PANCASILA DAN
IMPLEMENTASINY
A II
12
Fakultas RINA KURNIAWATI, SHI, MH
Abstract Kompetensi
Nilai-nilai yang terkandung dalam Mahasiswa mampu menerapkan
Pancasila mengandung petunjuk untuk Pancasila dalam kehidupannya
bermasyarakat dan bernegara
PENDAHULUAN
Negara hanya dapat di kemudikan secara terarah dan efisien apabila ada gambaran yang jelas
tentang hakikat, tujuan dan susunannya. Dalam proses penyusunan Undang-undang Dasar
negara harus senantiasa berlandaskan pada suatu konsepsi dasar yang jelas tentang negara dan
tujuannya. Dengan kata lain realisasi pembentukan negara beserta konstitusinya harus
berlandaskan pada ideologi negara yaitu Pancasila. Pancasila adalah falsafah atau pandangan
hidup, jiwa dan kepribadian serta tujuan hidup bangsa Indonesia. Sebagai pandangan hidup
bangsa, Pancasila mempunyai nilai-nilai yang dijadikan dasar dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, selain itu nilai-nilai Pancasila telah memberikan ciri-ciri (identitas) bangsa yang
membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain dalam bersikap, bertingkah laku secara
perorangaan maupun secara kemasyarakatan.
Pancasila sebagai filsafat negara indonesia memiliki visi dasar yang bersumber pada hakikat
manusia. Visi dasar inilah yang memberi visi dan arah bagi seluruh kehidupan kemasyarakatan
dan kenegaraan Indonesia. Sifat dasar filsafat Pancasila bersumber pada hakikat kodrat
manusia karena pada hakikatnya manusia adalah sebagai pendukung pokok negara. Inti
kemanusiaan itu terkandung dalam sila kedua : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Dalam sila ke-dua mengandung nilai yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia
sehari-hari. Hal itu karena seorang manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari tidak lepas
dari manusia lain. Sehingga sila ke-dua tersebut mampu memberikan dasar kepada kita sebagai
manusia agar senantiasa memanusiakan orang lain dalam kehidupan. Selain itu, dalam sila ke-
dua juga terdapat nilai keadilan dimana menuntut kita sebagai manusia yang tidak dapat lepas
dari manusia lainnya harus menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi keadilan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sila ke-dua tersebut terdapat butiran-butiran yang dapat menjelaskan lebih rinci apa yang ada
di dalam Pancasila sila ke-dua tersebut. Dengan adanya butiran-butiran sila ke-dua tersebut
diharapkan manusia atau lebih tepatnya bangsa Indonesia dapat memahami dam mengamalkan
apa yang ada dalam sila ke-dua tersebut. Sehingga bangsa Indonesia senantiasa berdasar
kepada kemanusiaan yang adil dan beradap dalam bermasyarakat.
Pancasila adalah kumpulan nilai atau norma yang meliputi sila-sila Pancasila sebagaimana
yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, alinea IV yang telah ditetapkan pada tanggal 18
Pancasila dalam pengertian ini sering disebut juga way of life, Weltanschauung,
Wereldberschouwing, Wereld en Levens beschouwing (pandangan dunia, pandangan hidup,
pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup). Dalam hal ini Pancasila dipergunakan
sebagai petunjuk hidup sehari-hari. Dengan kata lain digunakan sebagai pancaran dari sila
pancasila karena Pancasila sebagai Weltanschauung merupakan kesatuan, tidak bisa dipisah-
pisahkan; keseluruhan sila dalam pancasila merupakan satu kesatuan organis. Pancasila sebagai
norma fundamental sehingga berfungsi sebagai cita-cita atau ide. Semestinya ia selalu
diusahakan untuk dicapai oleh tiap manusia Indonesia sehingga cita-cita itu bisa terwujud
menjadi kenyataan.
Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa pancasila sebagai pegangan hidup yang merupakan
pandangan hidup bangsa, penjelmaan falsafah hidup bangsa, dalam pelaksanaan hidup sehari-
hari tidak boleh bertentangan dengan norma-norma agama, norma-norma kesusilaan, norma-
norma sopan santun, dan tidak bertentangan dengan norma-norma hukum yang berlaku.
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang dibentuk oleh para pendiri bangsa Indonesia.
Sebagai dasar negara, Pancasila mengandung nilai-nilai yang sejatinya sudah ada dalam bangsa
Indonesia sendiri. Sehingga Pancasila mampu menjadi wadah bagi masyarakat Indonesia yang
beragam. Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat dirubah ke dalam bentuk suatu apapun.
Jadi sila kedua ini menghendaki warga Negara untuk menghormati kedudukan setiap manusia
dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, setiap manusia berhak mempunyai
kehidupan yang layak dan bertindak jujur serta menggunakan norma sopan santun dalam
pergaulan sesama manusia. Butir-butir sila ke-dua adalah sebagai berikut:
Makna dari sila ini diharapkan dapat mendorong seseorang untuk senantiasa menghormati
harkat dan martabat oranglain sebagai pribadi dan anggota masyarakat. Dengan sikap ini
diharapkan dapat menyadarkan bahwa dirinya merupakan makhluk sosial yang mempunyai hak
dan kewajiban yang sama. Atas dasar sikap perikemanusiaan ini, maka bangsa Indonesia
menghormati hak hidup bangsa lain menurut aspirasinya masing-masing. Dan menolak segala
bentuk penjajahan di muka bumi ini. Hal itu dikarenakan berlawanan dengan nilai
perikemanusiaan.[8]
Oleh karena itu tepatlah rumusan sila kemanusiaan yang adil dan beradab masuk dalam
falsafah Pancasila. Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam sila ini membentuk watak bangsa
kita menjadi bangsa yang lemah lembut, sopan santun, tengang rasa, saling mencintai,
bergotong royong dalam kebaikan, dan lain sebagainya.
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia. Butir ini menghendaki bahwa setiap manusia mempunyai martabat, sehingga
tidak boleh melecehkan manusia yang lain, atau menghalangi manusia lain untuk hidup
secara layak, serta menghormati kepunyaan atau milik (harta, sifat dan karakter) orang
lain.[9]
2. Saling mencintai sesama manusia. Kata cinta menghendaki adanya suatu keinginan
yang sangat besar untuk memperoleh sesuatu dan rasa untuk memiliki dan kalau perlu
pengorbanan untuk mempertahankannya.[10] Dengan perasaan cinta pula manusia
dapat mempergiat hubungan social seperti kerjasama, gotong royong, dan solidaritas.
Dengan rasa cinta kasih itu pula orang akan berbuat ikhlas, saling membesarkan hati,
saling berlaku setia dan jujur, saling menghargai harkat dan derajat satu sama lain.[11]
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa. Sikap ini menghendaki adanya usaha dan
kemauan dari setiap manusia Indonesia untuk menghargai dan menghormati perasaan
orang lain.[12] Harusnya dalam bertingkah laku baik lisan maupun perbuatan kepada
orang lain, hendaknya diukur dengan diri kita sendiri; bilamana kita tidak senang
disakiti hatinya, maka janganlah kita menyakiti orang lain. Sikap tenggang rasa juga
dapat kita wujudkan dalam toleransi dalam beragama.[13]
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain. Semena-mena berarti sewenang-wenang, berat
sebelah, dan tidak berimbang. Oleh sebab itu butir ini menghendaki, perilaku setiap
manusia terhadap orang tidak boleh sewenang-wenang, harus menjunjung tinggi hak
dan kewajiban.
Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Setiap warga Negara harus menjunjung tinggi dan
melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan dengan baik, seperti:
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu di
kembangkan sikap saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain. Butir ini
menganjurkan untuk saling menghormati, sikap saling menghormati ini dapat di lakukan
dengan menghormati kedaulatan suatu bangsa dan menjalin kerja sama yang menguntungkan.
[15]
Selain itu penjelmaan Pancasila ke dalam hukum Negara kita tertuang dalam Undang-Undang
Dasar’45 pasal 27 tentang Warga Negara dan Penduduk, pasal 28 A-J tentang HAM, dan pasal
31 ayat 1 tentang pendidikan.[16]
DAFTAR PUSTAKA
Atut saksono. (2007). Pancasila Soekarno. Yogyakarta: CV Urna Cipta Media Jaya.
Darji Darmo Diharjo, dkk. (1991). Santiaji Pancasila. Surabaya: Usana Offset Printing.
Herman, dkk. (1986). Panorama Jiwa dan Kepribadian Bangsa PANCASILA. Jakarta: CV
Indrajaya.
[3] Atut saksono. 2007. Pancasila Soekarno. Yogyakarta: CV Urna Cipta Media Jaya. Hal 40.
[5] Rukiyati, dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UNY Press. Hal 67-68.
[7] Herman, dkk. 1986. Panorama Jiwa dan Kepribadian Bangsa PANCASILA. Jakarta: CV
Indrajaya. Hal 94.
[8] Prof.H.Muzayin, 1990. Ideologi Pancasila. Jakarta: Golden Terayon Press. Hal 38-39.
[9] Sri Janti,dkk. 2008. Etika berwarga Negara. Jakarta: Salemba Empat. Hal 26-28.
[16] Prof. Notonagoro. –. Pancasila Secara Ilmiah Populer.–:Bumi Aksara. Hal 206.