Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN MANAJEMEN INSTALASI PUSAT

STERILISASI RUMAH SAKIT

Oleh:

KELOMPOK IV

Elfadilah Indra 3005028


Mai Novia Gusnita 3005031
Fifi Yuliagus 3005036
Nize Ria Azni 3005037
Riri Putri Rahmadhani 3005040

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

PADANG

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat yang menerima pelayanan medis dan kesehatan, baik di rumah

sakit ataupun klinik dihadapkan kepada resiko terinfeksi, kecuali dilakukan

kewaspadaan untuk mencegah terjadinya infeksi. Petugas kesehatan yang melayani

pasien dan staf pendukung, semuanya dihadapkan kepada resiko infeksi. Infeksi yang

terdapat di rumah sakit atau yang disebut dengan istilah infeksi nosokomial

merupakan fokus penting di semua negara. Namun di negara berkembang infeksi ini

merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka

kematian (mortality) di rumah sakit. Organisme penyebab infeksi nosokomial

biasanya datang dari tubuh pasien sendiri (flora endogen), kontak dengan staf

(kontaminasi silang), instrumen dan jarum yang terkontaminasi, dan lingkungan

(flora eksogen). Di negara berkembang, infeksi ini jauh lebih tinggi, karena

kurangnya pengawasan, praktik pencegahan infeksi yang buruk, pemakaian sumber

terbatas yang tidak tepat dan rumah sakit yang penuh sesak (Tietjen 2004).

Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan wajib berupaya

untuk mencegah risiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit. Salah

satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka

infeksi nosokomial atau Healthcare Associated Infection (HAIs). Oleh sebab itu maka

diperlukan upaya pencegahan dan pengendalian resiko penularan secara terpadu

mulai dari tingkat pelaksana, manager unit kerja dan pimpinan rumah sakit agar

pasien, keluarga pasien, masyarakat yang berkunjung maupun petugas rumah sakit
tidak terkena infeksi . Secara terstruktur dalam upaya pencegahan dan pengendalian

infeksi di rumah sakit adalah dengan memberdayakan secara optimal pelayanan

sterilisasi yang diselenggarakan oleh CSSD (Central Sterile Supply Departement)

(Depkes RI, 2009).

Central Sterile Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Sterilisasi

adalah unit layanan yang sangat strategis dalam upaya pencegahan infeksi, tempat

dimana dilaksanakan proses sterilisasi dalam upaya pencegahan infeksi, penerimaan

dan pendistribusian semua alat/instrumen yang memerlukan kondisi steril untuk

kegiatan klinisi kedokteran yang berlangsung di rumah sakit.

Produk-produk yang dihasilkan oleh Instalasi Pelayanan Sterilisasi harus

melalui proses yang ketat sampai menjadi produk steril. Setiap proses sterilisasi

berjalan selalu dilengkapi dengan indikator kimia, biologi, dan fisika. Diharapkan

dengan control yang ketat, produk yang dihasilkan akan terjamin kualitas

sterilitasnya, yang pada akhirnya dapat menekan angka kejadian infeksi di rumah

sakit sehingga pasien aman dari resiko terjadinya infeksi Nosokomial atau Infeksi

HAIs.

1.2 Tujuan

1. Untuk meningkatkan mutu pelayanan sterilisasi alat dan bahan, guna menekan

kejadian infeksi dirumah sakit.

2. Sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan unit sterilisasi dirumah sakit.


1.3 Manfaat

Sebagai sarana untuk mengembangkan, mendapatkan pengetahuan, dan

wawasan terkait sterilisasi/CSSD di rumah sakit dalam rangka meningkatkan kualitas

pelayanan rumah sakit


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Sterilisasi

Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan

untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk endospora dan

dapat di lakukan dengan proses kimia atau fisika.

2.2 Peran Pusat Sterilisasi di Rumah Sakit

Instalasi pusat sterilisasi (Central Sterile Supply Departement/CSSD)

merupakan unit pelayanan non struktural yang berfungsi memberikan pelayanan

sterilisasi yang sesuai standar/pedoman dan memnuhi kebutuhan barang steril di

rumah sakit. Instalasi Sterilisasi Pusat mempunyai fungsi menerima, memproses,

memproduksi, mensterilkan, menyimpan serta mendistribusikan instrumen medis

yang telah disterilkan ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan

perawatan dan pengobatan pasien (Depkes RI, 2009).

2.2.1 Tujuan Pusat Sterilisasi (Depkes RI, 2009)

Tujuan pendirian instalasi pusat sterilisasi antara lain:

1. Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril untuk

mencegah terjadinya infeksi.

2. Menurunkan angka kejadian infeksi serta membantu mencegah dan

menanggulangi infeksi nosokomial.

3. Efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada

pelayanan terhadap pasien.


4. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang

dihasilkan.(Depkes RI, 2009)

2.2.2 Tugas Instalasi Pusat Sterilisasi

Tanggung jawab Pusat Sterilisasi bervariasi tergantung besar kecilnya rumah

sakit, struktur organisasi dan proses sterilisasinya. Tugas utama Pusat Sterilisasi

adalah :

1. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien.

2. Melakukan proses sterilisasi alat medis/linen.

3. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan di ruangan perawatan, kamar operasi

maupun ruangan lainnya.

4. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan efektif serta

bermutu.

5. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan perawatan

pasien.

6. Mempertahankan standar yang telah ditetapkan.

7. Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, desinfeksi maupun sterilisasi

sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu.

8. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan

pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi nosokomial.

9. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah

sterilisasi.

10. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat sterilisasi

baik yang bersifat intern maupun eksten.


11. Mengevaluasi hasil sterilisasi.

2.2.3 Aktivitas Fungsional Pusat Sterilisasi

Alur aktivitas fungsional pusat sterilisasi secara umum dapat digambarkan sebagai

berikut :

1. Pembilasan : pembilasan alat-alat yang telah digunakan tidak dilakukan diruangan

peralatan

2. Pembersihan : semua peralatan pakai ulang harus dibersihkan secar baik sebelum

dilakukan proses disinfeksi dan sterilisasi.

3. Pengeringan : dilakukan sampai kering

4. Inspeksi dan pengemasan : setiap alat bongkar pasang harus diperiksa

kelengkapannya, sementara untuk bahan linen harus diperhatikan densitas

maksimumnya.

5. Memberi label : setiap kemasan harus mempunyai label yang menjelaskan isi dari

kemasan, cara sterilisasi, tanggal sterilisasi dan kadaluarsa proses sterilisasi.

6. Pembuatan : membuat dan mempersiapkan kapas serta kasa balut, yang kemudian

akan disterilkan

7. Sterilisasi : sebaiknya diberikan langsung tanggung jawab kepada staf yang

terlatih

8. Penyimpanan : harus diatur secara baik dengan memperhatikan kondisi

penyimpanan yang baik.

9. Distribusi : dapat dilakukan dengan berbagai sistem distribusi sesuai dengan

rumah sakit masing-masing.(Depkes RI, 2009).


2.3 Struktur Organisasi

Instalasi Pusat Sterilisasi ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai

kebutuhan rumah sakit. Instalasi Pusat Sterilisasi dipimpin oleh seorang kepala yang

diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan rumah sakit. Kepala Instalasi Pusat

Sterilisasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional dan

atau non medis.

Besar kecilnya instalasi ditetapkan berdasarkan beban kerja dan tugas-tugas

yang dilaksanakan oleh pegawai pada instalasi yang bersangkutan dalam jabatan

fungsional. Instalasi pusat sterilisasi dalam tugas pokok sehari-hari membantu unit-

unit lain yang menggunakan instrumen, linen dan bahan lain yang membutuhkan

kondisi steril. Mengingat peran rumah sakit dan jenis kegiatan serta volume pekerjaan

pada instalasi pusat sterilisasi demikian besar, maka hendaknya rumah sakit

mempunyai pusat sterilisasi yang tersendinInstalasi ini ditetapkan oleh pimpinan

rumah sakit sesuai kebutuhan serta dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan

diberhentikan oleh pimpinan rumah sakit.

Untuk dapat memberikan pelayanan sterilisasi yang baik, Kepala Instalasi

Pusat Sterilisasi dibantu oleh sekurang-kurangnya:

a. Penanggung jawab administrasi

b. Sub Instalasi Dekontaminasi, Sterilisasi dan Produksi

c. Sub Instalasi Pengawasan Mutu, Pemeliharaan Sarana dan Peralatan, K3 dan

Diklat

d. Sub Instalasi Distribusi.


KepalaInstalasi
Pusat Sterilisasi

Penanggung Jawab
Administrasi

Sub Instalasi Sub Instalasi Pengawasan Sub Instalasi


Dekontaminasi, Mutu, Pemeliharaan Distribusi
Sterilisasi & Produksi Sarana & Peralatan, K3
Dan Diklat

Gambar 1. Tugas Bagan Struktur Organisasi Instalasi Pusat Sterilisasi

2.4 Sarana Fisik Dan Peralatan

2.4.1 Bangunan

Luas bangunan instalasi pusat sterilisasi yang disyaratkan berbeda-beda,

bergantung pada tipe/kapasitas rumah sakit :

1. 200 tempat tidur, luas bangunan kurang lebih 130 m2

2. 400 tempat tidur, luas bangunan kurang lebih 200 m2

3. 600 tempat tidur, luas bangunan kurang lebih 350 m2

4. 800 tempat tidur, luas bangunan kurang lebih 400 m2

5. 1000 tempat tidur, luas bangunan kurang lebih 450 m2

2.4.2 Lokasi Instalasi Pusat Sterilisasi

Lokasi Instalasi CSSD sebaiknya memiliki akesibilitas pencapaian langsung

dari Instalasi Bedah Sentral, ICU, Ruang Isolasi, Laboratorium dan Instalasi

Pencucian Linen dan terpisah dari sirkulasi pasien. Untuk rumah sakit yang

berukuran kecil, lokasi pusat sterilisasi sebaiknya berada dekat/di wilayah kamar

operasi sesuai fungsinya dan diupayakan lokasinya dekat denagn laundry.


2.4.3 Pembangunan dan Persyaratan Ruang Sterilisasi

Pada prinsipnya desain ruang pusat sterilisasi terdiri dari ruang bersih dan

ruang kotor yang dibuat sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya kontaminasi

silang dari ruang kotor ke ruang bersih. Selain itu pembagian ruangan disesuaikan

dengan alur kerja. Ruang pusat sterilisasi dibagi menjadi 5 :

a. Ruang dekontaminasi.

b. Ruang pengemasan alat.

c. Ruang processing linen.

d. Ruang sterilisasi.

e. Ruang penyimpanan bahan steril.

2.4.4 Alat Pelindung Diri

Instalasi pusat sterilisasi harus di lindungi dengan alat pelindung diri seperti

apron lengan panjang yang tahan terhadap cairan atau karet yang tahan terhadap

cairan kimia heavi-duty, penutup kepala, masker, haigh-titration, dan tight-piting

gogle, khususnya dipakai oleh staf saat melakukan prosedur yang memungkinkan

terjadinya percikan atau kontaminasi dari cairan yang mengandung darah atau cairan

tubuh lainnya. Harus ada alas kaki khusus untuk memasuki ruangan dekontaminasi

dan penutup sepatu tahan air yang diperlukan untuk melindungi sepatu dan masker.

Alat pelindung yang dipakai ulang harus di laundry setelah setiap pemakaian.

2.5 Pelayanan Instalasi Pusat Sterilisasi.

Dalam melaksanakan tugas sehari-hari pusat sterilisasi selalu berhubungan

dengan :

a. Laundry
b. Instalasi pemeliharaan sarana

c. Instalasi farmasi

d. Sanitasi

e. Perlengkapan/logistik

f. Rawat inap, rawat jalan, IGD, OK, dll

A. Tatalaksana pelayanan penyediaan barang steril terdiri dari

1. Perencanaan dan penerimaan barang

a. Linen

b. Instrumen

c. Sarung tangan dan bahan habis apakai (kasa/pembalut dan kapas)

2. Pencucian

a. Linen, dilakukan di bagian laundry

b. Instrumen

c. Sarung tangan

3. Pengemasan dan pemberian tanda

a. Linen

b. Instrumen

c. Sarung tangan

4. Proses sterilisasi

a. Linen

b. Instrumen

c. Sarung tangan

5. Penyimpanan dan distribusi


6. Pemantauan kualitas sterilisasi, yang meliputi

a. Pemantauan proses sterilisasi : indikator fisika, kimia, dan biologi.

b. Pemantauan hasil sterilisasi : sterilisasi dengan tes mikrobiologi.

7. Pencatatan dan pelaporan.

Gambar 2. Alur pelayanan instalasi pusat sterilisasi

B. Tahap - Tahap Sterilisasi Alat/Bahan Medik :

1. Dekontaminasi

Merupakan proses fisik atau kimia untuk membersihkan benda benda yang

mungkin terkontaminasi oleh mikroba yang berbahaya.


a. Menangani, Mengumpulkan dan Transportasi Benda-benda Kotor

Peralatan dan alat-alat kesehatan pakai ulang yang sudah terkontaminasi harus

ditangani, dikumpulkan dan di bawa ke ruang dekontaminasi sedemikian rupa

sehingga menghindari kontaminasi terhadap pasien, pekerja, dan fasilitas lainnya.

b. Pembuangan Limbah

Limbah atau buangan harus dipisahkan dari alat-alat pakai ulang ditempat

pemakaian, diidentifikasi dan dibuang menurut kebijakan rumah sakit yang mengacu

pada peraturan pemerintah.

c. Mencuci / Cleaning

Semua alat-alat pakai ulang harus dicuci hingga benar-benar bersih sebelum

didisinfeksi atau disterilkan.

d. Menangani Alat-alat yang Terkontaminasi di Point of Use

Pembersihan alat-alat pakai ulang yang terkontaminasi harus dimulai sesegera

mungkin setelah dipakai. Karenanya, untuk memulai pembersihan dan mencegah

kotoran menjadi kering, alat-alat harus :

1) Langsung dibungkus dan dibawa keruang dekontaminasi.

2) Dibersihkan dari kotoran yang besar-besar ditempat pemakaian. Semua prosedur

yang berlaku dan langsung dibungkus untuk menghindari cipratan, tumpahan,

atau penguapan sampai dibawa keruang dekontaminasi.

e. Menangani Alat-alat yang Terkontaminasi di Ruang Dekontaminasi.

Untuk memulai kebersihan, alat-alat harus :

1) Dibongkar jika di rakit lebih dari satu komponen dan dibuka semua

sambungannya untuk memastikan seluruh permukaan tercuci bersih.


2) Disortir berdasarkan metode pembersihan.

3) Dibersihkan sebelum proses sterilisasi uap atau pun Etilen Oksida, karena baik

uap atau pun Etilen Oksida tidak dapat meresap dan membunuh mikroorganisme.

Jika alat-alat tidak dibersihkan dengan baik terlebih dahulu. Alat-alat ini tidak

boleh diproses dalam load yang sama seperti yanga akan masuk ke terminal

sterilisasi. Aerasi yang baik dari alat-alat yang didekontaminasi dengan Etilen

Oksida juga harus terjadi sebelumnya.

f. Bahan-bahan Pencuci (Cleaning Agent)

Supaya efektif, bahan pencuci harus membantu menghilangkan residu kotoran

organik tanpa merusak alat. Karenanya, bahan pencuci harus:

1) Sesuai dengan bahan, alat dan metoda pencucian yang dipilih.

2) Ikuti rekomendasi dari produsen alat mengenai tipe bahan pencuci yang dapat

dipakai. Pemilihan bahan pencuci juga bergantung pada tipe kotoran yang ada,

pada umumnya, protein lebih mudah dihilangkan dengan deterjen yang bersifat

basa. Garam mineral lebih mudah dihilangkan dengan deterjen asam. Pemilihan

bahan pencuci dan metode mencuci harus ditetapkan sebelum proses dijalankan

jika tidak, kerusakan pada alat yang akan dicuci atau alat pencuci bisa terjadi.

3) Tentukan banyaknya deterjen yang diperlukan, tergantung pada kandungan kadar

garam mineral pada air. Jika kandungan kadar garam mineral sedikit, gunakan

sedikit deterjen, dan gunakan lebih banyak deterjen jika kandungan garam

mineral pada air lebih banyak.

4) Pertimbangkan untuk menggunakan enzim pelarut protein untuk mencuci alat-alat

yang memiliki lumens atau sambungan.


5) Digunakan sesuai petunjuk produsen dan sesuai dengan bahan alat.

g. Metode Merendam / Membilas

Mencuci bersih adalah proses yang menghilangkan semua partikel yang

kelihatan dan hampir semua partikel yang tidak kelihatan, dan menyiapkan

permukaan dari semua alat-alat agar aman untuk proses disinfeksi dan sterilisasi.

Mencuci dapat dilakukan secara manual atau mekanik atau kombinasi keduanya.

Karemamya untuk memastikan kebersihan dan tidak merusak alat serta keamanan

pekerja, alat-alat harus:

1) Dibongkar, jika dirakit lebih dari satu komponen dan semua sambungan harus

dibuka untuk memastikan seluruh permukaan alat tercuci bersih.

2) Dimulai dengan merendam dalam air pada suhu 20ᵒC - 40ᵒC selama 20 menit dan

atau dalam produk enzim yang dapat melepaskan darah dan zat – zat protein

lainya untuk mencegah terjadinya koagulasi darah pada alat dan juga membantu

menghilangkan protein.

3) Dapat juga dimulai dengan membilas dengan air keran yang mengalir untuk

melepaskan partikel-partikel kotoran.

h. Mencuci Secara Manual.

Beberapa macam alat atau instrumen yang lembut atau rumit perlu dicuci

secara manual setelah direndam. Alat atau instrument harus :

1) Dicuci didalam air untuk mencegah penguapan jika alat dapat

tenggelam/terendam.

2) Dicuci menurut aturan dari produsen jika alat tidak dapat tengggelam/terendam.
3) Dicuci dengan alat antigores untuk mencegah kerusakan pada alat-alat dengan

lumen atau lubang kecil-kecil harus dibersihkan dengan sikat dengan diameter

yang tepat. Ingat bahwa sikat ini harus di disinfeksi atau disterilkan setiap hari.

4) Dibilas dengan air keras yang mengalir dengan suhu 40ᵒC- 55ᵒC, untuk

menghilangkan detergen. Lebih baik lagi jika menggunakan air deonisasi atau air

suling.

5) Setelah dicuci dan dibilas, dikeringkan dulu sebelum di lubrikasi (parafin),

didisinfeksi atau disterilkan.

i. Mencuci Secara Mekanis

Menggunakan mesin cuci dapat meningkatkan produktifitas atau lebih bersih

dan lebih aman bagi pekerja. Mesin cuci dapat dipilih sesuai kebutuhan :

1) Pembersih ultrasonik, melepaskan semua kotoran dari seluruh permukaan alat-alat

dan instrumen.

2) Ada dua tipe mesin cuci :

a) Untuk melepaskan mikroorganisme dengan mencuci bersih.

b) Menghancurkan mikroorganisme tertentu dengan berbagai variasi cuci.

c) Alat-alat pembersih ini juga harus dicuci secara rutin.

d) Penggunaan detergen dan zat pembersih lainnya harus sesuai dengan

rekomendasi produsen.

j. Disinfeksi kimia

Memilih zat disinfeksi harus ditentukan berdasarkan pemakaian alat dan level

disinfeksi yang diperlukan untuk pemakaian tersebut. Untuk menghancurkan

mikroorganisme, disinfektan dalam konsentrasi tertentu, harus kontak langsung


dengan permukaan alat dalam waktu yang cukup lama untuk terjadinya penetrasi ke

dalam sel mikroba dan mendeaktivasi sel-sel patogen. Karenanya sangat sulit atau

bahkan tidak mungkin untuk menghancurkan mikroorganisme pada alat yang belum

dibersihkan.

k. Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah proses yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme

dalam media cair dengan menggunakan panas. Keuntungan pasteurisasi pada

peralatan rumah sakit

1) Efektif dan efisien dalam mendisinfeksi peralatan semikritikal rumah sakit.

2) Tidak beracun.

3) Ramah lingkungan.

4) Aman untuk diaplikasikan.

5) Tidak merusak material.

l. Memilih Disinfektan

Zat disinfektan diklasifikasikan menurut aktifitas germicidalnya. Disinfektan

tingkat rendah menghancurkan hampir semua bakteri vegetatif bukan spora

(tubercule bacili), beberapa jamur, dan virus lipophilic. Disinfektan menengah

menghancurkan hampir semua bakteri vegetatif bukan spora (tubercule bacili), jamur,

virus-virus hydrophilic dan lipophilic. Disinfektan tingkat tinggi menghancurkan

bakteri vegetatif, beberapa spora, tubercule bacili, virus-virus hydrophilic dan

lipophilic. Jika digunakan dalam waktu yang lebih lama, disinfektan tingkat tinggi

dapat menghancurkan semua spora bakteri dan dapat dianggap sebagai sterilan.
Karenanya memilih disinfektan harus berdasarkan aktivitas germicidalnya yang

sesuai dengan penggunaan alat tersebut.

m. Jenis Bahan Kimia yang Digunakan

Proses pencucian membutuhkan bahan untuk media penghilang noda karena

sifat noda adalah asam maka bahan kimia untuk penghilang noda bersifat basa hal

tersebut digunakan sistem ikatan atom dimana asam dan basa seimbang menjadi

netral yang dianggap bersih karena noda terangkat sehingga linen menjadi bersih.

Namun apakah noda hanya asam saja? ternyata tidak masih ada warna/zat pewarna,

lemak/minyak, protein, debu dll. Untuk mengatasi noda-noda tersebut maka dibuat

kimia yang berbeda-beda menurut kegunaannya, antara lain :

1) Detergen

Penghilang noda asam sehingga bersifat basa, dengan pH antara 11-12 bekerja

dengan sistem ikatan atom antara asam dan basa sehingga noda akan terangkat dan

larut dalam proses pencucian, pemakaian suhu air saat proses pencucian akan

memaksimalkan proses yang berlangsung dengan rata-rata suhu air antara 60-80 oC,

rata-rata detergen bekerja selama 10-15 menit saat proses pencucian dengan jumlah

dan takaran tertentu. Detergen yang digunakan pada proses pencucian secara umum

(yang dijual dipasaran umum) sistem bekerjanya sama hanya pada detergen laundry

akan lebih kuat maka digunakan sarung tangan untuk mencegah iritasi pada tangan

pekerja.

Berdasarkan senyawa organik yang dikandungnya, detergen dikelompokkan

menjadi :

a) Detergen anionik (DAI)


Merupakan detergen yang mengandung surfaktan anionik dan dinetralkan dengan

alkali. Detergen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif apabila

dilarutkan dalam air. Biasanya digunakan untuk pencuci kain. Kelompok utama

dari detergen anionik adalah : Rantai panjang (berlemak) alkohol sulfat, Alkil aril

sulfonat, Olefin sulfat dan sulfonat

b) Detergen kationik

Merupakan detergen yang mengandung surfaktan kationik. Detergen ini akan

berubah menjadi partikel bermuatan positif ketika terlarut dalam air, biasanya

digunakan pada pelembut (softener). Selama proses pembuatannya tidak ada

netralisasi tetapi bahan-bahan yang mengganggu dihilangkan dengan asam kuat

untuk netralisasi. Agen aktif permukaan kationik mengandung kation rantai

panjang yang memiliki sifat aktif pada permukaannya.

c) Detergen nonionik

Merupakan senyawa yang tidak mengandung molekul ion sementara, kedua asam

dan basanya merupakan molekul yang sama.

d) Detergen Amfoterik

Detergen jenis ini mengandung kedua kelompok kationik dan anionik. Detergen

ini dapat berubah menjadi partikel positif, netral, atau negatif bergantung kepada

pH air yang digunakan. Biasanya digunakan untuk pencuci alat-alat rumah

tangga. Kelompok utama dari detergen ini adalah : Natrium lauril sarkosilat

(CH3(CH2)10CH2NHCH2CH2CH2COONa) dan natrium mirazol. Berdasarkan

kegunaannya jenis-jenis deterjen adalah sebagai berikut:


1. Detergen pencuci kain, mengandung alkohol etoksilat dan alkil

fenoletoksilat.

2. Detergen pencuci piring mengandung zat seperti detergen pencuci tangan .

3. Detergen pembersih peralatan rumah tangga yang mengandung heksa

dekiltrimetil amonium klorida.

4. Detergen pembersih industri mengandung zat seperti detergen pembersih

rumah tangga.

5. Detergen pembersih gigi yang mengandung natrium lauril sarkosionat .

6. Detergen pelembut kain yang mengandung diokta dekildimetil amonium

klorida

2) Alkalin

Alkalin bekerja memaksa noda untuk keluar dari serat kain sehingga alkalin

akan memberikan keuntungan besar saat proses pencucian, karena alkalin akan

membantu kerja dari detergen secara maksimal, mempunyai pH antara 12-13 daya

kerja alkalin adalah memberikan tegangan pada permukaan kain sehingga akan

menambah kekuatan pada daya gesekan saat proses pencucian sehingga noda cepat

hilang. Sifat jelek alkalin adalah membuat linen menjadi cepat rusak (bladus/serat

kain akan putus dan terangkat ke permukaan kain) bahkan dengan pemakaian yang

terus menerus dalam jumlah besar akan membuat linen menjadi cepat rusak/sobek.

Campuran antara alkalin dan detergen akan dapat menghilangkan noda darah secara

cepat. Kandungan alkalin tinggi biasanya terdapat pada produk sabun colek, sabun

batangan dan beberapa produk sabun mandi (sering menimbulkan iritasi atau kulit

menjadi kering).
3) Emulsi

Emulsi atau Pengemulsi adalah pembuat busa sehingga apabila ditambahkan

emulsi pada proses pencucian maka akan timbul busa lebih banyak dibandingkan

tanpa emulsi, sifat busa atau foam adalah mengankat minyak/lemak pada noda yang

ada di linen sehingga emulsi akan membantu detergen dalam mengangkat noda

lemak/minyak. mempunyai pH antara 10-11 akan bekerja secara baik pada suhu

antara 50-75oC. Sifat foam atau busa adalah tidak dapat diuraikan maka pemakaian

emulsi harus hati-hati sebab limbahnya berupa busa sangat rentan pada pengolahan

limbah (dapat mematikan mikroorganisme pada perlakuan pengelolaan air limbah).

4) Chlorin / Bleach

Digunakan untuk memutihkan linen putih, bekerja dengan cara mengangkat

oksigen dari linen sehingga untuk linen warna akan berubah menjadi putih,

mempunyai pH antara 8-9 dengan kemampuan bekerja lebih maksimal pada suhu

60oC, kandungan tertentu dari chlorin dapat digunakan sebagai penyeka noda

infeksius pada permukaan keras, dan chlorin bukan sebagai disinfektan linen sebab

pemakaian yang berlebihan akan merusak linen tersebut baik linen warna ataupun

linen putih.

5) Oxygen Bleach

Oxygen Bleach adalah kebalikan dari chlorin, bekerja dengan menambahkan

oksigen pada noda sehingga noda akan tersamar, bekerja dengan pH 10-11, pada suhu

70oC akan lebih maksimal kerja dari oxygen bleach tersebut. Pada proses tertentu

banyak digunakan untuk menambah cemerlang kain warna, sifatnya adalah

mengangkat lapisan warna kain sehingga akan terlihat warna kain menjadi lebih
cerah. Beberapa produsen menambahkan oxygen bleach dengan H 2O2 (hidrogen

peroksida) dan digunakan sebagai penghilang noda darah. Noda darah akan menjadi

busa apabila terkena H2O2, sifat H2O2 akan membuat korosif baik pada linen ataupun

pada mesin apabila terkena kulit akan menyebabkan iritasi ringan.

6) Strach

Bubuk putih mengandung tepung jagung yang berguna untuk mengkakukan

linen atau tekstil, mempunyai pH antara 5-5,5 digunakan untuk melapisi linen

sehingga tahan terhadap noda namun linen menjadi kaku karena sifat dari tepung

jagung tersebut. Strach banyak digunakan oleh orang-orang Jepang dan China dimana

baju-baju mereka terlihat kaku dan selalu rapi juga terlihat pada seragam Angkatan

Laut.

7) Netralizer / Sour

Digunakan untuk menetralkan sifat kimia pada proses pencucian sebelumnya,

seperti detergen, alkalin dan emulsi. Mempunyai pH antara 4-5, karena proses

pencucian digunakan basa sebagai penghilang noda maka sifat dari netralizer/sour

adalah asam.

8) Disinfektan

Disinfektan adalah pembunuh mikroorganisme yang digunakan khusus untuk

linen, disinfektan yang baik akan mempunyai sifat: berspektrum luas, bekerja

cepat/waktu kontak singkat, toksisitas rendah, tidak mengiritasi, tidak korosif dan

memiliki aktifitas residual. Proses pencucian linen rumah sakit harus mengunakan

disinfektan sebab depatermen kesehatan RI sudah menyampaikan bahwa: cairan yang


keluar dari orang sakit adalah infeksius, sehingga harus dicuci mengunakan

disinfektan untuk mencegah timbulnya nosokomial.

Setiap produsen kimia laundry akan menerbitkan Material Safety Data Sheet

(MSDS) adalah bagaimana kimia laundry tersebut dibuat dengan komposisi kimia apa

saja dibuat sehingga menjadi kimia yang siap jual. Sebagai pendampingnya adalah

Technical Data Sheet (TDS) adalah bagaimana cara pemakaian dari kimia tersebut

aturan pakai, suhu air dan lain-lain.

Selain hal tersebut akan dilakukan proses pengujian pemakaian kimia laundry

tersebut dalam proses yang ada sehingga dari pihak produsen akan membuat Washing

Formula adalah proses bagaimana kimia itu digunakan untuk menentukan komposisi,

jumlah dan cara pencuciannya yang sesuai dengan produk yang dibuat oleh produsen

kimia laundry tersebut.

9) Alkazyme

Alkazyme 100 Sachet Economy Bucket Enzimatik pembersih/disinfektan.

Aldehida dan fenol bebas, Bakterisida, Fungisida dan aktif melawan HIV. Sebagai

pembersih mono enzimatis -desinfektan agen untuk semua peralatan bedah, peralatan

medis. Tindakan gabungan enzimatik / detergen melarutkan protein (darah, air liur,

kotoran dll.) Sehingga instrumen rendering 'bersinar bersih'. Mengurangi bioburden

pada instrumen sebelum sterilisasi. Terus-menerus membasmi bakteri pada air

pencucian yang terkontaminasi, (seperti yang tercipta melalui tindakan pembersihan).

10) Alkacida
Solusi Sterilisasi - 0,47% 1,5 Potensi pentanedial dengan senyawa amonium

kuarternary. Disinfeksi dalam 15 menit, sterilisasi dalam 6 jam. untuk pembersihan :

Bakateri, Fungi, Virus dan Spora termasuk HIV, HBV, TB, Polio dan MRSA.

2. Pengemasan

Ada 3 prinsip dasa pengemasan :

a. Sterilan harus dapat diserap dengan baik menjangkau seluruh permukaan kemasan

dan isinya.

b. Harus menjaga sterilitasisinya hingga kemasan dibuka.

c. Harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tanpa menyebabkan kontaminasi.

Persyaratan bahan pengemas sesuai dengan metoda sterilisasi yang dipakai.

a. Bahan yang di pakai untuk pengemasan sterilisasi harus sesuai dengan proses

sterilisasi yang dipilih :

1) Harus tahan terhadap kondisi fisik, seperti suhu tinggi, kelembapan, tekanan

atau hisapan pada proses sterilisasi.

2) Udara pada kemasan dan isinya harus bias keluar

3) Sterilan pada proses uap, Etilen Oksida atau panas kering harus dapat

menyerap dengan baik pada seluruh permukaan dan serats emua isi dan

kemasan.

4) Sterilan harus dapat dilepaskan pada akhir siklus sterilisasi.

b. Syarat-syarat bahan kemasan

1) Dapat menahan mikroorganisme dan bakteri

Bahan yang dipakai untuk mengemas harus dapat menjaga sterilitas dan

melindungi isinya yang sudah steril, dari sumber kontaminasi mikroba mulai
dari saat kemasan dikeluarkan dari mesin sterilisasi, sampa ikemasan dibuka

untuk dipakai. Karenanya bahan yang dipakai sebaiknya tidak berbulu juga

dapat menahan masuknya debu dan terserapnya uap (air atau cairan lainnya).

2) Kuat dan tahan lama

Bahan kemasan harus kuat untuk menampung isinya selama proses sterilisasi

3) Mudah digunakan Bahan harus mudah digunakan untuk membungkus dan

sesuai dengan bentuk dan ukuran alat yang akan dikemas

4) Tidak mengandung racun Bahan tidak boleh mengandung racun dan warna

yang dapat menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan.

5) Segel yang baik

Segel sangat penting untuk menjaga isi kemasan dan menjaga sterilitas.

Pembungkus dapat disegel dengan indicator tape atau diikat dengan tali kain.

6) Dibuka dengan mudah dan aman

Bahan kemasan harus mudah dibuka dengan resiko kontaminasi yang

minimum.

7) Masa kadaluarsanya

Kemasan steril harus dapat menjaga sterilitasisinya selama masa

kadaluarsanya. Pada prinsipnya masa kadaluarsa tidak tergantung pada waktu

melainkan pada kejadian yang dalam kemasan tersebut.

c. Tipe-tipe bahan kemasan

1) Kertas

Kertas dapat digunakan untuk proses sterilisasi dengan uap atau gas etilenoksida.

Kriteria kertas yang dipakai :


a) Memiliki karakteristik repellent / tidak menyerap air

b) Memiliki tensile strength yang baik / tidak mudah robek.

c) Merupakan penahan bakteri yang baik

d) Bebas dari bahan beracun

e) Bahan kertas hanya digunakan satu kali saja

Tipe kertas yang boleh dipakai untuk kemasan steril :

a) Kertas craft yang medical grade

b) Kertas berlaminasi :terdiri dari tiga lapisan, lapisan kedua mencegah

penyerapan uap tetapi berpori untuk udara, sehingga harus dilipat sedemikian

rupa agar proses sterilisasi berlangsung dengan baik.

c) Kertas mentega yang non-glaze bias dipakai untuk sterilisasi uap, tetapi

mudah robek.

d) Kertas krep :mengandung dengan baik dan tidak mudah robek.

2) Film plastik dan kantongsteril (sterilization pouches)

Bahan plastic tidakdapatmenyerap air denganbaikberupacairanatauuap, karenanya

bahan plastic tidak dapat dipakai sebagai bahan kemasan sterilisas iuap. Pada

umumnya kantong terdiri dari dua bagian yaitu kertas dan film. Secara umum

kantong steril terdiri dari dua tipe yaitu dalambentuk roll dan sudah terpotong

dengan ukuran tertentu / seperti amplop. Varian dari bentuk amplop ini sudah ada

perekat dan tidak melalui proses segel (sealing). Sementara kantong steril dalam

bentuk roll memiliki dua varian yaitu dalam bentuk flat dan gussete.
3) Kain (linen)

Material paling tradisional yang digunakan sebagai pembungkus steril. Berikut ini

beberapa keunggulan dan kelemahan dari kain.

Keunggulan :

a) Kuat

b) Relatifmurah

c) Nyaman

Kelemahan :

a) Tidak memiliki kemampuan menahan bakteri (bacterial barrea) yang baik

b) Tidak memiliki konsistensi kualitas yang baik

c) Mudah menyerap air

d) Banyak terdapat lint

4) Kain campuran

Campuran katun dan plastic memperbaiki kemampuan menghalangi bakteri dan

air. Tetapi karena sering dicuci menjadi kurang baik. Bahan ini sesuai untuk

sterilisasi uap dan etilenoksida.

3. Metode Sterilisasi

Beberapa metode dalam melakukan proses sterilisasi:

1. Sterilisasi uap

Merupakan metode sterilisasi yang paling efektif dan efisien, karena uap

merupakan pembawa (carrier) energy termal paling efektif dan semua lapisan

pelindung luar mikroorganisme dapat dilunakan sehingga memungkinkan

terjadinya koagulasi. Untuk dapat menghasilkan barang yang steril, maka


perlakuan pre-sterilisasi (dekontaminasi dan pembersihan serta pengemasan yang

baik) dan pasca sterilisasi (penyimpanan) perlu diperhatikan. Beberapa fase yang

dilalui untuk menyelesaikan satu siklus sterilisasi uap : fase pemanasan ; fase

pemaparan uap; fase pembuangan dan fase pengeringan. Fase pemanasan

merupakan fase awal sterilisasi uap. Pada fase ini, selain terjadi proses

pemvakuman chamber, jaket chamber juga mengalami pemanasan. Uap akan

terus masuk ke dalam chamber pda kondisi ruang yang tertutup rapat. Tekanan

dan suhu akan naik hingga suhu sterilisasi yang diharapakn dapat tercapai.

Kemudian, sistem pengontrolan pemaparan uap bekerja mempertahankan suhu

dan tekanan ruangan, diamana pada fase inilah proses sterilisasi terjadi. Suhu

yang biasanya digunakan adalah 121oC-134oC. Setelah waktu pemaparan pada

suhu tertentu tercapai, katup drainase akan terbuka sehingga terjadi penurunan

kembali tekanan dalam chamber.

2. Sterilisasi Panas Kering

Sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas, dimana panas

akan diabsorbsi oleh permukaan luar alat yang disterilkan, lalu merambat ke

bagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai. Metode

ini biasa digunakan untuk alat-alat atau bahan yang tidak memungkinkan uap

untuk berpenetrasi secara mudah, seperti peralatan yang terbuat dari kaca.

Keuntungan metodeini adalah dapat mensterilkan beberapa jenis bahan yang tidak

dapat ditembus uap, seperti serbuk kering dan bahan minyak, tidak memiliki sifat

korosif terhadap logam, dan dapat mencapai seluruh permukaan alat yang tidak

dapat di bongkar pasang. Sementara itu, kelemahan metode ini adalah penetrasi
terhadap mateial berjalan sangat lambat dan tidak merata, diperlukan waktu

pemaparan panas yang lama untuk mencapai kondisi steril, serta dapat merusak

bahan dari karet dan beberapa bahan kain.

3. Sterilisasi etilen oksida

Etilen oksida merupakan sterilan umum pilihan yang digunakan untuk sterilisasi

alat-alat yang sensitive terhadap panas dan uap. Senyawa ini berada dalam fase

gas pada suhu diatas 10,75oC pada tekanan 1 atm.Etilen oksida membunuh

mikroorganisme dengan cara bereaksi terhadapDNA mikroorganisme melalui

mekanisme alkilasi. Pada reaksi ini, terjadi penggantian gugus atom hidrogen

pada sel mikroorganisme dengan gugus alkil (-CH2-CH2-OH). Akibatnya, proses

metabolisme dan reproduksi sel mikroba akan terganggu. Keuntungan metode ini

adalah dapat dilakukanpada suhu rendah, yaitu 72o-135oF serta memiliki daya

penetrasi yang sangat baik.

4. Sterilisasi plasma

Plasma secara umum didefinisikan sebagai gas yang terdiri dari elektron, ion-ion

maupun partikel-partikel netral. Plasma dari beberapa gas seperti argon, nitrogen,

dan oksigen menunjukan aktivitas sporisidal. Pada plasma yang terbentuk dari

hidrogen peroksida, proses pembentukan plasma mengalami dua fase yaitu fase

difusu hidrogen peroksida dan fase plasma. Aktivitas mematikan mikroorganisme

hidrogen peroksida belum diketahui secara pasti, tetapi pada proses pembentukan

plasma, terbentuk spesies reaktif seperti radikal bebas, radia ultraviolet, maupun

hidrogen peroksida itu sendiri yang mempunyai kemampuan menginaktivasi

mikroorganisme.
5. Sterilisasi uap formaldehid

Gas formaldehid bekerja membunuh mikroorganisme melalui mekanisme alkilasi.

Namun, formaldehid tidak dapat digunakan untuk sterilisasi alat rentan panas,

khususnya dengan lumen kecil, karena daya penetrasi dan aktivitas sporisidalnya

yang lemah. Namun demikian, bila dikombinasikan dengan uap dibawah tekanan

atsmosfer, daya penetrasinya meningkat sehingga sterilisasi dapat dicapai dengan

cepat. Gas dan cairan formalin berbau tajam dan dapat mengiritasi mata, saluran

pernafasan dan kulit. Bahan ini juga bersifat mutagenik walaupun bukti-bukti

masih sedikit pada manuasia. Oleh karena itu,formalin harus ditangani dengan

hati-hati untuk meminimalkan resiko pemaparan.

4. Pengujian Alat Sterilisasi

Sebelum mesin sterilisasi dapat digunakan secara rutin maka harus dilakukan

pengujian terlebih dahulu sesuai dengan prosedur pada masing-masing autoklaf atau

sesuai mesin sterilisasi yang digunakan.

5. Fasilitas Alat dan Zat Kimia

Terdiri dari peralatan non medik, peralatan medik dan bahan atau zat kimia

yang dibutuhkan dalam sterilisasi.

2.6 Monitoring Dan Evaluasi Proses sterilisasi

1. Kontrol kualitas sterilisasi

Hal – hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Pemberian nomer lot pada setiap kemasan mencakup nomer mesin sterilisasi,

tanggal proses sterilisasi, dan keterangan siklus keberapa dari mesin

sterilisasi.
b. Data mesin sterilisasi

c. Waktu kadaluarsa

2. Jenis – jenis indikator sterilisasi

a. Indikator mekanik, merupakan bagian dari instrument seperti gauge, table dan

indikator suhu maupun tekanan.

b. Indikator kimia, merupakan indikator yang menandai terjadinya paparan

sterilisasi (misalnya : uap panas atau gas etilen oksida) pada objek yang

disterilkan dengan adanya perubahan warna. Dapat dalam berbagai bentuk

strip, tape, kartu, vial.

c. Indikator biologi, merupakan sediaan berisi populasi mikroorganisme spesifik

dalam bentuk spora yang bersifat resisten terhadap bebrapa parameter yang

terkontrol dan terukur dalam suatu proses sterilisasi tertentu(Depkes R.I,

2009).
BAB III

PEMBAHASAN

Sterilisasi merupakan bagian dari instalasi farmasi. Menurut Permenkes RI

No. 246/menkes/per/III/2008 pasal 37 point g, instalasi Sterilisasi adalah sub unit

pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan penyelenggarakan kegiatan

sterilisasi di Rumah Sakit. Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan

yang bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba, termasuk

endospora dan dapat dilakukan dengan proses kimia atau fisika. Central Sterile

Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi merupakan satu

unit atau departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses pencucian,

pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang membutuhkan kondisi

steril. Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya untuk

mencegah risiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit. Salah satu

indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi

nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan tersebut maka perlu

dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit (Depkes RI, 2009).

Sterilisasi di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukitinggi, prosesnya

dilakukan oleh Unit Sterilisasi yang merupakan bagian dari Instalasi farmasi.

Tugasnya yaitu memenuhi setiap kebutuhan alat atau bahan steril yang dibutuhkan

bagi setiap instalasi yang ada di rumah sakit, di antaranya : Instalasi rawat inap A,

Instalasi rawat inap B, Instalasi rawat inap C, Instalasi Gawat Darurat (IGD), ruang

operasi, ICU dan lain-lain.


Alat dan bahan yang akan disterilkan antara lain adalah:

1. Alat – alat ruang OK (Kamar Operasi)

Set laminektomi, korentang, sikat, set preparasi, buaya/keriso, caspar set, suction

+ disctor minor, set cranioctomy, Dub Lobang Besar, Dub Lobang Kecil, set jas,

set kain, dan alas meja.

2. Alat – alat bangsal, VIP, ICU

Oral hygiene, set TV, kassa, handscoon, dan prangko

3. Nacl 0.9% untuk keperluan pencucian luka lidan oil glyserin.

Untuk lokasi, lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai

alat/bahan steril terbesar di rumah sakit. Dengan pemilihan lokasi yang tepat seperti

ini maka selain meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan resiko

kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril.

Ketersediaan ruangan CSSD yang memadai merupakan suatu keharusan untuk

keefisienan dan keoptimalan fungsi kerja CSSD. Untuk menghindari terjadinya

kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang bersih, maka ruangan CSSD dibagi

menjadi 5 bagian yaitu, Ruang dekontaminasi, Ruang pengemasan alat, Ruang

produksi dan prossesing, Ruang sterilisasi dan Ruang penyimpanan (Depkes RI,

2009).
Pada Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) desain ruang pusat sterilisasinya

yaitu:

a. Ruang dekontaminasi

Ruangan ini terpisah dari tempat sterilisasi dimana terdapat di bagian

belakang rumah sakit.

Untuk linen yang ada di rumah sakit di cuci di laundry dan alat kesehatan dicuci

di ruangan masing – masing.

b. Ruang pengemasan alat

Diruang ini dilakukan proses pengemasan alat untuk alat bongkar pasang maupun

pengemasan dan penyimpanan barang bersih. Pada ruang ini dianjurkan ada

tempat penyimpanan barang tertutup (Depkes RI, 2009). Sedangkan di RSSN

ruangan ini tempat meletakkan linen yang sudah bersih dan disusun di lemari

tertutup.

c. Ruang produksi dan prosessing

Di ruang ini dilakukan pemeriksaan linen, dilipat dan dikemas untuk persiapan

sterilisasi. Pada daerah ini sebaiknya ada tempat untuk penyimpanan barang

tertutup. Selain linen, pada ruang ini juga dapat dilakukan pula persiapan untuk

bahan seperti kain kasa, kapas, cotton swabs dan lain-lain (Depkes RI, 2009).

Sedangkan di RSSN ruang pengemasan alat dan ruang produksi berada dalam

satu ruang. Di ruang dilakukan pemeriksaan linen, dilipat dan dikemas untuk

persiapan sterilisasi.
d. Ruang sterilisasi dan ruang penyimpanan

Ruang sterilisasi dan ruang penyimpanan menurut (Depkes RI, 2009) dipisah.

Sedangkan di RSSN ruang sterilisasi dan penyimapanan tidak terpisah. Dimana

linen dan alat kesehatan dilakukan pengemasan sebelum disterilisasi. Pengemas

yang digunakan yaitu: pouches, kertas (wrapping paper), kain. Penyimpanan alat

sterilisasi disimpan didalam etalase.

Berdasarkan pedoman CSSD di rumah sakit (Depkes, 2009), alur aktivitas

fungsional CSSD dimulai dari penerimaan alat, dekontaminasi (perendaman,

pencucian, pengeringan, pengemasan), labeling, proses sterilisasi, penyimpanan

sampai proses distribusi.

Pada tahapan awal, dimulai dengan proses penerimaan alat dan bahan yang akan

disterilisasi. Alat dan bahan yang diterima kemudian dicatat. Hal ini bertujuan untuk

mencegah terjadinya kesalahan pada saat penyerahan pada masing-masing ruangan.

Tahapan selanjutnya adalah dekontaminasi. Pada tahap ini dilakukan

perendaman, pencucian, pengeringan untuk linen dan alat kesehatan. Untuk linen

diterima dalam keadaan kotor, sehingga proses dekontaminasi dilakukan dibagian

laundry dan nantinya akan diserahkan ke ruang sterilisasi, sedangkan alat kesehatan

pencucian dan pengeringannya dilakukan di diruangan masing-masing, seperti kamar

operasi, IGD, ICU dan ruang rawat inap. Bahan/zat kimia yang digunakan di Rumah

Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi untuk pencucian yaitu detergent alkazim

dan alkacide.
Setelah tahapan dekontaminasi selesai, tahapan selanjutnya adalah pengemasan.

Pada tahap ini dilakukan pengemasan untuk linen dan alat kesehatan. Alat pengemas

yang digunakan diharapkan dapat menahan mikrorganisme dan bakteri, kuat dan

tahan lama, mudah digunakan, mudah dalam pengemasan, dan aman. Secara teoritis,

tipe bahan kemasan yang digunakan yaitu kertas, film plastik, kain (linen) dan kain

campuran.

a. Pouches

- Untuk membungkus alat kesehatan dan linen yang sudah dibungkus dengan

kertas terlebih dahulu

- Ukuran yang tersedia yaitu 8,10,15,18,20,22,30,40 cm

- Keuntungannya

1. Batas kadaluarsa alat yang disterilisasi lebih lama dibandingkan dengan

bahan pengemas lain, yaitu selama 1 bulan

2. Transparans

Mudah untuk melihat isi barang yang ada didalamnya karena sisi bagian

depannya terbuat dari transparan film

3. Tingkat sterilitas yang lebih tinggi.

- Kerugiannya

1. Proses pengemasannya lebih rumit karna harus melewati beberapa tahapan

(seperti: mengukur besar pouches yang akan dibutuhkan, menggunting,

scalling, memasukkan alat, scalling kedua).


2. Kemasan hanya untuk sekali pakai (Disposable).

b. Kertas

- Untuk membungkus set kain yang dibutuhkan di kamar operasi

- Kertas yang digunakan wofen/wrapping paper

- Keuntungannya :

1. Lebih praktis

2. Mudah dalam pengemasan

- Kerugiannya :

1. Tingkat sterlitas tidak tinggi

2. Kemasan hanya untuk sekali pakai (Disposable)

c. Kain

- Set kain kamar operasi

- Material paling tradisional yang digunakan untuk pembungkus steril

- Keuntungannya:

1. Kuat

2. Lebih ekonomis

- Kerugiannya :

1. Kemampuan untuk menahan bakteri lebih rendah.

2. Tidak memiliki konsistensi kualitas yang baik.

3. Mudah menyerap air.

4. Sterilisasi yang dilakukan hanya bertahan selama 1 minggu.


5. Proses pemeliharaan lebih rumit.

Tahapan selanjutnya adalah labeling. Labeling merupakan suatu kegiatan

pemberian tanda atau label pada kemasan. Pada tahapan ini, pemberian label

dilakukan pada indikator internal dan eksternal. Dimana pada indikator dituliskan

tanggal dilakukannya sterilisasi dan tanggal kadaluarsa sterlisasi. Untuk penentuan

masa kadaluarsa obat tergantung dari pengemasnya, jika dibungkus dengan kain atau

kertas wrapping, alat yang disterilkan biasanya akan bertahan lebih kurang 1 minggu,

sedangkan jika menggunakan pengemas pouches alat yang disterilkan akan bertahan

selama 1 bulan. Suhu penyimpanan untuk alat dan bahan yang sudah disterilisasi

yaitu 180C - 220C.

Penggunaan indikator sterilisasi digunakan untuk mengetahui hasil proses

sterilisasi. Ada beberapa jenis indikator yaitu indikator mekanik, kimia dan biologi.

Indikator mekanik merupakan bagian dari instrumen mesin sterilisasi seperti tabel,

dan indikator suhu maupun tekanan yang menunjukkan apakah alat sterilisasi bekerja

dengan baik. Selain itu, indikator mekanik juga dapat memberikan indikasi adanya

masalah apabila alat rusak dan memerlukan perbaikan. Namun indikator ini tidak

dapat menunjukkan tercapainya keadaan steril. Kelemahan lainnya adalah informasi

yang diberikan tidak tepat bila kalibrasi alat tidak dilakukan.

Jenis indikator lainnya adalah indikator kimia. Indikator ini menandai

terjadinya paparan sterilan seperti uap panas atau gas etilen oksida pada objek yang

disterilkan dengan adanya perubahan warna. Kelebihan indikator kimia adalah dapat

memberikan informasi dengan segera bahwa suatu benda telah melewati proses
sterilisasi dan kondisi yang diperlukan untuk proses sterilisasi telah dipenuhi. Selain

indikator kimia terdapat indikator biologi. Indikator biologi merupakan sedian yang

berisi populasi mikroorganisme spesifik dalam bentuk spora yang resisten terhadap

beberapa parameter terkontrol dan terukur dalam suatu proses sterilisasi. Jenis

mikroorganisme yang digunakan adalah Bacillus stearothermophyllus untuk

sterilisasi uap dan Bacillus subtilis untuk sterilisasi gas etilen oksida dan panas

kering. Meskipun dapat menentukan apakah kondisi steril telah tercapai atau belum,

indikator ini juga memiliki keterbatasan antara lain memerlukan tenaga yang terlatih,

terdapat kemungkinan terjadinya kontaminasi saat memindahkan spora kedalam

media pertumbuhan, serta prosedur dan interpretasi hasil yang rumit.

Indikator sterilisasi yang digunakan pada Unit Sterilisasi RSSN Bukittinggi

adalah indicator inrernal dan indikator eksternal (Comply Indikator Tape TM).

Indikator eksternal ini ditempelkan pada kemasan alat/bahan kesehatan yang pada

indikator juga ditulis tanggal dilakukannya sterilisasi. Setelah proses sterilisasi

berakhir, Indikator eksternal yang awalnya memiliki garis diagonal berwarna putih

akan berubah warna menjadi hitam. Keuntungan indikator ini adalah selain

memberikan bukti visual bahwa suatu benda telah melewati proses sterilisasi juga

dapat digunakan sebagai segel kemasan. Namun indikator eksternal memiliki

keterbatasan karena indikator ini hanya melakukan kontrol paparan/ekspour pada

permukaan kemasan untuk membuktikan bahwa kemasan yang telah terpapar oleh

sterilan baik steam/autoclave atau paparan/gas metilen oksida. Sehingga sebaiknya

perlu menambahkan indikator internal untuk memastikan bahwa proses sterilisasi

sampai ke bagian dalam alat atau bahan.


Indikator internal (StericlinR) berupa kertas yang dimasukkan kedalam alat

kesehatan ditulis tanggal kadaluarsa, nama alat, personil yang melakukan sterilisasi

dan ruangan penggunaan alat. Indikator internal memiliki garis yang berwarna merah

muda dan akan berubah menjadi warna hitam setelah proses sterilisasiberakhir.

Setelah pelabelan, proses selanjutnya yang terpenting adalah sterilisasi. Metode

sterilisasi yang digunakan di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi

adalah sterilisasi uap panas dengan autoklaf. Autoklaf yang digunakan memiliki 2

tipe yaitu horizontal (autoclave Tuttnauer 5596-Ivep) dan vertikal (Jercho JE-356).

Autoklaf tipe horizontal untuk sterilisasi alat kesehatan dan linen, sedangkan tipe

vertical untuk sterlisasi bahan. Kalibrasi terhadap autoklaf terakhir kali dilakukan

pada tahun 2013 adalah petugas PT. Medcalindo. Proses sterilisasi diawali dengan

memasukkan alat-alat atau linen ke dalam autoclave, kemudian menjalankan mesin

autoclave. Waktu sterilisasi tergantung pada kebutuhan alat/bahan yang perlu

disterilkan. Alat/bahan yang disterilisasi diantaranya adalah linen dan alat kesehatan.

Suhu yang dibutuhkan untuk proses sterilisasi adalah 1210C – 1230C. Untuk

mencapai suhu tersebut, butuh waktu sekitar 15-20 menit. Setelah suhu tercapai maka

autoclave akan otomatis melakukan proses sterilisasi selama 15 menit, kemudian

dilanjutkan dengan pengeringan selama 20 menit. Untuk larutan NaCl 0,9%, proses

sterilisasi dilakukan dengan menggunakan Autoclave vertikal selama 30 menit pada

suhu 1210C – 1230C.

Petugas sterilisasi selama proses sterilisasi harus menggunakan alat pelindung

diri (APD) diantaranya apron lengan panjang, penutup kepala, maker (masker),
sepatu dan goggle (kaca mata). APD yang digunakan harus berada dalam keadaaan

bersih untuk menghindari kontaminasi yang berasal dari cairan tubuh. Namun, APD

yang digunakan di pusat sterilisasi RSSN Bukitinggi tidak sesuai dengan APD yang

telah ditetapkan oleh panitia pelaksana. Petugas hanya menggunakan jas pelindung

diri dan sarung tangan penahan panas yang digunakan saat mengeluarkan dan

memasukkan alat/bahan yang disterilkan.

Setelah proses sterilisasi selesai, alat yang telah steril disimpan dalam ruang

atau lemari penyimpanan. Ruang penyimpanan memiliki kriteria tertentu yang

meliputi suhu 18 – 220C, kelembapan 35 – 75%, ventilasi menggunakan sistem

tekanan positif dengan efisiensi filtrasi partikular 90 – 95%. Dinding dan lantai

ruangan terbuat dari bahan yang halus dan kuat sehingga mudah dibersihkan.

Peralatan steril disimpan pada jarak 19-24cm dari lantai, minimum 43cm dari langit-

langit dan 5cm dari dinding agar tidak terjadi penumpukan debu pada kemasan.

Barang yang disimpan di ruang penyimpanan Unit Sterilisasi RSSN Bukittinggi

adalah bahan linen berupa set kain untuk operasi. Sementara itu, alat dan bahan habis

pakai diletakkan diatas meja kerja pada ruang sterilisasi karena biasanya akan

dijemput pada hari yang sama. Untuk menghindari penumpukan barang dan

kontaminasi barang yang telah disterilkan, maka barang barang tersebut paling lama

diambil 1 minggu setelah tanggal sterilisasi. Bila lewat dari 1 minggu, maka akan

dilakukan sterilisasi ulang untuk bahan pengemas kain. Dengan alasan tersebut,

penyiapan set kain untuk operasi biasanya dilakukan bila ada jadwal operasi saja.

Namun, letak ruang sterilisasi yang memiliki akses langsung dengan udara dari luar

ruangan akan menyebabkan kemungkinan terjadinya kontaminasi. Karena itu


sebaiknya alat dan bahan yang telah sterilisasi tetap disimpan diruangan penyimpanan

dan nantinya dikeluarkan bila ada petugas yang menjemput barang tersebut.

Setelah penyimpanan, alat dan bahan yang telah disterilkan biasanya akan

didistribusikan saat akan diperlukan atau diminta saja. Pada unit sterilisasi RSSN

Bukittinggi proses distribusi tidak dilakukan oleh petugas unit sterilisasi, tetapi oleh

petugas pengirim barang. Petugas pengirim barang akan menjemput barang yang

telah diantarkan ke unit sterilisasi. Pencatatan tetap dilakukan oleh petugas unit

sterilisasi pada buku laporan khusus. Dimana laporan alat dan bahan yang telah

disterilisasi ditulis pada buku yang berbeda.

Berdasarkan pedoman instalasi pusat sterilisasi di rumah sakit, lokasi yang

sesuai adalah berdekatan dengan ruangan pemakai alat/bahan steril di rumah sakit dan

sebaiknya dekat dengan ruangan operasi dan laundry. Sementara ruangan sterilisasi

Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi tidak berdekatan dengan laundry.


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Central Sterile Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Sterilisasi

merupakan satu unit/departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses

pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang dibutuhkan

dalam kondisi steril, sehingga dapat mencegah dan mengurangi infeksi yang dikenal

sebagai infeksi nasokomial.

Secara umum fungsi utama pusat sterilisasi yaitu menyiapkan alat-alat bersih

dan steril karena semua alat kesehatan yang kontak langsung dengan pasien dapat

menjadi sumber infeksi. Oleh karena itu, persediaan dari barang steril cukup

memainkan peran penting dalam mengurangi penyebaran penyakit dalam pelayanan

kesehatan.

4.2 Saran

1. Selalu displin dalam menggunakan alat pelindung diri ketika melakukan proses

sterilisasi untuk mengurangi kemungkinan terjadi kontaminasi yang dapat

membahayakan tenaga kerja maupun pasien.

2. Perlunya pengawasan terhadap semua peralatan yang digunakan selama proses

sterilisasi mengalami pengujian secara teratur dan dijamin bekerja secara baik.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Instalasi Pusat


Sterilisasi (Central Sterile Supply Department/ CSSD) di Rumah Sakit.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Peraturan Mentri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 246/Menkes/Per/III/2008 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Jakarta. Menteri Kesehatan
Republik Indonesia.

Tietjen. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Dengan Sumber daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
LAMPIRAN

Gambar 1. Automatic autoclave S2D


Gambar 2. Indikator eksternal (indikator kimia)

Gambar 3. Indikator biologi


Gambar 4. Indikator mekanik

Gambar 5. Mesin sealing pounches


Gambar 6. Alat yang sudah di packing menggunakan pounches

Anda mungkin juga menyukai