Anda di halaman 1dari 6

Maksud dan Tujuan Muhammadiyah

Sebagai sebuah gerakan Islam, Muhammadiyah mendasari gerakannya kepada


sumber pokok ajaran Islam yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Organisasi mempunyai
maksud menyebarkan ajaran Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputera dan
memajukan hal agama Islam kepada anggota-anggotanya. Untuk mencapai hal tersebut,
organisasi ini bermaksud mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, mengadakan rapat-
rapat dan tabliqh dimana dibicarakan masalah-masalah Islam.
Maksud dan tujuan Muhammadiyah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam
Anggaran Dasar Muhammadiyah adalah:
a. Menegakkan, berarti mebuat dan mengupayakan agar tetap tegak dan tidak
condong apalagi roboh. Semua itu dapat terealisasikan bila diletakkan di atas
fondasi, landasan, atau asas yang kokoh dan solid, dipertahankan, dibela serta
diperjuangkan dengan penuh konsekuen.
b. Menjunjung Tinggi, berarti membawa atau menjunjung di atas segala-galanya,
mengindahkan serta menghormatinya.
c. Agama Islam, yaitu Agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak
Nabi Adam sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang zaman, serta menjamin kesejahteraan
hakiki duniawi maupun ukhrawi.
d. Terwujud, berarti menjadi satu kenyataan akan adanya atau akan wujudnya.
e. Masyarakat utama, yaitu masyarakat yang senantiasa mengejar keutamaan dan
kemaslahatan untuk kepentingan hidup umat manusia, masyarakat yang selalu
mengindahkan dengan penuh keikhlasan terhadap ajaran-ajaran-Nya, serta menaruh
hormat terhadap sesama manusia selaku makhluk Allah.
f. Adil dan Makmur, yaitu kondisi masyarakat yang didalamnya terpenuhi dua
kebutuhan hidup yang pokok, yaitu:
 Adil , suatu kondisi masyarakat yang positif dari aspek batiniah. Apabila
keadaan ini dapat diwujudkan secara konkret dan nyata maka akan
terciptalah masyarakat yang damai, aman dan tenteram.
 Makmur, yaitu kondisi masyarakatyang positif dari aspek lahiriah, yang
sering digambarkan secara sederhana dengan terpenuhinya kebutuhan
sandang, papan dan kesehatan.
 Yang diridlai Allah SWT, artinya dalam rangka mengupayakan terciptanya
keadilan dan kemakmuran masyarakat maka jalan dan cara yang ditempuh
haruslah selalu bermotifkan semata-mata mencari keridlaan Allah.
Secara ringkas, maksud dan tujuan Muhammadiyah adalah : Membangun,
memelihara dan memegang teguh agama Islam dengan rasa ketaatan melebihi ajaran dan
faham-faham lainnya, untuk mendapatkan suatu kehidupan dalam diri, keluarga, dan
masyarakat yang sungguh adil, makmur, bahagia-sejahtera, lahir dan batin dalam
naungan dan ridla Allah SWT.

Ahmad Dahlan bertujuan memurnikan ajaran Islam dari apa yang disebutnya
tachajoel, bid`ah, choerafat. Muhammadiyah mempelopori penentuan arah kiblat secara
eksak; penggunaan metode hisab untuk menentukan awal dan akhir puasa Ramadhan;
shalat hari raya di lapangan; pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan daging kurban
kepada fakir miskin; pemberian khutbah dalam bahasa yang difahami jemaah;
pelaksanaan shalat Jum`at dan tarawih yang sesuai dengan cara Nabi; penghilangan
bedug dari mesjid; penyederhanaan upacara kelahiran, khitanan, perkawinan, dan
pengurusan jenazah; serta masih banyak lagi usaha-usaha Muhammadiyah yang
mengembalikan umat Islam kepada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Muhammadiyah bergerak dan berjuang untuk tegaknya Islam, untuk kemenangan


kalimah Allah, untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai
Allah Subhanahu wata’ala. Hanya saja Islam yang digerakkan oleh Muhammadiyah
adalah Islam yang sajadah, Islam yang lugas (apa adanya), Islam yang menurut Al-Quran
dan Sunnah Rasulullah saw; dana menjalankannya dengan menggunakan akal pikirannya
yang sesuai dengan ruh Islam.

ٌ ُ ‫غف‬
‫ور‬ ٌّ ‫بَ ْل َدةٌ َطيِّبَةٌ َو َر‬
َ ‫ب‬
“Sebuah negeri yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah perlindungan Rabb
Yang Maha Pengampun.” (Saba’ : 15)
Untuk mencapai tujuan itulah Muhammadiyah didirikan dengan bersendikan dua
pilar gerakan utama; amar ma’ruf dan nahi munkar,berdasarkan :
ُ ‫َو ْلتَك ُْن م ْن ُك ْم أ ُ َّمةٌ يَ ْد‬
َ‫عونَ إلَى ا ْل َخيْر َويَأ ْ ُم ُرونَ با ْل َم ْع ُروف َويَ ْن َه ْونَ عَن ا ْل ُم ْنكَر َوأُولَئكَ ُه ُم ا ْل ُم ْفل ُحون‬
“Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada keIslaman,
menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah
golongan yang beruntung berbahagia.” (Alu Imran : 104)
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju terwujudnya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah merumuskan prinsip-prinsip dasar segala gerak
dan amal usaha yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar berikut ini :
1. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ‘ibadah dan ta’at kepada Allah s.w.t.
2. Hidup manusia bermasyarakat.
3. Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-
satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia
akhirat.
4. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban
sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan.
5. Ittiba’ kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad saw.
6. Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi.

Dengan prinsip-prinsip dasar tersebut maka, apapun yang diusahakan termasuk cara-
cara atau sistem perjuangannya, Muhammadiyah berpedoman : “Berpegang teguh akan
ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segala bidang dan lapangan dengan
menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah.”
1. Kesemua rumusan tertera di atas mengantarkan kita kepada sepuluh sifat-sifat dasar
Muhammadiyah yang wajib dipelihara dan diamalkan :
2. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
3. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah
4. Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam.
5. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
6. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah
negara yang sah.
7. Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang
baik
8. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan
sesuai dengan ajaran Islam.
9. Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan
mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya.
10. Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara
dan membangun negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai
Allah s.w.t.
11. Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar dengan bijaksana.

argumen mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai
berikut.

Pertama, semangat Al Qur’an adalah menggunakan hisab. Hal ini ada dalam ayat “Matahari
dan bulan beredar menurut perhitungan” (QS 55:5). Ayat ini bukan sekedar
menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga
dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak
kegunaannya. Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.

Kedua, jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah Saw menggunakan rukyat?
Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa Az Zarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah
ber-ilat (beralasan). Ilat perintah rukyat adalah karena ummat zaman Nabi saw adalah ummat
yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan
oleh Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim,“Sesungguhnya kami
adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu
adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan kadang-
kadang tiga puluh hari”. Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidak
adanya ilat. Jika ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab,
maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika ilat tidak ada (sudah ada ahli hisab), maka
perintah rukyat tidak berlaku lagi. Yusuf Al Qaradawi menyebut bahwa rukyat bukan tujuan
pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir, ahli hadits dari Mesir yang
oleh Al Qaradawi disebut seorang salafi murni, menegaskan bahwa menggunakan hisab
untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali di tempat di
mana tidak ada orang mengetahui hisab.

Ketiga, dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender. Rukyat tidak dapat meramal
tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1. Dr.Nidhal Guessoum
menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem
penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria
telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.

Keempat, rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat
memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah.
Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari
yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat
merukyat. Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajad dan di bawah lintang selatan 60
derajad adalah kawasan tidak normal, di mana tidak dapat melihat hilal untuk beberapa waktu
lamanya atau terlambat dapat melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan
lingkaran artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim panas melabihi 24jam dan
malam pada musim dingin melebihi 24 jam.

Kelima, jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10
jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang
jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan
Qamariah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya. Memang, ulama zaman tengah
menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk
seluruh muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di
zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat jelas pendapat
semacam ini tidak dapat dipertahankan.

Keenam, rukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah. Bisa terjadi di Makkah
belum terjadi rukyat sementara di kawasan sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat
tetapi di kawasan sebelah timur belum. Sehingga bisa terjadi kawasan lain berbeda satu hari
dengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qamariah. Masalahnya, hal ini dapat
menyebabkan kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena
wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung barat itu. Kalau kawasan
barat itu menunda masuk bulan Zulhijah demi menunggu Makkah padahal hilal sudah
terpampang di ufuk mereka, ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau

Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa rukyat tidak dapat memberikan suatu


penandaan waktu yang pasti dan komprehensif. Dan karena itu tidak dapat menata waktu
pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras diseluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya
melakukan pengorganisasian system waktu Islam di dunia internasional sekarang muncul
seruan agar kita menggunakan hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat. Temu pakar II
untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at
Taqwimal Islami) tahun 2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at Taqrir al
Khittami wa at Tausyiyah) menyebutkan: “Masalah penggunaan hisab: para peserta telah
menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariah di kalangan umat
Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam
menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan
waktu-waktu shalat”.

Usaha dan kegiatan Muhammadiyah dapat dikelompokkan ke dalam empat


bidang, yakni: pertama, bidang Keagamaan, yang meliputi memberikan tuntunan dan
pedoman dalam bidang aqidah, ibadah, akhlak dan mu’amalah berdasarkan al-Qur’an
dan as-Sunnah, mendirikan masjid dan mushalla sebagai tempat sarana ibadah,
mencetak kader ulama (fuqaha), menelaah berbagai kajian keislaman dan
perkembangan umat Islam, memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang Keagamaan
dan melakukan dakwah. Kedua, bidang pendidikan, yang meliputi pendidikan yang
beroerientasi kepada perpaduan antara sistem pendidikan umum dan sistem pesantren.
Ketiga, bidang social kemasyarakatan, yang meliputi kegiatan dalam bentuk amal
usaha rumah sakit, rumah bersalin, poliklinik, balai pengobatan, apotik, panti asuhan
anak yatim, Keempat, bidang partisipasi politik, di mana Muhammadiyah bukan
partai dan underbouw partai politik, akan tetapi sebagai partisipasi politik
Muhammadiyah dalam bentuk beramar ma’ruf nahi mungkar dan memberikan
panduan etika, moral dan akhlakul karimah terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah
dan masyarakat.[3]
Dalam dunia pendidikan, Muhammadiyah telah melakukan aktifitasnya dalam
bentuk mendirikan madrasah-madrasah dan pesantren dengan memasukkan
kurikulum pendidikan dan pengajaran ilmu pengetahuan umum dan modern,
mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan kurikulum keislaman dan
kemuhammadiyahan. Lembaga pendidikan yang didirikan di atas dikelola dalam
bentuk amal usaha dengan penyelenggaranya dibentuk sebuah majelis dengan nama
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, secara vertikal mulai dari Pimpinan Pusat
sampai ke tingkat Pimpinan Cabang.[4]
Pendirian pendidikan Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengungkapkan dengan
pemikirannya bahwa pendidikan Muhammadiyah didirikan dan dilandasi atas
motivasi teologis bahwa manusia akan mampu mencapai derajat keiamanan dan
ketaqwaan yang sempurna apabila mereka memiliki kedalaman ilmu pengetahuan.
Motivasi teologis inilah menurut Mu’ti, yang mendorong KH. Ahmad Dahlan
menyelenggarakan pendidikan di emperan rumahnya dan memberikan pelajaran
agama ekstra kurikuler di OSVIA dan kweekschoool.[5] Pada aspek yang berbeda,
Muhammad Azhar melihat pendidikan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah
pada aspek burhani yakni sebuah lembaga pendidikan lebih banyak melahirkan
output ketimbang outcome, aspek irfani yakni pendidikan Muhammadiyah yang
bercirikan rasionalitas dan materialitas-birokratik, aspek bayani, yakni pendidikan
Muhammadiyah yang model pengajarannya menjadi terasa kering, mengingat
paradigma pergerakan Muhammadiyah yang modernistik.[6]
Majelis Dikdasmen yang diserahi tugas sebagai penyelenggaran amal usaha di
bidang pendidikan, dalam melaksanakan program mengacu kepada Tanfidz
Keputusan Muktamar, Tanfidz Keputusan Musywil dan Tanfidz Keputusan Musda.
Agar penyelenggaraan pendidikan di lingkungan Muhammadiyah mempunyai acuan
dan aturan yang jelas, Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah
mentanfidzkan Keputusan Rapat Kerja Nasional Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah Muhammadiyah seluruh Indonesia.
Sebagai bagian dari persyarikatan Muhammadiyah, Majelis Dikdasmen
mempunyai tugas pokok adalah menyelenggarakan, membina, mengawasi dan
mengembangkan penyelenggaraan amal usaha di bidang pendidikan dasar dan
menengah. Dalam melaksanakan tugas pokok di atas, majelis pendidikan dasar dan
menengah Muhammadiyah harus mengacu kepada visi, misi, asas dan tujuan
pendidikan Muhammadiyah.[7] Amal usaha pendidikan yang dikelola dan
diselenggarakan oleh Majelis Dikdasmen tersebut adalah SD, MI, SMP, MTs, SMA,
SMK, MA dan Pondok Pesantren.
Metode ijtihad ada 3 yang sudah dilakukan oleh muhi yaitu:
- Ijtihad bayani: ijtihad yang dhany yaitu nash yang belum jelas pengertiannya
- Ijtihad qiyasi: ijtihad yang sifatnya mencari persamaan hukum atau silogisme dengan
qiyas
- Ijtihad istislahi

Latar belakang MKCHM berawal dari bbrpa kali kekeliruan mestinya muhi tdk blh msk
politik praktis tp olh bbrpa tkoh muhi msk dlm pol praktis krn pda wkt itu muhi mrp slh
satu eksponen pendukung pancasila

Latar belakang kepribadian muhi muncul pada waktu dekrit presiden smp klr supersemar

Anda mungkin juga menyukai