Anda di halaman 1dari 33

A.

Pendahuluan
Tingkat asam atau basa dari suatu larutan dapat
dinyatakan sebagai nilai pH dan besar nilai pH dapat
diukur menggunakan pH meter maupun indikator asam
basa. Nilai pH mempunyai peranan penting dalam bidang
kimia untuk mengontrol kualitas dari berbagai produk
seperti, produk farmasi, kosmetik, maupun produk kimia
[1]. Indikator asam basa merupakan suatu senyawa organik
yang dapat berubah warna pada pH yang berbeda sehingga
mampu digunakan untuk membedakan sifat asam atau
basa dari suatu larutan melalui perubahan warna yang
dihasilkan ketika dalam keadaan asam dan basa [2].
Indikator asam basa dapat digunakan menggunakan bahan
alami dengan cara mengambil ekstrak dari suatu tanaman.
Beberapa tanaman yang telah digunakan sebagai indikator
asam basa adalah mahkota bunga sepatu, bunga
hydrangea, kubis merah, kunyit, bunga waru, kayu secang,
dan lainlain [3].
Pembuatan indikator alami dari ekstrak tanaman
telah banyak dilakukan dengan menggunakan tanaman
yang dapat memberikan perbedaan warna yang jelas ketika
pada kondisi asam dan basa. Oleh karena itu, dari
penelitian-penelitian yang telah dilakukan terdapat
beberapa bunga yang dapat digunakan seperti bunga
sepatu yang bisa memberikan perbedaan warna merah
ketika pada kondisi asam dan warna hijau ketika kondisi
basa [4], bunga mawar yang dapat menunjukkan
perubahan warna merah dan kuning [5], bunga waru yang
memberikan perubahan warna merah dan hijau [6], dan
bunga johar yang menunjukkan perbedaan warna kuning
dan orange. Seperti halnya bunga-bunga berwarna
tersebut, bunga pecut kuda dapat berpotensi menjadi bahan
alami untuk pembuatan indikator asam basa. Hal tersebut
dikarenakan bunga-bunga berwarna yang telah digunakan
mempunyai kandungan senyawa antosianin dan bunga
pecut kuda mempunyai kandungan senyawa flavonoid
yang memberikan warna pada tanaman [7]. Senyawa
antosianin pada tanaman adalah senyawa organik yang
berwarna seperti yang dimiliki oleh indikator sintesis [8].
Maka dari itu banyak tanaman yang mengandung
antosianin atau flavonoid digunakan sebagai bahan
pembuatan indikator asam basa.
Tanaman pecut kuda atau Stachytarpheta
jamaicensis (L.) Vahl merupakan tanaman liar yang biasa
tumbuh di tepi jalan [9]. Tanaman ini sebagian besar
tumbuh di daerah tropis Amerika dan di hutan subtropis
Afrika, Asia dan Oseania. Selain tumbuh liar di tepi jalan,
tanaman pecut kuda di Indonesia juga tumbuh liar di
dalam hutan. Bagian daun pecut kuda biasa digunakan
sebagai pengobatan tradisional di kalangan masyarakat
untuk mengobati alergi, kondisi pernafasan, batuk, pilek,
sembelit, komplikasi pencernaan, dan disentri [10].
Senyawa yang terkandung dalam tanaman pecut kuda
antara lain, alkaloid, glikosida, saponin, tannin,
karbohidrat, dan flavonoid [11]. Senyawa flavonoid pada
tanaman pecut kuda dapat diperoleh di bagian bunganya
sehingga bunga pecut kuda diekstraksi kemudian diperoleh
ekstraknya dan digunakan sebagai bahan pembuatan
indikator asam basa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di
atas, maka pada penelitian ini permasalahan yang akan
dikaji adalah sebagai berikut:
1. Apakah ekstrak bunga pecut kuda dapat digunakan
sebagai indikator asam basa?
2. Bagaimana prosedur pembuatan indikator asam
basa dari ekstrak bunga pecut kuda?
3. Bagaimana pengaruh waktu penyimpanan ekstrak
bunga pecut kuda terhadap perubahan warna yang
dihasilkan?
4. Bagaimana stabilitas ekstrak bunga pecut kuda
sebagai indikator asam basa?

C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan
masalah yang telah ditentukan, yaitu:
1. Subyek penelitian yang digunakan adalah ekstrak
bunga pecut kuda
2. Obyek penelitian adalah kertas indikator asam basa
dari ekstrak bunga pecut kuda
3. Parameter yang digunakan adalah intensitas warna
yang dihasilkan pada larutan asam dan basa dan optimasi
waktu penyimpanan ekstrak bunga pecut kuda
4. Uji stabilitas kertas indikator asam basa setelah
penyimpanan diukur melalui kepekatan warna

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui ekstrak pecut kuda dapat
digunakan sebagai indikator asam basa atau tidak
2. Untuk mengetahui prosedur pembuatan indikator
asam basa dari ekstrak bunga pecut kuda
3. Untuk mengetahui pengaruh waktu penyimpanan
ekstrak bunga pecut kuda terhadap perubahan warna yang
dihasilkan
4. Untuk mengetahui stabilitas ekstrak bunga pecut
kuda sebagai indikator asam basa

E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat menghasilkan
metode alternatif pembuatan indikator asam basa
menggunakan ekstrak bahan alami dari bunga pecut kuda
dan mengetahui prosedur pembuatan kertas indikator asam
basa dari bahan alami. Selain itu, meningkatkan nilai
kegunaan dari bunga pecut kuda.

F. Tinjauan Pustaka

F.1 Tanaman Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis


(L.) Vahl)

F.1.1 Taksonomi Tanaman Pecut Kuda


(Stachytarpheta jamaicensis (L) Vahl)
Tanaman pecut kuda banyak dimanfaatkan untuk
pengobatan tradisional. Tanaman ini dapat tumbuh
setinggi 60-120 cm dan mempunyai batang berwarna hijau
tua yang halus tetapi batang yang menuju pangkal batang
bertekstur keras seperti kayu. Tanaman pecut kuda
memiliki bunga dengan campuran warna merah muda dan
kebiruan serta ada pula bunga yang berwarna ungu.
Daunnya mempunyai warna hijau dengan permukaan
yang halus. Tanaman bunga pecut kuda dapat dilihat pada
Gambar F.1 [12].

Gambar F.1 Tanaman Bunga Pecut Kuda [12]

Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Lamiales
Famili: Verbenaceae
Genus: Stachytarpheta
Spesies: S. Jamaicensis
Nama binomial: Stachytarpeta jamaicensis (L) Vahl

Tanaman pecut kuda dapat tumbuh bersama berbagai


spesies tanaman liar lainnya pada suatu komunitas dengan
komposisi, struktur dan dominasi yang berbeda [13].
Tanaman ini memiliki bentuk daun bulat seperti telur dan
bulat panjang atau lonjong dengan bagian pinggir daun
bergerigi tumpul. Bunga pecut kuda mempunyai bentuk
yang sangat kecil dengan lima kelopak bunga. Tidak
semua tanaman pecut kuda memiliki warna bunga yang
sama, terdapat beberapa warna bunga pecut kuda yang ada
di alam antara lain, berwarna biru pucat tanpa warna putih
di bagian tengah bunga, biru gelap hingga biru terang,
ungu muda atau lavender dengan warna putih di bagian
tengahnya [14].

F.1.2 Senyawa Pada Tanaman Pecut Kuda


(Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl)
Tanaman pecut kuda mempunyai beberapa
kandungan senyawa, antara lain alkaloid, glikosida,
saponin, tannin, karbohidrat, dan flavonoid [14]. Dari
senyawa-senyawa tersebut yang dapat berperan untuk
memberikan warna pada kondisi asam maupun basa adalah
senyawa antosianin yang termasuk ke dalam jenis senyawa
flavonoid.

F.1.2.1 Flavonoid
Flavonoid termasuk ke dalam senyawa metabolit
sekunder dari polifenol dan dapat ditemukam pada
tanaman serta makanan. Senyawa flavonoid merupakan
senyawa polifenol yang memiliki 15 atom karbon yang
tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, hal tersebut
menunjukkan bahwa kerangka karbon flavonoid terdiri
atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) yang
disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon [15]. Pada
tanaman flavonoid memiliki kontribusi dalam
memproduksi pigmen berwarna kuning, merah, oranye,
biru, dan warna ungu yang berasal dari buah, bunga
maupun daun tanaman tersebut. Flavonoid merupakan
famili polifenol yang dapat larut di dalam air [16].

Gambar F.2 Kerangka C6-C3-C6 Flavonoid [17]


Gambar di atas merupakan kerangka flavonoid yang terdiri
atas dua cincin aromatik dan cincin bagian tengah adalah
heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk
teroksidasi dari cincin ini dijadikan sebagai dasar
pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya [17].
Senyawa flavonoid pada awalnya digolongkan
berdasarkan atas sifat-sifat kelarutan dan hasil dari reaksi-
reaksi warnanya kemudian diikuti dengan pemeriksaan
ekstrak yang telah dihidrolisi dengan menggunakan
metode kromatografi. Namun, seiring dengan
perkembangan teknologi dengan berkembangnya
instrumen spektroskopi maka penggolongan flavonoid
didasarkan atas pergeseran panjang gelombang maksimum
dari dua pita serapan akibat adanya gugus sinamoil (pita
serapan I) dan gugus benzoil (pita serapan II) dalam
spektrofotometri UV dan Visible seperti Gambar F.3
dibawah ini [18].

Gambar F.3 Pita serapan suatu flavonoid [18]

Senyawa flavonoid ada yang berupa aglikon dan


glikosida. Aglikon flavonoid adalah senyawa yang tidak
mengikat gula sedangkan flavonoid glikosida merupakan
flavonoid yang aglikonnya berikatan dengan satu gugus
gula atau lebih. Selain itu, flavonoid dapat berikatan
dengan gugus sulfat yang disebut flavonoid sulfat dan ada
pula yang terikat dengan flavonoid lainnya [18].
Antosianin merupakan salah satu jenis flavonoid yang
termasuk ke dalam golongan aglikon flavonoid. Selain
antosianin aglikon flavonoid dibagi ke dalam beberapa
golongan dengan struktur dasar seperti flavon, flavonol,
isoflavon, katekin, flavanon, leukoantosianin, auron,
kalkon, dan dihidroflavonol [18]. Berikut adalah struktur
dasar dari aglikon flavonoid.

Gambar F.4 Struktur dasar flavonoid [18]

F.1.2.2 Antosianin
Antosianin merupakan senyawa alami yang dapat
larut dalam air dan dapat memberikan banyak warna,
diantaranya adalah oranye, merah, magenta, ungu, dan biru
ke berbagai macam buah, sayuran, dan tanaman [19].
Selain itu, antosianin juga menunjukkan sejumlah fungsi
biologis diantaranya adalah adanya aktivitas antioksidan
dan anti-karsinogen, kapasitas perlindungan hepato serta
kemampuan untuk meningkatkan daya ingat [20]. Pada
suasana asam, antosianin akan muncul sebagai pigmen
berwarna merah sedangkan pada suasana basa akan
muncul sebagai pigmen berwarna biru. Antosianin
merupakan salah satu dari jenis flavonoid meskipun
memiliki muatan positif pada atom oksigen dari cincin C
dari struktur dasar flavonoid. Muatan tersebut juga dapat
disebut sebagai ion flavylium (2-phenylchromenylium).
Stabilitas dari antosianin dipengaruhi oleh pH, cahaya,
temperatur, dan strukturnya. Berikut adalah struktur
molekul antosianin secara umum [21]:

Gambar F.5 Struktur dasar antosianin [21]

Antosianin merupakan pigmen warna yang dapat


larut di dalam air yang secara alami terakumulasi pada sel
epidermis buah-buahan, akar, dan daun [22]. Antosianin
yang ada di dalam tanaman secara tradisional digunakan
sebagai obat untuk mengobati berbagai penyakit. Selain
itu, pigmen berwarna biru, merah, dan ungu yang diekstrak
dari bunga, buah dan sayuran dapat digunakan sebagai zat
pewarna dan pewarna makanan [23].
Antosianin berasal dari flavonol dan mempunyai
struktur dasar ion flavylium, yaitu kekurangan oksigen
keton pada posisi 4 seperti pada Gambar F.6.

Gambar F.6 Struktur dua dimensi ion flavylium [23]

Rumus empiris untuk ion flavylium antosianin adalah


C15H11O dengan berat molekul sebesar 207,247 g/mol. Di
sisi lain, antosianin merupakan bentuk dari antosianidin
yang terglikosilasi. Ikatan antosianin yang terkonjugasi
menghasilkan tanaman yang berwarna merah, biru dan
ungu [23].

F.1.2.2.1 Stabilitas Antosianin Berdasarkan pH


Warna dari antosianin tergantung pada pH larutan.
Hal ini dikarenakan struktur molekul antosianin bersifat
ionik. Pada kondisi asam beberapa antosianin berwarna
merah. Antosianin mempunyai rona ungu ketika berada
dalam pH netral dan ketika dalam pH basa akan berubah
warna menjadi biru. Pigmen merah dari antosianin
sebagian besar berada dalam bentuk kation flavylium.
Pada pH yang lebih rendah, kation flavylium yang
terbentuk akan menyebabkan antosianin dapat sangat larut
dalam air. Penurunan dari konsentrasi air akan
meningkatkan laju deprotonasi kation flavylium sehingga
dapat mengurangi stabilitas warna [23]. Pada kondisi pH
yang meningkat sehingga berada dalam suasana basa,
struktur karbinol pseudobase tidak berwarna dan akan
terbentuk chalcon dan diikuti oleh pembentukan spesies
kuinonoidal anionik [23]. Hal tersebut dikarenakan adanya
kompetisi kinetik dan termodinamika antara reaksi hidrasi
ion flavylium. Pada pH netral anion kuinonoid yang
distabilkan oleh resonansi atau warna ungu pada
antosianin terbentuk dari deprotonasi lebih lanjut dari
spesies kuinonoid [24].
Antosianin pada penentuan pH secara umum akan
berubah warna menajdi merah atau orange dalam kondisi
larutan yang asam dengan pH < 2. Hal tersebut
dikarenakan adanya delapan ikatan rangkap terkonjugasi
yang membawa muatan positif. Selanjutnya ketika pH
larutan berada di kisaran 2 dan maka senyawa biru
quinoidal akan lebih mendominasi [25].
Gambar F.7 Struktur antosianin pada pH yang berbeda
(R1 = H atau glikosida; R2 dan R3 = H atau kelompok metil)
[25]

Pada pH 5 dan 6 hanya terdapat dua senyawa tidak


berwarna, yaitu karbinol pseudobase dan chalcon sehingga
pada pH tersebut larutan relatif bening. Untuk pH yang
lebih tinggi dari 7 antosianin akan terdegradasi tergantung
kepada kelompok substituennya. Selanjutnya stabilitas
warna yang muncul akan menurun menuju netralitas tetapi
terdapat beberapa antosianin yang menunjukkan
peningkatan stabilitas pada pH 8 dan 9.
F.2 Indikator Asam Basa (Indikator pH)
Indikator asam basa atau indikator pH merupakan
suatu zat kimia halo kromik yang ditambahkan dalam
jumlah kecil ke larutan untuk menentukan pH dari larutan
tersebut dengan mengubah warna pada indikator di variasi
pH yang ada sehingga dapat diamati secara visual. Oleh
karena itu, indikator pH adalah suatu detektor yang terbuat
dari bahan kimia untuk dapat mendeteksi ion hidronium
(H3O+) atau ion hidrogen (H+) dalam teori Arrhenius [26].
Indikator pH biasanya merupakan asam lemah atau basa
lemah yang dapat berubah warna sesuai dengan pH larutan
yang diukur. Indikator pH standar yang umum digunakan
di laboratorium antara lain, fenolftalein, metil orange, biru
metilen, dan sebagainya. Perubahan warna yang terjadi
pada rentang pH, berbeda untuk berbagai indikator [27].
Berikut merupakan reaksi yang menjelaskan cara
kerja indikator pH [27]:

HInd + H2O H3O+ + Ind- (1)

Berdasarkan reaksi tersebut, HInd merupakan bentuk asam


dan Ind- adalah basa konjugasinya. Asam dan basa
konjugasinya mempunyai warna yang berbeda. Pada nilai
pH yang rendah menunjukkan konsentrasi H3O+ tinggi
sehingga posisi kesetimbangan berada di sebelah kiri. Oleh
karena itu, larutan akan menunjukkan warna yang terkait
dengan asamnya. Selanjutnya pada nilai pH yang tinggi,
konsentrasi H3O+ rendah sehingga posisi kesetimbangan
berada di sebelah kanan dan larutan akan menunjukkan
warna yang sesuai dengan basa konjugasinya [28].
Studi tentang struktur dan mekanisme indikator
standar seperti fenolftalein, metil orange dan metil merah
menunjukkan bahwa warna pada indikator adalah karena
adanya konjugasi yang diperpanjang dan adanya gugus
OH di dalam senyawa yang digunakan [29]. Oleh karena
itu, digunakan bahan alami yang mengandung senyawa
dengan gugus OH di dalamnya untuk membuat suatu
indikator asam basa.

F.3 Indikator Asam Basa Alami


Indikator asam basa yang dibuat dari bahan alami
telah banyak digunakan menjadi alternatif yang lebih baik
dalam suatu analisis titrimetri atau penentuan asam atau
basa dari suatu larutan. Hal ini dikarenakan bahan alami
mudah didapatkan, mudah diekstrak, lebih murah, lebih
tidak beracun dan ramah lingkungan jika dibandingkan
dengan indikator warna sintesis yang membutuhkan biaya
yang mahal dan memiliki toksisitas terhadap pengguna dan
lingkungan [30].
Pewarna alami dan pigmen yang terdapat pada
tanaman adalah zat yang sangat berwarna dan dapat
menunjukkan perubahan warna dengan variasi pH yang
berbeda [31]. Pada zat warna tersebut terdapat senyawa
organik dan anorganik yang bertanggungjawab terhadap
sifat warna bagian-bagian tanaman seperti, flavonoid,
flavonol, antosianin, kuinin, imin, polimetina, naftakuinon,
antrakuinon, dihidropiran, diarilmetana, dan karoten.
Beberapa senyawa tersebut menunjukkan warna yang
berbeda pada pH yang berbeda. Maka dari itu, sifat ini
dapat diterapkan untuk digunakan sebagai indikator alami
[32].
Setiap senyawa yang mampu bertindak sebagai
indikator mempunyai nilai pKa tertentu. Nilai pKa adalah
parameter fisik yang penting untuk menunjukkan
keasaman dari suatu molekul. Pada sebagian besar
indikator mempunyai kisaran pH ± 1 dari nilai pKanya
[32].
Beberapa penelitian telah dilakukan di Indonesia
untuk pembuatan indikator asam basa dengan
menggunakan bahan alami. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Sukemi, dkk [33] menggunakan ekstrak
etanol pucuk daun pucuk merah (Syzygium oleana) untuk
membuat indikator asam basa alami. Ekstrak yang
diperoleh berwarna kuning dan pada kondisi asam akan
menunjukkan warna merah muda dan pada kondisi basa
akan menunjukkan warna kehijauan. Selanjutnya terdapat
penelitian yang dilakukan oleh Nuryanti, dkk [34]
menggunakan ekstrak bunga sepatu (Hibiscus rosa
sinensis L) dalam pembuatan indikator asam basa. Pada
penelitian tersebut dilakukan proses maserasi untuk
memperoleh ekstrak bunga sepatu dengan menggunakan
pelarut n-heksana. Ekstrtak bunga sepatu yang diperoleh
ketika ditambahkan pada larutan asam menunjukkan
perubahan warna menjadi merah dan pada larutan basa
berwarna biru. Berdasarkan penelitian-penelitian yang
telah dilakukan makan digunakan bunga pecut kuda yang
juga memiliki pigmen berwarna untuk membuat indikator
asam basa.

G. Metode Penelitian
G.1.1 Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian
pembuatan indikator asam basa menggunakan ekstrak
bunga pecut kuda antara lain, neraca analitik, gelas kimia
100 mL, labu ukur 10 mL, labu ukur 100 mL, pipet ukur
10 mL, pipet volume 5 mL, gelas arloji, tabung reaksi,
botol sampel, botol semprot, bola hisap, dan
spektrofotometer UV-Vis.

G.1.2 Bahan Penelitian


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
pembuatan indikator asam basa menggunakan ekstrak
bunga pecut kuda adalah larutan dengan pH 1-13, bunga
pecut kuda, dan akuades.

G.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Analitik dan
UPT Instrumen Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang
dalam jangka waktu lima bulan dari bulan Januari 2020
hingga Mei 2020.

G.3 Tahapan Penelitian


Tahapan penelitian yang dilakukan di laboratorium
adalah sebagai berikut:
1.Preparasi larutan pH 1-13
a. Pembuatan larutan pH 1-6
b.Pembuatan larutan pH 8-13
2. Preparasi larutan indikator bunga pecut kuda
3. Pembuatan kertas indikator bunga pecut kuda
4. Optimasi waktu penyimpanan ekstrak bunga pecut kuda
5. Uji stabilitas indikator bunga pecut kuda
6. Pengukuran absorbansi larutan indikator bunga pecut
kuda
7. Analisis data

G.4 Prosedur Kerja


1. Preparasi Larutan pH 1-13
1.1 Pembuatan larutan pH 1-6
Larutan HCl 2 M yang telah tersedia diambil
sebanyak 5 mL menggunakan pipet ukur 5 mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Setelah itu
ditambahkan akuades ke dalam labu ukur hingga mencapai
tanda batas kemudian dikocok agar larutan homogen.
Selanjutnya larutan dipindahkan ke dalam botol sampel
dan diuji pH larutan menggunakan kertas pH universal.
Larutan pH 1 yang telah dibuat dengan
mengencerkan larutan HCl 2 M digunakan untuk membuat
larutan pH 2. Larutan pH 1 dipipet sebanyak 10 mL
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Selanjutnya ditambahkan akuades hingga mencapai tanda
batas dan dikocok agar larutan menjadi homogen. Larutan
yang telah homogen dipindahkan ke dalam botol sampel
dan diuji pH larutan menggunakan kertas pH universal.
Prosedur di atas dilakukan pula untuk pembuatan larutan
pH 3-6.

1.2 Pembuatan larutan pH 7


Gelas kimia 100 mL disiapkan kemudian
ditambahkan akuades sebanyak 100 mL. Setelah itu diuji
pH akuades menggunakan kertas pH universal.
Selanjutnya akuades dipindahkan ke dalam botol sampel
dan disimpan di dalam suhu ruang.

1.3 Pembuatan larutan pH 13-8


Padatan NaOH ditimbang sebanyak 0,4 gram untuk
membuat larutan pH 13 kemudian dilarutkan dengan
sedikit akuades di dalam gelas kimia 100 mL. Setelah
padatan NaOH telah larut sempurna, dipindahkan ke dalam
labu ukur 100 mL dan ditambahkan akuades hingga
mencapai tanda batas. Selanjutnya labu ukur dikocok agar
larutan menjadi homogen. Larutan pH 13 yang telah
homogen kemudian dipindahkan ke dalam botol sampel
dan diuji pH larutan menggunakan kertas pH universal.
Larutan pH 13 yang telah dibuat dengan
mengencerkan larutan NaOH 0,1 M digunakan untuk
membuat larutan pH 12. Larutan pH 13 dipipet sebanyak
10 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Setelah itu ditambahkan akuades ke dalam labu ukur
hingga mencapai tanda batas dan dikocok agar larutan
menjadi homogen. Larutan pH 12 yang telah homogen
dipindahkan ke dalam botol sampel dan diuji pH larutan
menggunakan kertas pH universal. Prosedur pembuatan
pH 12 tersebut juga dilakukan untuk pembuatan larutan pH
11 hingga pH 8 dengan volume pengambilan yang sama.

2. Preparasi Larutan Indikator Bunga Pecut Kuda


Ekstrak bunga dibuat dengan menggunakan 100
buah bunga pecut kuda kemudian ditambahkan akuades
sebanyak 10 mL dan digerus menggunakan mortar hingga
halus. Ekstrak bunga yang diperoleh dari hasil gerusan
disaring menggunakan kertas saring dan corong gelas.
Filtrat yang diperoleh dari hasil penyaringan kemudian
disimpan di dalam botol sampel.

3. Pembuatan Kertas Indikator Bunga Pecut Kuda


Dimasukkan kertas saring sebesar 4x1 cm ke
dalam 4 mL larutan indikator bunga pecut kuda. Setelah
itu didiamkan selama 1 menit kemudian diangkat dan
dikeringkan dalam suhu ruang selama 24 jam. Pada saat
pengeringan, kertas indikator disimpan dalam tempat
tertutup agar tidak terkena sinar matahari.

4. Penentuan Spektra Absorbsi Larutan Indikator


Bunga Pecut Kuda
Penentuan spektra absorbsi ini dilakukan untuk
menentukan panjang gelombang (λ) maksimum dari
larutan bunga pecut kuda dengan cara menscan spektra
larutan pada λ 400 – 700 nm. Untuk mengetahui adanya
perubahan serapan senyawa yang ada di dalam larutan
selama proses penyimpanan dilakukan penentuan spektra
absorbsi larutan pada kisaran panjang gelombang
maksimum. Penentuan spektra absorbsi larutan indikator
bunga pecut kuda ini dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.
5. Optimasi Waktu Penyimpanan Indikator Bunga
Pecut Kuda
Indikator bunga pecut kuda yang telah digunakan,
yaitu larutan dan kertas indikator bunga pecut kuda
disimpan dalam beberapa variasi waktu untuk mengetahui
waktu penyimpanan optimum dari kedua indikator
tersebut. Variasi waktu penyimpanan yang digunakan
adalah 0-6 hari. Penyimpanan dilakukan pada suhu ruang
tanpa terkena sinar matahari. Selama proses penyimpanan
diamati perubahan warna yang muncul dan kemungkinan
adanya partikel baru yang muncul pada indikator.

6.Uji Trayek pH Indikator Bunga Pecut Kuda


Indikator bunga pecut kuda yang telah dioptimasi
waktu penyimpanannya sehingga diperoleh waktu
optimumnya kemudian direaksikan dengan larutan dengan
pH 1-13. Setelah direaksikan kemudian diamati perubahan
warna yang terjadi dan diamati spektra absorbsi larutan
indikator tersebut.

7. Analisis Data
7.1 Uji Validitas Larutan Indikator Bunga Pecut
Dengan Indikator Sintesis
Uji validitas dilakukan dengan membandingkan
perubahan warna yang dihasilkan ketika larutan pH 1-13
direaksikan dengan larutan indikator bunga pecut kuda dan
saat larutan pH 1-13 direaksikan dengan indikator sintesis.

G.5 Jadwal Penelitian


Tabel di bawah ini merupakan jadwal kegiatan
penelitian yang akan dilakukan untuk mendapatkan hasil
yang diinginkan.
Tabel G.1 Rencana Jadwal Penelitian

Minggu ke-
Kegiatan
1-5 6-8 9-12 13-16 17-20
Penyusunan
proposal
penelitian
Penyediaan
bahanbahan
penelitian
Pembuatan
ekstrak bunga
pecut kuda dan
larutan pH 1-13
Penentuan
spektra absorbsi
menggunakan
instrumen
Optimasi waktu
penyimpanan
ekstrak
Uji trayek pH
larutan indikator
bunga pecut
kuda
Uji validitas
indikator bunga
pecut kuda
Analisis data
dan penyusunan
proposal akhir
DAFTAR PUSTAKA

1. Wasito, Hendri., dkk. (2017). Test Strip Pengukur pH dari


Bahan Alam yang Diimmobilisasi dalam Kertas Selulosa.
Indonesian Journal of Chemical Science, 6(3), 224-229.
2. Lestari, Puji. (2016). Kertas Indikator Belimbing Wuluh
(Averrhoa Bilimbi L) Untuk Uji Larutan Asam Basa.
Jurnal Pendidikan Madrasah, 1(1), 69-84.
3. Nuryanti, S., Matsjeh, S., Anwar, C. & Raharjo, T. J.
(2010). Indikator titrasi asam-basa dari ekstrak bunga
sepatu (hibiscus rosa sinensis l). Jurnal AGRITECH, 30(3),
178-183.
4. Maryanti, E., Trihadi, B.& Ikhwanuddin. (2011).
Pemanfatan ekstrak bunga mawar merah (rosa hibrida
bifera) sebagai indikator pada titrasi asam basa. Jurnal
GRADIEN, 7(2), 697-701.
5. Frantauansyah. (2013). Ekstrak bunga waru (hibiscus
tiliaceus) sebagai indikator asam-basa. Skripsi Sarjana
Pada Program Studi Pendidikan Kimia Universitas
Tadulako Palu, Tidak Diterbitkan.
6. Sholikhin, J., Lukiati, B. & Balqis. (2013). Analisis dan
Uji Stabilitas Ekstrak Mahkota Bunga Dadap Merah
(Eritrina crista-galli L.). Jurnal Online UM, 1(1), 1-5.
7. Virliantari, Dela Astria., Annisa Maharani., Ukhti Lestari.,
Ismiyati. (2018). Pembuatan Indikator Alami Asam-Basa
Dari Ekstrak Kulit Bawang Merah (Allium ascalonicum
L.). Seminar Nasional Sains dan Teknologi, 1-5.
8. Liew, Pearl Majorie dan Yoke Keong Yong. (2015).
Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl: From Traditional
Usage to Pharmacological Evidence. Hindawi Publishing
Corporation, 1-7.
9. Sufitri, Rokyal Aeni., Nurdiana dan Lutvia Krismayanti.
(2015). Uji Ekstrak Daun Pecut Kuda
(Starchytarphetajamaicensis l) Sebagai Penghambat
Bakteri Staphylococcus aureus. BIOTA: Jurnal Tadris IPA
Biologi FITK IAIN Matara, 7(2), 200-210.
10. Widiasta, Bartolomeus. (2016). Efek Hepatoprotektif
Ekstrak Etanol 70% Daun Jarong (Stachytarpheta indica
(L.) Vahl.) Terhadap Kadar Alann Aminotransferase dan
Aspartat Aminotransferase Pada Tikus Jantan Galur
Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida. Skripsi Sarjana
Pada Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
11. Sharma, Prabhakar., dkk. (2013). Plant Extracts as Acid
Base Indicator: An Overview. Inventi Journals, 3.
12. Solikin. (2016). Keragaman Spesies Tumbuhan Sebagai
Assosian Pada Tempat Tumbuh Stachytarpheta
jamaicensis (L.) Vahl di Pulau Kepala Jeri dan Pemping
Batam. LIPI, 9(2), 83-92.
13. Chandler, Gregory T., John O. Westaway., Barry J. Conn.
(2014). Taxonomic Uncertainty of Stachytarpheta
(Verbenaceae) in The AsiaPacific and Implications For
Invasive Weed Recognition and Management. Journal of
Plant Systematics, 16, 83-88.
14. Widiasta, Bartolomeus. (2016). Efek Hepatoprotektif
Ekstrak Etanol 70% Daun Jarong (Stachytarpheta indica
(L.) Vahl.) Terhadap Kadar Alann Aminotransferase dan
Aspartat Aminotransferase Pada Tikus Jantan Galur
Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida. Skripsi Sarjana
Pada Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
15. Anggriawan, Muhamad., Yuliet., Khildah Khaerati.
(2018). Pengaruh Pemberian Topikal Ekstrak Etanol Daun
Pecut Kuda (Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl)
Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Pada
Punggung Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Biocelebes,
12(2), 44-51.
16. Arifin, Bustanul & Sanusi Ibrahim. (2018). Struktur,
Bioaktivitas dan Antioksidan Flavonoid. Jurnal Zarah,
6(1), 21-29.
17. Redha, Abdi. (2010). Flavonoid: Struktur, Sifat
Antioksidatif dan Peranannya Dalam Sistem Biologis.
Jurnal Belian, 9(2), 196-202.
18. Parwata, I Made Oka Adi. (2016). Flavonoid. Denpasar:
Universitas Udaya.
19. Ibrahim, Ummi Kalthum., Ida, Idayu Muhammad.,
Ruzitah, Mohd Salleh. (2011). The Effect of pH on Color
Behavior of Brassica oleracea Anthocyanin. Journal of
Applied Sciences, 11, 2406-2410.
20. Xiu-li H. E., Xue-li L.I., Yuan-ping LV., Qiang H.E.
(2015). Composition and Color Stability of Anthocyanin-
Based Extract From Purple Sweet Potato. Food Science
Technol, 35(3), 468-473.
21. Khoo, Hock Eng., Azrina, Azlan., Sou, Teng Tang., See,
Meng Lin. (2017). Anthocyanidins and Anthocyanins:
Colored Pigments as Food, Pharmaceutical Ingredients,
and The Potential Health Benefits. Food and Nutrition
Research, 61, 2-20.
22. Samber, Loretha Natalia., Haryono, Semangun., Budhi,
Prasetyo. (2013). Karakteristik Antosianin Sebagai
Pewarna Alami. Seminar Nasional X Pendidikan Biologi
FKIP UNS, 1-4.
23. Khoo, Hock Eng., Azrina, Azlan., Sou, Teng Tang., See,
Meng Lin. (2017). Anthocyanidins and Anthocyanins:
Colored Pigments as Food, Pharmaceutical Ingredients,
and The Potential Health Benefits. Food and Nutrition
Research, 61, 2-20.
24. Fossen, Torgils., Luis, Cabrita., Oyvind, M. Andersen.
(1998). Colour and Stability of Pure Anthocyanins
Influenced by pH Including The Alkaline Region. Food
Chemistry, 63(4), 435-440.
25. Miguel, M. G. (2011). Anthocyanins: Antioxidant and/or
Anti-inflammatory Activities. Journal of Applied
Pharmaceutical Science, 1(6), 7-15.
26. Pradeep, D. Jeiyendira dan Kapil Dave. (2013). A Novel,
Inexpensive and Less Hazardous AcidBase Indicator.
Journal of Laboratory Chemical Education, 1(2), 34-38.
27. http://www.ch.ic.ac.uk/vchemlib/course/indi/indicator.htm
l
28. S. Nakai., Y. Inoue., M. Hosomi and A. Murakami.
(2000). Myriophyllum SpicatumReleased Allelopathic
Polyphenols Inhibiting Growth of Blue-Green Algae
Microcystis Aeruginosa. Water Research, 34, 3026-3032.
29. N. R. Raj. (2011). Isolation of Herbal Acid-Base Indicator
From The Seeds of Punica granatum. Journal Of
Chemical And Pharmaceutical Research, 3(2), 168–171.
30. Virliantari, Dela Astria., Annisa, Maharani., Ukhti,
Lestrai., Ismiyati. (2018). Pembuatan Indikator Alami
Asam-Basa Dari Ekstrak Kulit Bawang Merah (Allium
ascalonicum L.). Seminar Nasional Sains dan Teknologi
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
31. Kalpiraj, N., S. Keerthanan., M. Sithambaresan. (2019).
Natural Plant Extracts as Acid-Base Indicator and
Determination of Their pKa Value. Journal of Chemistry,
1-3.
32. Sukemi., Usman., Boyfanie Ivan Putra., Widya Purwati.,
Nindy Nur Rahmawati., Sela Defi Alib Pradani. (2017).
Indikator Asam Basa Dari Ekstrak Etanol Pucuk Daun
Pucuk Merah (Syzygium oleana). Jurnal Kimia dan
Pendidikan Kimia, 2(3), 139-144.
33. Nuryanti, S., Matsjeh, S., Anwar, C. & Raharjo, T. J.
(2010). Indikator Titrasi Asam-Basa Dari Ekstrak Bunga
Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L). Jurnal AGRITECH,
30(3), 178-183.
34. Thangiah, Anthoney Swamy. (2019). Phytochemical
Screening and Antimicrobial Evaluation of Ethanolic-
Aqua Extract of Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl
Leaves Against Some Selected Human Pathogenic
Bacteria. Rasayan J. Chem, 12(1), 300-307.
LAMPIRAN

Lampiran A. Diagram Alir Penelitian

Persiapan alat dan bahan

Preparasi larutan pH 1-13

Preparasi larutan indikator


bunga pecut kuda

Pembuatan kertas indikator


bunga pecut kuda

Penentuan spektra absorbsi larutan


indikator bunga pecut kuda

Optimasi parameter

Uji trayek pH indikator bunga


pecut kuda

Analisa data dan


penyusunan laporan skripsi
Lampiran A.1 Preparasi Larutan pH 1-13
Lampiran A.1.1 Pembuatan Larutan pH 1-6

Larutan HCl 2 M

- Diambil sebanyak 5 mL menggunakan pipet ukur 5


mL
- Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
- Ditambahkan akuades ke dalam labu ukur hingga
mencapai tanda batas
- Labu ukur ditutup kemudian dikocok hingga larutan
homogen
- Larutan dipindahkan ke dalam botol sampel dan
diuji pH larutan dengan menggunakan kertas pH
universal
Larutan pH 1

Larutan pH 1
- Diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 mL untuk membuat larutan pH 2
- Ditambahkan akuades ke dalam labu ukur hingga
mencapai tanda batas
- Dikocok hingga larutan homogen
- Larutan dipindahkan ke dalam botol sampel dan
diuji pH larutan menggunakan kertas pH universal
- Prosedur di atas dilakukan pula untuk pembuatan
larutan pH 3-6 dengan pengambilan volume yang
sama
Larutan pH 2-6
Lampiran A.1.2 Pembuatan larutan pH 7
Akuades
- Dimasukkan ke dalam gelas kimia sebanyak 100 mL
- Diuji pH larutan menggunakan kertas pH universal

- Dipindahkan ke dalam botol sampel dan disimpan di


dalam suhu ruang
Larutan pH 7

Lampiran A.1.3 Pembuatan larutan pH 13-8

Padatan NaOH

- Ditimbang sebanyak 0,4 gram menggunakan neraca


analitik
- Dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL dan
dilarutkan dengan sedikit akuades hingga larut
- Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
- Ditambahkan akuades ke dalam labu ukur hingga
mencapai tanda batas
- Dikocok hingga larutan homogen
- Dipindahkan ke dalam botol sampel dan diuji pH
larutan dengan kertas pH universal
Larutan pH 13

Larutan pH 13

- Dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam


labu ukur untuk membuat larutan pH 12
- Ditambahkan akuades ke dalam labu ukur hingga
mencapai tanda batas
- Dikocok hingga larutan homogen
- Dipindahkan ke dalam botol sampel dan diuji pH
larutan menggunakan kertas pH universal
- Prosedur di atas dilakukan pula untuk pembuatan
larutan pH 11-8 dengan pengambilan volume yang
sama
Larutan pH 12-8

Lampiran A.2 Preparasi Larutan Indikator Bunga


Pecut Kuda

Bunga pecut kuda


- Disiapkan sebanyak 100 buah dan diletakkan ke
dalam mortar
- Ditambahkan akuades sebanyak 10 mL ke dalam
mortar kemudian digerus hingga halus
- Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring
menggunakan kertas saring dan corong gelas
- Filtrat ditampung dan disimpan di dalam botol
sampel

Ekstrak bunga
pecut kuda

Lampiran A.3 Pembuatan Kertas Indikator Bunga


Pecut Kuda

Kertas saring 4x1 cm

- Dimasukkan ke dalam 4 mL larutan indikator bunga


pecut kuda dan didiamkan selama 1 menit
- Diambil dari rendaman kemudian dikeringkan
dalam suhu ruang selama 24 jam
- Saat pengeringan kertas indikator disimpan dalam
tempat tertutup
Kertas indikator
bunga pecut kuda
Lampiran A.4 Penentuan Spektra Absorbsi Larutan
Indikator Bunga Pecut Kuda

Larutan indikator
bunga pecut kuda
- Dimasukkan ke dalam kuvet hingga hampir penuh
- Kuvet dimasukkan ke dalam spektrofotometer yang
telah dikalibrasi
- Ditentukan spektra absorbsi pada panjang
gelombang 400 – 700 nm

Spektra absorbsi

Lampiran A.5 Optimasi Waktu Penyimpanan


Indikator Bunga Pecut Kuda

Indikator bunga
pecut kuda
- Disimpan dalam beberapa variasi waktu 0-6 hari
- Disimpan pada suhu ruang dan tidak terkena sinar
matahari
- Selama proses penyimpanan diamati perubahan
warna yang terjadi
Waktu penyimpanan
Lampiran A.6 Uji Trayek pH Indikator Bunga Pecut
optimum
Kuda
Indikator bunga
pecut kuda
- Direaksikan dengan larutan pH 1-13
- Diamati perubahan warna yang terjadi
- Ditentukan spektra absorbsinya
Indikator bunga pecut
kuda yang stabil
Lampiran B. Perhitungan Preparasi Larutan
Lampiran B.1 Pembuatan larutan pH 1-13
Lampiran B.1.a.1 Pembuatan larutan pH 1
Larutan pH 1 dibuat dengan melakukan
pengenceran larutan HCl 2 M menggunakan labu ukur 100
mL.

M1 x V 1 = M2 x V 2
2 M x V1 = 10-1 M x 100 mL
2 V1 = 10 mL
V1 = 5 mL

Jadi, larutan HCl 2 M diambil sebanyak 5 mL untuk


membuat larutan pH 1.

Lampiran B.1.a.2 Pembuatan larutan pH 2


Larutan pH 2 dibuat dengan melakukan
pengenceran larutan pH 1 menggunakan labu ukur 100
mL.

M1 x V 1 = M2 x V 2
10-1 M x V1 = 10-2 M x 100 mL
10-1 V1 = 1 mL
V1 = 10 mL

Jadi, larutan pH 1 diambil sebanyak 10 mL untuk membuat


larutan pH 2.

Lampiran B.1.a.3 Pembuatan larutan pH 3


Larutan pH 3 dibuat dengan melakukan
pengenceran dari larutan pH 2 menggunakan labu ukur
100 mL.

M1 x V 1 = M2 x V 2
10-2 M x V1 = 10-3 M x 100 mL
10-2 V1 = 10-1 mL
V1 = 10 mL

Jadi, larutan pH 2 diambil sebanyak 10 mL untuk membuat


larutan pH 3.
Lampiran B.1.a.4 Pembuatan larutan pH 4
Larutan pH 4 dibuat dengan melakukan
pengenceran larutan pH 3 menggunakan labu ukur 100
mL.

M1 x V1 = M2 x V2
10-3 M x V1 = 10-4 M x 100 mL
10-3 V1 = 10-2 mL
V1 = 10 mL

Jadi, larutan pH 3 diambil sebanyak 10 mL untuk membuat


larutan pH 4.

Lampiran B.1.a.5 Pembuatan larutan pH 5


Larutan pH 5 dibuat dengan melakukan
pengenceran larutan pH 4 menggunakan labu ukur 100
mL.

M1 x V1 = M2 x V2
10-4 M x V1 = 10-5 M x 100 mL
10-4 V1 = -3
10 mL
V1 = 10 mL

Jadi, larutan pH 4 diambil sebanyak 10 mL untuk membuat


larutan pH 5.

Lampiran B.1.a.6 Pembuatan larutan pH 6


Larutan pH 6 dibuat dengan melakukan
pengenceran larutan pH 5 menggunakan labu ukur 100
mL.

M1 x V1 = M2 x V2
10-5 M x V1 = 10-6 M x 100 mL
10-5 V1 = 10-4 mL
V1 = 10 mL
Jadi, larutan pH 5 diambil sebanyak 10 mL untuk membuat
larutan pH 6.

Lampiran B.1.a.7 Pembuatan larutan pH 13


Larutan pH 13 dibuat dengan menggunakan padatan
NaOH yang dilarutkan dengan akuades hingga volume 100
mL.

pKw = pH + pOH
14 = 13 + pOH
pOH =1
[OH-] = 10-pOH M
[OH-] = 10-1 M

m 1000
M = x
Mr V (mL)

m 1000
0,1 M = x
40 g/mol 100 mL

g
0,1 M x 40 x 100 mL
m = mol
1000

m = 0,4 gram

Jadi, padatan NaOH yang digunakan untuk membuat


larutan pH 13 adalah sebesar 0,4 gram.

Lampiran B.1.a.8 Pembuatan larutan pH 12


Larutan pH 12 dibuat dengan melakukan
pengenceran dari larutan pH 13 menggunakan labu ukur
100 mL.
pKw = pH + pOH
14 = 12 + pOH
pOH =2
[OH-] = 10-pOH M
[OH-] = 10-2 M

M1 x V1 = M2 x V2
10-1 M x V1 = 10-2 M x 100 mL
10-1 V1 = 1 mL
V1 = 10 mL

Jadi, larutan pH 13 diambil sebanyak 10 mL untuk


membuat larutan pH 12.

Lampiran B.1.a.9 Pembuatan larutan pH 11


Larutan pH 11 dibuat dengan melakukan
pengenceran dari larutan pH 12 menggunakan labu ukur
100 mL.

pKw = pH + pOH
14 = 11 + pOH
pOH =3
[OH-] = 10-pOH M
[OH-] = 10-3 M

M1 x V1 = M2 x V2
10-2 M x V1 = 10-3 M x 100 mL
10-2 V1 = 10-1 mL
V1 = 10 mL

Jadi, larutan pH 12 diambil sebanyak 10 mL untuk


membuat larutan pH 11.

Lampiran B.1.a.10 Pembuatan larutan pH 10


Larutan pH 10 dibuat dengan melakukan
pengenceran dari larutan pH 11 menggunakan labu ukur
100 mL.
pKw = pH + pOH
14 = 10 + pOH
pOH =4
[OH-] = 10-pOH M
[OH-] = 10-4 M

M1 x V 1 = M2 x V2
10-3 M x V1 = 10-4 M x 100 mL
10-3 V1 = 10-2 mL
V1 = 10 mL

Jadi, larutan pH 11 diambil sebanyak 10 mL untuk


membuat larutan pH 10.

Lampiran B.1.a.11 Pembuatan larutan pH 9


Larutan pH 9 dibuat dengan melakukan
pengenceran dari larutan pH 10 menggunakan labu ukur
100 mL.

pKw = pH + pOH
14 = 9 + pOH
pOH = 5
[OH-] = 10-pOH M
[OH-] = 10-5 M

M1 x V 1 = M2 x V 2
10-4 M x V1 = 10-5 M x 100 mL
10-4 V1 = 10-3 mL
V1 = 10 mL

Jadi, larutan pH 10 diambil sebanyak 10 mL untuk


membuat larutan pH 9.

Lampiran B.1.a.12 Pembuatan larutan pH 8


Larutan pH 8 dibuat dengan melakukan
pengenceran dari larutan pH 9 menggunakan labu ukur
100 mL.
pKw = pH + pOH
14 = 8 + pOH
pOH = 6
[OH-] = 10-pOH M
[OH-] = 10-6 M

M1 x V1 = M2 x V2
10-5 M x V1 = 10-6 M x 100 mL
10-5 V1 = 10-4 mL
V1 = 10 mL

Jadi, larutan pH 9 diambil sebanyak 10 mL untuk membuat


larutan pH 8.

Anda mungkin juga menyukai