasi Muhammadiyah Dan Amal Usaha
A. Pendahuluan
Organisasi kemuhammadiyahan adalah suatu organisasi yang sejak didirikannya
telah menegaskan sebagai gerakan Islam. Maksud dan tujuan Muhammadiyah
adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Dalam hal ini tentu mengembalikan
masyarakat Islam agar kembali kepada semangat dan ajaran Islam yang murni serta
membebaskan umat Islam dari tahayul, khurofat dan bid’ah.1 Masyarakat Islam
sebenar-benarnya itu juga tentu adalah masyarakat Islam yang jauh lebih maju dan
sejahtera yang berperadaban tinggi sebagaimana telah dibangun para pendahulu
umat pada abad-abad pertengahan. Tujuan ini tidak mungkin dipikul secara
1
Zamah Sari, dkk, Kemuhammadiyahan, (Jakarta: Uhamka Press, 2013), hlm. 157.
1
sendirian oleh pemimpin organisasi tetapi diperlukan ketertiban anggota dan
masyarakat. Sebab sebagai perserikatan, setiap anggota organisasi mempunyai
kekuasaan dan hak bersama dalam Muhammadiyah yaitu hak menyampaikan
pendapat, hak suara, serta hak memilih dan hak dipilih. Muhammadiyah sebagai
gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar sesuai ajaran Al-Quran dan Sunnah tidak
lepas dari organisasi, sebab dengan organisasi ini diharapkan Muhammadiyah dapat
berkembang pesat yang dimulai dari pimpinan ranting sampai pusat. Sejak
kepemimpinan K.H. Ahmad Dahlan maupun sesudahnya, hingga dilakukan
pembaharuan organisasi tahun 1960, baik secara vertikal maupun horizontal.
Pembaharuan secara vertikal terkait dengan pembenahan struktur dengan
pembentukan jaringan tradisional mulai tingkat pusat sampai ranting. Secara
horizontal pembaharuan mencakup pertumbuhan jumlah amal usaha
Muhammadiyah yang berkembang secara cepat dan maju.2
Muhammadiyah dalam perkembangannya selalu mengikuti perkembangan
zaman dan kemasyarakatan, terbukti dengan adanya perkembangan organisasi
secara vertikal maupun horizontal. Perkembangan secara vertikal yaitu menata
kelembagaan dari ranting hingga pusa, yang mana pada setiap level tersebut secara
horizontal terbentuk susunan organisasi berdasarkan bidang-bidang kerja dan
konsentrasi gerakan Muhammadiyah dalam bentuk unsur pembantu pimpinan dan
organisasi otonom.3
Secara horizontal terbentuk susunan organisasi berdasarkan bidang-bidang kerja
dan konsentrasi gerakan Muhammadiyah dalam bentuk unsur pembantu pimpinan
dan organisasi otonom, salah satu organisasi otonom Muhammadiyah adalah
‘Aisyiyah. ‘Aisyiyah adalah gerakan perempuan Muhammadiyah yang telah diakui
dan dirasakan perannya dalam masyarakat. Sebagai organisasi otonom yang pertama
dilahirkan, ia juga memiliki tujuan yang sama dengan Muhammadiyah yaitu
menegakkan ajaran Islam dan mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya. ‘Aisyiyah memiliki garapan program kerja yang sangat khusus, strategis
dan visioner, yaitu perempuan. Peran dan fungsi perempuan merupakan bagian
2
MT. Arifin, Muhammadiyah Potret Yang Berubah, (Surabaya: Institut Gelanggang Pemikiran
Filsafat Sosial Budaya dan Kependidikan, 1996), h.256.
3
Syamsul Hidayat, dkk, Studi Kemuhammadiyahan; Kajian Historis, Ideologis dan Organisasi,
(Surakarta: LPID Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2010), hlm. 100.
3
2
penting dalam gerak roda kehidupan, bidang yang diikuti ‘Aisyiyah sejak awal
berdiri dengan tetap berdasarkan kepada Al-Quran dan As-Sunah sampai sekarang.
Komitmen ‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan Islam di tanah air dapat
dibuktikan sampai usia menjelang satu abad ini. Muhammadiyah dalam bidang
keperempuanan dapat terbantu karena bidang ini digarap dan dikembangkan oleh
organisasi otonom tertua ini.
B. Pembahasan
1. Struktur Organisasi Muhammadiyah Secara Vertikal
Menurut H. S. Pujodjokusumo susunan organisasi Muhammadiyah secara
vertical adalah susunan vertikal dalam organisasi Muhammadiyah yang dimulai
dari bawah keatas atau sebaliknya, di mana pimpinan itu tersusun sebagai
berikut: 4
1) Pimpinan Ranting adalah kesatuan anggota dalam satu tempat.
2) Pimpinan Cabang adalah kesatuan cabang dalam satu kota atau
kabupaten.
3) Pimpinan Wilayah adalah kesatuan cabang dalam satu provinsi.
4) Pimpinan Pusat adalah kesatuan wilayah dalam Negara.
4
H. S. Pujdjokusumo, Muhammadiyah Apa dan Bagaimana, (Jakarta: Penerbit A.M.B, 1988), h. 51.
3
calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Wilayah. Ketua Pimpinan
Wilayah ditetapkan oleh Pimpinan Pusat dari dan atas usul calon anggota
Pimpina Wilayah terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Wilayah.
3. Pimpinan Daerah
Pimpinan Daerah memimpin Muhammadiyah dalam daerahnya serta
melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. Pimpinan Daerah terdiri dari
sembilan orang ditetapkan oleh pimpinan Wilayah untuk satu masa jabatan
dari calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Daerah. Ketua Pimpinan
Daerah ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah dari dan atas usul calon anggota
Pimpina Daerah terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Daerah.
4. Pimpinan Cabang
Pimpinan Cabang memimpin Muhammadiyah dalam cabangnya serta
melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. Pimpinan Cabang terdiri dari
tujuh orang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah untuk satu masa jabatan dari
calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Cabang.
5. Pimpinan Ranting
Pimpinan Ranting memimpin Muhammadiyah dalam Rantingnya serta
melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. Pimpinan Ranting terdiri dari
lima orang ditetapkan oleh Pimpinan Cabang untuk satu masa jabatan dari
calon-calon yang dipilih dalam Musyawarah Ranting. Ketua Pimpinan
Ranting ditetapkan oleh Pimpinan Cabang dari dan atas usul calon anggota
Pimpina Ranting terpilih yang telah disahkan oleh Musyawarah Ranting.
2.1. Majelis-Majelis
4
2.1.1. Majelis Tarjih dan Tajdid
Suatu lembaga dalam Muhammadiyah yang awalnya hanya bernama
majelis Tarjih yang membidangi masalah-masalah keagamaan, khususnya
masalah fiqih. Majelis ini dibentuk dan disahkan oleh kongres
Muhammadiyah XVII tahun 1928 di Pekalongan, Jawa Tengah. Majelis ini
didirikan pertama kali untuk menyelesaikan persoalan khilafiyat yang pada
waktu itu dianggap rawan oleh Muhammadiyah.
Tugas dan fungsi majelis ini adalah sebagai berikut:5
1) Mendampingi dan membantu pimpinan persyarikatan dalam hal
membimbing anggota melaksanakan ajaran Islam.
2) Membimbing umat, memberikan arah memberikan fatwa keagamaan dan
memberikan suatu dasar pembenaran agama yang dapat dipahami oleh
suatu pembenaran dan mempersiapkan secara meluas.
3) Mempergiat atau penelitian agama Islam dalam rangka mengembangkan
ciri pelaksanaan tajdid dan mengantisipasi perkembangan yang tumbuh
dalam masyarakat.
5
Syamsul Hidayat. dkk, Studi Kemuhammadiyahan ; Kajian Historis, Ideologi dan Organisasi,
(Surakarta: LPID Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2010), h. 102-103.
5
sebagai kebenaran yang diperlukan”. Majelis ini diadakan sesuai pedoman
Al-Qur’an surah Ali-Imran ayat 102-104.
Fungsi dan tugas majelis Tabligh dan Dakwah khusus adalah:
1) Pembinaan Ideologi Muhammadiyah.
2) Perencanaan, pengorganisasian, pembimbingan, pengkoordinasian,
dan pengawasan program dan kegiatan.
3) Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga professional.
4) Penelitian dan pengembangan bidang tabligh dan dakwah khusus.
6
2.1.5. Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat
Dibentuk dalam rangka mengamalkan surat Al-Ma’un. K.H. Ahmad
Dahlan mendorong untuk mencari fakir miskin, menyantuni dan
menghimpun, memberikan sandang pangan, mendidiknya kepada ajaran
Islam dan memberikan kerja-kerja yang positif. Ide ini diteruskan oleh K.H.
Sudja’ murid K.H. Ahmad Dahlan yang akhirnya berkembang memiliki
rumah yatim, panti asuhan dan lain-lain. Di samping itu banyak gerakan
kemanusiaan serta sosial yang semuanya telah merakyat dalam kehidupan
sosial bermasyarakat.
7
Majelis yang dibentuk setelah muktamar Muhammadiyah ke-45,
merupakan Majelis baru. Namun bukan baru sama sekali, karena majelis ini
merupakan kelanjutan dari Lembaga Buruh, Petani dan Nelayan (BTN) pada
periode sebelumnya.
2.2. Lembaga-Lembaga
2.2.1. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
Lembaga ini dibentuk untuk mewadahi pemikiran dakwah amar ma’ruf
nahi munkar melewati liku-liku persoalan politik praksis ataupun
ketatanegaraan. Dengan lembaga ini bukan berarti Muhammadiyah
organisasi politik praktis, tetapi Muhammadiyah memberi wadah dan saluran
bagi warga anggotanya yang ahli dalam politik secara teori ataupun praktik.
8
2.2.6. Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan memiliki tugas sebagai
berikut:
1) Menyusun dan memasyarakatkan sistem pengelolaan keuangan
Persyarikatan.
2) Membina dan mengawasi pengelolaan keuangan Persyarikatan.
3) Melakukan kajian tentang sistem keuangan umum sebagai
pertimbangan bagi Pimpinan Persyarikatan.
9
1) Mempunyai fungsi khusus dalam Muhammadiyah.
2) Mempunyai potensi di lingkup nasional.
3) Merupakan kepentingan Muhammadiyah.
10
A. ‘Aisyiyah
1. Sejarah
Sebelum ‘Aisyiyah berdiri, Siti Walidah (istri K.H. Ahmad Dahlan)
sudah melakukan gerakan pemberdayaan perempuan di lingkungannya,
di kampung Kauman Yogyakarta melalui pendidikan dengan nama
“Sopo Tresno”
Setelah secara aklamasi perkumpulan itu diberi nama ‘Aisyiyah,
kemudian diresmikan bersamaan dengan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi
Muhammad SAW pada tanggal 27 Rajab 1335 H atau bertepatan 19 Mei
1917 M dengan ketua Siti Bariyah.
Sejak berstatus PP ‘Aisyiyah berkedudukan di Yogyakarta dan
diketuai oleh Prof. Dra. Hj. Baroroh Baried. Sesuai dengan keterangan
K.H. Ahmad Badawi, lembaga ini didirikan sesuai berpedoman dengan
firman Allah SWT Surat At-Taubah [9]: 71-72.
11
memberika memberikan bimbingan pernikahan dan berumah tangga,
memberi motivasi keluarga sejahtera, keluarga bahagia, berislam dan
sebagainya.
B. Pemuda Muhammadiyah
Anggota pemuda Muhammadiyah adalah angkatan muda dan remaja
yang dididik kemampuan kepanduan, keagamaan, kemasyarakatan, dan
sosial kependidikan. Dalam perkembangannya tahun 1932 atas
keputusan kongres ke-21 di Makassar ditetapkannya berdirinya “Pemuda
Muhammadiyah” dan baru di berikan Otonomi penuh pada muktamar ke
37di Yogyakarta tahun 1968.
Dalam perkembangannya tahun 1966 muktamar Pemuda
Muhammadiyah ke-4 di Jakarta pada 18-24 November 1966 menetapkan
muqadimah AD Pemuda Muhammadiyah memiliki fungsi sebagai
pelopor, pelangsung penyempurna amal usaha dan perjuangan
Muhammadiyah.
C. Nasyiatul ‘Aisyiyah
Berdirinya Nasyiatul ‘Aisyiyah bermula untuk memajukan
Muhammadiyah dengan mengadakan perkumpulan yang anggotanya
terdiri dari para remaja putra-putri Standar Scholl Muhammadiyah
dengan nama Siswa Praja pada tahun 1919. Siswa Praja memiliki
ranting-ranting Muhammadiyah yang ada yaitu: Karangkajen, Bausasran,
Siswa Praja Wanita, pimpinannya dipimpin oleh Siti Wasilah sebagai
ketua.
Pada tahun 1923 secara organisator Siswa Praja Wanita (SPW)
menjadi ‘Aisyiyah. Kegiatannya semakin banyak dan nyata. Sehingga
pada tahun 1938 pada kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta
diputuskan “simbol padi” menjadi simbol Nasyiah.
Ketika Muktamar di Jakarta tahun 1962, Nasyiah mulai diberi
kesempatan untuk musyawarah sendiri. Dengan didahului konferensi di
Solo maka pada tahun 1965 Nasyiah berhasil mengadakan munasnya
12
yang pertama bersamaan dengan muktamar Muhammadiyah dan
‘Aisyiyah. Mulai saat itu, Nasyiyah mendapat status sebagai organisasi
otonom Muhammadiyah secara kekeluargaan ‘Aisyiyah sendiri memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dari Nasyiyah.
Nasyiyatul ‘Aisyiyah adalah organisasi otonm dan kader
Muhammadiyah yang merupakan gerakan putri Islam yang bergerak di
bidang keagamaan, kemasyarakatan dan keputrian. Maksud gerakan putri
Islam adalah menggerakkan putri-putri Islam untuk memaham dan
mengamalkan ajaran Islam.
13
peresmian IMM juga disahkan “Enam Penegasan IMM”, Anggaran dasar
IMM dan Anggaran Rumah Tangga IMM.
4. Program Kerja
Secara umum program kerja IMM dilaksanakan untuk memantapkan
eksistensi organisasi demi mencapai tujuannya “mengusahakan
terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka
mencapai tujuan Muhammadiyah”. Untuk Menunjang pencapaian tujuan
IMM tersebut maka perencanaan dan pelaksanaan program kerja di
orientasikan bagi terbentuknya profil kader IMM yang memiliki dasar
humanitas. Perencanaan dan pelaksanaan program kerja tersebut
memiliki stressing yang berbeda-beda pada masing-masing level
kepemimpinan.
a) Di tingkat Komisariat: kemahasiswaan, perkaderan,
keorganisasian, kemasyarakatan.
b) Di tingkat Cabang: perkaderan, kemahasiswaan, keorganisasian
kemasyarakatan.
14
c) Di tingkat Daerah: keorganisasian, kemasyarakatan, perkaderan,
kemahasiswaan.
d) Di tingkat Pusat: kemasyarakatan, keorganisasian, perkaderan,
kemahasiswaan
F. Tapak Suci
Tapak Suci sebagai salah satu varian seni beladiri pencak silat juga
memiliki ciri khas yang bias menunjukkan identitas yang kuat. Ciri khas
tersebut dikembangkan melalui proses panjang dalam akar sejarah yang
dilaluinya.
Perguruan seni pencak silat ini didirikan pada tahun 1925 dan diberi
nama Perguruan Cikauman yang dipimpin langsung oleh Pendekar M.A
Wahib dan Pendekar A. Dimyati, yaitu dua orang murid yang tangguh
dari K.H. Busyro Syuhada. Perguruan Cikauman banyak melahirkan
pendekar-pendekar muda yang akhirnya mengembangkan cabang
perguruan untuk memperluas jangkauan yang lebih luas dengan nama
Perguruan Seranoman pada tahun 1930.
6
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-88-det-ipm.html diakses pada 7 November 2013
pukul 13:47 WIB.
15
Perkembangan kedua perguruan ini semakin hari semakin pesat
dengan pertambahan murid yang cukup banyak. Lahirnya pendekar-
pendekar muda hasil didikan perguruan Cikauman dan Seranoman
memungkinkan untuk mendirikan perguruan-perguruan baru, yang di
antaranya ialah Perguruan Kasegu pada tahun 1951. Atas desakan murid-
murid dari Perguruan Kasegu inilah inisiatif untuk menggabungkan
semua perguruan sitat yang sealiran dimulai. Pada tahun 1963, desakan
itu semakin kuat, namun mendapatkan tentangan dari para ulama
Kauman dan para pendekar tua yang merasa terlangkahi. Seluruh
perangkat organisasional dipersiapkan, dan akhirnya disepakati untuk
menggabungkan kembali kekuatan-kekuatan perguruan yang terserak ke
dalam satu kekuatan perguruan, yaitu mendirikan Perguruan Tapak Suci
pada tanggal 31 Juli 1963 yang merupakan keberlanjutan sejarah dari
perguruan-perguruan sebelumnya.7
Pada perkembangan selanjutnya, Perguruan Tapak Suci yang
berkedudukan di Yogyakarta akhirnya berkembang di Yogyakarta dan
daerah-daerah lainnya. Setelah meletusnya pemberontakan G 30 S/PKI,
pada tahun 1966 diselenggarakan Konferensi Nasional I Tapak Suci yang
dihadiri oleh para utusan Perguruan Tapak Suci yang tersebar di
berbagai daerah di Indonesia. Pada saat itulah berhasil dirumuskan
pemantapan organisasi secara nasional, dan Perguruan Tapak Suci
dikembangkan lagi namanya menjadi Gerakan dan Lembaga Perguruan
Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Dan pada
Sidang Tanwir Muhammadiyah tahun 1967, Tapak Suci Putera
Muhammadiyah ditetapkan menjadi organisasi otonom di lingkungan
Muhammadiyah, karena Tapak Suci Putera Muhammadiyah juga mampu
dijadikan wadah pengkaderan Muhammadiyah.
G. Hizbul Wathan
7
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-86-det-tapak-suci.html diakses pada 7 November
2013, pukul 13:49 WIB.
16
Bermula dari perjalanan dakwah yang dilakukan K.H. Ahmad
Dahlan ke Surakarta pada tahun 1920, berdirinya Hizbul Wathan
merupakan inovasi terbuka dan kreatif untuk membina anak-anak muda
dalam keagamaan dan pendidikan mereka. K.H. Ahmad Dahlan
mengungkapkan bahwa alangkah baiknya kalau Muhammadiyah
mendirikan padvinder untuk mendidik anak-anak mudanya agar
memiliki badan yang sehat serta jiwa yang luhur untuk mengabdi kepada
Allah.
Metode padvinder diambil sebagai metode pendidikan anak muda
Muhammadiyah di luar sekolah. Hal ini sangat bermanfaat bagi metode
pendidikan dan dakwah yang dilakukan Muhammadiyah, yang semuanya
merupakan tindakan strategis yang sangat erat dengan masa depan Islam,
pembaharuan masyarakat dan bangsa, serta kecepatan penyebaran
gagasan-gagasan pembaharuan dan da'wah Islam.
Gagasan K.H. Ahmad Dahlan tersebut kemudian dikembangkan lagi,
setelah diadakan pembahasan oleh beberapa orang yang dipelopori oleh
Soemodirdjo, dengan mendirikan Padvinder Muhammadiyah yang
terbentuk pada tahun 1921 yang diberi nama nama Hizbul Wathan.
Namun ada pendapat lain yang mengemukakan bahwa Hizbul Wathan
berdiri pada tahun 1919.
Semboyan Hizbul Wathan pada waktu itu ialah “setia kepada ulil
amri”, sungguh berhajat akan menjadi orang utama; tahu akan sopan
santun dan tidak akan membesarkan diri; boleh dipercaya; bermuka
manis; hemat dan cermat; penyayang; suka pada kerukunan; tangkas,
pemberani, tahan, serta terpercaya; kuat pikiran menerjang segata
kebenaran; ringan menolong dan rajin akan kewajiban; menetapi akan
undang-undang Hizbul Wathan. Dari semboyan (kewajiban) Hizbul
Wathan ini dapat diketahui semangat, cita-cita dan karakter yang akan
ditanamkan pada setiap anggota pandu Hizbul Wathan. Semboyan itu
kemudian menjadi Undang-Undang Hizbul Wathan, dan selalu
diucapkan pada setiap latihan dan upacara, sehingga meresap dalam
kesadaran setiap anggota Hizbut Wathan, yang pada akhirnya akan
17
membentuk karakter dan kepribadian setiap anggota pandu Hizbul
Wathan.
C. Kesimpulan
Organisasi kemuhammadiyahan adalah suatu organisasi yang sejak didirikannya
telah menegaskan sebagai gerakan Islam, sebuah gerakan konstruktif bagi
kehidupan umat yang pastinya membutuhkan sumber daya manusia yang tidak
sedikit dan berkualitas untuk meraih tujuannya.
8
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-8-det-database-persyarikatan.html diakses pada 7
November 2013 pukul 13:52 WIB.
18
Muhammadiyah dalam perkembangannya selalu mengikuti perkembangan
zaman dan kemasyarakatan, terbukti adanya perkembangan organisasi vertikal dan
horizontal. Perkembangan secara vertikal yaitu menata kelembagaan-kelembagaan
di Ranting, Cabang, Daerah hingga Pusat, yang mana pada setiap level tersebut
secara horizontal terbentuk susunan organisasi berdasarkan bidang-bidang kerja dan
tugas yang menjadi konsentrasi gerakan Muhammadiyah dalam bentuk badan atau
unsure pembantu pimpinan dan organisasi otonom.
‘Aisyiyah merupakan gerakan perempuan Muhammadiyah yang telah diakui dan
dirasakan perannya di dalam masyarakat. Dan memiliki tujuan yang sama seperti
Muhammadiyah yaitu menegakkan ajaran Islam dan mewujudkan masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya. Peran dan fungsi perempuan serta perlindungan anak adalah
wilayah yang digeluti dan ditekuni ‘Aisyiyah sejak awal berdiri sampai sekarang.
Komitmen ‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan Islam di Tanah Air yang teteap
berdasarkan Al-Qur’an dal Al-Sunnah, dapat dibuktikan sampai saat ini. Banyak hal
yang sudah dilakukan oleh ‘Aisyiyah terkait dengan pemberdayaan perempuan,
dalam bidang-bidang agama, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, dan
politik. Keberadaan ‘Aisyiyah sebagai ortom tertua Muhammadiyah, sangat
membantu gerakan persyarikatan ini dalam bidang keperempuanan karena bidang
ini digarap dan dikembangkan oleh ortom tertuanya ini.
‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan telah berusaha mewujudkan cita-cita
tingginya dalam hal mencerdaskan perempuan yang dimulai dengan memenuhi
kebutuhan strategis perempuan, yaitu pendidikan, agama, kesehatan, dan lain-lain.
Hal ini harus tetap dikembangkan sesuai tuntutan zaman dan dipublikasikan sebagai
bentuk apresiasi dan inspirasi dalam mencapai masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya sebagaimana yang dicita-citakan Muhammadiyah.
‘Aisyiyah adalah asset Muhammadiyah, asset bangsa dan asset umat Islam.
Asset yang besar ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang lebih besar
lagi untuk pemberdayaan kaum perempuan dan kemajuan umat pada masa yang
akan datang. Wallahu’alam.
19
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour. 1999. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajaran.
20
Sari, Zamah, dkk. 2013. Kemuhammadiyahan. Jakarta: UHAMKA Press.
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-47-det-lembaga.html
http://www.muhammadiyah.or.id/content-48-det-organisasi-otonom.html
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-88-det-ipm.html
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-86-det-tapak-suci.html
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-85-det-hizbul-wathan.html
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-8-det-database-persyarikatan.html
http://www.muhammadiyah.or.id/content-199-det-aisyiyah.html
21