Anda di halaman 1dari 7

Nama:Amin muqri

Kelas:xi-ips

1).WS Rendra

Kalau bicara soal tokoh teater di Indonesia,


rasanya nama ini memang tak boleh luput.
Memiliki nama asli Willibrodus Surendra
Bawana Rendra, sastrawan sekaligus
teaterawan ini lahir pada 7 November 1935
di Solo, Jawa Tengah. Beliau kemudian
wafat pada 6 Agustus 2009 di Depok, Jawa
Barat pada usia 73 tahun.

Sejak kuliah, Rendra memang sudah aktif


dalam berbagai macam kegiatan yang
berkaitan dengan teater. Pada tahun 1967,
Rendra mendirikan Bengkel Teater di
Yogyakarta. Namun, akibat tekanan politik
yang ada pada zaman itu, kelompok
teaternya ini kemudian dipindahkan ke
Depok pada Oktober 1985.

“Kita tersenyum bukanlah kerana


bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan,manusia
sesama,nasib dan kehidupan. “
Beberapa karyanya antara lain Orang-Orang
di Tikungan Jalan (1954), SEKDA (1977),
serta Mastodon dan Burung Kondor (1972).

2)N. Riantiarno
Nano Riantiarno sepertinya tidak asing lagi
di telinga para pecinta teater modern
nasional. Sebagai salah satu tokoh teater
Indonesia terbesar, pria bernama lengkap
Nobertus Riantiarno ini merupakan
teaterawan kelahiran Cirebon, Jawa Barat
pada 6 Juni 1949. Ia pertama kali mengenal
dunia seni melalui kelompok kesenian
Tunas Tanah Air di Cirebon. Ia menjadi
anggota di kelompok tersebut pada 1964
hingga 1967 dan aktif bermain drama.
Kemudian setelah lulus SMA, ia
melanjutkan studinya di Akademi Teater
Nasional Indonesia (ATNI).

Setahun setelah masuk ke ATNI, tepatnya


pada tahun 1968, Nano ikut mendirikan
kelompok Teater Populer bersama Teguh
Karya. Bersama kelompok teater tersebut,
ia dan Teguh Karya juga merambah ke
dunia film mulai tahun 1970. Hingga
akhirnya, pada tahun 1977 Nano
mendirikan salah satu kelompok teater
yang sangat kita kenal hingga sekarang;
Teater Koma, bersama dengan Ratna
Riantiarno yang kemudian menjadi istrinya
setahun kemudian.
“Tapi sekarang, mencintaimu sebagai
bayang-bayang, sebagai impian,
membuatku lebih bahagia. Aku
mencintaimu, Ars, tanpa jeda. Lebih baik
kau tetap menjadi impian. Aku bisa lebih
leluasa menyatakannya. Dengan berbagai
cara.”

Di tangan beliau, banyak naskah drama


kolosal yang tercipta, diantaranya adalah
Surat Kaleng (Trilogi RUMAH KERTAS I)
(1977), Namaku Kiki (Trilogi RUMAH KERTAS
II) (1977), Rumah Kertas (Trilogi RUMAH
KERTAS III) (1977), Maaf.Maaf.Maaf. (1978),
Bom Waktu (1982), Opera Kecoa (1985),
Opera Julini (1986), Sampek Engtay (1988),
Semar Gugat (1995), Republik Bagong
(2001), hingga Demonstran (2014). (aun)

Anda mungkin juga menyukai