Kelas : D3-5A
NIM : P27833119022
A. Penyahatan Udara
Dalam Peraturan Pemerintan Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran Udara yaitu yang dimaksud dengan :
Bab I Pasal 1
1. Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara
ambien turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya.
2. Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan/atau penanggulangan
pencemaran udara serta pemulihan mutu udara.
3. Disebutkan bahwa sumber pencemaran berasal dari sumber emisi dari suatu
usaha/kegiatan yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak
spesifik, sumber tidak bergerak maupun sumber tidak bergerak spesifik.
Pasal 20
Pasal 21
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan emisi
dan/atau baku tingkat gangguan ke udara ambien wajib :
1. menaati baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, dan baku tingkat gangguan yang
ditetapkan untuk usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya
2. melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara yang
diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya
3. memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat dalam rangka
upaya pengendalian pencemaran udara dalam lingkup usaha dan/atau kegiatannya.
Pasal 26
Pasal 28
Pasal 31
Pasal 37
Pasal 1
1. Indeks Standar Pencemar Udara yang selanjutnya disingkat ISPU adalah angka yang
tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi mutu udara ambien di lokasi
tertentu, yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika
dan makhluk hidup lainnya.
2. Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien yang selanjutnya disingkat SPKUA adalah
perangkat yang terdiri atas peralatan pemantau kualitas udara ambien yang beroperasi
secara terus-menerus dan datanya dapat dipantau secara langsung.
Pasal 2
1. partikulat (PM10);
2. partikulat (PM2.5);
3. karbon monoksida (CO);
4. nitrogen dioksida (NO2);
5. sulfur dioksida (SO2);
6. ozon (O3); dan
7. hidrokarbon (HC).
B. Penyedian Air
Menurut UU RI No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air yang memuat isi
sebagai berikut :
Bab I Pasal 5
Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal
sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.
Bab IV Pasal 26
Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada
pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.
Pasal 35
a. air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan lainnya;
b. air tanah pada cekungan air tanah;
c. air hujan; dan
d. air laut yang berada di darat.
Bab V Pasal 51
Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya
pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.
Bab I Pasal 1
1. Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air
yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan
yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.
2. Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.
3. Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan
produktif.
4. Sistem penyediaan air minum yang selanjutnya disebut SPAM merupakan satu
kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum.
5. Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas
dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen,
keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk
melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih
baik.
Bab II Pasal 5
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan
perpipaan. SPAM bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksuddapat meliputi sumur
dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki
air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air.
Pasal 6
Air minum yang dihasilkan dari SPAM yang digunakan oleh masyarakat
pengguna/pelanggan harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 185 Tahun 2014 Tentang
Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi yaitu yang dimaksud dengan :
Bab IV Pasal 5
Bab V Pasal 7
1. Untuk mempercepat penyediaan air minum dan sanitasi pemerintah menyusun
kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem air minum dan sanitasi.
2. Kebijakan dan strategi sekurang-kurangnya memuat:
a. isu strategis;
b. tujuan; psasaran; dan
c. kebijakan dan strategi.
Pasal 9
1. Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum yang selanjutInya disingkat RISPAM.
2. Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat SSK.
Bab VI Pasal 10
1. lmplementasi penyediaan air minum dan sanitasi dilakukan sesuai dengan rencana
pembangunan yang mengacu pada RISPAM dan SSK.
2. Implementasi penyediaan air minum dan sanitasi meliputi:
a. pembangunan infrastruktur baru; dan/ atau
b. rehabilitasi.
Bab X Pasal 34
1. Pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan negara lain, lembaga internasional,
dan badan usaha dalam rangka percepatan penyediaan air minum dan sanitasi.
2. Kerja sama ditujukan untuk :
a. bantuan teknis; dan
b. bantuan pendanaan.
3. Bantuan teknis, meliputi:
a. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang air minum dan sanitasi;
dan
b. pengembangan sistem pengelolaan penyediaan air minum dan sanitasi.
4. Bantuan pendanaan sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi pinjaman
atau hibah.
Bab XI Pasal 37
1. Masyarakat dapat berperan serta dalam upaya penyediaan air minum dan sanitasi.
2. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah
melakukan:
a. edukasi;
b. advokasi;
c. sosialisasi;
d. promosi; dan
e. kampanye.
Bab I Pasal 2
1. SPAM diselenggarakan untuk memberikan pelayanan Air Minum kepada masyarakat
untuk memenuhi hak rakyat atas Air Minum.
2. SPAM diselenggarakan dengan tujuan untuk :
a. Tersedianya pelayanan air minum untuk memenuhi hak rakyat atas air minum
b. Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan
harga yang terjangkau
c. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara pelanggan dan BUMN, BUMD,
UPT, UPTD, Kelompok Masyarakat, dan Badan Usaha; dan
d. Tercapainya penyelenggaraan air minum yang efektif dan efisien untuk
memperluas cakupan pelayanan air minum.
Bab II Pasal 3
Pasal 4
Pasal 10
a. Sumur dangkal
b. Sumur pompa
c. Bak penampungan air hujan
d. Terminal air
e. Bangunan penangkap mata air
Pasal 25
Pasal 26 -31
Bab IV Pasal 33
Bab VI Pasal 42
a. BUMN/BUMD
b. UPT/UPTD
c. Kelompok masyarakat
d. Badan Usaha
Pasal 1
1. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat
2. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
3. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
4. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan
timbulan sampah.
5. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
6. Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat
pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
7. Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
8. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
Pasal 2
1. Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas:
a. sampah rumah tangga;
b. sampah sejenis sampah rumah tangga;
c. sampah spesifik.
2. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak
termasuk tinja dan sampah spesifik.
3. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
4. Sampah spesifik meliputi:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
c. sampah yang timbul akibat bencana;
d. puing bongkaran bangunan
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah;
f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
Pasal 4
Pasal 19
Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri
atas:
a. pengurangan sampah;
b. penanganan sampah.
Pasal 20
1. Pengurangan sampah meliputi kegiatan:
a. pembatasan timbulan sampah
b. pendauran ulang sampah;
c. pemanfaatan kembali sampah.
2. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu
tertentu;
b. memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c. memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
d. memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang;
e. memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
3. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan menggunakan bahan produksi yang
menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang,
dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
4. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah menggunakan bahan
yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
Pasal 22
Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban sehat
harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di dalam
rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah. Standar dan
persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :
Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan acuan mengenai baku mutu air
limbah domestik kepada:
a. Pemerintah Daerah provinsi dalam menetapkan baku mutu air limbah domestik yang
lebih ketat;
b. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota,
dalam menerbitkan izin lingkungan, SPPL dan/atau izin pembuangan air limbah;
c. Penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan pengolahan air limbah domestik dalam
menyusun perencanaan pengolahan air limbah domestik, dan penyusunan dokumen
lingkungan hidup.
Pasal 3
1. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan air limbah domestik wajib
melakukan pengolahan air limbah domestik yang dihasilkannya.
2. Pengolahan air limbah domestik) dilakukan secara:
a. tersendiri, tanpa menggabungkan dengan pengolahan air limbah dari kegiatan
lainnya
b. terintegrasi, melalui penggabungan air limbah dari kegiatan lainnya ke dalam satu
sistem pengolahan air limbah.
c. Pengolahan air limbah secara tersendiri wajib memenuhi baku mutu air limbah
d. Pengolahan air limbah secara terintegrasi wajib memenuhi baku mutu air limbah yang
dihitung berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
e. Baku mutu air limbah domestik setiap saat tidak boleh terlampaui.
Pasal 4
1. Terhadap pengolahan air limbah domestik, wajib dilakukan pemantauan untuk
mengetahui pemenuhan ketentuan baku mutu air limbah.
2. Pemantauan dilakukan untuk memenuhi ketentuan persyaratan teknis antara lain:
a. menjamin seluruh air limbah dome stik yang dihasilkan masuk ke instalasi
pengolahan air limbah domestik;
b. menggunakan instalasi pengolahan air limbah domestik dan saluran air limbah
domestik kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah domestik ke
lingkungan;
c. memisahkan saluran pengumpulan air limbah domestik dengan saluran air hujan;
d. melakukan pengolahan air limbah domestik, sehingga mutu air limbah domestik
yang dibuang ke sumber air tidak melampaui baku mutu air limbah domestik;
e. tidak melakukan pengenceran air limbah domestik ke dalam aliran buangan air
limbah domestik;
f. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji air limbah domestik dan
koordinat titik penaatan;
g. memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah domestik di titik penaatan.
3. Hasil pemantauan disusun secara tertulis yang mencakup:
a. catatan air limbah domestik yang diproses harian;
b. catatan debit dan pH harian air limbah domestik;
c. hasil analisa laboratorium terhadap air limbah domestik yang dilakukan paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
4. Hasil pemantauan dilaporkan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga)
bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan gubernur, Menteri dan instansi terkait
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Keterangan:
*= Rumah susun, penginapan, asrama, pelayanan kesehatan, lembaga
pendidikan, perkantoran, perniagaan, pasar, rumah makan, balai pertemuan,
arena rekreasi, permukiman, industri, IPAL kawasan, IPAL permukiman, IPAL
perkotaan, pelabuhan, bandara, stasiun kereta api,terminal dan lembaga
pemasyarakatan.