Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau
komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam udara ambien. Selanjutnya dijelaskan juga tentang sumber
pencemar udara adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan
pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya
(Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999).
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) adalah konsep indeks yang dijadikan
rujukan kategori udara ambien. Udara ambien dalam atmosfer akan terus mengalami
perubahan akibat aktivitas kehidupan manusia maupun kejadian alamiah. Setiap aktivitas
akan menghasilkan sampah atau hasil sampingan yang masuk kembali ke dalam sistem
atmosfer. Nilai ISPU tidak memiliki satuan, tetapi merupakan angka absolut yang
menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di suatu tempat. Penetapan kriteria ISPU
didasarkan pada dampaknya terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk
hidup lainnya. Data Indeks Standar Pencemar Udara diperoleh dari pengoperasian
Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien Otomatis. Sedangkan Parameter Indeks
Standar Pencemar Udara meliputi:
1. Partikulat (PM10)
2. Karbon monooksida (CO)
3. Sulfur dioksida (SO2).
4. Nitrogen dioksida (NO2).
5. Ozon (O3)
Catatan :
A. Sistem Ventilasi
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam ruangan dan
pengeluaran
udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun mekanis. Tersedianya
udara
segar dalam rumah atau ruangan amat dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu
ruangan tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik dan kepadatan hunian yang tinggi
(over crowded) maka akan menimbulkan keadaan yang dapat merugikan kesehatan.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 03-6572-2001), ventilasi bertujuan
menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh keringat dan
sebagainya dan gas-gas pembakaran (CO2) yang ditimbulkan oleh pernafasan dan proses-
proses pembakaran, menghilangkan uap air yang timbul sewaktu memasak, mandi dan
sebagainya, menghilangkan kalor yang berlebihan, serta membantu mendapatkan
kenyamanan termal.
Prinsip utama dari ventilasi adalah menggerakan udara kotor dalam rumah atau di
tempat kerja, kemudian menggantikannya dengan udara bersih. Sistem ventilasi menjadi
fasilitas penting dalam upaya penyehatan udara pada suatu lingkungan kerja. Menurut
ILO (1991), ventilasi digunakan untuk memberikan kondisi dingin atau panas serta
kelembaban di tempat kerja. Fungsi lain adalah untuk mengurangi konsentrasi debu dan
gas-gas yang dapat menyebabkan keracunan, kebakaran dan peledakan. Secara umum
kita mengenal beberapa bentuk ventilasi
1. Ventilasi Alami (Natural Ventilation)
Ventilasi alamiah, merupakan ventilasi yang terjadi secara alamiah,
dimana udara masuk kedalam ruangan melalui jendela, pintu, atau lubang angin
yang sengaja dibuat. Merupakan suatu bentuk pertukaran udara secara alamiah
tanpa bantuan alat-alat mekanik seperti kipas. Ventilasi alami masih dapat
dimungkinkan membersihkan udara selama pada saat ventilasi terbuka terjadi
pergantian dengan udara yang segar dan bercampur dengan udara yang kotor yang
ada dalam ruangan. Ventilasi alami terjadi karena adanya perbedaan tekanan di
luar suatu bangunan gedung yang disebabkan oleh angin dan karena adanya
perbedaan temperatur, sehingga terdapat gasgas panas yang naik di dalam saluran
ventilasi.
Sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-6572-2001), Ventilasi
alami yang disediakan harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu atau
sarana lain yang dapat dibuka, dengan jumlah bukaan ventilasi tidak kurang dari
5% terhadap luas lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi; dan arah yang
menghadap ke halaman berdinding dengan ukuran yang sesuai, atau daerah yang
terbuka keatas, teras terbuka, pelataran parkir, atau sejenis; atau ruang yang
bersebelahan. Agar udara dalam ruangan segar persyaratan teknis ventilasi dan
jendela sebagai berikut:
a. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan dan luas
lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5% luas
lantai, dengan tinggi lubang ventilasi minimal 80 cm dari langit-langit.
b. Tinggi jendela yang dapat dibuka dan ditutup minimal 80 cm dari lantai
dan jarak dari langit-langit sampai jendela minimal 30 cm.
c. Udara yang masuk harud udara yang bersih, tidak dicemari oleh asap
pembakaran sampah, knaolpot kendaraan, debu dan lain-lain.
d. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang
hawa berhadapan antara dua dinding ruangan. Aliran udara ini diusahakan
tidak terhalang oleh barang-barang seperti almari, dinding, sekat-sekat,
dan lain-lain.
e. Kelembaban udara dijaga antara 40% s/d 70%
2. Ventilasi Mekanik (Mechanical Ventilation)
Ventilasi Mekanik, merupakan ventilasi buatan dengan menggunakan:
a. AC (Air Conditioner), yang berfungsi untuk menyedot udara dalam ruang
kemudian disaring dan dialirkan kembali dalam ruangan.
b. Fan (Baling-baling) yang menghasilkan udara yang dialirkan ke depan.
c. Exhauser, merupakan baling-baling penyedot udara dari dalam dan luar
ruangan untuk proses pergantian udara yang sudah dipakai.
1) Ventilasi Umum (General Ventilation)
General ventilation atau ventilasi umum biasanya
digunakan pada tempat kerja dengan emisi gas yang sedang dan
derajat panas yang tidak begitu tinggi. Jenis ventilasi ini biasanya
dilengkapi dengan alat mekanik berupa kipas penghisap. Sistem
kerja yang dibangun udara luar tempat kerja di hisap dan di
hembuskan oleh kipas kedalam rungan bercampur dengan bahan
pencemar sehingga terjadi pengenceran. Kemudian udara kotor
yang telah diencerkan tersebut dihisap dan di buang keluar.
2) Ventilasi pengeluaran setempat (Local Exhaust Ventilation)
Jenis ventilasi ini dipakai dengan pertimbangan teknis,
bahwa bahan pencemar berupa gas, debu dan vapours yang ada
pada tempat kerja dalam konsentrasi tinggi tidak dapat dibuang
atau diencerkan hanya dengan menggunakan ventilasi umum
apalagi ventilasi alami, namun harus dengan ventilasi pengeluaran
setempat yang diletakan tepat pada sumber pencemar. Bahan
pencemar yang keluar dari proses kerja akan langsung di hisap
oleh ventilasi, sebelum sampai pada tenaga kerja.
3) Comfort Ventilation
Contoh ventilasi ini dengan digunakanyya Air Conditioner
(AC) ada suatu ruangan. Jenis ventilasi ini berfungsi menciptakan
kondisi tempat kerja agar menjadii nyaman, hangat bagi tempat
kerja yang dingin, atau menjadi sejuk pada tempat kerja yang
panas. Sementara pendapat serupa mengatakan, bahwa untuk
memperoleh ventilasi yang baik dapat dilaksanakan dengan cara:
B. Pengendalian Emisi
Adanya pengaruh buruk akibat terjadinya pencemaran udara, maka berbagai
tuntutan untuk memperbaiki kualitas udara sekarang mulai timbul dikarenakan adanya
bahaya di bidang kesehatan, lingkungan hidup dan di bidang ekonomi. Tuntutan dan
tekanan dari masyarakat yang mulai sadar dengan udara yang bersih juga mempengaruhi
diterbitkannya perundangan dan teknik-teknik pengendalian udara. Semuanya itu akan
bermuara pada tingkatan udara yang bersih. Untuk menentukan tingkat pengendalian
emisi yang dapat memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku diperlukan
pengendalian secara teknis. Apakah suatu design pengendalian pencemaran emisi
dianggap efisiensi sangat tergantung dari emisi yang dapat dikendalikan.
Sebelum menentukan rancangan design pengendalian emisi dari cerobong, ada
lima hal yang perlu diperhatikan. Kelima faktor tersebut adalah:
1. Sifat-sifat fisik dan kimia emisi yang dikeluarkan dari cerobong harus diukur,
yang meliputi ukuran partikel , density, ruang, ukuran spektrum, komposisi kimia
dan corrosiveness.
2. Karakteristik dari Carrier exhaust gas termasuk didalamnya suhu, kelembaban,
density dan tekanannya.
3. Perkiraan faktor-faktor yang mempengaruhi proses seperti volume aliran,
kecepatan dan konsentrasi particulate gas.
4. Konstruksi alat termasuk di dalamnya adalah pemeliharaan, penggunaannya dan
biaya pembuangannya harus diketahui.
5. Faktor pengoperasian alat termasuk diantaranya pemeliharaan, penggunaannya
dan biaya pemeliharaan harus diketahui.
1. Mechanical separators;
2. Filtration devices;
3. Wet collector;
4. Electrostattic precipitators;
5. Gas Adsorbers; dan
6. Combustion incinerators.
PENGUKURAN KEBISINGAN
Kebisingan merupakan gelombang longitudinal yang merambat melalui media.
Dalam konteks penyehatan udara, maka kebisingan yang diukur adalah yang merambat
melalui udara. Kebisingan yang kita dengar dapat ditentukan intensitasnya dengan
menggunakan peralatan sound level meter dan prosedur tertentu. Topik berikut ini akan
membahas tentang prosedur pengukuran kebisingan yang dapat menghasilkan data kebisingan
yang akurat. Prosedur pengukuran kebisingan yang akan dibahas mengancu pada Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 49/MenLH/111996, tentang Baku Tingkat Kebisingan.
Pengukuran intensitas kebisingan juga dapat dilakukan sesuai dengan Prosedur yang
dikeluarkan oleh SNI, yaitu SNI 7231-2009, tentang Metode Pengukuran Intensitas Kebisingan
di Tempat Kerja.
A. Sumber Kebisingan
Pada umumnya sumber bising di industri berasal dari mesin-mesin pembangkit
tenaga, pesawat dan peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses produksi.
Kebisingan timbul akibat penggunaan alat kerja dalam proses kerja diakibatkan adanya
tumbukan atau benturan peralatan kerja yang pada umumnya terbuat dari benda keras
atau logam. Sedangkan kebisingan yang ditimbulkan oleh pergerakan udara, gas, atau
cairan diakibatkan oleh adanya gesekan antara molekul gas/udara tersebut yang
mengakibatkan timbulnya suara atau kebisingan. Seperti yang dikutip oleh Umaryadi
(2006) dari Djamal Thaib (2005), sumber bising dibagi menjadi tiga kelompok antara
lain:
1. Mesin, kebisingan disebabkan mesin yang bergetar karena kurang memadainya
damper dan bunyi mesin itu sendiri karena gesekan atau putaran. Bunyi mesin
sangat brgantung pada:
a. Jumlah silinder
Semakin banyak jumlah silindernya maka akan menyebabkan makin
tingginya bunyi bising yang ditimbulkan
b. Putaran motor
Semakin besar putaran motornya maka semakin tinggi pula tingkat
kebisingannya
c. Berat jenis motor
Semakin besar berat jenis motornya maka semakin tinggi pula tingkat
bisingnya
d. Jumlah daun propeller
Semakin banyak jumlah daun propellernya maka akan semakin tinggi pula
tingkat kebisingannya
e. Umur mesin
Semakin tua umur mesinnya makan akan semakin tinggi pula tingkat
intensitas bising yang timbul
f. Peralatan yang bergetar/berputar untuk melakukan suatu proses kerja,
bunyi yang timbul sebagai efek dari peralatan kerja yang
bergetar/bergesek yang terbuat dari campuran metal
g. Aliran udara atau gas dengan tekanan tertentu keluar melalui outlet
menimbulkan bising. Bila aliran udara terjepit, suara yang keluar akan
keras sekali karena berfrekuensi tinggi
Menurut Slamet (2006), bermacam-macam sumber kebisingan yang merupakan
dampak dari aktivitas berbagai proyek pembangunan dapat dibagi ke dalam empat tipe
pembangunan yaitu:
1. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan pemukiman
2. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan gedung bukan untuk tempat tinggal
tetap, misalnya untuk perkantoran, gedung umum, hotel, rumah sakit, sekolah dan
lain sebagainya.
3. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan industri.
4. Sumber kebisingan dari tipe pekerjaan umum, mislanya jalan, saluran induk air,
selokan induk air, dan lainnya.
Menurut Buchari (2007), sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara
yang dikeluarkannya ada dua yaitu:
1. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contohnya
sumber bising dan mesin-mesin yang tak bergerak.
2. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis. Contohnya kebisingan yang
timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan.
Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi menjadi (Presetio,1985) :
1. Bising Interior Merupakan bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah
tangga atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi,
alat-alat musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada di
gedung tersebut seperti kipas angin, mesin kompresor pendingin, pencuci pring,
dan lain-lain.
2. Bising Eksterior
Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut maupun udara, dan
alat-alat konstruksi.
B. Tipe Kebisingan
Menurut suma’ur (1992) tingkat kebisingan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas misalnya mesin, kipas
angin, dapur pijar dan lain-lain
2. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempti misalnya gergaji sirkuler,
katup gas dan lain-lain
3. Kebisingan terputus-putus misalnya lalu lintas, suara pesawat terbang
4. Kebisingan implusif seperti pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam, ledakan
5. Kebisingan implusif berulang misalnya, mesin tempa di perusahaan
Menurut Umaryadi (2006) yang dikutip dari Gabriel (1996), pembagian
kebisingan berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, terdiri dari:
1. Audiable noise (bising pendengaran) adalah bising yang disebabkan oleh
frekuensi bunyi antara 31,5-8000 Hz
2. Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan), adalah bising
yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja
3. Implus noise (bising implusf) disebabkan oleh bunyi menyentak seperti pukulan
palu atau ledakan meriam
Sedangkan pembagian kebisingan berdasarkan waktu terjadinya, maka bising
dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Bising kontinyu dalam spectrum luas, contohnya mesin, kipas angin
2. Bising kontinyu spectrum sempit contohnya gergaji, penutup gas
3. Bising terputus-putus contohnya seperti lalu lintas, bunyi pesawat
Berdasarkan skala itensitasnya maka tingkat kebisingan dibagi kedalam sangat
tenang, tenang, sedang, kuat, sangat hiruk-piruk dan menulikan.
Sedangkan menurut Febriani (1999), di lingkungan kerja terdapat berbagai jenis
kebisingan yang sering ditemukan, diantaranya yaiu:
1. Constant (steaady) noise
Adalah kebisingan yang mempunyai sound pressure level konstan atau frekuensi
level relatif kecil
2. Fluctuating noise (non steady noise)
Adalah kebisingan yang mempunyai sound pressure level berfluktuasi bermakna
3. Continous noise
Adalah kebisingan yang terjadi kontinyu dalam suatu waktu tertentu
4. Intermittent noise
Adalah kebisingan yang tidak kontinyu atau teputus-putus dalam satuan waktu
tertentu
Menurut National Institue For occupational Safety and Health (NIOSH) untuk
melindungi pekerja dari gangguan pendengaran akibat pajama bising di tempat kerja teah
ditetapkan recommended exposure limit (REL) untuk pajanan bisin di tempat kerja, yaitu
85 db(A)-TWA. Pajanan yang senilai atau melebihi level ini dinyatakan sebagai pajanan
yang berbahaya. Berikut ini adalah kombinasi antara level pajanan bising dan durasi yang
tidak boleh memajan pekerja, baik yang sama maupun melebihi.
Tabel 9 Level pajanan bising dan durasi yang tidak boleh memajan pekerja, baik yang
sama maupun melebihi
Peraturan Menteri Kesehatan No. 718/Menkes/Per/Xi/1987 tentang kebisingan
yang berhubungan dengan kesehatan membagi daerah menjadi empat bagian seperti
dalam tabel berikut:
Tabel 10 pembagian zona dan kebisingan yang diperbolehkan
H. Pengendalian kebisingan
Menurut Mulia (2005), pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui
pemberlakuan peraturan yang melarang sumber bising (misalnya mesin pabrik)
mengeluarkan bunyi dengan tingkat kebisingan yang tinggi. Penempatan penghalang
(barrier) pada jalan transmisi dapat dilakukan dengan membuat penghalag (barrier) pada
jalan transmisi diantara sumber bising dengan masyarakat yang terpapar. Sebagai contoh,
penanaman pohon bambu disekitar kawasan industri dapat mereduksi bising yang
diterima masyarakat. Ataupun proteksi kebisingan pada masyarakat yang terpapar dapat
dilakukan dengan penggunaan sumbat telinga pada masyarakat yang berada dekat
kawasan industri yang menghasilkan kebisingan. Berdasarkan pendapat Chandra (2007),
bahwa kebisingan dapat dikendalikan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Pengurangan sumber bising Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan
peredam suara pada sumber kebisingan, melakukan modifikasi mesin atau
bangunan, dan mengganti mesin dan menyusun perencanaan bangunan baru.
2. Penempatan penghalang pada jalan transmisi suara Isolasi antara ruangan kerja
dengan ruangan mesin merupakan upaya yang cepat dan baik untuk mengurangi
kebisingan. Agar efektif, harus disusun rencana yang sebaik mungkin dan bahan
yang dapat menyerap suara agar tidak menimbulkan getaran yang kuat.
3. Perlindungan dengan sumbat atau tutup telinga biasanya lebih efektif dari
penyumbat telinga. Alat seperti ini harus diseleksi agar terpilih yang paling tepat.
Alat semacam ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sampai sekitar 20-25
dB. Selain itu, sebagai akibat penggunaan alat tersebut, upaya perbaikan
komunikasi harus dilakukan. Masalah utama pemakaian alat perlindungan
pendengaran adalah kedisiplinan pekerja di dalam menggunakannya. Masalah ini
dapat diatasi dengan menyelenggarakan pendidikan pekerja tentang kegunaan alat
itu.
Menurut Suma’mur (2009) kebisingan dapat dikendalikan dengan :
1. Pengurangan kebisingan pada sumbernya
Pengurangan kebisingan pada sumbernya misalnya dengan menempatkan
peredam pada sumber getaran, tapi umumnya hal itu dilakukan dengan melakukan
riset dan membuat perencanaan mesin atau peralatan kerja yang baru. Membuat
desain dan memproduksi mesin baru dengan standar intensitas yang lebih baik
sangat tergantung pada permintaan para usahawan sebagai pengguna mesin
tersebut kepada pabrik peodusennya dengan memintakan persyaratan kebisingan
terhadap mesin serupa yang telah digunakan sebelumnya.
2. Penempatan pada jalan transmisi
Isolasi tenaga kerja atau mesin atau unit operasi adalah upaya segera dan baik
dalam upaya mengurangi kebisingan. Untuk itu perencanaan harus matang dan
material yang dipakai untuk isolasi harus mampu menyerap suara. Penutup atau
pintu ke ruang isolasi harus mempunyai bobot yang cukup berat, menutup pas
betul lobang yang ditutupnya dan lapisan dalamnya terbuat dari bahan yang
menyerap suara agar tidak terjadi getaran yang lebih hebat sehingga merupakan
sumber kebisingan.
3. Proteksi dengna sumbat atau tutup telinga
Tutup telinga biasanya lebih efektif dari pada sumbat telinga dan dapat lebih besar
menurunkan intensitas kebisingan yang sampai ke syaraf pendengar. Alat
perlindungan diri atau sumbat telinga harus diseleksi, sehingga dipilih yang tepat
ukurannya bagi pemakainya. Alat –alat ini dapat mengurangi intensitas
kebisingan sekitar 10 – 25 dB. Dengan memakai sumbat atau tutup telinga,
perbaikan cara komunikasi harus diperbaiki sebagai akibat terdamnya intensitas
suara pembicaraan yang masuk kedalam telinga. Problematik utama pemakaian
alat proteksi pelindung pendengaran adalah mendidik tenaga kerja agar konsisten
patuh menggunakannya.
4. Pelaksaan waktu paparan bagi intensitas di atas NAB
Untuk intensitas kebisingan yang melebihi NABnya telah ada standar waktu
paparan yang diperkenankan sehingga masalahnya adalah pelaksanaan dari
pengaturan waktu kerja sehingga memnuhi ketentuan tersebut.