Anda di halaman 1dari 20

Resume Sanitasi Perkotaan

Nama : Lidya Nurdiyati Sri Winarie

Kelas : D3-5A

NIM : P27833119022

A. Penyahatan Udara
Dalam Peraturan Pemerintan Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran Udara yaitu yang dimaksud dengan :
Bab I Pasal 1
1. Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara
ambien turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya.
2. Pengendalian pencemaran udara adalah upaya pencegahan dan/atau penanggulangan
pencemaran udara serta pemulihan mutu udara.
3. Disebutkan bahwa sumber pencemaran berasal dari sumber emisi dari suatu
usaha/kegiatan yang mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak
spesifik, sumber tidak bergerak maupun sumber tidak bergerak spesifik.

Bab III Pasal 16

Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan penanggulangan


pencemaran. serta pemulihan mutu udara dengan melakukann inventarisasi mutu udara
ambien, pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak
bergerak termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat.

Pasal 20

Pencegahan pencemaran udara meliputi upaya-upaya untuk mencegah terjadinya


pencemaran udara dengan cara :

1. penetapan baku mutu udara ambien


2. baku mutu emisi sumber tidak bergerak
3. baku tingkat gangguan
4. ambang batas emisi gas buang dan
5. kebisingan kendaraan bermotor

Pasal 21

Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan emisi
dan/atau baku tingkat gangguan ke udara ambien wajib :

1. menaati baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, dan baku tingkat gangguan yang
ditetapkan untuk usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya
2. melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara yang
diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya
3. memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat dalam rangka
upaya pengendalian pencemaran udara dalam lingkup usaha dan/atau kegiatannya.

Pasal 26

Apabila hasil pemantauan menunjukan Indeks Standar Pencemar Udara mencapai


nilai 300 atau lebih berarti udara dalam kategori berbahaya maka :

1. Menteri menetapkan dan mengumumkan keadaan darurat pencemaran udara secara


nasional;
2. Gubernur menetapkan dan mengumumkan keadaan darurat pencemaran udara di
daerahnya

Pasal 28

Penanggulangan pencemaran udara sumber tidak bergerak meliputi pengawasan


terhadap penaatan baku mutu emisi yang telah ditetapkan pemantauan emisi yang keluar
dari kegiatan dan mutu udara ambien di sekitar lokasi kegiatan, dan pemeriksaan
penaatan terhadap ketentuan persyaratan teknis pengendalian pencemaran udara.

Pasal 31

Penanggulangan pencemaran udara dari sumber bergerak meliputi pengawasan


terhadap penaatan ambang batas emisi gas buang, pemeriksaan emisi gas buang untuk
kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama, pemantauan mutu udara
ambien di sekitar jalan, pemerksaan emisi gas buang kendaraan bermotor di jalan dan
pengadaan bahan bakar minyak bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah
sesuai standar internasional.

Pasal 37

Penanggulangan pencemaran udara dari kegiatan sumebr gangguan meliputi


pengawasan terhadap penaatan baku tingkat gangguan, pemantauan gangguan yang
keluar dari kegiatannya dan pemerksaan penaatan terhadap ketentuan persyaratan teknis
pengendalian pencemaran udara.

Baku Mutu Udara Ambien Nasional

No. Parameter Waktu Baku Mutu Metode Peralatan


Pengukuran Analisis
3
1. SO2 (Sulfur 1 Jam 900 ug/Nm Pararosanil Spektrofotometer
Dioksida) 24 Jam 365 ug/Nm3 in
1 Thn 60 ug/Nm3
2. CO 1 Jam 30.000 ug/Nm3 NDIR NDIR Analyzer
(Karbon 24 Jam 10.000 ug/Nm3
Monoksida 1 Thn
)
3. NO2 1 Jam 400 ug/Nm3 Saltzman Spektrofotometer
(Nitrogen 24 Jam 150 ug/Nm3
Dioksida) 1 Thn 100 ug/Nm3
4. O3 1 Jam 235 ug/Nm3 Chemilumi Spektrofotometer
(Oksidan) 1 Thn 50 ug/Nm3 nescent
5. HC (Hidro 3 Jam 160 ug/Nm3 Flame Gas
Karbon) Ionization Chromatogarfi
6. PM10 (*) 24 Jam 150 ug/Nm3 Gravimetri c Hi – Vol
(Partikel 65 ug/Nm3
_10 um) 24 Jam 15 ug/Nm3 Hi – Vol
PM 2,5 (*) 1 Thn Gravimetri c Hi - Vol
(Partikel
_2,5 um)
7. TSP 24 Jam 230 ug/Nm3 Gravimetri c Hi - Vol
(Debu) 1 Thn 90 ug/Nm3
8. Pb (Timah 24 Jam 2 ug/Nm3 Gravimetri c Hi – Vol
hitam) 1 Thn 1 ug/Nm3 AAS
9. Dustfall 30 hari 10 Ton// km2 / Gravimetri c Cannister
(debu Bulan (Pemu - Ekstraktif
jatuh) kiman) Pengabua n
20 Ton/km2 /
Bulan (Industri)
10. Total 24 Jam 3 ug/Nm3 Gravimetri c Impinger atau
Fluorides 90 hari 0,5 ug/Nm3 Countinous
(asF) Analyzer
11. Fluor 30 hari 40 ug/100 cm3 Limed Filter
Indeks dari kertas Paper
limed filter
12. Khlorine & 24 Jam 150 ug/Nm3 Spesific Ion Impinger atau
Khlorine 30 hari 1 mg SO3/100 Electrode Countinous
Dioksida Colourimet Analyzer
ric Lead

Pengedalian pencemaran udara mencakup kegiatan-kegiatan yang berintikan :

1. inventarisasi kualitas udara daerah dengan mempertimbangkan berbagai kriteria yang


ada dalam pengendalian pencemaran udara;
2. penetapan baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi yang digunakan sebagai
tolok ukur pengendalian pencemaran udara;
3. penetapan mutu kualitas udara di suatu daerah termasuk perencanaan pengalokasian
kegiatan yang berdampak mencemari udara;
4. pemantaun kualitas udara baik ambien dan emisi yang diikuti dengan evaluasi dan
analisis;
5. pengawasan terhadap penaatan peraturan pengendalian pencemaran udara;
6. peran masyarakat dalam kepedulian terhadap pengendalian pencemaran udara;
7. kebijaksan bahan bakar yang diikuti dengan serangkaian kegiatan terpadu dengan
mengacu kepada bahan bakar bersih dan ramah lingkungan;
8. penetapan kebijaksan dasar baik teknis maupun non teknis dalam pengendallian
pencemaran udara secara nasional.
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik
Indonesia No. P.14 /MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2020 Tentang Indeks Standar
Pencemar Udara yaitu yang dimaksud dengan :

Pasal 1

1. Indeks Standar Pencemar Udara yang selanjutnya disingkat ISPU adalah angka yang
tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi mutu udara ambien di lokasi
tertentu, yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika
dan makhluk hidup lainnya.
2. Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien yang selanjutnya disingkat SPKUA adalah
perangkat yang terdiri atas peralatan pemantau kualitas udara ambien yang beroperasi
secara terus-menerus dan datanya dapat dipantau secara langsung.

Pasal 2

ISPU sebagaimana dimaksud meliputi parameter:

1. partikulat (PM10);
2. partikulat (PM2.5);
3. karbon monoksida (CO);
4. nitrogen dioksida (NO2);
5. sulfur dioksida (SO2);
6. ozon (O3); dan
7. hidrokarbon (HC).

Tabel Konversi Nilai Konsentrasi Parameter ISPU


Penentuan Kategori ISPU
1. Kategori Angka Rentang ISPU

2. Penjelasan Nilai ISPU

Kategori Keterangan Apa yang harus dilakukan


Baik Tingkat kualitas udara Sangat baik melakukan kegiatan di luar
yang sangat baik, tidak
memberikan efek negatif
terhadap manusia,
hewan, tumbuhan.
Sedang Tingkat kualitas udara Kelompok sensitif: Kurangi aktivitas
masih dapat diterima fisik yang terlalu lama atau berat.
pada kesehatan manusia, Setiap orang: Masih dapat beraktivitas
hewan dan tumbuhan. di luar
Tidak Sehat Tingkat kualitas udara Kelompok sensitif: Boleh melakukan
yang bersifat merugikan aktivitas di luar, tetapi mengambil
pada manusia, hewan dan rehat lebih sering dan melakukan
tumbuhan. aktivitas ringan. Amati gejala berupa
batuk atau nafas sesak. Penderita asma
harus mengikuti petunjuk kesehatan
untuk asma dan menyimpan obat asma.
Penderita penyakit jantung: gejala
seperti palpitasi/jantung berdetak lebih
cepat, sesak nafas, atau kelelahan yang
tidak biasa mungkin mengindikasikan
masalah serius. Setiap orang:
Mengurangi aktivitas fisik yang terlalu
lama di luar ruangan.
Sangat Tingkat kualitas udara Kelompok sensitif: Hindari semua
Tidak Sehat yang dapat meningkatkan aktivitas di luar. Perbanyak aktivitas di
resiko kesehatan pada dalam ruangan atau lakukan
sejumlah segmen penjadwalan ulang pada waktu dengan
populasi yang terpapar. kualitas udara yang baik. Setiap orang:
Hindari aktivitas fisik yang terlalu
lama di luar ruangan, pertimbangkan
untuk melakukan aktivitas di dalam
ruangan.

B. Penyedian Air
Menurut UU RI No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air yang memuat isi
sebagai berikut :

Bab I Pasal  5

Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal
sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.

Bab IV Pasal 26
Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada
pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai.

Pasal 35 

Pengembangan sumber daya air meliputi:

a. air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan lainnya;
b. air tanah pada cekungan air tanah;
c. air hujan; dan
d. air laut yang berada di darat.

Bab V Pasal 51
Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya
pencegahan, penanggulangan, dan  pemulihan.

Dalam Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No. 16 Tahun 2005 Tentang


Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum yaitu yang dimaksud dengan :

Bab I Pasal 1

1. Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air
yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan
yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.
2. Air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum.
3. Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan
produktif.
4. Sistem penyediaan air minum yang selanjutnya disebut SPAM merupakan satu
kesatuan sistem fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum.
5. Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas
dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen,
keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk
melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih
baik.

Bab II Pasal 5

SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan
perpipaan. SPAM bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksuddapat meliputi sumur
dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki
air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air.

Pasal 6
Air minum yang dihasilkan dari SPAM yang digunakan oleh masyarakat
pengguna/pelanggan harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan peraturan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 185 Tahun 2014 Tentang
Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi yaitu yang dimaksud dengan :

Bab III Pasal 3

1. Pemerintah mengembangkan dan menerapkan teknologi di bidang air minum dan


sanitasi yang efektif dan efisien untuk mempercepat penyediaa n air minum dan
sanitasi.
2. Pengembangan dan penerapan teknologi di bidang air minum untuk meningkatkan:
a. kuantitas;
b. kualitas;
c. kontinuitas; dan
d. keterjangkauan.
3. Pengembangan dan penerapan teknologi di bidang sanitasi ditujukan untuk
meningkatkan:
a. pengelolaan sanitasi yang ramah lingkungan;
b. akses yang lebih luas bagi masyarakat;
c. kontinuitas layanan; dan
d. perlindungan dan pelestarian sumber air.

Bab IV Pasal 5

1. Pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap kualitas air minum di daerahnya


masing-masing.
2. Pengawasan kualitas air minum berupa pengawasan eksternal.
3. Pengawasan eksternal dilakukan terhadap penyedia air minum yang meliputi:
a. perusahaan daerah air minum;
b. depot air minum;
c. penyedia air minum berbasis masyarakat;
d. badan usaha swasta penyedia air minum; dan
e. SPAM bukan jaringan perpipaan milik masyarakat.

Bab V Pasal 7
1. Untuk mempercepat penyediaan air minum dan sanitasi pemerintah menyusun
kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem air minum dan sanitasi.
2. Kebijakan dan strategi sekurang-kurangnya memuat:
a. isu strategis;
b. tujuan; psasaran; dan
c. kebijakan dan strategi.

Pasal 9

Pemerintah kabupaten/kota menyusun:

1. Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum yang selanjutInya disingkat RISPAM.
2. Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat SSK.

Bab VI Pasal 10

1. lmplementasi penyediaan air minum dan sanitasi dilakukan sesuai dengan rencana
pembangunan yang mengacu pada RISPAM dan SSK.
2. Implementasi penyediaan air minum dan sanitasi meliputi:
a. pembangunan infrastruktur baru; dan/ atau
b. rehabilitasi.

Bab X Pasal 34

1. Pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan negara lain, lembaga internasional,
dan badan usaha dalam rangka percepatan penyediaan air minum dan sanitasi.
2. Kerja sama ditujukan untuk :
a. bantuan teknis; dan
b. bantuan pendanaan.
3. Bantuan teknis, meliputi:
a. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang air minum dan sanitasi;
dan
b. pengembangan sistem pengelolaan penyediaan air minum dan sanitasi.
4. Bantuan pendanaan sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi pinjaman
atau hibah.

Bab XI Pasal 37
1. Masyarakat dapat berperan serta dalam upaya penyediaan air minum dan sanitasi.
2. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah
melakukan:
a. edukasi;
b. advokasi;
c. sosialisasi;
d. promosi; dan
e. kampanye.

Menurut Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No. 122 Tahun 2015


Tentang Sistem Penyediaan Air Minum sebagai berikut :

Bab I Pasal 2
1. SPAM diselenggarakan untuk memberikan pelayanan Air Minum kepada masyarakat
untuk memenuhi hak rakyat atas Air Minum.
2. SPAM diselenggarakan dengan tujuan untuk :
a. Tersedianya pelayanan air minum untuk memenuhi hak rakyat atas air minum
b. Terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan
harga yang terjangkau
c. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara pelanggan dan BUMN, BUMD,
UPT, UPTD, Kelompok Masyarakat, dan Badan Usaha; dan
d. Tercapainya penyelenggaraan air minum yang efektif dan efisien untuk
memperluas cakupan pelayanan air minum.

Bab II Pasal 3

Jenis SPAM meliputi :

a. SPAM jaringan perpipaan


b. SPAM bukan jaringan perpipaan

Pasal 4

SPAM jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud meliputi :

a. Unit air baku


b. Unit produksi
c. Unit distribusi
d. Unit Pelayanan

Pasal 10

SPAM bukan jaringan perpipaan sebagaimana dimaksud meliputi :

a. Sumur dangkal
b. Sumur pompa
c. Bak penampungan air hujan
d. Terminal air
e. Bangunan penangkap mata air

Pasal 25

Pengembangan SPAM meliputi :

a. Pembangunan baru dapat dilakukan berdasarkan adanya kebutuhan


pengembangan pembangunan yang meliputi
1) Belum tersedia kapasitas
2) Kapasitas terpasang sudah dimanfaatkan secara optimal
3) Kapasitas yang ada belum mencukupi kebutuhan
b. Peningkatan dilakukan melalui modifikasi unit komponen sarana dan prasarana
terbangun untuk meningkatkan kapasitas
c. Perluasan dilakukan pada unit distribusi berdasarkan adanya kebutuhan perluasan
cakupan pelayanan air minum kepada masyarakat.

Pasal 26 -31

Pengelolaan SPAM meliputi :

a. Operasi dan pemeliharaan mencakup program dan kegiatan rutin menjalankan,


mengamati, menghentikan, dan merawat sarana dan prasarana SPAM untuk
memastikan SPAM berfungsi secara optimal.
b. Perbaikan dilakukan terhadap komponen teknis yang kinerjanya mengalami
penurunan fungsi sehingga dapat berfungsi secara normal kembali.
c. Pengembangan sumber daya manusia dilakukan melalui peningkatan kinerja
sumber daya manusia yang kompeten di bidang penyelenggaran SPAM
d. Pengembangan kelembagaan dilaksanakan berdasarkan prinsip tata kelola
kelembagaan yang baik.

Bab IV Pasal 33

Penyelenggaraan SPAM harus dilaksanakan secara terpadu dengan


menyelenggarakan sanitasi untuk mencegah pencemaran air baku dan menjamin
keberlanjutan fungsi air minum. Penyelenggaraan yang dimaksud adalah
penyelenggaraan SPAL dan pengelolaan sampah.

Bab VI Pasal 42

Penyelenggaraan SPAM dilaksanakan oleh :

a. BUMN/BUMD
b. UPT/UPTD
c. Kelompok masyarakat
d. Badan Usaha

C. Pengolahan Sampah Kota


Dalam UU RI No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah sebagai berikut :

Pasal 1

1. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat
2. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya
memerlukan pengelolaan khusus.
3. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
4. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan
timbulan sampah.
5. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
6. Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat
pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
7. Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan
pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan
pemrosesan akhir sampah.
8. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan
sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.

Pasal 2
1. Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas:
a. sampah rumah tangga;
b. sampah sejenis sampah rumah tangga;
c. sampah spesifik.
2. Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak
termasuk tinja dan sampah spesifik.
3. Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
4. Sampah spesifik meliputi:
a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
c. sampah yang timbul akibat bencana;
d. puing bongkaran bangunan
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah;
f. sampah yang timbul secara tidak periodik.

Pasal 4

Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan


kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Pasal 19

Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri
atas:

a. pengurangan sampah;
b. penanganan sampah.

Pasal 20
1. Pengurangan sampah meliputi kegiatan:
a. pembatasan timbulan sampah
b. pendauran ulang sampah;
c. pemanfaatan kembali sampah.
2. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu
tertentu;
b. memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
c. memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
d. memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang;
e. memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
3. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan menggunakan bahan produksi yang
menimbulkan sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang,
dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
4. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah menggunakan bahan
yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

Pasal 22

1. Kegiatan penanganan sampah meliputi:


a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan
jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber
sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah
terpadu;
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu
menuju ke tempat pemrosesan akhir;
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah;
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu
hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

D. Penyediaan Jamban dan Pengolahan Air Limbah Domestik


Penyediaan Jamban
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014
Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebagai berikut :
Lima Pilar STBM salah satunya yaitu Stop Buang air besar Sembarangan (SBS). Stop
Buang air besar Sembarangan (SBS) adalah Suatu kondisi ketika setiap individu dalam
komunitas tidak buang air besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan
sarana sanitasi yang saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas
sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu:
a. Tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang berbahaya
bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia; dan
b. Dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan
lingkungan sekitarnya.

Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban sehat
harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di dalam
rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah. Standar dan
persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :

a. Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)


Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari gangguan
cuaca dan gangguan lainnya.
b. Bangunan tengah jamban
Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:
 Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter dilengkapi
oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang
dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi tutup.
 Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai
saluran untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah
(SPAL).
c. Bangunan Bawah
Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja
yang berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui
vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:
 Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai
penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari
kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian
cairnya akan keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur
resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter
untuk mengelola cairan tersebut.
 Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat dan
cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan
limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah, sedangkan
bagian padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara biologis.
Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segi empat, dindingnya harus aman
dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan
bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya.

Pengolahan Air Limbah Domestik

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor:


P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
Pasal 1
1. Air limbah adalah air sisa dari suatu hasil usaha dan/ atau kegiatan.
2. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari aktivitas hidup sehari-hari
manusia yang berhubungan dengan pemakaian air.
3. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang
atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan.

Pasal 2
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan acuan mengenai baku mutu air
limbah domestik kepada:
a. Pemerintah Daerah provinsi dalam menetapkan baku mutu air limbah domestik yang
lebih ketat;
b. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota,
dalam menerbitkan izin lingkungan, SPPL dan/atau izin pembuangan air limbah;
c. Penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan pengolahan air limbah domestik dalam
menyusun perencanaan pengolahan air limbah domestik, dan penyusunan dokumen
lingkungan hidup.

Pasal 3
1. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan air limbah domestik wajib
melakukan pengolahan air limbah domestik yang dihasilkannya.
2. Pengolahan air limbah domestik) dilakukan secara:
a. tersendiri, tanpa menggabungkan dengan pengolahan air limbah dari kegiatan
lainnya
b. terintegrasi, melalui penggabungan air limbah dari kegiatan lainnya ke dalam satu
sistem pengolahan air limbah.
c. Pengolahan air limbah secara tersendiri wajib memenuhi baku mutu air limbah
d. Pengolahan air limbah secara terintegrasi wajib memenuhi baku mutu air limbah yang
dihitung berdasarkan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
e. Baku mutu air limbah domestik setiap saat tidak boleh terlampaui.

Pasal 4
1. Terhadap pengolahan air limbah domestik, wajib dilakukan pemantauan untuk
mengetahui pemenuhan ketentuan baku mutu air limbah.
2. Pemantauan dilakukan untuk memenuhi ketentuan persyaratan teknis antara lain:
a. menjamin seluruh air limbah dome stik yang dihasilkan masuk ke instalasi
pengolahan air limbah domestik;
b. menggunakan instalasi pengolahan air limbah domestik dan saluran air limbah
domestik kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah domestik ke
lingkungan;
c. memisahkan saluran pengumpulan air limbah domestik dengan saluran air hujan;
d. melakukan pengolahan air limbah domestik, sehingga mutu air limbah domestik
yang dibuang ke sumber air tidak melampaui baku mutu air limbah domestik;
e. tidak melakukan pengenceran air limbah domestik ke dalam aliran buangan air
limbah domestik;
f. menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji air limbah domestik dan
koordinat titik penaatan;
g. memasang alat ukur debit atau laju alir air limbah domestik di titik penaatan.
3. Hasil pemantauan disusun secara tertulis yang mencakup:
a. catatan air limbah domestik yang diproses harian;
b. catatan debit dan pH harian air limbah domestik;
c. hasil analisa laboratorium terhadap air limbah domestik yang dilakukan paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
4. Hasil pemantauan dilaporkan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga)
bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan gubernur, Menteri dan instansi terkait
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Tabel Baku Mutu Air Limbah Domestik

Parameter Kadar Maksimum (*)


pH 6-9
BOD 30 mg/L
COD 100 mg/L
TSS 30 mg/L
Minyak dan Lemak 5 mg/L
Amoniak 10 mg/L
Total coliform 3000 jumlah/100 mL
Debit 100 L/orang/hari

Keterangan:
*= Rumah susun, penginapan, asrama, pelayanan kesehatan, lembaga
pendidikan, perkantoran, perniagaan, pasar, rumah makan, balai pertemuan,
arena rekreasi, permukiman, industri, IPAL kawasan, IPAL permukiman, IPAL
perkotaan, pelabuhan, bandara, stasiun kereta api,terminal dan lembaga
pemasyarakatan.

Anda mungkin juga menyukai