Anda di halaman 1dari 26

TUGAS

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA


Oleh :
dr. Aviliana Ryasi Wenas
NIM : 20202111002

Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997


pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang disebabkan oleh
aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor,
pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan
gunung berapi yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas.
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara. Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1407 Tahun 2002
tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara. Pencemaran udara adalah
masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
atau mempengaruhi kesehatan manusia.

KUALITAS UDARA AMBIEN


Udara Ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfer yang
berada di dalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi
kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup dan lainnya (PP No. 41 Tahun
1999). Udara terdiri atas beberapa unsur dengan susunan atau komposisi tertentu. Unsur -unsur
tersebut diantaranya adalah nitrogen (N), oksigen, hydrogen, karbon dioksida, dan lain-lain.
Jika ke dalam udara tersebut masuk atau dimasukkan zat asing yang berbeda dengan penyusun
udara baik jenis maupun komposisinya, maka dapat dikatakan bahwa udara tersebut telah
tercemar.
Pencemaran udara ambien khususnya diperkotaan saat ini semakin memprihatinkan,
seiring dengan terjadinya bencana alam yang semakin sering terjadi serta meningkatnya
aktifitas manusia dari sektor transportasi, industrim perkantoran, dan perumahan yang dapat
memberikan kontribusi terhadap terjadinya pencemaran udara.
Kualitas udara ambien merupakan tahap awal untuk memahami dampak negatif
pencemaran udara terhadap lingkungan. Kualitas udara ambien ditentukan oleh :
1. Kuantitas emisi cemaran dari sumber pencemaran
2. Proses transportasi, konversi, dan penghilangan cemaran di atmosfer.
Kualitas udara ambien akan menentukan dampak negative pencemaran udara terhadap
kesehatan masyarkat luas.
Baku mutu udara ambie adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/ atau komponen
yang ada atau yang seharusnya ada dan/ atau unsur pencemar yang ditenggang keberadannya
dalam udara ambien.

Parameter Baku Mutu Udara Ambien pada Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999
Saat ini indeks standar kualitas udara yang dipergunakan secara resmi di Indonesia
adalah indek Standar Pencemar Udara (ISPU), hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor : KEP 45 / MENLH / 1997 Tentang Indeks Standar Pencemar
Udara.
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) adalah konsep indeks yang dijadikan rujukan
kategori udara ambien. Udara ambien dalam atmosfer akan terus mengalami perubahan akibat
aktifitas kehidupan manusia maupun kejadian alamiah. Setiap aktifitas akan menghasilkan
sampah atau hasil sampingan yang akan masuk kembali ke dalam sistem atmosfer.
Data Indeks Standar Pencemar Udara diperoleh dari pengoperasian Stasiun Pemantau
Kualitas Udara Ambien Otomatis. Sedangkan Parameter Indeks Standar Pencemar Udara
yaitu:
1. Partikulat (PM10)
2. Karbon Monooksida (CO)
3. Sulfur Dioksida (SO2)
4. Nitrogen dioksida (NO2)
5. Ozon (O3)
Dan untuk perhitungan dan pelaporan serta informasi Indeks Standar Pencemar Udara
ditetapkan oleh Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, yaitu Keputusan Kepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, memuat yaitu :

Parameter – parameter Dasar Untuk Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dan Periode
Waktu Pengukuran.

BAKU MUTU UDARA EMISI


Baku mutu udara emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan
pencemar untuk dikeluarkan dari sumber pencemaran udara, sehingga tidak mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien. Semua kegiatan yang membuang limbah gas ke udara
ditetapkan mutu emisinya yaitu mutu emisi dari limbah gas yang dubuang ke udara tidak
melampaui baku mutu udara emisi yang telah ditetapkan serta tidak menyebabkan turunnya
kualitas udara.
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995, tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak untuk jenis kegiatan industri besi dan baja, industri pulp
dan kertas, pembangkit tenaga uap berbahan bakar batu bara, serta industri semen.

Baku Mutu Emisi untuk Industri Pulp dan Kertas


Sumber: https://jujubandung.wordpress.com/2008/01/17/dampak-pada-kualitas-udara

Baku Mutu Emisi Untuk Kegiatan Lain


Kegiatan Eksplorasi dan Produksi

Kegiatan Kilang LNG


Baku Mutu Emisi Kegiatan Unit Penangkapan Sulfur

NILAI AMBANG BATAS KUALITAS UDARA DALAM RUANG


Nilai ambang batas adalah kadar tertinggi suatu zat dalam udara yang diperkenankan,
sehingga manusia dan makhluk hidup lainnya tidak mengalami gangguan kesehatan, kelainan
karena zat tersebut.
Nilai ambang batas biasanya disingkat dengan NAB adalah standar faktor tempat kerja
yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan gangguan kesehatan, dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

1. Kualitas Udara dalam Ruangan Perkantoran]


Berikut adalah persyaratan minimum kualitas udara yang ada dalam ruangan
perkantoran menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 48 Tahun 2016
Tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Perkantoran.

Parameter Satuan Baku Metode Keterangan


Mutu
1. Kebisingan
a. Ruanga Kantor (Umum/ 55-65 Direct Batas
Terbuka) dBA 50-55 Reading minimum &
b. Ruang kantor (pribadi) 65-75 maksimum
c. Ruang umum & kantin 65-75
d. Ruang pertemuan & rapat

2. Pencahayaan
a. Ruang kerja 300
b. Ruang gambar 750
c. Reseptionis Lux 300 Direct Batas
d. Ruang arsip 150 Reading Minimum
e. Ruang rapat 300
f. Ruang makan 250
3. Suhu
a. Ruang kerja C 23 – 26º C Direct Batas
b. Lobi & koridor 23 - 28º C Reading Minimum &
maksimum
4. Kelembaban
a. Ruang kerja % 40 – 60% Direct Batas
b. Lobi & koridor 30 – 70 % Reading minimum &
maksimum
5. Pergerakan udara m/dtl 0,15 – 0,5 Direct
Reading Batas
minimum &
maksimum
6. EMF mT 0,5 Direct Batas
Reading
maksimum
7. UV Mw/cm 0,0001 Direct Batas
Reading
maksimum
Persyaratan Minimum Kualitas Fisik Udara dalam Ruangan Perkantoran.

2. Kualitas Udara dalam Ruang Rumah Sakit


Menurut Kepmenkes No. 1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan rumah sakit, standard kualitas udara ruang rumah sakit adalah tidak berbau
(terutama bebas dari H2S dan ammonia), kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang
dari 10 micron dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 µg/m3, dan
tidak mengandung debu asbes.
Indeks gas dan bahan berbahaya dalam udara ruang rumah sakit yaitu konsentrasi gas
dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum seperti table berikut :

NO. PARAMETER KIMIAWI RATA-RATA KONSENTRASI


WAKTU MAKSIMAL SEBAGAI
PENGUKURAN STANDAR
1. Karbon monoksida (CO) 8 jam 10.000 jig/m3
2. Karbondioksida (CO2) 8 jam 1 ppm
3. Timbal (Pb) 1 tahun 0,15 jig/m3
4. Nitrogen Dioksida (NO2) 1 jam 200 jig/m3
5. Radon (Rn) - 4 pCi/liter
6. Sulfur dioksida (SO2) 24 jam 125 jig/m3
7. Formaldehida 30 menit 100 g/m3
8. Total senyawa organik yang - 1 ppm
mudah menguap
Indeks Kadar Gas dan Bahan Berbahaya dalam Ruang Rumah Sakit.

TEKNIK PENGENDALIAN KUALITAS UDARA UNTUK PENANGANAN


PENCEMARAN UDARA.

A. SISTEM VENTILASI
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam ruangan dan pengeluaran
udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 03-6572-2001), ventilasi bertujuan
menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh keringat dan
sebagainya dan gas- gas pembakaran (CO2) yang ditimbulkan oleh pernafasan dan proses-
proses pembakaran, menghilangkan uap air yang timbul sewaktu memasak, mandi, dan
aktifitas lainnya, juga yang menghilangkan kalor yang berlebihan, serta membantu
mendapatkan kenyamanan termal.
Menurut ILO (1991), ventilasi digunakan untuk memberikan kondisi dingin atau panas
serta kelembaban ditempat kerja. Fungsi lainnya yaitu mengurangi konsentrasi debu dan gas-
gas yang dapat menyebabkan keracunan, kebakaran dan peledakan. Ada 2 jenis ventilasi yaitu
ventilasi alami dan ventilasi mekanik.

1. Ventilasi Alami (natural ventilation)


Ventilasi alamiah, merupakan ventilasi yang terjadi secara alamiah, dimana udara
masuk ke dalam ruangan melalui jendela, pintu, atau lubang angin yang sengaja dibuat.
Ventilasi alami masih dapat dimungkinkan membersihkan udara selama pada saat ventilasi
terbuka dan terjadi pergantian dengan udara segar dan bercampur dengan udara yang kotor
yang ada dalam ruangan.
Ventilasi alami terjadi karena adanya perbedaan tekanan di luar suatu bangunan gedung
yang disebabkan oleh angin dan karena adanya perbedaan temperature, sehingga terdapat gas-
gas panas yang naik di dalam saluran ventilasi.
Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-6572-2001), ventilasi alami yang
disediakan harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu atau sarana lain yang dapat
dibuka, dengan jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari 5 % terhadap luas lantai ruangan
yang membutuhkan ventilasi; dan arah yang menghadap ke halaman berdinding dengan ukuran
yang sesuai, atau daerah yang terbuka keatas, teras terbuka, pelataran parkir, atau sejenis; atau
ruang yang bersebelahan.
Agar udara dalam ruangan segar persyaratan teknis ventilasi dan jendela yaitu :
a. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan dan luas lubang
ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% dari luas lantai, dengan
tinggi lubang ventilasi minimal 80 cm dari langit-langit ruangan.
b. Tinggi jendela yang dapat dibuka dan ditutup minimal 80 cm dari lantai ruangan dan
jarak dari langit-langit sampai jendela minimal 30 cm.
c. Udara yang masuk harus udara yang bersih, tidak dicemari oleh asap pembakaran
sampah, knalpot kendaraan, debu dan lain sebagainya.
d. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang hawa
berhadapan antara dua dinding ruangan. Aliran udara ini diusahakan tidak terhalang
oleh barang-barang seperti lemari, dinding, sekat-sekat.
e. Kelembaban udara dijaga antara 40% sampai dengan 70%.
Sistem Ventilasi Silang (cross ventilation)

2. Ventilasi Mekanik ( mechanical ventilation)


Ventilasi mekanik merupakan ventilasi buatan dengan menggunakan :
 AC (Air Conditioner), yang berfungsi untuk menyedot udara dalam ruangan kemudian
disaring dan dialirkan kembali ke dalam ruangan.
 Fan ( baling-baling), yang menghasilkan udara yang dialirkan ke depan.
 Exhauser, merupakan baling-baling penyedot udara dari dalam ke luar ruangan untuk
proses pergantian udara yang sudah terpakai.

a. Ventilasi Umum (General Ventilation)


Ventilasi umum biasanya digunakan pada tempat kerja dengan emisi gas yang sedang
dan derajat panas yang tidak begitu tinggi. Jenis ventilasi ini biasanya dilengkapi dengan alat
mekanik berupa kipas penghisap. Sistem kerja yang dibangun udara luar tempat kerja dihisap
dan dihembuskan oleh kipas ke dalam ruangan bercampur dengan bahan pencemar sehingga
terjadi pengenceran. Kemudian udara kotor yang telah diencerkan tersebut dihisap dan dibuang
keluar.

b. Ventilasi Pengeluaran Setempat (Local Exhaust Ventilation)


Jenis ventilasi ini dipakai dengan pertimbangan teknis, bahwa bahan pencemar berupa
gas, debu dan vapours yang ada pada tempat kerja dalam konsentrasi yang tinggi yang tidak
dapat dibuang atau diencerkan hanya dengan menggunakan ventilasi umum apalagi dengan
ventilasi alamiah, namun harus dengan ventilasi pengeluaran setempat yang diletakkan tepat
pada sumber pencemar. Bahan pencemar yang keluar dari proses kerja akan langsung dihisap
oleh ventilasi, sebelum sampai pada tenaga kerja.
c. Comfort Ventilation
Contoh ventilasi ini dengan digunakan Air Conditioner (AC) pada suatu ruangan. Jenis
ventilasi ini berfungsi menciptakan kondisi tempat kerja agar menjadi nyaman, hangat bagi
tempat kerja yang dingin, atau menjadi sejuk pada tempat kerja yang terasa panas.

Teknologi pengendalian pencemaran udara alam suatu plant atau tahap proses
dirancang untuk memenuhi kebutuhan proses itu atau perlindungan lingkungan. Teknologi ini
dapat dipilih dengan penerapan susunan alat pengendali sehingga memenuhi persyaratan yang
telah disusun dalam rancangan proses.
Rancangan proses pengendalian pencemaran ini harus dapat memenuhi persyaratan
yang dicantumkan dalam peraturan pengelolahan lingkungan. Teknologi pengendalian ini
perlu dikaji dengan seksama, agar penggunaan alat tidak berlebihan dan kinerja yang diajukan
oleh pembuat alat dapat dicapai untuk perlindungan lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan teknologi pengendalian atau
rancangan sistem pengendalian yaitu :
o Karakteristik gas buang atau efluen
o Tingkat pengurangan yang dibutuhkan
o Teknologi komponen alat pengendalian pencemaran
o Kemungkinan perolehan senyawa pencemar yang bernilai ekonomik.

B. PENGENDALIAN EMISI
Untuk dapat menentukan tingkat pengendalian emisi yang dapat memenuhi persyaratan
perundangan yang berlaku diperlukan pengendalian secara teknis. Sebelum menentukan
rancanfan design pengendalian emisi dari cerobong, ada 5 hal yang perlu diperhatikan, yaitu.
 Sifat -sifat fisik dan kimia emisi yang dikeluarkan dari cerobong harus diukur, yang
meliputi ukuran partikel, density, ruang, ukuran spektrum, komposisi kimia, dan
corrosiveness.
 Karakteristik dari carrier exhaust gas yaitu termasuk suhu, kelembaban, density, dan
tekanan.
 Perkiraan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses yaitu seperti volume aliran,
kecepatan, dan konsentrasi particulate gas.
 Konstruksi alat termasuk di dalamnya adalah pemeliharaan, penggunaannya, dan biaya
pembuangannya yang harus diketahui.
 Faktor pengoperasian alat termasuk diantaranya pemeliharaan alat, penggunaanya dan
biaya pemeliharaan yang harus diketahui.

Selain itu, ada beberapa tipe atau jenis peralatan yang dapat digunakan untuk
pengendalian emisi, yaitu :
1. Mechanical separators
2. Filtration devices
3. Wet collector
4. Electrostatic precipitators
5. Gas adsorbers
6. Combustion incinerators

1. Mechanical separators
Proses kerja alat ini menggunakan gaya inertial dan gravitasi untuk menghilangkan
partikel emisi dari aliran udara yang keluar. Range dari partikel emisi yang sesuai dengan
efektifitas dari alat pengumpul ini adalah anatara diameter 15 mikron s/d 40 mikron, sedangkan
kejatuhan partikel yang cepat terjadi pada diameter kurang dari 15 mikron. Penggunaan alat ini
di dalam industri sangat terbatas, dan biasanya alat ini digunakan untuk partikel yang sangat
kasar atau alat ini akan dipasangkan dengan alat lain. Dari berbagai variasi separator dapat
dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :

a. Gravity Chamber
Alat ini merupakan alat yang tertua dan merupakan alat yang kurang efisien untuk
pengumpulan debu. Alat ini hanya dapat mengumpulkan partikel-partikel yang berdiameter
besar dengan gaya gravitasi. Partikel dengan diameter lebih kecil dari 40 mikron tidak dapat
dikumpulkan.
Pengendapan Sistem Gravitasi

Setting Chambers

Keuntungan alat ini adalah :


 Biaya permulaan rendah
 Bentuk sederhana
 Tekanan jatuh ringan (slight pressure drop)

Sedangkan kerugiannya adalah :


 Kemampuannya terbatas, karena tidak dapat menghilangkan partikel yang lebih kecil
dari 40 mikron.
 Memerlukan ruangan yang besar dalam pemasangannya.

b. Cyclone Collectors
Prinsip kerja alat ini adalah dengan membentuk aliran udara ke dalam alat berputar
(vortex). Selanjutnya partikel yang terikut ke dalamnya akan tertarik ke depan oleh adanya
gaya sentrifungal dan akan membentur permukaan dari alat yang akhirnya partikel jatuh ke
bawah karena adanya gaya gravitasi. Putaran aliran udara terdiri dari 2 macam yaitu :
- Spiral ke bawah pada bagian luar
- Spiral ke atas pada bagian dalam.
Selama pemisahan secara cyclonic, kecepatan aliran udara yang masuk akan beberapa
kali lebih tinggi dari kecepatan aliran udara yang ada pada lubang inlet emisi udara. Mekanisme
pemisahan hampir sama dengan pengendapan gravitasi hanya disini perlu adanya gaya
sentrifungal sehingga dihasilkan gaya yang lebih besar pada partikel. Pada Cyclone dengan
diameter kecil nilai kenaikannya lebih dari 2.500 kali gaya gravitasi.

Keuntungan dari siklon ini yaitu :


 Biaya permulaan rendah
 Tekanan jatuh secara moderate
 Biaya pemeliharaan dan pengoperasian rendah.

Sedangkan kerugiannya yaitu :


 Efisiensi pengumpulannya rendah untuk partikel dibawah mikron
 Adanya erosi dari alat.

Stage Cyclone Dust Collector


Cyclone Dust Collector

c. Impingement Separators
Prinsip kerja alat ini adalah berdasarkan pada gaya inertial untuk menghilangkan
partikel dari gas yang dikeluarkan. Sepator ini menggunakan lempengan-lempengan untuk
mengumpulkan atau mengkonsentrasikan particulates.
Prinsip kerjanya yaitu partikel bergerak dalam aliran gas kemudian membentur
lempengan-lempengan yang telah diatur sedemikian rupa sehingga partikel-partikel yang besar
akan jatuh setelah membentur lempengan tersebut.
Efisiensi pengumpulan meningkat dengan meningkatnya ukuran partikel, kecepatan
aliran gas dan partikel density. Tetapi efisiensi secara menyeluruh amatlah rendah pada range
50 s/d 80% dengan partikel lebih kecil dari 20 mikron tidak terkumpul. Karena itu desain yang
optimal menggunakan pembukaan kecil antara lempengan-lempengan dan pengaturan
kecepatan aliran gas yang tinggi.

Keuntungan penggunaan alat ini yaitu :


 Biaya alat rendah
 Konstruksi alat sederhana
 Bebas dari kesulitan dalam pengoperasiannya
Sedangkan kerugiannya yaitu :
 Secara menyeluruh efisensi rendah
 Adanya erosi pada lempengan-lempengan (baffles)
 Korosi.

Impingement separatos ini biasanya digunakan oleh sebagian besar industri sebagai
pre-cleaner yang berfungsi untuk memelihara peralatan, sebagai alat pengumpul sebagian
partikel, dan merupakan alat yang mengkonsentrasikan partikel dalam suatu presentasi aliran
gas yang kecil.

Prinsip Kerja dari Impigement Separatos

2. Filtration devices
Filbration devices merupakan alat yang efektif sekali dalam pengendalian emisi yang
berbentuk debu atau fume. Efisiensi dari filbration devices ini dalam pengumpulan debu dan
fume lebih dari 99%. Ada 3 tingkatam dari alat filrasi ini yaitu :
- Mat filter
- Ultra filter
- Fabric filter
Dari ketiga macam ini, fabric filter adalah filter yang paling baik digunakan dalam
pengendalian pencemaran udara pada industri.
a. Mat filter pada dasarnya sangat berpori -pori ( porous) berisi sekitar 97 – 99% ruang
kosong. Alat ini mempunyai masa pakai yang terbatas dan biasanya digunakan sebagai
proses pembersih udara.
b. Ultra filters, filter ini terdiri dari suatu lapisan filter yang tebal dan digunakan untuk
meningkatkan efisiensi dalam penyaringan terutama untuk polutan seperti buangan
radioaktif.
c. Fabric filters. Filter ini banyak digunakan oleh berbagai industri. Fabric filter ini terdiri
dari 2 macam yaitu panel filter dan baghouse filter.
d. Panel filter terdiri dari susunan filter -filter dengan ketebalan 1 sampai dengan 2 inchi
(2,5 s/d 5 cm). prinsip kerja filter ini adalah penyaring partikel yang dihembuskan oleh
gas ke dalam medium tersebut.
e. Baghause filter. Alat ini dihubungkan memanjang dengan filter fabric, yaitu lebih dari
45 ft (135 cm). prinsip kerjanya adalah udara akan masuk ke dalam kantong- kantong
penyaring (bag filter) yang terbuat dari kain.

Terdapat tiga variable design yang digunakan untuk menentukan tekanan jatuh yang
maksimal dari sistem ini yaitu :
 Filter ratio yaitu ratio dari rata-rata aliran volume gas pembawa terhadap filter area.
 Tipe dari kain dan seleksi tenunannya.
 Periode waktu pembersihan dan metode yang digunakan.

Keuntungan dari fabric filter yaitu :


- Efisiensi pengumpulan 99%, untuk semua ukuran diameter partikel
- Buangan partikel kering

Sedangkan kerugiannya yaitu :


- Memerlukan biaya yang tinggi
- Membutuhkan ruangan yang besar
- Biaya pemeliharaan dan penggantiannya yang tinggi
- Memerlukan pengontrolan moisture pada debu
- Memerlukan pendingin untuk aliran gas dengan suhu tinggi.

Diagram Bag Filter

3. Wet collector
Wet collectors atau scrubber adalah peralatan yang memisahkan partikel dan gas
dengan menggunakan air. Prinsip kerja dari wet collectors adalah partikel pertama kali
membentur tetesan - tetesan cairan atau lapisan cairan dan kemudian pada pemisahan
selanjutnya cairan tersebut akan menghilangkan partikel dari aliran gas. Sedangkan
penghilangan dari komponen terjadi dengan jalan absorpsi. Proses ini berlangsung melalui
difusi dari komponen gas terhadap cairan, dimana cairan tersebut akan mengadsorbsi partikel
dan gas.
Wer collector ini digunakan didalam industri, apabila industri tersebut mempunyai
kondisi sebagai berikut :
 Bila komponen gas pencemar tersebut perlu dikontrol
 Bila menggunakan koleksi secara kering, dimungkinkan akan terjadi kebakaran
 Bila gas yang dikeluarkan agak lembab (humid)
 Bila dikehendaki pengeluaran secara dingin.

Pengumpulan partikel melalui 2 jalan yaitu :


- Pertama-tama partikel kontak dengan cairan yang jatuh sehingga terjadilah “wetted”
(pembasahan)
- Kemudian partikel basah tersebut akan terpisah dan hilang dari gas pembawanya.

Mekanisme dari wetting pada partikel meliputi :


o Benturan pada cairan yang jatuh
o Brownian diffusion
o Kondensasi dari molekul-molekul air disekitar partikel seperti molekul gas pada titik
jenuhnya
o Tarikan secara elektrostatis diantara air yang jatuh diantara partikel.
o Selanjutnya partikel-partikel yang basag tadi dihilangkan melalui benturan dan atau
gaya sentrifungal, tergantung dari macam peralatannya.
Wet Dust Collector

Permasalahan dalam pemakaian peralatan yang menggunakan Wet/ scrubber, adalah


pengolahan limbah partikel basah yang terlarut dalam air dan diperlukan beberapa zat koagulan
untuk mengolahnya.

Namun keuntungan dari scubber ini yaitu :


- Tekanan jatuhnya partikel konstan
- Dapat sekaligus memberikan treatment terhadap gas dengan temperature tinggi atau
lembab.
- Bentuk alatnya kompak
- Biaya/cost sedang (moderate)

4. Electrostatic precipitators
Prinsip kerja elektrostatis presipitator adalah berdasarkan pengumpulan partikel dengan
diberikan muatan listrik, untuk selanjutnya partikel yang telah bermuatan listrik tersebut akan
tertarik dan terkumpul pada elektroda.
Alat ini juga sering disebut dengan Cottrell Process, karena alat ini pertama kali di
desain oleh Frederick Gardner Cottrell.
Ada 3 proses kerja elektrostatik precipitators ini yaitu :
a. Proses pemberian muatan partikel (particle charging)
b. Proses pengumpulan partikel (particle collecting)
c. Proses pemisahan partikel- partikel yang telah terkumpul (removal of collected
material)

Prinsip Kerj Elektrostatis Presipitator


Keuntungan dari alat elektrostatis precipitator ini yaitu :
- Efisiensi tinggi
- Pengumpulan debu secara kering
- Tekanan jatuhnya rendah
- Mampu mengumpulkan mist dan debu asam yang korosif
- Biaya pemeliharaan alat rendah
- Efisiensi pengumpulan dapat diatur dengan merubah unit-unit lainnya.
- Mampu menangani gas yang masuk dengan suhu lebih dari 1500 º Franhait (± 815º
Celcius).

Sedangkan kerugiannya yaitu :


- Biaya permulaan/pemasangan tinggi
- Memerlukan alat pre-cleaner terlebih dahulu.
- Memerlukan ruangan yang cukup luas.
- Sulit untuk mengumpulkan material yang mempunyai daya tahan terhadap listrik yang
sangat tinggi atau rendah.

5. Gas adsorbers
Adsorbsi adalah suatu proses yang sangat berguna untuk mengendalikan emisi udara
dari gas-gas yang berbahaya, gas berbau, gas beracun dan radioaktif.
Proses ini melibatkan molekul-molekul gas yang akan melekat pada permukaan zat
padat. Van der Waal’s force, gaya tarik menarik ion-ion, ikatan kimia sekunder dan kondensasi
kapiler. Semuanya memegang peranan penting dalam adsorbsi gas pada permukaan benda
padat.

Secara umum ada 2 macam adsorber yaitu :


 Fixed bed adsorber yaitu hanya ekonomis bila rata-rata konsentrasi dari kontaminan
kurang dari beberapa ppm
 Regenerative adsorber yaitu di desain untuk menangani muatan kontaminasi yang lebih
banyak dengan suatu keuntungan lain yaitu adanya daur ulang dari kontaminan solvent
yang mungkin mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi.

Mekanisme kerja adsorbs dapat dibedakan dalam3 tahap, yaitu :


 Adsorbent bergerak menuju permukaan bahan padat
 Terjadi ikatan secara fisik antara bahan padat dan molekul gas
 Adsorbent akan dipisahkan dengan molekul gas dengan jalan pemanasan (steam),
pencucian air garam yang panas dan cara lainnya.

6. Combustion incinerators
Combustion incinerator adalah suatu proses yang menggunakan reaksi oksidasi untuk
pengendalian emisi. Combustion afterburner banyak digunakan dalam industri dan dapat
digunakan dala berbagai situasi seperti :
a. Untuk mengkontrol odor
b. Untuk mengurangi kualitas dari plume
c. Untuk mengurangi senyawa organic vapor dan emisi partikulat
d. Untuk mengubah senyawa CO menjadi CO2

Peralatan untuk pembakaran (combustions incenerators) ada 2 macam yaitu :


 Direct flame incinerator
Direct flame incinerator merupakan alat yang membutuhkan bahan bakar tambahan
agar dapat dicapai suatu suhu yang cukup tinggi. Temperatur yang tinggi ini digunakan
untuk memecahkan molekul di dalam gas atau campuran – campuran aerosol. Complete
combustion akan menghasilkan H2O dan CO2, sedangkan incomplete combustions akan
menghasilkan senyawa yang bahkan akan lebih ofensif dibandingkan dengan senyawa
aslinya.

 Catalytic combustions incinerator


Catalytic combustions biasanya menggunakan katalis “nobel metal” dalam kerjanya,
dengan tujuan menurunkan aktifitas energi dari reaksi oksidasi sehingga akan
menurunkan temperatur dan biaya bahan bakar untuk oksidasi. Salah satu cara yang
tepat adalah dengan memasukan kontaminan gas ke dalam saluran dimana pembakar
terletak. Kecepatan aliran yang tinggi dapat diperoleh melalui pencampuran gas pada
tempat temperaturnya tinggi. Waktu retensi sekitar 0,3 s/d 0,5 detik dan suhu dalam
operasinya berkisar antara 850 º s/d 1500 º Franhait.

Beberapa perbedaan dari kedua alat ini dalam pengoperasiannya yaitu :


a. Nitrogen oksida akan berkurang dengan penggunaan catalytic combustions.
b. Catalytic combustions memerlukan pembersihan secara periodik dan penggantian
peralatan.
c. Intergrasi katalis ke dalam design peralatan akan mempermudah recovery dari panas.
Daftar Pustaka

American Converence of Governmental Industrial Hygienist (ACGIH), 1988. Industrial


Ventilation [20th Edition], A Manual of Recommended Practice, Committee On Industrial
Ventilation, Cincinnati, Ohio, USA.

Achmadi UF. 2011. Dasar–Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan.Jakarta : Rajawali pers.

Achmadi UF. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah.Jakarta : UI-Press.

American Society of Heating, Refrigeration and Air Conditioning Engineers (ASHRAE) 62,
2013. Ventilation for Acceptance Air Quality.

ASHRAE Standard 111, 2013. Practices for Measuring, Testing, Adjusting, and Balancing of
Building Heating, Ventilation, Air-Conditioning, and Refrigeration Systems.

Depkes RI, 2002. Keputusan Menkes RI No. 1407/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pedoman


Pengendalian Dampak Pencemaran Udara.

Depkes RI, 1992. Pedoman Pemeriksaan Kualitas Udara.

Depkes RI, 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 288/MENKES/SK/III/2003 tentang


Pedoman Pengendalian Sarana Dan Bangunan.

Depkes RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/ Menkes/ SK/ X/ 2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP 45/MENLH/1997 Tentang Indeks
Standar Pencemar Udara, 1997.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor : KEP- 107/
KABAPEDAL/11/1997 Tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi
Indeks Standar Pencemar Udara

Kuhn, D.M. and M.A. Ghannoum.2003.Indoor Mold, Toxigenic Fungi, and Strachybotcs
Chartarum: Clinical Microbiology Reviews.

Mahole, G.et al. 2003. Development and Application of a Protocol for the Assessment of
Indoor Air Quqlity. Original Paper. Indoor and Built Environment 2003.

Mukono HJ. 1999. Pinsip-Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Airlangga University Press;

World Health Organization (WHO). 2014. Indoor Air Quality Guideliness

World Health Organization (WHO). 2014. Ambient (Outdoor) Air Quality and Health.
http://www.indonesian-publichealth.com/standar-penilaian-kualitas-udara-ruang/

Anda mungkin juga menyukai