Anda di halaman 1dari 11

I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling
banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur. Daging
ayam broiler adalah bahan makanan yang mengandung gizi tinggi, memiliki
rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak dan harga yang relatif murah,
sehingga disukai hampir semua orang. Terdapat berbagai cara pengolahan
daging ayam. Proses pengolahan daging ayam dapat dilakukan dengan cara
digoreng, dipanggang, dibakar, diasap atau diolah menjadi produk lain.
Penyimpanan, pengolahan, serta pengawetan daging perlu diterapkan sebagai
cara untuk menghambat perubahan-perubahan yang menyebabkan daging tidak
dapat dimanfaatkan lagi sebagai bahan pangan atau yang menurunkan
beberapa aspek mutunya. Dalam makalah ini akan dibahas lebih mendalam
mengenai pengaruh lama pemanggangan terhadap kualitas fisik steak daging
ayam, serta pengaruh temperatur dan lama pengasapan terhadap keasaman
dan total bakteri serta keempukan dan akseptabilitas daging ayam broiler.

1.2. Maksud dan Tujuan


1. Mengetahui pengaruh lama pemanggangan terhadap kualitas fisik steak
daging ayam.
2. Mengetahui pengaruh temperatur dan lama pengasapan terhadap
keasaman (pH), jumlah bakteri, keempukan, dan akseptabilitas daging
ayam broiler.
II

PEMBAHASAN DAN DISKUSI

2.1. Pembahasan

2.1.1. Pengolahan

Proses pengolahan daging ayam dapat dilakukan dengan cara digoreng,


dipanggang, dibakar, diasap atau diolah menjadi produk lain (Soeparno, 2005
dalam jurnal). Pengolahan dan pengawetan daging perlu diterapkan sebagai
cara untuk menghambat perubahan-perubahan yang menyebabkan daging tidak
dapat dimanfaatkan lagi sebagai bahan pangan atau yang menurunkan
beberapa aspek mutunya. Perubahan-perubahan daging dapat diakibatkan oleh
proses fisik, kimiawi maupun mikroorganisme, oleh karena itu dalam pengolahan
dan pengawetan daging perlu diperhatikan metode-metode pengolahan atau
pemasakan yang tepat sehingga memperoleh produk daging yang optimal
(Purnomo, 1996).

2.1.2. Pemanggangan

Kualitas steak dipengaruhi oleh kualitas daging serta metode pemasakan


yang digunakan. Lama pemasakan akan menentukan kualitas fisik daging seperti
tekstur, pH, kekuatan tarik, DIA atau WHC, susut masak dan organolaptik
(Soeparno, 2005 dalam jurnal). Menurut hasil penelitian (Sudrajat, 2003 dalam
jurnal) perlakuan pemasakan akan mempengaruhi kualitas daging, karena panas
akan menguapkan air, mendegradasi protein, mendekomposisi asam amino dan
mengakibatkan jaringan ikat mengalami pengembangan sehingga akan
mempengaruhi keempukan, kesan jus daging, Daya Ikat Air (DIA) dan komposisi
kimia seperti kadar air dan lemak. Menurut penelitian dari (Peterson, Cranston
dan Loh 1995 dalam jurnal), kualitas fisik daging terutama juice daging akan
berkurang seiring dengan lama pemanggangan.Waktu pemanggangan yang
lama akan lebih banyak kehilangan juice daging dan daya ikat air akan
0
berkurang. Pada suhu 50 C dengan lama pemanggangan 28 menit
kehilangan 4,9 persen jus daging serta pada waktu 60 0C dengan lama

2
pemanggangan 60 menit kehilangan 9,7 persen jus daging. Hal ini
menunjukkan bahwa daging dengan daya ikat air yang rendah juga akan
berpengaruh pada keempukan, warna, serta pengerutan daging. Salah satu alat
pemanggang yang dapat diatur suhu dan lama pemanggangan adalah
microwave, dengan begitu akan memberikan kualitas steak yang baik dan juga
dapat memberikan efek matang yang merata pada daging. Kualitas steak yang
baik juga dapat diusahakan dengan metode dan tahapan yang tepat. Tahapan
persiapan tersebut dapat diawali dari pemilihan bahan baku yang digunakan,
pengempukan daging, pengemasan daging dan penyimpanan daging
(Yahyono, 2009 dalam jurnal).

Tabel 1. Rata-rata pH, WHC, dan tekstur Steak Daging Ayam dengan perlakuan
lama pemanggangan dalam microwave

Keterangan : Notasi yang berbeda (a,b) pada kolom yang sama menunjukkan
adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

2.1.3. Pengasapan

Pengasapan merupakan salah satu cara untuk mengawetkan daging


menggunakan kombinasi antara penggunaan panas dan zat kimia yang
dihasilkan dari pembakaran kayu. Jenis kayu sebagai sumber asap sebaiknya
berasal dari kayu keras yang dapat menghasilkan asap dengan mutu dan volume
asap sesuai dengan yang diharapkan. Kayu keras (non resinous) pada
umumnya mengandung 40 – 60% selulosa, 20 – 30% hemiselulosa dan 20 –
30% lignin (Soeparno, 1998 dalam jurnal). Senyawa kimia utama yang
terdapat di dalam asap antara lain asam formiat, asetat, butirat, kaprilat,
vanilat dan asam siringat, dimetoksifenol, metal glioksal, furfural, methanol,
etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton, dan 3,4- benzinpiren (Lawrie,

3
1995 dalam jurnal). Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai
bakteriostatik, bakteriosidal dan dapat menghambat oksidasi lemak (Winarno et
al., 1980 dalam jurnal). Selama pengasapan berlangsung, senyawa kimia yang
terdapat di dalam asap akan menempel pada daging yang akan memberikan
efek preservatif sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang
pada akhirnya masa simpan dapat diperpanjang.

Menurut Mountney (1976 dalam jurnal), bahwa pengasapan daging


ayam tergantung pada ukuran ayam dan karakteristik produk akhir yang
diinginkan, umumnya dilakukan pada temperatur 71 0C selama 4 sampai 8 jam.
Untuk mendapatkan daging dada ayam asap dengan rasa dan aroma yang
khas, pengasapan dilakukan pada temperatur 70 0C selama 4 jam (Riches,
2006 dalam jurnal), sedangkan pengasapan daging sapi dari bagian semi
tendinous pada temperatur 70 – 80 0C membutuhkan waktu 12 sampai 24 jam
(Fatma Maruddin, 2004 dalam jurnal).

Kombinasi temperatur dan lama pengasapan akan mempengaruhi


jumlah mikroba di dalam daging asap ayam broiler. Temperatur dan lama
pengasapan berbanding lurus dengan jumlah bakteri, pada proses
pengasapan dengan temperatur yang lebih tinggi dengan waktu yang lebih
lama akan memperkecil jumlah total bakteri daging ayam broiler asap,
sebaliknya pada temperature rendah dengan waktu yang singkat, tapi tidak
demikian halnya terhadap pH daging asap.

Panas yang ditransferkan ke daging selama proses pengasapan dapat


mengakibatkan terjadinya denaturasi, penggumpalan dan degradasi, pencairan
lemak, rusaknya enzim dan mikroba, hilangnya beberapa zat gizi, reaksi antara
gula dan amina, dan interaksi komponen flavor (Priestly, 1976 dalam jurnal). Hal
ini akan memberikan efek kepada keempukan dan sifat akseptabilitas daging.
Transfer panas ke dalam daging dipengaruhi oleh tingginya suhu dan lama
pengasapan, pada suhu pengasapan yang terlalu tinggi dengan waktu yang
terlalu lama akan menyebabkan pengeringan yang berlebihan, sebaliknya bila
terlalu rendah akan menghasilkan produk dengan bau asap yang tidak disukai,

4
karena jumlah fenol yang diserap oleh bahan terlalu tinggi (Henrickson, 1978
dalam jurnal).

Tabel 2. Pengaruh Temperatur dan Lama Pengasapan Terhadap pH Daging


Asap Ayam Broiler.

Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf yang berbeda kearah kolom
menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)

Tabel 3. Pengaruh Temperatur dan Lama Pengasapan Terhadap Total


Bakteri Daging Asap Ayam Broiler

Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf yang berbeda kearah kolom
menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)

5
Tabel 4. Pengaruh Temperatur dan Lama Pengasapan Terhadap Keempikan
Daging Ayam Broiler Asap

Temperatur Pengasapan Rataan Keempukan


Mm/10 detik/50 g
0
60 C 4 jam 119,13 a
6 jam 81,98 b
0
70 C 4 jam 70,73 c
6 jam 43,99 d
0
80 C 4 jam 35,37 e
6 jam 18,30 f
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf yang berbeda kearah kolom
menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)

2.2. Diskusi

2.2.1. Pemanggangan

Tabel satu menunjukkan tentang perbedaan rata-rata nilai pH, WHC, dan
tekstur steak daging ayam dari masingmasing perlakuan lama pemanggangan
dalam microwave. Hasil analisa ragam menyatakan bahwa perlakuan lama
pemanggangan steak daging ayam dalam microwave tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap pH dan WHC, tetapi mempengaruhi secara sangat nyata
terhadap tekstur (P< 0,01). Nilai pH steak daging yang mengalami proses
pemanggangan dengan perlakuan lama dalam microwave stabil tetapi
cenderung lebih tinggi kalau dibandingkan dengan pH daging segar yang tidak
mengalami pemanggangan. Nilai pH daging segar sekitar 5,5 - 6 dan setelah
mengalami pemanggangan cenderung naik sampai pada nilai 6,40 pada T(6)
dan turun kembali dengan nilai 6,23 pada perlakuan terakhir (T10). Pemanasan
dalam microwave akan menyebabkan peningkatan pH sehingga daging memiliki
kekuatan terhadap pembusukan (Cross dan Overby, 1998 dalam jurnal).

6
Sudrajat, (2003 dalam jurnal) menyatakan bahwa perlakuan pemasakan
dan pemansan akan mempengaruhi kualitas daging, karena panas akan
menguapkan air, mendegradasi protein, dekomposisi asam amino dan
mengakibatkan jaringan ikat mengalami pengembangan sehingga akan
mempengaruhi kesan jus daging dan meningkatkan daya ikat air (DIA).
Penelitian tentang steak daging ayam setelah pemanggangan dalam microwave
mengalami kenaikan nilai pada perlakuan T10 (10 menit) sebesar 39%.

Penelitian yang telah dilakukan, digunakan suhu untuk pemanggangan


yaitu 150 0C dan suhu internal daging setelah dikeluarkan dari microwave sekitar
80 0C. Lama pemanggangan yang paling baik untuk memperoleh tekstur baik
yaitu T10 (10 menit) atau dalam istilah steak dinamakan Well Down. Menurut
Suparno (2005 dalam jurnal), temperatur pemasakan sampai suhu bagian dalam
daging 80 0C adalah temperatur yang ideal dan popular untuk pemasakan,
karena sampel menjadi cukup tepat kekerasanya untuk dipotong-potong menjadi
sub sampel dalam pengujian kualitas fisik.

2.2.2. Pengasapan

Data pada Tabel 2 menunjukkan, bahwa dengan meningkatnya


temperatur akan diikuti dengan peningkatan pH daging asap ayam broiler,
namun pada temperatur yang sama, meningkatnya lama pemasakan diikuti
dengan penurunan pH. Temperatur pengasapan 80 0C selama 4 dan 6 jam
menghasilkan pH daging asap ayam broiler tertinggi satu sama lain tidak
berbeda nyata, tetapi keduanya nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan
dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan pada temperatur yang lebih
tinggi menyebabkan terjadinya penguraian dari komponen daging asap.
Pengasapan daging ayam broiler pada temperatur 60 0C selama 4 dan 6
jam, temperatur 70 0C selama 4 dan 6 jam menghasilkan pH daging asap ayam
broiler yang rendah dan tidak berbeda nyata satu sama lain. Hal ini
disebabkan pada temperatur rendah dengan waktu yang lama akan
menyebabkan lebih banyak lagi komponen asam dari asap yang diserap oleh
daging asap, sehingga pH semakin menurun (Winarno, 1979 dalam jurnal).

7
Data pada Tabel 3 menunjukkan, bahwa jumlah total bakteri paling
sedikit pada perlakuan kombinasi temperatur pengasapan 80 0C dengan lama
pengasapan 4 jam dan 6 jam, dan temperatur 70 0C dengan lama pengasapan 6
jam tidak berbeda nyata satu sama lain, namun ketiganya nyata (P<0,05)
lebih sedikit dibandingkan dengan kombinasi perlakuan temperatur 70 0C
selama 4 jam, 60 0C selama 4 jam dan 6 jam. Rendahnya jumlah bakteri
pada temperatur pengasapan 80 0C, karena pada temperatur pengasapan yang
lebih tinggi dan waktu pengasapan yang lebih lama, akan semakin banyak
lagi komponen asap yang dilepaskan dari asap hasil pembakaran kayu,
sehingga akan menyebabkan terjadinya penurunan jumlah bakteri. Komponen
kimia yang terkandung di dalam asap merupakan antiseptik alami yang
bersifat bakteriostatik yang dapat menghambat bakteri. Berdasarkan standar
total bakteri yang telah ditetapkan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia (1991), bahwa standar total bakteri daging asap sebanyak 5 x
104 CFU/g, maka perlakuan pengasapan yang memenuhi persyaratan tersebut
adalah pengasapan pada temperatur 80 0C selama 4 jam dan 6 jam atau
temperatur 70 0C selama 6 jam.

Data pada tabel 4 menunjukkan, bahwa keempukan terendah pada


temperatur pengasapan 80 0C selama 6 jam, diikuti berturut-turut 80 0C selama 4
jam, 70 0C selama 6 jam dan 4 jam, dan tertinggi pada temperatur pengasapan
60 0C selama 6 jam dan 4 jam satu sama lain berbeda nyata (P<0,05). Berarti
dengan meningkatnya temperatur dan waktu pengasapan 80 0C selama 4 jam
dan 6 jam diikuti dengan penurunan keempukan. Hal ini disebabkan terjaninya
pengerutan serabut daging sehingga danging menjadi keras. Penurunan
keempukan dagign selama pengasapan disebabkan terjadinya denaturasi protein
yang disertai dengan menggumpal dan mengerasnya protein myofibril. Kondisi ini
akan menekan air keluar dari serabut otot sebingga menyebabkan daging
menjadi keras.

Hasil uji akseptabilitas (rasa, warna, dan aroma) daging ayam proiler
asap, menunjukkan bahwa nilai akseptabilitas meningkat dengan semakin
meningkatnya suhu dan lama pengasapan. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa

8
kimia dalam asap diantaranya asam, fenol, formaldehid, furaldehid dan senyawa
kimia lainnya akan lebih meresap ke dalam daging pada pengasapan dengan
temperatur yang lebih tinggi dengan waktu yang lebih lama, sehingga
menghasilkan daging asap broiler yang memiliki rasa, warna dan aroma lebih
disukai.

9
III

KESIMPULAN

 Lama pemanggangan dapat meningkatkan tekstur, cenderung

menghasilkan pH dan WHC yang lebih tinggi. Lama pemanggangan 10

menit (T10) dalam microwave menghasilkan kualitas fisik steak daging

ayam terbaik dengan nilai tekstur yang tertinggi (42,53 N) diikuti nilai pH

(6,43) dan WHC (39,08%) yang cenderung lebih tinggi.

 Keasaman (pH) dan jumlah bakteri daging asap ayam broiler nyata

(P<0,05) dipengaruhi oleh kombinasi temperatur dan lama pengasapan.

Pengasapan daging ayam broiler terbaik pada temperatur 70 0C selama

6 jam atau 80 0C selama 4 jam.

 Pengasapan pada temperatur 80 0C selama 4 jam menghasilkan daging

ayam broiler asap dengan akseptabilitas yang lebih disukai, namun

memiliki keempukan yang rendah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Rasyad, Nazhal V. Billy, dkk. 2012. Pengaruh Lama Pemanggangan dalam

Microwave terhadap Kualitas Fisik Steak Ayam. Jurnal Ilmu dan Teknologi

Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universtas Brawijaya

Suradi, Kusmajadi dan Lilis Suryaningsih. 2008. Pengaruh Temperatur dengan

Lama Pengasapan terhadap Keasaman dan Total Bakteri Daging Ayam

Broiler. Jurnal Ilmu Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

Suradi, Kusmajadi dkk. 2011. Keempukan dan Akseptabilitas Daging Broiler

Asap pada Berbagai Temperatur dan Lama pengasapan. Jurnal Ilmu

Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

11

Anda mungkin juga menyukai