Anda di halaman 1dari 16

AKUNTANSI KEUANGAN

PENGAKUAN PENDAPATAN

KELOMPOK X
1. PUTU ANDY SUARNA DWIPA ( 1807531078 )
2. FLORENSIA DEVIANA PURBA ( 1807531086 )
3. I GUSTI AGUNG BAGUS DHIMAS K. ( 1807531091 )

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akuntasi memang sangat dibutuhkan oleh setiap perusahaan karena
dengan akuntansi kita bisa memantau kinerja perusahaan dan kondisi
perusahaan yang kita jalani, apakah memperoleh laba atau menderita kerugian.
Dengan akuntansi kita pun dapat memperoleh informasi yang nantinya
berguna untuk pemakainya,baik itu pihak ekstern maupun intern.Dengan
adanya informasi ini kita juga bisa membayar pajak kepada pemerintah demi
kesejahteraan sosial. Semua informasi tersebut terkait halnya dengan seberapa
banyak pendapatan yang kita peroleh dari kegiatan perusahaan kita, kerana
pendapatan adalah sesuatu yang sangat penting dalam setiap perusahaan.
Tanpa ada pendapatan mustahil akan didapat penghasilan. Oleh karena itu,
sangat penting kita mengetahui bagaimana cara mengakui pendapatan. Hal ini
yang melatarbelakangi penulisan makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana definisi dari pendapatan?
b. Bagaimana prinsip pengakuan pendapatan?
c. Apa saja sumber pendapatan?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Mengetahui definisi dari pendapatan
b. Memahami prinsip pengakuan pendapatan
c. Mengetahui sumber – sumber pendapatan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pendapatan


Pengakuan pendapatan menjadi sangat penting dan krusial dalam
mengukur performa entitas. Dewan Standard Akuntansi Keuangan (DSAK) telah
membuat sebuah Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) tentang
pendapatan yang tertuang dalam PSAK 23, PSAK 23 ini membahas mengenai
pendapatan yang diadopsi dari International Accounting Standard 18 (IAS 18).
Menurut PSAK 23, pendapatan adalah arus kas masuk bruto dari manfaat
ekonomis yang timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode, jika arus
masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal.

2.2 Prinsip Pengakuan Pendapatan


Permasalahan utama dalam akuntansi untuk pendapatan adalah
menentukan saat pengakuan pendapatan. Pada prinsip pengakuan pendapatan
(revenue recognation principle), umumnya pendapatan diakui pada saat:
a. Pendapatan dianggap dapat direalisasikan apabila aktiva yang diterima
dalam pertukaran segera dapat konversi (siap ditukar) menjadi kas atau
klaim atas kas dengan jumlah yang diketahui
b. Pendapatan dianggap dihasilkan (earned) apabila entitas bersangkutan
pada hakikatnya telah menyelesaikan apa yang seharusnya dilakukan
untuk mendapat hak atas manfaat yang dimiliki oleh pendapatan itu, yakni
apabila proses menghasilkan laba telah selesai atau sebenarnya telah
selesai.

2.3 Sumber-sumber Pendapatan


Secara umum, perusahaan dapat memperoleh pendapatan (arus kas masuk)
melalui 3 cara, yaitu;
A. Penjualan barang (termasuk barang dagangan dan aset spesifik)
Penjualan barang hanya dapat diakui apabila seluruh kriteria
berikut terpenuhi, yaitu:
a. Entitas sudah mentransfer seluruh resiko atas barang kepada
pembeli
b. Entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan normal apabila barang
tersebut masih dimiliki oleh entitas. Dengan kata lain entitas tidak
lagi memiliki pengendalian efektif atas barang tersebut
c. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal atau dapat
dipertanggungjawabkan
d. Kemungkinan besar manfaat ekonomis dari transaksi tersebut akan
mengalir ke entitas
e. Biaya-biaya yang terjadi terkait transaksi tersebut dapat diukur
dengan andal atau dapat dipertanggungjawabkan
Hal – hal diatas adalah syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah
transaksi agar dapat diakui sebagai pendapatan dari hasil penjualan barang.
Itu adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sebuah transaksi agar
dapat diakui sebagai pendapatan. Dengan demikian, maka transaksi-
transaksi dibawah ini tidak boleh diakui sebagai pendapatan;
 Kasus 1 : Penjualan Dengan Tenggat Refund/Tukar
PT ABC menjual barang 100 unit sepatu dengan harga 1 sepatu Rp
90 ribu, maka kas masuk ke PT ABC adalah Rp 9 juta. Namun di kontrak
tertulis bahwa barang dapat direfund atau ditukar dengan barang baru
seandainya tidak pas ukurannya atau rusak dengan tenggat waktu selama 1
bulan. Dikarenakan adanya tenggat waktu, maka pendapatan tersebut baru
dapat diakui ketika sudah lewat dari waktu satu bulan. Hal ini dikarenakan
adanya kontrak yang disebutkan di penjelasan sebelumnya. Pada saat
pembeli melakukan ‘pembelian’ dan ada kas masuk, maka perusahaan
mencatat sebagai berikut
Kas Rp 9.000.000
Utang Usaha Rp 9.000.000
Pencatatannya dibuat demikian karena berdasarkan kontrak bisa
saja pembeli merefund 100% barang tersebut, atau selama tenggat waktu
bisa saja barang tersebut rusak dan perusahaan wajib menggantinya.
Hal ini lumrah terutama dalam transaksi pembelian gadget dan
laptop. “Garansi toko 3 hari ya pak, bu bila ada apa-apa bisa dibawa
kembali kesini” adalah pernyataan yang biasa keluar dari sang penjual
toko. Atau bila kita membeli baju dan celana, bila ukurannya tidak pas
bisa dikembalikan dan ditukar ke toko tersebut. Bila model yang kita pilih
habis, maka biasanya kita memilih baju dengan model lain. Bila model
lain tersebut harganya lebih murah, kita tidak boleh meminta refund
namun bila model lain lebih mahal kita harus menambah biaya selisihnya.
Pada praktek bisnis hampir tidak ada toko yang mau merefund
pembelian gadget atau baju, namun secara akuntansi harus dicatat seperti
itu. Contoh diatas adalah praktek di usaha ritel dan kemungkinan akan
berbeda pada dunia bisnis korporasi yang transaksinya berdasarkan
kontrak tertentu.
Ada dua faktor kenapa transaksi diatas tidak dapat diakui sebagai
pendapatan;
a. Resiko belum pindah ke entitas pembeli (masih bisa direfund atau
tukar)
b. Biaya yang terkait transaksi belum pasti (bila pembeli minta tukar
ke barang lain, maka harga pokok penjualan akan berubah.
Sehingga harga pokok penjualan belum pasti pada transaksi
semacam ini)
Ketika satu bulan selanjutnya ternyata tidak ada komplain dari konsumen,
barulah PT ABC mencatat pendapatan dengan jurnal
Utang Usaha Rp 9.000.000
Pendapatan RP 9.000.000
COGS Rp 7.000.000 (misal)
Persediaan Rp 7.000.000
Jurnal ini untuk mencatat bahwa kontrak sudah terminate (expire) dan
perusahaan tidak lagi memiliki kewajiban untuk mengembalikan uang ke
konsumen.

 Kasus 2: Penjualan barang Pre Order atau Down Payment


Contohnya jika perusahaan seringkali menerima pesanan dalam
bentuk ijonan, terutama di sektor peternakan dan perkebunan. Sewaktu
jagung masih belum matang, seorang pedagang perantara datang ke petani
dan membeli semua jagung dengan harga tertentu yang sudah ditentukan.
Segera si pedagang membayar petani atas harga tersebut, bisa 100% lunas
atau downpayment. Pada saat ini, petani tidak boleh mencatat uang
tersebut sebagai pendapatan, namun sebagai hutang usaha. Sama seperti
transaksi penjualan yang boleh direfund diatas.
Contoh lainnya pada PT ABC, seorang costumer datang ke PT
ABC dan ingin membeli 1.000 unit sepatu bola dengan harga Rp 100.000
per unit, maka pembeli membayar di tempat sebesar Rp 100.000.000.
padahal sepatu masih dalam proses produksi atau bahkan belum
diproduksi sama sekali. Pencatatannya sama seperti diatas, dimana
perusahaan mencatat;
Kas Rp 100.000.000
Utang Usaha Rp 100.000.000
Selanjutnya perusahaan melanjutkan produksi sepatu bola tersebut.
Apabila setelah sepatu bola berhasil diproduksi dan dikirim kepada
pembeli, lalu berdasarkan kontrak memiliki tenggat refund/tukar bila
barang rusak atau cacat maka pencatatan masih belum berubah. Pencatatan
baru akan diakui sebagai pendapatan ketika tenggat waktu refund/tukar
terlampaui.

B. Penjualan jasa
Berbeda dengan penjualan barang yang bisa diukur dengan jelas,
jika dalam perusahaan dagang maka kita dapat tahu apakah barang sudah
dibeli dan dikirim ke penjual, apakah kita masih memiliki kewajiban
terkait barang dengan konsumen, atau bahkan barang belum dibeli dan
belum juga dikirim ke konsumen. Sementara pada jasa, bila pengerjaannya
memakan waktu melebihi satu periode (bulan atau tahun) bagaimana
mengakui pendapatannya? Apakah harus diakui setelah satu pekerjaan
selesai atau harus diakui setelah pekerjaan selesai semua? PSAK 23
mensyaratkan pengakuan pendapatan jasa dengan cara sebagai berikut:
Jika hasil transaksi yang terkait dengan penjualan jasa dapat
diestimasi secara andal (dapat dipertanggungjawabkan), maka pendapatan
yang berhubungan dengan transaksi tersebut diakui dengan mengacu pada
tingkat penyelesaian dari transaksi pada akhir periode pelaporan.
Hasil transaksi dapat diestimasi secara andal (dapat
dipertanggungjawabkan) jika seluruh kondisi berikut terpenuhi:
a. Jumlah pendapatan dapat diukur secara andal (dapat
dipertanggungjawabkan)
b. Kemungkinan besar manfaat ekonomis sehubungan dengan
transaksi tersebut akan mengalir ke entitas
c. Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode
pelaporan dapat diukur secara andal
d. Biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan
transaksi tersebut dapat diukur secara andal (dapat
dipertanggungjawabkan)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa cara pengakuan penjualan jasa
adalah menggunakan penghitungan tingkat penyelesaian pekerjaan..
Biasanya dalam kontrak sudah menyebutkan nilai kontraknya dan
perusahaan sudah memiliki estimasi mengenai berapa biaya yang akan
keluar terkait pekerjaan tersebut. Sehingga ketika perusahaan ikut tender,
atau ketika perusahaan ditawarkan proyek tertentu perusahaan sudah
memiliki estimasi berapa besarnya profit yang akan didapat.
Bagaimana cara mengukur tingkat penyelesaian? Ada 3 indikator yang
dapat dipakai untuk mengukur tingkat penyelesesaian yaitu;
a. Survei langsung terhadap pekerjaan dan melihat secara fisik sudah
sampai tahap mana pekerjaan dilakukan
b. Jasa yang sudah dilakukan hingga tanggal tertentu
c. Proporsi biaya yang timbul hingga tanggal tertentu dibagi total
biaya transaksi yang bersangkutan
Jumlah penerimaan atas kontrak tidak bisa dijadikan patokan
persentase Penyelesaian karena kurang menggambarkan keadaan
sebenarnya. Disisi lain, karena penerimaan bisa saja sangat tergantung dari
klausul kontrak. Bisa 100% diawal dan lunas, bisa 100% diakhir masa
kontrak, bisa juga 50% awal dan 50% akhir, atau dibagi selama masa
kontrak.
Dari ketiga indikator ini, bila indikator pertama bisa digunakan maka
indikator survei langsung berdasarkan fisik pekerjaan yang harus dipakai.
Bila indikator pertama ini tidak dapat dijalankan, maka baru bisa beralih
ke indikator kedua (jasa yang sudah diberikan) dan ketiga (biaya terkait
pekerjaan). Mengapa demikian? Karena pada praktiknya ada beberapa
pekerjaan yang tidak signifikan, signifikan, atau menjadi inti dari
pekerjaan tersebut dan dapat dilakukan segera di awal kontrak.
Sebagai contoh, PT MSI menerima pekerjaan untuk mendesain
sepatu militer dari pemerintah. Pekerjaan tersebut mencakup:
a. Mencari bahan terbaik untuk sepatu tersebut
b. Mencari bentuk terbaik dari sepatu agar sesuai dengan kebutuhan
militer
c. Mencari motif terbaik agar sepatu tidak mencolok
Nilai kontrak adalah sebesar Rp 2 Miliar dan dikerjakan selama 3
bulan, yaitu November 2015, Desember 2015, dan Januari 2017 .
Pemerintah membayar sebesar 30% dari nilai kontrak di awal penugasan
dan 70% bila pekerjaan sudah selesai. Maka, PT MSI menjurnal sebagai
berikut
Kas Rp 600.000.000
Utang Usaha Rp 600.000.000
Kondisi 1: pekerjaan selesai di bulan pertama masih dibawah 30%
(tingkat penyelesaian masih dibawah DP). Saat bulan november, pekerjaan
ternyata baru selesai 25% saja. Maka perusahaan menjurnal sebagai
berikut:

Utang usaha Rp 500.000.000


Pendapatan usaha Rp 500.000.000
Dengan demikian, maka perusahaan masih memiliki saldo hutang
usaha sebesar Rp 100.000.000 yang berasal dari selisih DP 30% sementara
yang selesai baru 25% saja. Pendapatan hanya diakui sesuai dengan
tingkat penyelesaian.
Kondisi 2: pekerjaan selesai sudah diatas DP atau pembayaran
yang sudah diterima. Saat bulan Desember, perusahaan sudah
menyelesaikan 50% dari pekerjaan maka perusahaan menjurnal sebagai
berikut :
Utang usaha Rp 100.000.000
Piutang usaha Rp 400.000.000
Pendapatan usaha Rp 500.000.000
Dengan jurnal diatas, maka perusahaan sudah merubah posisi dari
yang tadinya ‘berhutang’ (karena DP lebih tinggi dari pekerjaan yang
sudah selesai) menjadi memiliki piutang (karena pekerjaan sudah selesai
melebihi DP). Dengan demikian, maka pendapatan di November adalah
Rp 500 juta dan Desember juga Rp 500 juta (angka yang ada disini
kebetulan bernilai sama). Besaran ini sesuai dengan pekerjaan yang
selesai, yaitu 25% di November dan 25% di Desember.
Sepanjang tahun 2016, maka pendapatan jasa PT MSI adalah Rp 1
miliar, sesuai dengan pekerjaan yang selesai sampai Desember yaitu
sebesar 50% dari nilai kontrak Rp 2 miliar. Pada tahun ini perusahaan
sudah tidak memiliki hutang usaha yang berasal dari saldo lagi, namun
memiliki piutang usaha ke pemerintah sebesar Rp 400 juta yang berasal
dari pekerjaan yang selesai 50% namun DP baru 30% saja. Piutang sebesar
20% dari nilai kontrak Rp 2 miliar karena sebenarnya perusahaan sudah
berhak menerima pembayaran tersebut. Lalu pada januari 2017, pekerjaan
sudah selesai 100% PT MSI menjurnal sebagai berikut :
Piutang usaha Rp 1.000.000.000
Pendapatan jasa Rp 1.000.000.000
Besaran ini sesuai dengan penyelesaian pekerjaan dari sebelumnya di akhir
tahun (Desember) yang baru selesai 50% dan sekarang sudah selesai 50%
lagi. Sehingga perusahaan berhak atas pembayaran 50% sisanya. Dengan
jurnal ini, maka akan terlihat bahwa piutang usaha perusahaan adalah Rp
1.4 miliar (Rp 400 Juta berasal dari saldo tahun lalu, selisih DP dengan
pekerjaan selesai, dan Rp 1 miliar berasal dari tahun ini). Jumlah ini sama
dengan kontrak dimana 30% dibayar di awal sebagai DP dan 70% dibayar
setelah pekerjaan selesai. Saat pemerintah membayar sisa kontrak sebesar
Rp 1.4 miliar, maka perusahaan menjurnal
Kas Rp 1.400.000.000
Piutang usaha Rp 1.400.000.000
Dengan pembayaran ini maka perusahaan sudah tidak memiliki piutang
usaha terhadap pemerintah lagi dan kontrak dinyatakan selesai.

C. Bunga,royalty,dan dividen
Pendapatan yang timbul dari penggunaan aktiva perusahaan oleh
pihak-pihak lain yang menghasilkan bunga, royalty, dan dividen harus
diakui atas dasar :
1. Bunga harus diakui atas dasar proporsi waktu yang
memperhitungkan hasil efektif aktiva tersebut
2. Royalty harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi
perjanjian yang relevan
3. Dalam metode biaya (cost method), dividen tunai diakui bila hak
pemegang saham untuk menerima pembayaran ditetapkan.
Pengakuan atas dasar tersebut dilakukan bila besar
kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi
tersebut akan diperoleh perusahaan dan jumlah pendapatan
dapat diukur secara andal.

Namun bila ketidakpastian timbul tentang kolektibilitas sebesar


jumlah yang telah masuk dalam pendapatan, jumlah yang tidak dapat
ditagih, atau jumlah pemulihannya atau pengembaliannya tidak lagi besar
kemungkinan, diakui sebgai beban, dari pada penyesuaian jumlah
pendapatan yang diakui semula.
Semua pernyataan di atas mengurai sifat konseptual dari
pendapatan dan merupakan dasar akuntansi untuk transaksi pendapatan.
Dalam praktik-praktik pengakuan pendapatan, adakalanya pendapatan
diakui pada saat lain dalam proses menghasilkan laba, yang sebagian besar
diakibatkan oleh (1) keinginan untuk mengakui lebih awal (recognize
earlier) jika terdapat tingkat kepastian yang tinggi mengenai jumlah
pendapatan yang dihasilkan dan (2) keinginan untuk menangguhkan
pengakuan pendapatan jika tingkat ketidakpastian mengenai jumlah
pendapatan atau biaya cukup tinggi, atau jiak penjulan bukan merupakan
penyelesaian yang substansial dari proses menghasilkan laba. Terdapat 2
praktek yang umum dilakukan oleh perusahaan dalam membagi dividen
yaitu (1) besaran dividen minimal dari laba bersih ditentukan dalam
AD/ART perusahaan, misalkan minimal 25% dari laba bersih akan
dibagikan sebagai dividen tunai, atau (2) besaran dividen seluruhnya
ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Walaupun ada
klausul persentase minimal deviden, namun besaran deviden tetap
ditentukan oleh RUPS.
 Skenario 1: Dalam AD/ART ada ketentuan tentang besaran deviden.
PT MSI memiliki kepemilikan di PT Modern Fashion Universal (PT
MFU, atau PT anak) sebesar 75%. Tahun 2016 PT MFU mengumumkan
laba bersih sebesar Rp 200.000.000.000 (100 miliar), sesuai AD/ART
perusahaan, perusahaan harus membagi minimal 25% dari laba bersih
dalam bentuk dividen tunai. Maka PT MSI (perusahaan induk) mencatat
pada 31 desember 2016 pendapatan dari PT MFU sebesar Rp 37,50 Miliar
(total dividen tunai adalah Rp 50 Miliar dan PT MSI hanya berhak 75%
atas besaran tersebut) dengan jurnal
Piutang deviden Rp 37.500.000.000
Pendapatan Investasi Anak Rp 37.500.000.000
Dengan demikian, maka pada tanggal 31 Desember 2016 dan
selama tahun 2016 akan terlihat bahwa PT MSI mendapat penghasilan dari
PT MFU sebesar Rp 37,50 miliar dan menambah penghasilan pada
periode tersebut.
 Skenario 2 : Ada klausul minimal dividen di AD/ART namun ternyata
dividen dibayarkan lebih besar karena RUPS.
Pada tahun 2016, PT MFU sudah mengumumkan minimal deviden
dibayarkan sebesar Rp 50 miliar. Namun sesuai tata kelola korporasi,
besaran deviden tetap ditentukan secara final melalui RUPS. Pada RUPS,
pemegang saham meminta PT MFU untuk membayar 40% dari laba
bersih, sehingga besaran dividen untuk seluruh pemegang saham dulunya
adalah Rp 50 miliar (25% dari 200 miliar) kini menjadi Rp 80 Miliar (40%
dari 200 miliar).
RUPS untuk tahun 2016, biasanya dilakukan pada awal tahun
2017, maka kenaikan deviden ini baru akan diketahui oleh PT MFI pada
2017. Tadinya PT MFI berhak sebesar Rp 37.50 Miliar (75% dari 25
miliar) sekarang menjadi sebesar Rp 60 Miliar yaitu 75% dari RP 80
miliar. Ada selisih kenaikan dividen sebesar Rp 22,5 Miliar untuk PT MFI.
Sehingga setelah RUPS menyepakati kenaikan deviden PT MFI menjurnal
lagi sebagai berikut
Piutang deviden Rp 22.500.000.000
Pendapatan Investasi Anak Rp 22.500.000.000
Bila PT MFU langsung membayar semua dividennya segera
setelah RUPS maka PT MSI mencatat dengan jurnal
Kas Rp 60.000.000.000
Piutang Deviden Rp 37.500.000.000
Pendapatan investasi anak Rp 22.500.000.000
Dengan demikian maka pendapatan investasi anak naik sebesar Rp
22,5 miliar. Bagaimana dengan pengakuan pada 2016, bukankah sudah
terlapor di laporan keuangan PT MSI bahwa pendapatan dari PT MFU
adalah sebesar Rp 37,5 Miliar? Lalu mengapa pendapatan dividen naik
menjadi Rp 60 Miliar? Kenaikan Rp 22.5 miliar akan diungkapkan dalam
laporan keuangan tahun 2017 bila laporan keuangan PT MSI sudah terbit.
Bila laporan keuangan (audited) PT MSI belum terbit hingga
RUPS berlangsung, maka kenaikan ini bisa dimasukkan dalam subsequent
event (kejadian setelah tanggal neraca) di laporan keuangan bersangkutan.
Bisakah nilai deviden lebih kecil dari Rp 37,5 Miliar? Bila ada klausul
persentase minimal deviden maka tidak mungkin nilai deviden lebih kecil
dari angka tersebut, karena akan menyalahi AD/ART perusahaan.

 Skenario 3 : Bila tidak ada klausul mengenai persentase minimal dividen


oleh Perusahaan anak.
Biasanya manajemen Perusahaan anak akan mengumumkan
besaran dividen sesuai kemauan manajemen. Besaran ini bisa dicatat
sebagai piutang dividen pada pendapatan dividen untuk tahun berjalan.
Disisi lain dividen yang dibagikan ini tentu bisa berubah pada
RUPS dimana pada saat RUPS berlangsung bisa saja kemauan manajemen
bertentangan dengan pemegang saham. Perlakuan yang sama dapat
dilakukan atas pendapatan dividen ini, bila laporan keuangan PT MSI
belum terbit hingga tanggal RUPS maka akan dijelaskan pada subsequent
event dan dicatat pada nilai aktual pada laporan keuangan 2016. Namun
bila laporan keuangan tahun 2016 sudah terbit, maka kejadian akan dicatat
dan dijelaskan pada laporan keuangan 2017

D. Pengakuan pendapatan untuk transaksi penjualan khusus


a. Waralaba
Perusahaan waralaba memperoleh pendapatan dari sumber-
sumber berikut, yaitu :
1. Dari penjualan waralaba awal dan aktiva atas jasa terakit
2. Dari iuran (fee) berkesinambungan yang didasarkan pada
pengoperasian waralaba. Franchisor adalah pihak yang
memberikan hak bisnis dalam waralaba, dan franchisee adalah
pihak yang megoperasikan bisnis warlaba.
Dalam perjanjian waralaba iuran awal dicatat sebagai
pendapatan hanya bila dan ketika franchisor melaksanakan
pelaksanaan substansial jasa yang wajib ia laksanakan dan
penagihan iuran dapat dipastikan secara layak. Iuran waralaba
yang berkesinambungan diakui sebagai pendapatan saat dihasilkan
dan dapat ditagih dari franchisee.
b. Konsinyasi
Dalam perjanjian konsinyasi, Consignor (pabrikan)
mengirim barang dagang kepada Consignee (dealer) yang
bertindak sebagai agen yang menerima barang dagang dan setuju
untuk menjual dan menjaga barang tersebut. Kas yang diterima
dari pelanggan dikirim kepada consignor setelah dikurangi komisi
penjualan dan semua beban yang dapat dikenakan. Pendapatan
hanya diakui setelah consignor menerima pemberitahuan penjualan
dan pengiriman kas dari consignee.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut PSAK 23, pendapatan merupakan masuk bruto dari manfaat
ekonomis yang timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode, jika arus
masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
penanaman modal. Pendapatan diakui pada saat pendapatan tersebut dapat
direalisasikan dan dianggap dihasilkan. Adapun sumber – sumber dari pendapatan
yaitu penjualan barang, jasa, bunga dan royalty, serta transaksi penjualan khusus.
Pada penjualan barang terdapat hal yang perlu diperhatikan yaitu pada saat
transaksi penjualan dengan tenggat waktu refund dan transaksi pre order (down
payment). Pada penjualan jasa perlu diperhatikan yaitu berapa persen pekerjaan
yang telah diselesaikan dan berapa pendapatan yang telah dapat diakui. Selain itu
terdapat pula pendapatan dari bunga,royalty,dan dividen serta pendapatan dari
transaksi penjualan khusus yang mencakup waralaba dan konsinyasi.

3.2 Saran
Sebaiknya kita memahami dengan betul mengenai pengakuan pendapatan.
Mengingat pendapatan salah satu hal yang penting dalam mengetahui bagaimana
keadaan dari suatu perusahaan. Bila terjadi kesalahan dalam mengakui
pendapatan, tentunya akan mengurangi keakuratan laporan keuangan dan berakhir
pada pengambilan keputusan yang salah untuk tindakan di masa mendatang dan
berimbas pada keberlangsungan perusahaan tersebut.

Daftar Pustaka
Anonim. Sistem Akuntansi. http://sistem-
akuntansi1000.blogspot.com/2012/09/prinsip-pengakuan-pendapatan.html.
Diakses pada 18 April 2019.
Prayudiawan,Hepi. PSAK 23 (revisi2010): Pendapatan.
https://hepiprayudi.wordpress.com/2010/12/12/psak-23-revisi2010-pendapatan/.
Diakses pada 18 April 2019.
Munandar,Asdar. Akuntansi Pendapatan.
https://asdarmunandar.blogspot.com/2012/01/pendapatan-dan-beban.html.
Diakses pada 19 April 2019.

Anda mungkin juga menyukai